BAB III METODOLOGI PENELITIAN
K. Teknik Pengujian Hipotesis
62 menggunakan kriteria sebagai berikut:
a) Jika D-W di bawah -2 bermakna ada autokorelasi positif b) Jika D-W di antara -2 dan +2 bermakna tidak ada autokorelasi c) Jika D-W di atas +2 bermakna ada autokorelasi negatif
63 2. Koefisien Determinasi (R2)
Tujuan uji koefisien determinasi (R2) adalah “untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen” (Ghozali, 2018:97). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu (0<R2<1). Nilai R2 yang kecil menunjukkan bahwa kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai R2 yang mendekati satu menunjukkan bahwa variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Apabila jumlah variabel independen dalam penelitian lebih dari satu, maka akan diperoleh hasil yang lebih akurat dengan menggunakan nilai adjusted R square (Adj R2).
Sedangkan, apabila banyak variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi, jika dengan menggunakan nilai R2 dapat menjadi bias. Penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan masing-masing variabel independen adalah earning per share (EPS), harga emas dunia, dan inflasi yang baik secara parsial maupun secara simultan mempengaruhi variabel dependen, yaitu harga saham, yang dinyatakan dalam R2 untuk menyatakan koefisien determinasi.
3. Uji Simultan (Uji F)
Uji simultan atau uji F yaitu pengujian yang digunakan untuk mengukur pengaruh hubungan seluruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dalam pengambilan keputusan uji F berdasarkan nilai signifikansi, menggunakan kriteria berikut:
a. Jika signifikansi > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang bermakna secara simultan variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap
64 variabel dependen.
b. Jika signifikansi < 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak yang bermakna secara simultan variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
4. Uji Parsial (Uji t)
Uji parsial atau uji t yaitu pengujian yang digunakan untuk melihat secara parsial seberapa besar pengaruh antar satu variabel independen dengan variabel independen lainnya terhadap variabel dependen. Pengambilan keputusan uji t berdasarkan signifikansi (α = 0,05) dengan kriteria sebagai berikut.
a. Jika nilai signifikansi > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak yang bermakna secara parsial variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
b. Jika nilai signifikansi < 0,05, maka Ha diterima dan Ho ditolak yang bermakna secara parsial variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
65
BAB IV
ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian dan Analisis Data 1. Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh earning per share, harga emas dunia, inflasi terhadap harga saham perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia pada masa pandemi covid-19. Gambaran data penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif. Pengolahan data penelitian ini menggunakan bantuan SPSS Statistics 25. Hasil statistik deskriptif penelitian ini disajikan sebagai berikut:
Tabel64.1 Statistik Deskriptif Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
EPS (X1) 86 -106.00 315.00 30.7605 87.25573
HARGA EMAS DUNIA (X2) 86 1592.93 1921.92 1824.7764 97.13733
INFLASI (X3) 86 1.42 2.96 1.7547 .37243
HARGA SAHAM (Y) 86 50 2980 600.57 693.203
Valid N (listwise) 86 Sumber: data diolah SPSS (2021)
66 Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif pada tabel tersebut, yang menggunakan jumlah observasi (N) sebanyak 86 data dengan mengurangi data outlier pada 128 data sampel (4 triwulanan x 32 sampel), dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pada variabel earning per share (EPS) jumlah observasi yang digunakan (N) sebanyak 86 data yang merupakan data valid. Earning per share (EPS) memiliki nilai minimum -106,00 dan nilai maksimum 315,00. Sedangkan nilai rata-rata sebesar 30,7605 dan standar deviasi sebesar 87,25573.
b. Pada variabel harga emas dunia jumlah observasi yang digunakan (N) sebanyak 86 data yang merupakan data valid. Harga emas dunia memiliki nilai minimum 1.592,93 dan nilai maksimum 1.921,92. Sedangkan nilai rata-rata sebesar 1.824,7764 dan standar deviasi sebesar 97,13733.
c. Pada variabel inflasi jumlah observasi yang digunakan (N) sebanyak 86 data yang merupakan data valid. Inflasi memiliki nilai minimum 1,42 dan nilai maksimum 2,96. Sedangkan nilai rata-rata sebesar 1,7547 dan standar deviasi sebesar 0,37243.
d. Pada variabel harga saham jumlah observasi yang digunakan (N) sebanyak 86 data yang merupakan data valid. Harga saham memiliki nilai minimum 50 dan nilai maksimum 2.980. Sedangkan nilai rata-rata sebesar 600,57 dan standar deviasi sebesar 693,203.
2. Analisis Data a. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui gangguan atau persoalan yang
67 ada pada regresi linear berganda. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedasitas, dan uji autokorelasi.
1) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji bahwa model regresi variabel dependen dan variabel independen berdistribusi normal atau tidak berdistribusi normal. Uji normalitas data dapat dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Hasil uji normalitas penelitian ini disajikan sebagai berikut:
Tabel74.2 Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 86
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 363.77989710
Most Extreme Differences Absolute .093
Positive .093
Negative -.087
Test Statistic .093
Asymp. Sig. (2-tailed) .063c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
68 c. Lilliefors Significance Correction.
Sumber: data diolah SPSS (2021)
Berdasarkan hasil uji normalitas pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai signifikansi (asymptotiv significance) lebih besar dari 0,05 yaitu 0,063 > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa nilai residual berdistribusi normal.
2) Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas digunakan untuk menguji bahwa pada model regresi ditemukan korelasi antar variabel independen atau tidak ditemukan korelasi. Model regresi dikatakan baik jika tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.
Model regresi dapat dikatakan baik jika nilai tolerance > 0,1 dan variance inflation factor (VIF) < 10. Hasil uji multikolinieritas penelitian ini disajikan sebagai berikut:
Tabel84.3
Hasil Uji Multikolinieritas Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics Tolerance VIF
1 EPS (X1) .997 1.003
HARGA EMAS DUNIA (X2) .101 9.925
INFLASI (X3) .101 9.926
a. Dependent Variable: HARGA SAHAM Sumber: data diolah SPSS (2021)
Berdasarkan hasil uji multikolinieritas pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai tolerance pada masing-masing variabel > 0,1. Sementara nilai variance
69 inflation factor (VIF) masing-masing variabel < 10. Oleh karena itu, model regresi penelitian ini dikatakan baik karena tidak ditemukan adanya gejala multikolinieritas.
3) Uji Heteroskedasitas
Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji bahwa dalam model regresi terdapat ketidaksamaan varians dari residual pengamatan ke pengamatan lainnya berbeda, yang disebut heteroskedasitas, dan jika tetap disebut homoskedasitas. Cara mendeteksi ada tidaknya heteroskedasitas pada suatu model regresi dapat dilihat melalui pola gambar scatterplot. Model regresi dikatakan tidak terjadi heteroskedasitas jika tidak terdapat pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hasil uji heteroskedasitas penelitian ini disajikan sebagai berikut:
Sumber: data diolah SPSS (2021) Gambar 4.1
Hasil Uji Heteroskedasitas
70 Berdasarkan hasil uji heteroskedasitas pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa diperoleh titik-titik data menyebar, tidak terdapat pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Oleh karena itu, model regresi penelitian ini dikatakan bahwa tidak terjadi heteroskedasitas.
4) Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui bahwa ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada periode tertentu dengan variabel pada periode sebelumnya. Cara mendeteksi ada autokorelasi atau tidak ada autokorelasi dapat menggunakan besaran Durbin-Watson (D-W), dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
a) Jika D-W di bawah -2 bermakna ada autokorelasi positif b) Jika D-W di antara -2 dan +2 bermakna tidak ada autokorelasi c) Jika D-W di atas +2 bermakna ada autokorelasi negatif
Hasil uji autokorelasi penelitian ini disajikan sebagai berikut:
Tabel94.4 Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin- Watson
1 .851a .725 .715 370.375 1.017
a. Predictors: (Constant), INFLASI (X3), EPS (X1), HARGA EMAS DUNIA(X2) b. Dependent Variable: HARGA SAHAM (Y)
Sumber: data diolah SPSS (2021)
71 Berdasarkan hasil uji autokorelasi pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai Durbin Watson di antara -2 dan +2 yaitu sebesar 1,017. Oleh karena itu, data penelitian ini dikatakan bahwa tidak terdapat autokorelasi.
3. Pengujian Hipotesis
a. Analisis Regresi Linier Berganda
Metode analisis data ini digunakan untuk mengetahui keterkaitan hubungan earning per share, harga emas dunia, dan inflasi terhadap harga saham perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia pada masa pandemi Covid-19. Model persamaan regresi dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel hasil uji coefficients, yang disajikan sebagai berikut:
Tabel104.5
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -653.515 2949.171 -.222 .825
EPS (X1) 6.771 .461 .852 14.683 .000
HARGA EMAS DUNIA (X2)
.389 1.303 .055 .299 .766
INFLASI (X3) 191.065 339.830 .103 .562 .575
a. Dependent Variable: HARGA SAHAM (Y) Sumber: data diolah SPSS (2021)
72 Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai konstanta sebesar -653,515, nilai koefisien pada earning per share (X1) sebesar 6,771, nilai koefisien pada harga emas dunia (X2) sebesar 0,389, dan nilai koefisien pada inflasi (X3) sebesar 191,065. Dengan demikian, dapat disusun persamaan regresi linier berganda antara variabel earning per share, harga emas dunia, dan inflasi terhadap harga saham sebagai berikut.
Y = -653,515 + 6,771 X1 + 0,389 X2 + 191,065 X3 + e Persamaan regresi linier berganda di atas bermakna sebagai berikut:
1) Nilai konstanta sebesar -653,515 bermakna bahwa apabila variabel earning per share (EPS), harga emas dunia, dan inflasi dianggap nol atau tidak diperhitungkan, maka nilai harga saham sebesar -653,515.
2) Nilai koefisien regresi variabel earning per share (EPS) bernilai positif yaitu sebesar 6,771. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan earning per share (EPS) sebesar 1 satuan, pada kondisi harga emas dunia dan inflasi dianggap tetap, maka akan berpotensi mempengaruhi kenaikan harga saham sebesar 6,771.
3) Nilai koefisien regresi variabel harga emas dunia bernilai positif yaitu sebesar 0,389. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan harga emas dunia sebesar 1 satuan, pada kondisi earning per share (EPS) dan inflasi dianggap tetap, maka akan berpotensi mempengaruhi kenaikan harga saham sebesar 0,389.
4) Nilai koefisien regresi variabel inflasi bernilai positif yaitu sebesar 191,065.
Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan inflasi sebesar 1 satuan, pada
73 kondisi earning per share (EPS) dan harga emas dunia dianggap tetap, maka akan berpotensi mempengaruhi kenaikan harga saham sebesar 191,065.
b. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen dalam menerangkan secara keseluruhan terhadap variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu (0<R2<1). Nilai R2 yang kecil menunjukkan bahwa kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu menunjukkan bahwa variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Hasil uji koefisien determinasi penelitian ini disajikan sebagai berikut;
Tabel114.6
Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summaryb
Model R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin- Watson
1 .851a .725 .715 370.375 1.017
a. Predictors: (Constant), INFLASI (X3), EPS (X1), HARGA EMAS DUNIA(X2) b. Dependent Variable: HARGA SAHAM (Y)
Sumber: data diolah SPSS (2021)
Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai adjusted R square sebesar 0,715 yang bermakna bahwa harga saham perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia pada masa pandemi
74 Covid-19 dipengaruhi oleh earning per share, harga emas dunia, dan inflasi sebesar 71,5% dan sisanya 28,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
c. Uji Pengaruh Simultan (Uji F)
Uji F atau uji simultan digunakan untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Dalam pengambilan keputusan uji F menggunakan kriteria berikut:
1) Jika angka probabilitas signifikansi > 0,05 maka secara simultan variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Ho diterima dan Ha ditolak. (taraf signifikasi pada output ANOVA)
2) Jika angka probabilitas signifikansi < 0,05 maka secara simultan variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Ha diterima dan Ho ditolak.
(taraf signifikasi pada output ANOVA)
Hasil uji pengaruh simultan (uji F) penelitian ini disajikan sebagai berikut Tabel124.7
Hasil Uji F ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 29596574.931 3 9865524.977 71.918 .000b Residual 11248544.150 82 137177.368
Total 40845119.081 85
a. Dependent Variable: HARGA SAHAM (Y)
75 b. Predictors: (Constant), INFLASI (X3), EPS (X1), HARGA EMAS DUNIA (X2)
Sumber: data diolah SPSS (2021)
Berdasarkan hasil uji simultan pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa tingkat signifikansi 0,000 < 0,05, sehingga Ha diterima dan Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa earning per share, harga emas dunia, dan inflasi secara bersama-sama atau simultan berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
d. Uji Pengaruh Parsial (Uji t)
Uji T digunakan untuk menguji secara parsial seberapa besar pengaruh antar satu variabel bebas dengan variabel bebas lainnya terhadap variabel terikat. Dalam pengambilan keputusan uji t, menggunakan cara perbandingan nilai signifikansi α
= 0,05 dengan kriteria sebagai berikut.
1) Jika nilai signifikan t dari masing-masing variabel bebas lebih besar dari α = 0,05, maka secara parsial variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Ha ditolak dan Ho diterima).
2) Jika nilai signifikan t dari masing-masing variabel bebas lebih kecil dari α = 0,05, maka secara parsial variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Ha diterima dan Ho ditolak).
Hasil uji pengaruh parsial (uji t) penelitian ini disajikan sebagai berikut.
76 Tabel134.8
Hasil Uji Parsial (Uji t)
Model t Sig.
1 (Constant) -.222 .825
EPS (X1) 14.683 .000
HARGA EMAS DUNIA (X2) .299 .766
INFLASI (X3) .562 .575
a. Dependent Variable: HARGA SAHAM (Y) Sumber: data diolah SPSS (2021)
Berdasarkan hasil uji parsial (uji t) pada Tabel 4.8 dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
1) Pengujian earning per share terhadap harga saham menunjukkan bahwa signifikansi 0,000 < 0,05, maka Ha diterima dan Ho ditolak yang bermakna bahwa secara parsial earning per share berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia pada masa pandemi Covid-19.
2) Pengujian harga emas dunia terhadap harga saham menunjukkan bahwa signifikansi 0,766 > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak yang bermakna bahwa secara parsial harga emas dunia tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia pada masa pandemi Covid-19.
3) Pengujian inflasi terhadap harga saham menunjukkan bahwa signifikansi 0,575
< 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak yang bermakna bahwa secara parsial
77 inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia pada masa pandemi Covid-19.
B. Pembahasan
1. Pengaruh Earning Per Share, Harga Emas Dunia, Inflasi terhadap Harga Saham
Hasil dari uji F menunjukkan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05, sehingga Ha diterima dan Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa earning per share, harga emas dunia, dan inflasi secara bersama-sama atau simultan berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Selain itu, hasil uji koefisien determinasi menunjukkan nilai adjusted R square sebesar 0,715, yang bermakna bahwa perubahan yang terjadi pada harga saham perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia pada masa pandemi Covid-19 dapat dijelaskan dan dipengaruhi oleh earning per share, harga emas dunia, dan inflasi sebesar 71,5%.
Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kartika Dwi Dian Wijayanti (2017) dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa secara simultan earning per share dan inflasi memberikan pengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan sektor pertambangan. Selain itu, didukung juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Karnila Ali, Dick Ratna Sari, dan Rosydalina Putri (2019) dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa inflasi dan harga emas dunia secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia.
78 2. Pengaruh Earning Per Share terhadap Harga Saham
Hasil dari uji t (uji parsial) menyimpulkan bahwa pengujian earning per share terhadap harga saham menunjukkan signifikansi 0,000 < 0,05, sehingga Ha diterima dan Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial earning per share berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia pada masa pandemi Covid-19. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi earning per share yang dapat diberikan perusahaan, semakin meningkat harga saham perusahaan.
Earning per share berpengaruh signifikan terhadap harga saham menunjukkan bahwa para investor menjadikan EPS sebagai indikator dan acuan dalam pengambilan keputusan saat berinvestasi. Hal tersebut beralasan, karena EPS dapat mengukur tingkat keberhasilan manajemen perusahaan dalam memberikan keuntungan bagi pemegang saham. Perusahaan yang memiliki earning per share yang tinggi berpotensi memiliki prospek baik dan memberikan pengembalian yang baik sehingga semakin tinggi nilai earning per share maka semakin tinggi pula daya tarik dan minat investor terhadap perusahaan. Dengan demikian, dapat berpotensi meningkatkan harga saham perusahaan.
Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Galih Chandra Kirana & Okky Rahman (2017), dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa secara parsial earning per share (EPS) berpengaruh signifikan positif terhadap harga saham. Selanjutnya penelitian oleh Luthfiyah (2020), dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa secara parsial earning per share (EPS) berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham. Namun, tidak didukung dan
79 tidak sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Qahfi Romula Siregar dan Salman Farisi (2018), dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa earning per share bernilai negatif dan tidak signifikan atau tidak berpengaruh terhadap harga saham.
3. Pengaruh Harga Emas Dunia terhadap Harga Saham
Hasil dari uji t (uji parsial) menyimpulkan bahwa pengujian harga emas dunia terhadap harga saham menunjukkan signifikansi 0,766 > 0,05, sehingga Ho diterima dan Ha ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial harga emas dunia tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia pada masa pandemi Covid-19. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa harga emas berpengaruh terhadap harga saham yaitu saat terjadi kenaikan harga emas akan mengakibatkan penurunan harga saham karena investor akan mengalihkan investasinya di emas daripada di saham.
Harga emas dunia tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham menunjukkan bahwa dengan terjadi kenaikan harga emas dunia pada masa pandemi Covid-19 tidak mengakibatkan investor mengalihkan portofolio saham yang dimiliki ke investasi emas. Khususnya, investor yang memiliki portofolio saham perusahaan sektor pertambangan. Hal tersebut memungkinkan karena kenaikan harga emas dunia, yang diakibatkan permintaan emas yang meningkat di saat perekonomian global dalam kondisi penuh ketidakpastian akibat pandemi Covid- 19, justru menimbulkan kesadaran masyarakat akan pentingnya berinvestasi emas.
Dalam sudut pandang investor, permintaan emas yang tinggi merupakan prospek
80 yang bagus bagi perusahaan sektor pertambangan, khususnya perusahaan tambang emas, sehingga saham perusahaan masih sangat layak untuk diinvestasikan. Selain itu, kebutuhan emas oleh masyarakat di Indonesia sebagian besar digunakan sebagai perhiasan, bukan sebagai alternatif investasi semata, dan juga pada masa pandemi Covid-19 daya beli masyarakat rendah.
Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Agka Wisnu Pratama (2016), dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa harga emas tidak berpengaruh terhadap harga saham. Selanjutnya penelitian oleh Noviarti (2021), dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa harga emas dunia tidak berpengaruh terhadap indeks harga saham gabungan. Namun, tidak didukung dan tidak sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Riana Rismala dan Elwisam (2019), dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa harga emas dunia berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks harga saham sektor pertambangan.
4. Pengaruh Inflasi terhadap Harga Saham
Hasil dari uji t (uji parsial) menyimpulkan bahwa pengujian inflasi terhadap harga saham menunjukkan signifikansi 0,575 > 0,05, sehingga Ho diterima dan Ha ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia pada masa pandemi Covid-19. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh terhadap harga saham yaitu inflasi yang tinggi akan mengakibatkan penurunan harga saham dan juga sebaliknya inflasi yang mengalami penurunan akan mengakibatkan kenaikan harga saham karena
81 daya beli investor akan meningkat. Inflasi akan mengakibatkan biaya produksi perusahaan meningkat dan berpotensi mengurangi pendapatan atau laba perusahaan sehingga berdampak pada penurunan harga saham.
Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham menunjukkan bahwa pada masa pandemi Covid-19, dengan tingkat inflasi indeks harga konsumen pada tahun 2020 yang tercatat rendah pada angka 1,68% (yoy), beberapa perusahaan pertambangan seperti PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM), PT Baramulti Suksessarana Tbk. (BSSR), dan PT Petrosea Tbk. (PTRO) tetap mampu menekan dan menurunkan beban perusahaan dan bahkan meningkatkan laba perusahaan pada tahun 2020 sehingga harga saham tetap terjaga. Selain itu, daya beli masyarakat yang rendah pada masa pandemi Covid-19. Dengan demikian, setiap kenaikan atau penurunan tingkat inflasi tidak mempengaruhi naik atau turun harga saham.
Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Agka Wisnu Pratama (2016), dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa inflasi tidak berpengaruh terhadap harga saham. Selanjutnya penelitian oleh Ridwan Maronrong & Kholik Nugrhoho (2017), dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Dan juga penelitian oleh Fikri Zamzami dan Nanu Hasanuh (2021), dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa secara parsial inflasi tidak berpengaruh terhadap harga saham. Namun, tidak didukung dan tidak sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hasbiana Dalimunthe (2018), dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.
82
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, peneliti dapat memberikan kesimpulan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Earning per share, harga emas dunia, dan inflasi secara bersama-sama atau simultan berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia pada masa Pandemi Covid-19 dengan nilai signifikansi F sebesar 0,000 < 0,05.
2. Earning per share berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia pada masa Pandemi Covid-19 dengan nilai signifikansi t sebesar 0,000 < 0,05.
3. Harga emas dunia tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia pada masa Pandemi Covid-19 dengan nilai signifikansi t sebesar 0,766 > 0,05.
4. Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia pada masa Pandemi Covid-19 dengan nilai signifikansi t sebesar 0,575 > 0,05.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, peneliti memberikan saran kepada perusahaan, investor, dan penelitian selanjutnya yaitu sebagai berikut: