ءﺍﺮﺳﻹﺍ
B. Tafsir as-Sya’rawi
1. Latar Belakang Penulisan Tafsir as-Sya’rawi
Kitab tafsir ini pertama kali diterbitkan oleh Majalah al-Liwâ` al-Islami, Kairo, mulai tahun 1986 M – 1989 M, yang dikenal dengan memiliki corak tarbawi (pendidikan) dan ishlahi (perbaikan). Sejak awal, kitab as-Sya’rawi ini tidak pernah dinamai dengan “kitab tafsir” akan tetapi beliau memberi judul Khawathir as-As- Sya’rawi(renungan- renungan as-As-Sya’rawi).
Adapun tujuan penulisan kitab ini adalah untuk memberi pemahaman sekitar ayat-ayat Al-Qur`ân. Oleh sebab itu, beliau tidak memaknainya secara spesifik dengan kitab tafsir. Tulisan ini juga sekaligus sebagai klarifikasi terhadap mereka yang pernah mendengar dan membaca penafsirannya lalu menganggapnya sebagai sesuatu yang pasti benar. Padahal ini adalah bentuk keprihatinan as-Sya’rawi yang tentunya sangat relatif antara benar dan salah.
Manhaj ini sedemikian konsisten beliau pegang, yang meliputi dua bagian besar.
Bagian pertama, berpedoman kepada agama Islam. Artinya bahwa Islam merupakan saran yang paling tepat untuk memperbaiki umat muslim dari kerusakan moral, khususnya dalam hal pemikiran dan akidah. Bagian kedua, menafsirkan secara menyeluruh, baik dari sisi kalimat maupun kata dari Al-Qur`ân, yang sekiranya bisa menandingi mereka yang terpengaruh oleh kebudayaan barat. Di samping itu, as- Sya’rawi juga konsen untuk mengaitkan antara ayat-ayat Al-Qur`ân dan kenyataan ilmiah. Kitab ini belum selesai semuanya, itu saja sudah mencapai 29 jilid.
M. Mutawali as-Sya’rawi, Tafsir as-Sya’rawi, jilid I, (Al-Azhar: Majmu’ al –Buhus al-Islami, 1999), h. 5
Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab Tafsir, h. 220 Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab Tafsir, h. 220 Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab Tafsir, h. 220
2. Karakteristik Tafsir as-As-Sya’rawi
Metode yang diterapkan pada kitab ini adalah ketika selesai menuturkan muqadimah, diawali dengan surah Al-Fatihah dengan menjelaskan makna isti’adzah, tertib turunnya ayat, baru memulai mejelaskan tafsir surah Al-Fatihah, yang diawali dengan menuturkan makna dan hikmah surah tersebut, penjelasan-penjelasan lainnya yang sekiranya memiliki keterkaitan dengannya, mengambil ayat-ayat lain yang memiliki keterkaitan dengan ayat yang dimaksud.
As-Sya’rawi sangat konsen terhadap bahasa Arab dan seluk beluknya. Berusaha menunjukkan beberapa makna yang dikandung oleh lafaz tersebut dan bahkan sering menampilkan beberapa kandungan makna dari sebuah lafaz, yang selanjutnya memberikan penekanan pada salah satu makna, kemudian dinyatakan bahwa ayat tersebut demikian. Dan tidak lupa menuturkan kaidah-kaidah bahasa Arab, seperti nahwu, balaghah, dan lain-lain.
As-Sya’rawi juga berkeyakinan bahwa ayat-ayat Al-Qur`ân merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu beliau selalu melihat keterkaitan makna, antara ayat satu dengan yang lainnya. Begitu juga terkadang terdapat keterkaitan antara ayat mutasyabihat dengan ayat yang berbicara tentang tema-tema tertentu, atau juga terkait ayat-ayat lain yang terdapat dibeberapa surah. Demikian ini, untuk memperoleh satu pelajaran dan perenungan, atau memberi penegasan bahwa yang dimaksudkan adalah seperti ini. Misalnya, ketika menafsirkan kata naba’
didalam surah Al-Maidah [5]:7, dikaitkan dengan kata naba’ didalam surah Al-Naba’
dan Al-Isra`.
Sementara terkait dengan persoalan-persoalan akidah dan keimanan, as- Sya’rawi memiliki metode khusus. Namun hampir mirip dengan para mufassir modern, seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Sayyid Quthb. Yakni beliau menjelaskan secara mendalam ayat-ayat yang berkenaan dengan akidah itu. Hal ini beliau lakukan semata-mata agar umat Islam benar-benar memiliki aqidah dan keyakinan yang benar dan kuat bukan atas dasar taqlid.
Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab Tafsir, h. 221-222 Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab Tafsir, h. 222 Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab Tafsir, h. 222 Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab Tafsir, h. 223
3. Motivasi penulisan tafsir as-Sya’rawi
Motivasi penulisan tafsirnya adalah menjelaskan isi Al-Qur`ân yang dipahaminya kepada orang lain, oleh sebab itu ia mengatakan bahwa penafsirannya ini mungkin benar mingkin juga salah. Selain itu beliau juga ingin menanamkan keyakinan kepada umat islam akan keagungan mukjizat Al-Qur`ân dari sisi bahasa, kandungan, serta rahasia-rahasia lain yang harus diungkap dari Al-Qur`ân. Dengan tafsir ini As-Sya’rawiingin menjaga kelestarian kemukjizatan Al-Qur`ân sebagai kalam Allah.
4. Metode Penafsiran
Salah satu ciri dari metode penulisan tahlili adalah penafsiran yang dimulai dari surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas. Mengamati metode penulisan tafsir As-Sya’rawi dari sisi runtun penafsiran, yang dimulai dari surah al-Fatihah dan berakhir pada surah an-Nas, bisa kita katakan metode penulisannya adalah tahlili. di sisi lain ia juga menafsirkan ayat demi ayat dan mengaitkannya dengan ayat lain yang memiliki keterkaitan dengan tema. Sistematika penafsiran yang demikian itu disebut dengan penafsiran Al-Qur`ân dengan Al-Qur`ân yang menjadi ciri dari tafsir bi al- ma’tsur, dan juga bisa dikatakan sebagai aplikasi dari tafsir tematik.
5. Corak Tafsir As-Sya’rawi
Muhammad Abduh dikenal sebagai mufassir yang mempelopori pengembangan tafsir yang bercorak al-adabi ijtima’i atau tafsir yang berorientasi pada sastra, budaya dan kemasyarakatan. Di Mesir, corak ini menjadi panutan para mufassir sesudahnya, termasuk as-Sya’rawi. Itu sebabnya kita mendapatkan penafsirannya penuh dengan pemahaman kebahsaan dan fiqh al-lughoh dan i’jaz lughowi, di mana penalarannya berbeda dengan mufassir lainnya. Namun yang lebih menonjol dari corak tafsir as- Sya’rawi adalah sisi ijtima’i / sosialnya.
Melalui penafsirannya ini as-Sya’rawi mengemukakan pemikirannya tentang pendidikan perhatiannya yang besar ditujukan untuk memberi solusi bukan hanya bagi berbagai problem masyarakat muslim tetapi juga problem pemerintah.
Contohnya, upaya-upaya as-Sya’rawi menyelesaikan problem masyarakat Islami adalah bagaimana ia menjelaskan kepala pemerintahan untuk menjauhkan paksaan dan intimidasi kepada rakyat ketika pemerintah berusaha melanggengkan
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, h. 152 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, h. 153
pemerintahannya. Sesudah menafsirkan ayat QS. Al-Baqarah (2): 256: “Lâ Ikraha Fi al-Din” as-Sya’rawi menjelaskan bahwa Allah tidak menginginkan paksaan, tak ada seorangpun yang ingin keluar dari kodratnya. Tetapi kita melihat dan kita dapati beberapa negara atau pemerintahan yang memaksakan ideologinya kepada rakyat dengan kekerasan dan paksaan. Akibatnya timbul kekacauan dan pemberontakan, maka bergugurlah satu-persatu pemerintahan yang mempraktekan kekerasan tersebut.
Ketika pemerintah berusaha menghapus berbagai tekanan dan siksaan, rakyatpun segera melepaskan diri dari keinginan untuk membuat kekacauan ataupun perlawanan.
Contoh perhatiannya terhadap problem dunia Islam kontemporer adalah penafsirannya yang dikaitkan dengan problem pendudukan Israel atas Palestina, perang intelektual, perang pemikiran, atau gempuran budaya, perbedaan pendapat di antara kaum muslimin dan himbauan untuk menyatukan kaum muslimin serta kewajiban saling menolong antar sesama muslim dalam membela tanah air mereka.
Syeikh as-Sya’rawi dalam penafsirannya bisa dikatakan seorang reformer dan pejuang, meskipun ia tidak melalaikan pendapat ulama-ulama tafsir sebelumnya. Dia juga komitmen menjelaskan akidah umat dan akhlak, mengaitkan penafsiran dengan kehidupan manusia dan aktifitasnya. Memberi mereka petunjuk dengan metode pendidikan. Oleh sebab itu Ali Iyazi mengatakan corak tafsir as-Sya’rawi adalah tarbawi (pendidikan), dan ishlahi (reformasi).
6. Sistematika Penafsiran
Tafsir as-Sya’rawi dimulai dengan pendahuluan sebanyak 30 halaman, dan penjelasan tentang arti al-Isti’adzah, susunan ayat-ayat Al-Qur`ân, baru kemudian menafsirkan surat Al-Fatihah. Adapun sistematika penulisan tafsirnya dapat kita sebutkan sebagai berikut :
a. Menyebut arti surah, nama dan hikmah dinamakannya surah tersebut.
b. Menyebut urutan ayat berdasarkan turunnya.
c. Menyebut ruang lingkup isi surah tersebut secara global.
d. Menyebut asbab nuzul jika ada.
Muhammad Mutawalli as-Sya’rawi, Tafsir As-As-Sya’rawi, Jilid II, h. 1113
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, h. 155 Ali Iyazi, al-Mufassirun Hayatuhum wa Manahajuhum, (Teheran: Wizarah al-Tsaqafah wa al- Irsyad al-Islami, 1993 ), Cet I, h. 269
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, h. 157-158
e. Membahas dan menafsirkan ayat demi ayat dan mengaitkannya dengan ayat lain yang memiliki keterkaitan dengan tema, karena as-As- Sya’rawiyakin ada kesatuan antara ayat satu dengan ayat yang lainnya.
44
PENGOBATAN PERSPEKTIF AL-QUR`ÂN
Pada bab ke empat ini penulis mengungkapkan hasil analisis kajian terhadap ayat-ayat pengobatan yang terdapat dalam tafsir As-Sya‟rawi. Hal ini penting, karena untuk mengetahui dan memahami konsep pengobatan yang dimaksud di dalam Al-Qur‟an. Selanjutnya, dilanjutkan analisa metode pengobatan Al-Qur`ân yang meliputi metode pengobatan rohani dan metode jasmani. Untuk membantu analisa penafsiran, diperkuat oleh pelbagai pendapat ahli dan muffasir lainnya untuk membantu kajian analisa ini.