IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Hasil Pengukuran Parameter Fisika Air
4.2.1 Suhu air
Hasil pengukuran suhu air pada tiga stasiun pengamatan dengan lama waktu penelitian empat minggu yang berlokasi dibagian hulu Waduk Bilibilli (Zona III) Kabupaten Gowa dapat dilihat pada Lampiran 1. Sedangkan nilai rata-rata suhu air selama empat minggu pengukuran disajikan pada Tabel 8.
22
Tabel 8. Nilai rata-rata hasil pengukuran suhu air setiap stasiun.
Minggu Stasiun
I II III
1 30,90C 30,80C 31,20C
2 30,70C 30,70C 30,80C
3 30,20C 30,20C 30,10C
4 29,40C 29,30C 29,30C
Rata-rata 30,30C 30,30C 30,40C Sumber : Hasil Pengukuran 2014
Berdasarkan Tabel 8, hasil pengukuran rata-rata suhu air ke tiga stasiun diperoleh suhu tertinggi berada di stasiun III yang merupakan daerah dekat dengan aktifitas pertanian yaitu berkisar antara 29,30C-31,20C, kemudian diikuti oleh stasiun II yang merupakan daerah yang mewakili aktifitas penagkapan ikan yaitu berkisar antara 29,30C-30,80C, dan suhu terendah berada pada stasiun I yang merupakan perairan yang dekat dengan aktifitas pemukiman yaitu berkisar antara 29,40C-30,90C. Perbedaan nilai rata-rata suhu air ke tiga stasiun tidak begitu signifikan. Untuk Lebih jelasnya dapat dilihat pada garik rata-rata suhu air setiap stasiun yang disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Nilai rata-rata Suhu setiap stasiun
30.2 30.25 30.3 30.35 30.4
1 2 3
rata-rata 30.3 30.255 30.3575
SUHU (0C)
23
Fluktuasi suhu air selama empat minggu penelitian pada tiga stasiun pengamatan dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan suhu pada tiap stasiunnya sehingga diperoleh nilai suhu air tertinggi yaitu pada stasiun III yang merupakan perairan dekat dengan aktifitas pertanian dengan nilai 30,30C, Tingginya suhu pada stasiun initerjadi karena diketahui kondisi kedalaman perairan pada stasiun ini tergolong dangkal karena kedalamannya berkisar antara 2,4 m – 4,5 m. Sama halnya pada stasiun I yang merupakan perairan dekat dengan aktifitas pemukiman dengan nilai 30,30C dan mempunyai kedalaman berkisar antara 2,9 m – 5,4 m. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonimous, (2001) menyatakan bahwa air yang dangkal dan memiliki daya tembus cahaya matahari yang tinggi dapat meningkatkan suhu perairan.
Sedangkan suhu terendah berada pada stasiun II yang merupakan daerah penangkapan ikan dengan nilai suhu 30,30C. Hal ini disebabkan karena kedalaman pada stasiun tersebut berkisar 6 m – 7 m karena semakin dalam suatu perairan suhu akan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Barus, (2004) yang menyatakan bahwa semakin dalam suatu perairan suhu akan semakin rendah atau dingin hal ini di akibatkan karena kurangnya intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam perairan.
Selain kedalaman faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya suhu perairan adalah kondisi cuaca, kecerahan, DO dan luas permukaan yang langsung mendapat sinar matahari sehingga akan berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang masuk ke perairan. Hal ini sesuai dengan pendapat Boyd, (1991) yang menyatakan bahwa variasi suhu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu antara lain
24
tingkat intensitas cahaya yang tiba di permukaan perairan, keadaan cuaca, kecepatan arus, substrat dasar, suhu yang berasal dari anak sungai dan proses pengadukan.
Sastrawijaya, (2000) menyatakan, suhu berkaitan erat dengan kadar oksigen terlarut pada perairan. Semakin rendah kadar oksigen maka suhu air akan semakin tinggi begitupun sebaliknya semakin tinggi kadar oksigen dalam perairan maka suhu air semakin rendah. Peningkatan suhu juga menyebabkan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Namun pada stasiun I, II dan III setelah dilihat kadar oksigen terlarutnya perbedaan dari masing-masing stasiun tidak begitu mencolok yaitu berkisar antara 7 hingga 8 mg/lsehingga tidak akan mempengaruhi organisme air seperti yang dijelaskan oleh Brotowidjoyo et al.(1995) yang menyatakan bahwa variasi oksigen terlarut dalam air biasanya sangat kecil sehingga tidak menggangu kehidupan ikan. Lanjut Mayunar et al.
1995 dan Akbar, (2001) bahwa kandungan oksigen terlarut untuk menunjang usaha budidaya adalah 5 –8 mg/l.
Berdasarkan rata-rata suhu air pada stasiun I, II dan III dapat disimpulkan bahwa nilai suhu air ketiga stasiun tersebut tergolong baik untuk dilakukan kegiatan budidaya Apabila merujuk pada Widigdo, (2007) yang mengatakan bahwa suhu antara 260C hingga 310C, umumnya dianggap baik karena dapat menghasilkan pertumbuhan ikan dan udang yang maksimal. Lanjut Kordi,(2010), yang menyatakan bahwa suhu yang cocok untuk kegiatan budidaya biota air yaitu antara 23 hingga 320C.
25 4.2.2 Kecerahan
Hasil pengukuran kecerahan air pada tiga stasiun pengamatan dengan waktu pengamatan empat minggu yang berlokasi di hulu Waduk Bilibili Kabupaten Gowa dapat dilihat pada Lampiran 2. Sedangkan nilai rata-rata kecerahan selama empat minggu disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai rata-rata hasil pengukuran kecerahan air setiap stasiun.
Minggu Stasiun
I II III
1 46,2% 57,0% 46,5%
2 37,0% 25,2% 15,0%
3 33,2% 36,8% 25,7%
4 43,0% 40,7% 36,7%
Rata-rata 38,8% 39,7% 29,1%
Sumber : Hasil Pengukuran 2014
Berdasarkan Tabel 9, hasil pengukuran rata-rata kecerahan ke tiga stasiun diperoleh kecerahan tertinggi berada di stasiun II yang merupakan daerah penagkapan ikan berkisar antara 25,2%-57%. Kemudian diikuti oleh stasiun I yang merupakan perairan yang dekat dengan aktifitas pemukiman yaitu berkisar antara 33,2%-37% dan suhu terendah berada pada stasiun III yang merupakan perairan dekat dengan aktifitas pertanian berkisar antara 15%-46,5%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada garfik rata-rata kecerahan setiap stasiun yang disajikan pada Gambar 4.
26
Gambar 4. Nilai rata-rata Kecerahansetiap stasiun
Fluktuasi kecerahan perairan selama empat minggu penelitian pada tiga stasiun pengamatan dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan nilai kecerahan pada tiap stasiunnya sehingga diperoleh nilai kecerahan tertinggi yaitu pada stasiun II yang merupakan daerah penagkapan ikan dengan nilai 39,7 % kemudian kecerahan air pada stasiun I yang merupakan perairan yang dekat dengan aktifitas pemukiman dengan nilai 38,8 %. Tingginya kecerahan pada stasiun II dan stasiun I dikarenakan oleh waktu pengukuran yang dilakukan pada siang hari dan pada saat cuaca sedang cerah dan juga disebabkan karena pengulanagan diambil pada titik yang berbeda. Jadi salah satu faktor utama yang menyebabkan tinggi rendahnya nilai kecerahan yaitu diantaranya waktu pengukuran dan kondisi cuaca.
Hal ini sesuai dengan pendapat effendi, (2000) yang menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan kecerahan tinggi dan rendah adalah keadaan cuaca dan waktu pengukuran, dimana jika cuaca cerah intensitas cahaya matahari yang sampai kedalam perairan lebih besar dibandingkan jika cuaca mendung atau berawan.
Selain itu faktor yang mempengaruhi tingginya kecerahan yaitu kurangnya
0 10 20 30 40
1 2 3
rata-rata 38.77333333 39.66333333 29.05333333
KECERAHAN (%)
27
muatan atau padatan tersuspensi yang dapat mengakibatkan kekeruhan. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi, (2003) yang menyatakan bahwa kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan air.
Sedangkan kecerahan terendah berada pada stasiun III yang merupakan perairan dekat dengan aktifitas pertanian dengan nilai kecerahan yaitu 29,1%. Hal ini disebabkan pada stasiun tersebut tingkat kekeruhannya sangat tinggi yang diakibatkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus yang terbawa oleh aliran sungai dari hulu yang menyebabkan kurangnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sastrawijaya, (2000) yang menyatakan bahwa kecerahan merupakan parameter yang berhubungan dengan bahan-bahan atau muatan tersuspensi.
Tingkat kecerahan perairan sangat berpengaruh terhadap proses fotosintesis tanaman di perairan dan faktor fisiologi air lainnya sehingga apabila kecerahan air kurang dari kisaran optimum maka akan menghambat proses fotosintesis yang berpengaruh pada pertumbuhan ikan dan udang. Hal ini sesuai dengan pendapat samawi, (2000) yang menyatakan bahwa perairan dengan kecerahan yang rendah akan mengurangi penetrasi cahaya matahari kedalam kolom air, sehingga membatasi proses fhotosintesis yang dapat mempengaruhi produktifitas perairan yang akan semakin berkurang seiring dengan rendahnya kecerahan yang disebabkan oleh partikel tersuspensi. Selanjutnya Effendi, (2003) yang menyatakan bahwa berkurangnya kecerahan air akan mengurangi fotosintesis tumbuhan air, selain itu dapat pula mengurangi fisiologi air dalam hal ini suatu perairan berupa bahan tersuspensi yang dapat mengurangi kecerahan air.
28
Berdasarkan rata-rata kecerahan air pada stasiun I, II dan III dapat disimpulkan bahwa nilai ke tiga stasiun tersebut merupakan kondisi kecerahan yang baik bagi organisme budidaya seperti ikan dan udang karena masih memungkinkan cahaya matahari dapat menembus sampai pada lapisan di bawah permukaan perairan, apabila merujuk pada Adiwijaya, (2003) yang menyatakan bahwa batas toleransi kecerahan organisme budidaya berkisar antara 25 % - 60 % dan optimum pada kisaran 30 % - 40 %. Lanjut Buwono, (1993) menyatakan bahwa kecerahan yang berkisar antara 30 % - 40 % membuat organisme budidaya merasa aman dan plankton-plankton nabati akan mendukung dan membantu menyerap senyawa berbahaya dalam air.