• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber Penerimaan Utama

Dalam dokumen PEREKONOMIAN INDONESIA - Repository Unpak (Halaman 148-151)

BAB 6 TANTANGAN FISKAL PEMERINTAH

6.4 Target Tidak Tercapai

6.4.3 Sumber Penerimaan Utama

Pajak merupakan penerimaan utama negara, nilainya lebih dari 70% dari APBN-P 2015. Karena pajak adalah sumber utama dari penerimaan negara maka penerimaan pajak terus ditingkatkan. Pada 2015 ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjadikan tahun ini sebagai Tahun Pembinaan wajib Pajak. Sistem pemungutan pajak yang sekarang dianut oleh Indonesia adalah self assessment. Sistem ini memandang bahwa seluruh masyarakat indonesia telah paham mengenai perpajakan.

Dalam sistem ini Wajib Pajak mengurus sendiri semua keperluan perpajakannya, dari mulai mendaftar, menghitung, membayar, hingga melapor.

Ada beberapa kendala yang di hadapi oleh DJP untuk mencapai target penerimaan pajak, diantaranya adalah Pertama, tahun ini ditetapkan sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak. Hal ini berarti wajib pajak bebas dari segala denda dari kesalahan perpajakan. Wajib Pajak diminta untuk memperbaiki laporan perpajakannya selama lima tahun kebelakang yang salah dan membayar kekurangan pajaknya tanpa dipungut denda. Ini jelas dari sisi pendapatan pajak sangat berkurang karena apabila denda dihapuskan maka pendapatan pajak menurun.

Namun demi memperbaiki perpajakan di Indonesia maka dibuatlah kebijakan ini. Kedua, naiknya penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

Pemerintah saat ini memberlakukan PTKP Wajib Pajak Orang Pribadi naik sangat signifikan. Ini jelas sangat pro-rakyat, namun hal ini berdampak pada pendapatan pajak yang menurun.18

Tidak hanya tahun 2015, penerimaan pajak tahun 2014 juga tidak memenuhi target. Menurut Menkeu tidak terpenuhinya target tersebut disebabkan oleh pertama, kondisi perekonomian Indonesia yang mengalami tekanan akibat terjadinya arus modal keluar (capital outflow), sebagai akibat penguatan kondisi perekonomian di Amerika Serikat. Kedua, kelesuan perekonomian global yang menyebabkan turunnya permintaan atas barang-barang hasil produksi dari Indonesia.

Kelesuan perekonomian global yang membuat aliran permintaan dari negara-negara tujuan ekspor Indonesia cenderung menurun.

18 http://www.kompasiana.com/theorybass/akankah-target-pajak-2015-tercapai_5635e17e4d7a61fa111f8 4db

Selain itu, masih berlangsungnya tren penurunan harga komoditas yang berdampak pada tidak tercapainya target penerimaan perpajakan tahun 201419.

Saat ini DJP mengalami keterbatasan jumlah SDM. Hal tersebut dapat dilihat dari rasio antara SDM DJP dengan jumlah wajib pajak yang dilayani dengan rasio 1:800. Sementara Jepang dengan jumlah penduduk separuh dari Indonesia memiliki SDM yang lebih banyak.

Hal inilah yang menyebabkan penerimaan pajak di Jepang menjadi lebih optimal dibanding Indonesia. Selain faktor SDM, target penerimaan pajak lebih sering tidak tercapai karena masalah infrastruktur. Menurut Menkeu, Dirjen Pajak sering terkendal masalah IT. Padahal untuk mengoptimalkan pajak kita butuh infrastruktur IT yang lebih besar dan lebih luas dalam menjangkau wajib pajak.

Misbakhun berpendapat bahwa karena shortfall penerimaan negara tahun ini, sebaiknya Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan kembali menghitung ulang target penerimaan negara untuk RAPBN 2016. Tujuannya demi memastikan kegiatan perekonomian tetap berjalan. Selain itu, dalam kondisi perekonomian negara yang menurun, target penerimaan negara tidak boleh terlalu tinggi. Sebab, target tinggi pasti berdampak pada semakin tingginya beban ke pengusaha dan ujungnya masyarakat. Jangan sampai target penerimaan pajak tinggi, realisasi pertumbuhan negatif, hal ini dapat menyebabkan konstraksi luar biasa di lingkungan dunia usaha.

Pada RAPBN 2016, pemerintah menargetkan penerimaan pajak mencapai Rp 1.318 triliun, atau naik 5,95 persen dari target 2015.

Saat ini kondisi perekonomian masih berat, sehingga tidak mungkin membebani pajak terlalu berat kepada pengusaha. Dalam situasi seperti ini, sebaiknya pemerintah melakukan relaksasi, dengan begitu akan menjadi insentif bagi pengusaha. Seperti dijelaskan oleh Misbakhun, langkah pemerintah Amerika Serikat saat menghadapi krisis 2008 sudah tepat. Ketika itu pemerintah AS menalangi perusahaan yang terpuruk, bahkan membeli mobil saja disubsidi. Hasilnya dapat dilihat sekarang, AS sudah kembali, dan masih tetap menjadi negara maju. AS hanya membutuhkan waktu 6 tahun untuk memulihkan perekonomiannya.

19 http://www.kemenkeu.go.id/Berita/menkeu-uraikan-sebab-tidak-tercapainya-target-penerimaan-

Penurunan target penerimaan pajak akan menjadi sinyal positif bagi pengusaha. Karena mereka menyadari tidak akan menjadi target utama Pemerintah lagi demi memenuhi target penerimaan. Apabila menginginkan bukti dampak kenaikan penerimaan pajak, hal tersebut dapat dilihat pada industri rokok yang dianggap inelastis dan tak mungkin turun. Namun kenyataannya tahun 2015 produksi dan penjualannya menurun. Kalau cukainya tetap dipaksakan naik, PHK besar-besaran akan terjadi. Sampoerna sudah melakukannya, demikian juga yang lainnya. Sebaiknya target peningkatan penerimaan pajak ditunda dulu, hingga situasinya kondusif.

Pertumbuhan nilai realisasi pajak pernah mencapai 20,8% di tahun 2011 dengan kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,49%.

Namun, pada saat pertumbuhan ekonomi Indonesia turun menjadi 4,58% di tahun 2009, nilai realisasi pajak turun hingga 5,9% dari tahun 2008. Realisasi pajak tahun 2014 hanya tumbuh 6% bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2013. Kondisi di tahun 2015 diperkirakan tidak berbeda jauh dengan kondisi 2014, sehingga menargetkan pajak tumbuh hingga 30% masih terlalu tinggi20.

Defisit anggaran pada tahun 2014 tercatat sebesar 2,26% atau dibawah dari target APBNP 2014 yang sebesar 2,4%. Kondisi tersebut dapat dikatakan baik karena defisit dapat dikelola di bawah target dan masih jauh di bawah batas defisit yang sebesar 3%. Sementara itu, pada APBNP 2015, defisit ditargetkan 1,9%. Namun, apabila target pajak hanya tercapai 90% dapat dipastikan bahwa target defisit tersebut akan terlampaui.

Salah satu alternatif yang akan dilakukan pemerintah untuk menutupi defisit adalah menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN).

Pada APBNP 2015, rencana SBN yang akan diterbitkan sebesar Rp 297 triliun. Namun apabila target pajak tidak tercapai, misal hanya 90%, besarnya SBN diperkirakan akan membengkak hingga tembus Rp 500 triliun. Penerbitan SBN yang terlalu besar diperkirakan akan menambah ketat likuiditas perbankan nasional. Dampak negatifnya, pemerintah dinilai tidak cukup baik dalam menyusun anggaran.

20 http://pemeriksaan pajak.com/2015/04/10/apbnp-2015-optimis-atau-ambisius/

Dalam dokumen PEREKONOMIAN INDONESIA - Repository Unpak (Halaman 148-151)