• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Pengabsahan Data

BAB III METODE PENELITIAN

H. Teknik Pengabsahan Data

Teknik pengabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah menggunakan bahan referensi (Membercheck) yang dimaksud dengan bahan referensi adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Seperti data hasil wawancara perlu didikung dengan adanya rekaman wawancara atau foto. Serta data tentang interaksi manusia, atau gambaran suatu keadaan perlu didukung oleh foto-foto. Alat-alat bantu perekam data dalam penelitian kualitatif, seperti Camera, handycam, alat rekam suara sangat diperlukan untuk mendukung kredibilitas data yang telah ditemukan oleh peneliti

24 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian.

1. Gambaran Umun Lokasi Penelitian.

A. Keadaan geografis lokasi penelitian.

Desa Bangkalaloe merupakan salah satu dari dua belas desa yang terletak di Kecamatan bontoramba Kabupaten jeneponto. Desa bangkalaloe merupakan dataran tinggi yang terletak sekitar 20 meter dari permukaan laut. adapun curah hujan rata-rata 10.500-25.000 Mm per tahun dengan jumlah bulan hujan selama 7 bulan.

Luas wilayah desa Bangkalaloe yaitu 7 kilometer persegi, dengan penggunaan lahan terdiri atas pemukiman, persawahan, perkebunan, kuburan, pekarangan, perkantoran dan prasarana umum. Desa Bangkalaloe terdiri dari 3 dusun / rukun warga (RW) serta 18 rukun tetangga (RT) dengan rata-rata 28 sampai 30 kepala keluarga per rukun tetangga. Desa Bangkalaloe merupakan ibu kota Kecamatan Bontoramba karena letaknya yang strategis yaitu berada di tengah-tengah diantara 12 desa di Kecamatan Bontoramba. Adapun batas wilayah Desa Bangkalaloe yaitu sebelah barat berbatasan dengan Desa Balumbungan, sebelah timur berbatasan dengan Desa Jombe, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Karelayu dan di sebelah utara berbatasan dengan Desa Datara (Profil desa tahun 2008).

25

B. Keadaan penduduk.

Jumlah penduduk yang berdomisili di Desa Bangkalaloe yaitu 2336 jiwa.

Jumlah tersebut tanpa membedakan jenis kelamin baik perempuan maupun laki- laki. Untuk lebih jelas keadaan penduduk berdasarkan jenis kelamin terlihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1 Penduduk Desa Bangkalaloe berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%) Laki-laki

Perempuan

1233 1103

52,8 47,2

Total 2336 100

Sumber : Laporan bulanan Desa Bangkalaloe 20014 (diolah)

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa penduduk Desa Bangkalaloe yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1233 jiwa atau 52,8 persen sedangkan jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 1103 jiwa atau 47,2 persen. Dari data tersebut juga menunjukkan bahwa jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah perempuan dengan selisih 130 jiwa atau 5,6 persen.

Pengelompokan penduduk Desa Bangkalaloe juga dapat dilihat berdasarkan kelompok umur. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui usia produktif dari masyarakat Desa Bangkalaloe sehingga memudahkan pemerintah dalam merancang program pembangunan untuk kepentingan masyarakat. Jumlah penduduk Desa Bangkalaloe berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4. 2 Penduduk Desa Bangkalaloe berdasarkan kelompok umur No Klasifikasi umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

0 – 1 2 - 4 5 - 9 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 ke atas

34 220 281 282 242 231 232 177 171 157 107 64 49 88

1,45 9,43 12,05 12,07 10,36 9,89 9,94 7,57 7,32 6,73 4,59 2,74 2,09 3,77

Jumlah 2336 100

Sumber : Laporan Bulanan Desa Bangkalaloe Tahun 2014 (diolah)

Tabel di atas memperlihatkan bahwa masyarakat Desa Bangkalaloe menurut kelompok umur paling banyak berada pada kelompok usia 10-14 tahun yaitu 282 jiwa dengan persentase 12,07 persen, kemudian disusul oleh kalompok umur 5-9 tahun yaitu sebanyak 281 jiwa dengan persentase 12,05 persen.

Sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit berada pada kelompok usia 0-1

27

tahun yaitu 34 jiwa dengan persentase 1,45 persen. Penduduk Desa Bangkalaloe pada kelompok usia 60 tahun ke atas di mana pada usia ini seseorang sudah tergolong dalam usia yang tidak produktif lagi yaitu sebanyak 88 jiwa atau dengan persentase 3,77 persen. Sedangkan masyarakat Desa Bangkalaloe pada usia produktif yaitu pada kelompok umur 25-29 tahun sebanyak 232 jiwa 9,94 persen.

Jumlah ini menunjukkan bahwa Desa Bangkalaloe merupakan daerah dengan jumlah penduduk pada usia produktif cukup tinggi.

C. Mata pencaharian

Masyarakat Desa Bangkalaloe pada awalnya mayoritas bermata pencaharian sebagai petani sawah. Namun saat ini masyarakatnya beralih menjadi petani kebun. Kurangnya sarana irigasi sehingga masyarakat tidak bisa lagi melanjutkan pekerjaannya sebagai petani sawah. Selain bertani, ada sebagian masyarakat Desa Bangkalaloe yang memilih menjadi pedagang yang menampung dan menyalurkan hasil pertanian. Mata pencaharian masyarakat DesaBangkalaloe sangat bervariasi, tergantung dari keahlian dan modal yang mereka miliki. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4. 3 Penduduk Desa Bangkalaloe berdasarkan mata pencaharian.

No Jenis pekerjaan Jumlah Persentase (%) 1.

2.

3.

4.

5.

Petani Buruh tani

Dukun kampung terlatih Sopir

Pegawai negeri sipil

830 orang 80 orang

3 orang 5 orang 39 orang

35,53 3,42 0,12 0,21 1,66

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12

Pedagang keliling Pedagang pasar/kios Montir

Pedagang besar/saudagar Kontraktor

TNI/POLRI Tidak bekerja

7 orang 50 orang 16 orang 10 orang 4 orang 10 orang 1282 orang

0,29 2,14 0,64 0,42 0,17 0.42 54,98

Jumlah 2336 orang 100 %

Sumber : Profil Desa Bangkalaloe tahun 2014 (diolah)

Berdasarkan tabel tersebut, sangat jelas bahwa masyarakat Desa Bangkalaloe sangat bergantung pada sektor pertanian dimana sebagian besar penduduknya memiliki pekerjaan sebagai petani. Dari 1046 orang yang sudah memiliki pekerjaan sebanyak 830 orang yang bekerja di sektor pertanian atau dengan persentase 35,53 persen, ditambah 80 orang yang bekerja sebagai buruh tani dengan persentase 3,42 persen. Sedangkan masyarakat dengan mata pencaharian sebagai pedagang pasar/kios sebanyak 50 orang dengan persentase 2,41persen. Mata pencaharian yang paling sedikit digeluti oleh masyarakat Desa Bangkalaloe adalah profesi sebagai TNI/POLRI sebanyak 10 orang dengan persentase 0,42 persen. Jumlah penduduk Desa Bangkalaoe yang tidak bekerja merupakan jumlah yang tertinggi yaitu 1282 orang atu dengan persentase 54,98 persen, jumlah ini berasal dari mereka yang melanjutkan pendidikan diluar daerah serta bayi dan anak-anak.

29

D. Tingkat dan fasilitas pendidikan

Tingkat pendidikan dapat dijadikan tolak ukur seberapa besar pengetahuan seseorang tentang sesuatu. Seperti halnya dalam kehidupan bermasyarakat, dengan pendidikan dan pengetahuan seseorang diharapkan dapat menjadi tauladan bagi masyarakat lainnya. Selain itu, pendidikan diharapkan dapat mencetak manusia dengan kepribadian yang bermoral serta memiliki jiwa humanis yang tinggi. Untuk mengetahui tingkat pendidikan masyarakat Desa Bangkalaloe, dapat di lihat pada tabel sebagai berikut .

Tabel 4. 4 Penduduk Desa Bangkalaoe berdasarkan tingkat pendidikan.

No Tingkat pendidikan Jumlah Persentase (%) 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Buta huruf Belum sekolah

Tidak tamat SD/sederajat Tamat SD/sederajat Tamat SLTP/sederajat Tamat SLTA/sederajat D1/D3

S1

12 254 248 864 461 425 12 60

0,51 10,87 10,62 36,99 19,74 18,19 0,51 2,57

Jumlah 2336 100 %

Sumber : Laporan bulanan Desa Bangkalaloe tahun 2014 (diolah).

Berdasarkan tabel di atas, dapat kita lihat bahwa keadaan masyarakat Desa Bangkalaoe jika dilihat dari tingkat pendidikan menunjukkan bahwa angka tertinggi yaitu masyarakat yang hanya tamat SD/sederajat yaitu 864 orang dengan

persentase 36,99 persen, selanjutnya yaitu masyarakat yang hanya tamat SLTP/sederajat sebanyak 461 orang dengan persentase 19,74 persen. Sedangkan masyarakat yang tamat SLTA/sederajat sebanyak 425 orang dengan persentase 18,19 persen.

Jumlah masyarakat Desa Bangkalaloe yang belum sekolah sebanyak 254 orang dengan persentase 10,87 persen. Tingkat buta huruf di Desa Bangkalaloe sama dengan jumlah masyarakat dengan tingkat pendidikan D1/D3 yaitu masing- masing 12 orang dengan persentase 0.51 persen, sedangkan masyarakat dengan pendidikan tertinggi di Desa Bangkalaoe yaitu S1 sebanyak 60 orang dengan persentase 2,57 persen.

Tingkat pendidikan masyarakat dalam suatu daerah sangat ditentukan oleh fasilitas pendidikan yang tersedia. Ketidakmampuan masyarakat untuk menjangkau fasilitas pendidikan di daerah lain memaksa mereka untuk menerima fasilitas yang ada di daerahnya. Oleh karena itu, dikatakan bahwa mutu pendidikan sangat tergantung pada fasilitas pendidikan itu sendiri. Seperti halnya di Desa Bangkalaoe, fasilitas pendidikan yang tersedia sudah cukup memadai yaitu sampai pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada tabel fasilitas pendidikan di Desa Bangkalaloe sebagai berikut :

Tabel 4.5 Fasilitas pendidikan di Desa Bangkalaloe.

No. Fasilitas pendidikan Jumlah bangunan Persentase 1.

2.

3.

TK SD SLTP

1 2 1

20 40 20

31

4. SLTA 1 20

Jumlah 5 100 %

Sumber : Profil Desa Bangkalaloe tahun 2014 (diolah).

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa di Desa Bangkalaloe terdapat 5 buah bangunan sarana pendidikan yaitu sebanyak 1 buah bangunan Taman Kanak-Kanak (TK), 2 buah bangunan Sekolah Dasar (SD), 1 buah bangunan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan 1 buah bangunan Sekolah Tingkat Atas (SLTA).

E. Keamanan Desa

Sebagai sebuah kesatuan masyarakat yang tersusun dari latar belakang berbeda serta fenomena sosial yang cenderung menggiring kearah kehidupan kompetitif yang tidak jarang akan berujung pada konflik, maka perlu adanya lembaga keamanan yang menjadi wadah untuk menyelesaikannya. Aparat keamanan yang merupakan alat dari pada lembaga tersebut merupakan kesatuan yang dipandang sangat penting keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. Hal tersebut dimaksudkan sebagai langkah antisipasi jika saja terjadi konflik.

Masyarakat Desa Bangkalaloe sebagai sebuah kesatuan sosial mempercayakan keamanan wilayahnya dengan membentuk lembaga keamanan yaitu Hansip dan Linmas. Kedua lembaga tersebut sampai sekarang masih tetap eksis dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat. Jumlah anggota Hansip sampai saat ini yaitu sebanyak 21 orang, sedangkan anggota Satgas Linmas sebanyak 1 orang. Selain itu Desa Bangkalaloe juga bekerja sama dengan TNI-

Polri dalam bidang Trantiblinmas untuk mendukung tugas-tugas Hansip dan Satgas Linmas

2. Karakteristik Informan

Karakteristik informan sangat diperlukan untuk menentukan standarisasi oleh peneliti dalam menentukan informan yang layak dalam sebuah penelitian.

Karakteristik informan dalam penelitian ini diambil berdasarkan beberapa criteria sebagai berikut :

a. Berdasarkan umur

Umur merupakan salah satu tolak ukur keseriusan atau kedewasaan seseorang dalam melihat suatu permasalahan. Anggapan itulah yang mendorong peneliti sehingga umur dimasukkan dalam karakteristik informan dalam penelitian ini. Kisaran umur antara 25 sampai 50 tahun dianggap dapat mewakili masyarakat Desa Bangkalaloe dalam memberikan informasi dalam menjawab segala permasalahan dalam penelitian. Karakteristik informan menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4. 6 Informan menurut kelompok umur.

No. Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) 1.

2.

3.

4.

5.

25 – 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 – 50

3 6 8 5 3

12 24 32 20 12

Jumlah 25 100%

33

Sumber : Hasil wawancara , September 2014 (diolah).

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah informan yang terbanyak adalah pada kisaran umur 35-39 tahun yaitu sebanyak 8 orang atau dengan persentase 32 persen, kemudian pada kelompok umur antara 30-34 tahun sebanyak 6 orang dengan persentase 24 persen, selanjutnya informan pada kelompok umur antara 40-44 sebanyak 5 orang dengan persentase 20 persen. Sedangkan jumlah informan yang paling sedikit diambil pada kelompok umur antara 25-29 tahun dan 40-45 tahun yaitu masing-masing 3 orang atau dengan persentase 12 persen.

b. Lama menetap

Pengetahuan seseorang tentang keadaan suatu masyarakat di tempat tinggalnya dapat diukur dari lama tidaknya orang tersebut berdomisili di daerah tersebut. Semakin lama seseorang berdomisili pada suatu daerah, maka sesmakin banyak pula kesempatan orang tersebut berinteraksi dengan warga lainnya.

Jumlah informan berdasarkan lama menetap di Desa Bangkalaloe dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.7 Karakteristik informan berdasarkan lama menetap.

No. Lama menetap (tahun) Jumlah Persentase (%) 1.

2.

3.

5 – 10 11- 16

17 tahun keatas

5 9 11

20 36 44

Jumlah 25 orang 100 (%)

Sumber : Hasil wawancara, September 2014 (diolah).

Tabel 4. 11 Menunjukkan bahwa informan paling banyak diambil adalah masyarakat yang sudah tinggal di Desa Bangkalaloe selama 17 tahun ke atas yaitu sebanyak 11 orang dengan persentase 44 persen, selanjutnya adalah informan dengan waktu menetap di Desa Bangkalaloe selama 11-16 tahun yaitu sebanyak 9 orang dengan persentase 36 persen. Informan dengan waktu menetap selama 5-10 tahun di Desa Bangkalaloe merupakan yang terkecil yaitu sebanyak 5 orang dengan persentase 20 persen.

3. Makna Simbolik Kitab Lontara pada masyarakat Desa Bangkalaloe Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna merupakan bentuk response dan stimulus yang diperoleh pameran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki.

(Wikipedia Bahasa Indonesia)

Makna merupakan pertautan yang ada dalam unsur-unsur dalam bahasa itu sendiri, terutama pada tataran kata-kata. Makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar merupakan kesepakatan para pemilikny sehingga sulit dimengerti oleh orang lain. Istilah makna merupakan kata dan istilah, bentuk makna diperhitungkan sebagai istilh sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang tertentu, yaitu dalam bidang linguistic.

Simbol adalah gambar, bentuk atau benda yang mewakili suatu gagasan, benda ataupun jumlah sesuatu. Meskipun simbol bukanlan nilai itu sendiri, namun simbol sangatlah dibutuhkan untuk kepentingan penghayatan akan nilai-nilai yang diwakilinya.

35

Adapun Definisi simbol menurut para ahli yaitu:

a. Farrer

Simbol adalah bayang-bayang, cerminan, dan pengetahuan tentang Allah sampai kepada kita melalui proses yang berjalan terus menerus dimana bayang - bayang itu secara tidak sempurna mencerminkan realitas tetapi pada gilirannya realitas itu mentransformasi bayang-bayang tersebut.

b. Lonergan

Simbol adalah intensionalitas yang mendasar artinya. Subyek merasa tertarik pada suatu obyek atau sebaliknya; subyek menanggapi secara spontan.

c. William Dillistone

Simbol adalah gambaran dari suatu objek nyata atau khayal yang menggugah perasaan atau digugah oleh perasaan. Perasaan-perasaan berhubungan dengan objek, satu sama lain, dan dengan subjek.

http//www.carapedia.com/pengertian_definisi_simbol_menurut_para_ahli _info946,html. Diakses 23 juni 2014 pukul 20:00

Simbol adalah aspek penting yang memungkinkan orang bertindak menurut cara-cara harus dilakukan manusia. Karena simbol, manusia “tidak memberikan respon secara pasif terhadap realitas yang memaksakan diriya sendiri, tetapi secara aktif menciptakan dan mencipta ulang dunia tempat mereka berperan.

Jadi Makna Simbolik adalah simbol yang dihasilkan dari sebuah objek melahirkan sebuah tindakan yang ada pada makna yang melekat di objek tersebut,

Contoh penggunaan songkok warna putih bagi individu melahirkan sebuah penghargaan.

Lontara adalah aksara tradisional masyarakat Makassar. Bentuk aksara lontara menurut budayawan Prof Mattulada (alm) berasal dari "sulapa appa wala suji". Wala suji berasal dari kata wala yang artinya pemisah/pagar/penjaga dan suji yang berarti putri. Wala Suji adalah sejenis pagar bambu dalam acara ritual yang berbentuk belah ketupat. Sulapa appa (segi empat) adalah bentuk mistis kepercayaan Makassar klasik yang menyimbolkan susunan semesta, api,air,angin dan tanah, Makna sulapak appak juga menggambarkan dari empat penjuru mata angin, Barat, Timur, Utara dan Selatan. Keempat penjuru ini merupakan bagian dari kehidupan manusia, seperti masalah rezeki itu datangnya dari empat penjuru. Orang bisa berusaha, baik keutara, timur, barat dan selatan untuk mendapatkan rezeki yang halal tak heran bila dengan falsafah empat penjuru itu , banyak orang-orang Makassar yang merantau ke berbagai penjuru demi untuk mencari tempat yang layak Serta huruf lontara ini pada umumnya dipakai untuk menulis tata aturan pemerintahan dan kemasyarakatan.

Adapun bentuk dan penyebutan aksara lontara Makassar khususnya Jeneponto yaitu:

Ka ga nga pa ba ma

ta da na ca ja nya

ya ra la wa sa a ha

37

(http://id.m.wikipedia.org/wiki/aksara_lontara)

Menurut hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh penulis, lontara di masyarakat desa Bangkalaloe mempunyai makna dalam aktivitas sehari-hari maupun dalam upacara adat.

Hasil analisis dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa dari 25 informan tersebut pernah belajar kitab lontara di sekolah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui tabel dibawah ini:

Tabel 4.8 Analisis tentang pernah belajar kitab lontar

No Masyarakat Bangkalaloe Jumlah Persentase 1. Pernah belajar kitab lontara

di sekolah

25 100%

2. Tidak pernah belajar kitab lontar di sekolah

0 0%

Jumlah Keseluruhan 25 100%

Hasil analisis dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa dari 25 informan tersebut bisa membaca kitab lontar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui tabel dibawah ini:

Tabel 4.9 Analisis tentang bisa membaca kitab lontar

No Masyarakat Bangkalaloe Jumlah Persentase

1 Bisa membaca kitab lontara 25 100%

2 Tidak bisa membaca kitab lontar 0 0%

Jumlah keseluruhan 25 100%

Hasil analisi dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa dari 25 informan tersebut hanya 10 informan yang mengetahui pencipta kitab lontara dan 15 informan tersebut tidak mengetahui.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini:

Tabel 4.10 Analisis tentang mengetahui pencipta kitab lontara

No Masyarakat Bangkalaloe Jumlah Persentase

1 Mengetahui pencipta lontara 10 40%

2 Tidak mengetahui pencipta lontar 15 60%

Jumlah Keseluruhan 25 100%

Hasil analisis dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa dari 25 informan tersebut hanya 5 informan saja yang mengetahui makna simbolik kitab lontara.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini:

Tabel 4.11 Analisis tentang mengetahui makna simbolik kitab lontara

No Masyarakat Bangkalaloe Jumlah Persentase

1 Mengetahui Makna Simbolik Kitab Lontara

5 20%

2 Tidak Makna Simbolik Kitab Lontara

20 80%

Jumlah Keseluruhan 25 100%

Hasil analisis dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa dari 25 informan tersebut pernah mengajarkan kitab lontara pada anaknya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini:

39

Tabel 4.12 Analisis tentag mengajarkan kitab lontara pada anaknya

No Masyarakat Bangkalaloe Jumlah Persentase

1 Pernah mengajarkan kitab lontara pada anaknya

25 100%

2 Tidak Pernah mengajarkan kitab lontara pada anaknya

0 0%

Jumlah Keseluruhan 25 100%

Hasil analisis dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa dari 25 informan biasa menggunakan aksara lontara dalam berinteraksi di lingkungan masyarakat dan mengetahui kitab lontara itu budaya dari suku Makassar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini:

Tabel 4.13 Analisis tentang lontara

No Masyarakat Bangkalaloe Jumlah Persentase

1 Menggunakan dan mengetahui 25 100%

2 Tidak mengetahui 0 0%

Jumlah Keseluruhan 25 100%

Berdasarkan hasil penelitian dengan melakukan wawancara terhadap 25 orang masyarakat di Desa Bangkalaloe tentang makna simbolik kitab lontara telah mulai terkikis seiring dengan perkembangan zaman. Sesuai dengan hal tersebut beberapa informan tidak mengetahui lagi bagaimana makna simbolik kitab lontara yang sebenarnya. Sebagian informan mengatakan bahwa:

“Saya tidak mengetahui apa sebenarnya makna simbolik kitab lontara tetapi saya hanya megetahui huruf aksara lontara tersebut”.(Wawancara 23 Agustus 2014).

Sesuai dengan pendapat di atas informan lain yang bernama Dg. Ngapa (44 Tahun) mengatakan bahwa:

“tena kuassengi nak apa maknana anjo kitta lontaraka, mingka caraddeja ammaca iya nak mingka tanre kuassengi maknana nasaba nuasseng mintu nak riolo ka sikedde kinjai guru lampa anjo gurua tena na lebba na ajarrangki apa anjo maknana kitta lontaraka.(wawancara 24 Agustus 2014).

Namun, masih ada 5 orang yang mengetahui tentang makna simbolik kitab lontara. Sesuai dengan pernyataan salah satu informan yang bernama Dg.Tinggi (50 Tahun ) mengatakan bahwa:

“Sebenarnya kitab lontara merupakan salah satu kitab yang biasa digunakan untuk menentukan hari suatu upacara adat.” (Wawancara 24 Agustus 2014).

Sesuai dengan pendapat di atas informan lain yang bernama Dg. Manai (40 Tahun) yang mengatakan bahwa:

“kitab lontara itu pada zaman dahulu digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk menulis surat” (wawancara, 26 Agustus 2014)

Berdasarkan beberapa pernyataan diatas dapat diketahui bahwa pengaruh perubahan zaman sangat mempengaruhi eksistensi kitab lontara di Desa Bangkalaloe karena sebagian besar masyarakat Desa Bangkalaoe tidak lagi mengetahui apa sebenarnya makna yang tersirat dibalik kitab lontara tersebut.

Sesuai dengan pendapat sebagian informan di atas, salah seorang informan yang beranama Dg. Sitaba (45 Tahun) menambahkan bahwa:

“Saya beranggapan bahwa kitab lontara secara simbolik itu bermakna akan tingginya pengetahuan orang makassar dahulu, karena lontara adalah salah

41

satu karya besar yang tidak sembarang komunitas kebudayaan bisa membuat yang serupa”.(wawancara 27 Agustus 2014)

Salah seorang informan Dg.Baji (33 Tahun) mengemukakan bahwa makna yang tersirat dibalik kitab lontara tersebut yakni:

“makna yang terkandung dalam kitab lontara itu sangat beragam mulai dari keteguhan hati, pengetahuan, dan lain sebagainya dan yang paling penting adalah silsilah status sosial suku makassar”(wawancara 27 Agustus 2014)

Berbicara mengenai kitab lontara, lontara sangat banyak manfaatnya menurut orang-orang suku Makassar. Seperti yang dikemukakan oleh salah seorang informan yang bernama Dg. Ramba (44 Tahun) yang mengatakan bahwa:

“kitab lontaraka biasa na pake tau mangkasaraka punna eroki annantukan allo baji punna eroki anggaukang sere’ jama-jamang” (wawancara 28 Agustus 2014)

Maksud dari pernyataan tersebut adalah “ kitab lontara sering digunakan orang makassar jika hendak menentukan hari dalam melakukan suatu pekerjaan”.

Dari hasil wawancara bahwasanya makna simbolik kitab lontara digunakan oleh masyarakat Bangkalaloe dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:

untuk mennetukan hari suatu upacara adat, sebagai alat untuk menulis surat, akan tingginya pengetahuan orang makassar dahulu dan sering digunakan oleh orang makassar jika hendak menentukan hari dalam melakukan suatu pekerjaaan.

B.Pembahasan

1. Makna Simbolik Kitab Lontara

teori interaksionisme simbolik, Individu atau unit-unit tindakan yang terdiri atas sekumpulan orang tertentu saling menyesuaikan atau saling mencocokkan tindakan mereka satu dengan yang lainnya melalui proses interpretasi (Ritzer,

2010: 53). Teori ini memusatkan pada proses individu menginterpretasikan dan memberi makna terhadap objek, peristiwa dan situasi. Manakala suatu situasi memungkinkan individu berpikir positif tentang orang lain, maka rasa menghargai akan terbentuk, begitupun sebaliknya jika situasi tersebut membuat orang kecewa mengakibatkan kesan buruk.

Lebih lanjut Blumer (Poloma, 2013: 263) mengatakan keistimewaan dari interaksionisme simbolik ialah manusia dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing-masing tindakan mereka dan bukan hanya saling bereaksi kepada setiap tindakan itu menurut mode stimulus-respon. Seseorang tidak langsung memberi respon pada tindakan orang lain tetapi didasari oleh pengertian yang diberikan kepada tindakan itu. Dengan demikian interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol, oleh penafsiran, oleh kepastian makna dari tindakan- tindakan orang lain.

Seiring dengan perkembangan zaman, benda-benda dan alat-alat tradisional mulai hilang digeser dengan alat-alat modern sesuai dengan teori perubahan sosial menurut Selo Soemardjan adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. (Soerkanto, 2010)

Blumer (2013: 263) mengatakan keistimewaan dari interaksionisme simbolik ialah manusia dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing-masing tindakan mereka dan bukan hanya saling bereaksi kepada setiap tindakan itu menurut mode stimulus-respon. Seseorang tidak langsung memberi respon pada

Dokumen terkait