• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dijelaskan di atas, menunjukkan bahwa dipilihnya PT. PLN (Persero) sebagai obyek penelitian atas dasar pertimbangan “listrik merupakan infrastruktur yang penting bagi kualitas hidup manusia juga sebagai penunjang berbagai kegiatan perekonomian. Selain itu, pembangunan ekonomi yang berkembang dengan cepat menuntut PT. PLN (Persero) untuk menyediakan tenaga listrik dalam berbagai kebutuhan industri, ekonomi, perdagangan, pemerintahan dan bagi masyarakat luas.

PT. PLN (Persero) sebagai salah satu BUMN yang kegiatan utamanya dalam penyediaan tenaga listrik tersebut tentunya rentan terhadap isu-isu maupun sentiment negatif dari masyarakat yang terkait dengan dampak sosial yang ditimbulkan perusahaan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN No.

Per-05/MBU/2007 menyatakan maksud dan tujuan pendirian BUMN tidak hanya mengejar keuntungan melainkan turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.

Senada dengan hal menurut salah satu informan (Manajer PT. PLN (Persero) Unit Kantor Cabang Kota Makassar, wawancara tentang keterlibatan bidang (Departemen Akuntansi), mengatakan bahwa:

“PT. PLN (Persero) untuk melakukan program-program yang terkait dengan departemen akuntansi dalam pengambilan keputusan outsourcing, dijelaskan bahwa efektivitas sistem akuntansi sebagai suatu metode dan standar yang digunakan dalam mengumpulkan, mengklasifikasi, mencatat dan meringkas peristiwa-peristiwa bisnis dan transaksi untuk didistribusikan kepada PT.

PLN”(Hasil wawancara dengan AS-50, tanggal 15 Oktober 2016).

50

Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwa, efektivitas sistem akuntansi dalam pengambilan keputusan outsourcing mengacu pada seberapa besar pertimbangan fokus biaya, penggunaan metode diskonto (DFC), dan penilaian resiko digunakan dalam pengambilan keputusan outsourcing. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa, fokus penelitian ini lebih banyak pada kinerja karyawan outsourcing pada PT. PLN (Persero) Unit Kantor Cabang Makassar.

Selain itu juga difokuskan pada pengambilan keputusan outsourcing terutama dilihat dari segi efektivitas tugas dan tanggung jawab sistem akuntansi dalam pengambilan keputusan outsourcing masih belum banyak diminati.

Lebih lanjut dijelaskan oleh informan lain (Supervisor Pendapatan) PT. PLN (Persero) Unit Kantor Cabang Kota Makassar, terkait dengan struktur organisasi dan perubahan sistem birokrasi yang telah memberikan dampak posisitif, di mana banyak perkembangan dan perubahan positif yang dirasakan terutama dalam merealisasi program jangka pendek, secara rinci dijelaskan bahwa:

“Langkah awal yang dilakukan untuk mengganti sumber energi primer ialah meneken kontrak pembelian gas dari Perusahaan Gas Negara. Dengan pembelian gas ini, pasokan gas sebesar 8 billion British thermal unit per hari disalurkan untuk pembangkit tenaga uap” (Hasil wawancara dengan AP-45, tanggal 15 Oktober 2016).

Hasil wawancara di atas menjelaskan bahwa ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam mengatasi masalah kelistrikan, selain efisiensi pengeluaran dan juga menghemat biaya kelistrikan. Langkah-langkah yang dimaksud secara nasional terutama untuk menekan pemadaman listrik secara bergilir seperti pernah dialami beberapa waktu lalu, termasuk Kota Makassar. Langkah-langkah tersebut, meliputi: (1) membangun unit-unit pembangkit tenaga uap kecil untuk menggantikan mesin diesel yang selama ini digunakan di Kota Makassar, dan (2)

menyediakan trafo cadangan berkapasitas kecil. Trafo cadangan ini penting guna mengantisipasi terjadinya gangguan pasokan listrik ketika gardu induk rusak.

Menyadari bahwa Kota Makassar merupakan persentase pembangunan dari Kawasan Indonesia Timur, maka untuk penanganan masalah termasuk listrik hal yang dilakukan adalah, Pertama, mengganti diesel dengan pembangkit listrik kecil berjumlah 70 unit. Kedua, mengadakan pembangkit listrik tenaga matahari besar-besaran. Ketiga, membangun pembangkit mikro hidro besar-besaran di Sulawesi dan Papua. Tidak hanya masalah teknis yang dibenahi, tetapi juga birokrasi, yaitu dengan memangkas jalur pengambilan keputusan.

Hal ini karena sistem lama PLN, suatu keputusan harus diputuskan di rapat direksi, kemudian dibuat naskah keputusan, lalu ditandatangani seluruh direktur.

Akibatnya, ada keputusan yang umurnya sudah setahun, balurn ditangani. Oleh karena itu, untuk mengubah sistem lebih pendek birokrasinya dengan dibentuk 6 komite, antara lain Komite SDM, Komite Investasi atau Komite Transmisi.

Komite investasi hanya melibatkan ketua komite, direktur keuangan, direktur bisnis dan manajemen risiko, direktur perencanaan dan direktur operasional.

Kalau komite sudah memutuskan, itu adalah keputusan direksi. Kini praktis 2-3 kali rapat sudah kelar, bahkan ada yang sekali rapat.

Menurut Manajer PT. PLN (Persero) Unit Kantor Cabang Makassar, terkait dengan perubahan birokrasi dan struktur organisasi dijelaskan bawah direktur terdapat deputi direktur. Otomatis jabatannya adalah wakil direktur. Posisi ini ditiadakan, diganti menjadi kepala divisi. Guna mengontrol pencapaian target program atau kinerja PLN, maka dibentuk lembaga semacam Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Dengan demikian,

ada satu kepala divisi yang ditugaskan khusus untuk melakukan monitoring target. Misalnya, ditugaskan memantau kemajuan program listrik prabayar, revolusi di Sumatera Utara, dan sebagainya. Untuk membenahi PLN, terutama dalam masa kepemimpinan Dahlan Iskan berupaya menanamkan sense of crisis tahun 1998 sebagaimana ketika dia memimpin Jawa Pos.

Hasil wawancara dengan Supervisor Pelayanan menjelaskan bahwa:

”Perubahan birokrasi dan pelayanan di lingkungan PLN sejak kepemimpinan Bapak Dahlan Iskan sampai sekarang masih terasa, terutama sikap disiplin dan kesederhanaannya dalam memberikan contoh kepada bawahan. Sebagai contoh; jika kacamatanya patah, ia hanya mengikatnya dengan karet. Selain itu, ada karyawan yang memintanya tidak naik Mercy lagi, akhirnya ia hanya naik Hyundai kecil” (Hasil wawancara dengan ES-46, tgl. 20 Oktober 2016).

Mencermati hasil wawancara di atas, harus ditegaskan bahwa kedisiplinan di lingkunagn PT. PLN (Persero) Unit Kantor Cabang Makassar harus terus digalakkan sehingga memberikan contoh nyata bagi bawahannya. Dengan sikap disiplin dan keteladanan yang ditanamkan oleh pemimpin, akan menentukan berbagai bidang dalam lingkungan PT. PLN (Persero) Unita Kantor Cabang Kota Makassar. Selain itu, hal lain yang perlu dijelaskan sesuai hasil penelitian adalah pemadaman listrik berkurang. Misalnya; sejak lama sudah tidak ada mati listrik. Di Makassar, tidak mati lampu terhitung beberapa tahun terakhir.

Singkat kata, tiap minggu ditargetkan ada peningkatan daerah-daerah yang bebas byar-pet. Jika pemerintah menargetkan crash program mengatasi masalah pemadaman listrik, maka berani mencapai target lebih cepat. Visi dan budaya kerja PLN menjadi world class service diperluas, sebelumnya Makassar saja kini semua kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Menurut salah satu informan Manajer Perencanaan Administrasi dan Keuangan menjelaskan bahwa:

“Sistem pendukung keputusan atau Decision Support System (DSS) adalah suatu sistem berbasis komputer di mana dapat melakukan pengolahan dan menjadi informasi bagi user sebagai pendukung user dalam pengambilan keputusan dalam suatu organisasi atau perusahaan” (Hasil wawancara dengan SR-44, tanggal 20 Oktober 2016).

Hasil wawancara di atas menegaskan bahwa pada dasarnya DSS merupakan sebuah sistem di mana dapat membantu seorang manager untuk mengambil keputusan secara tepat dan akurat karena DSS telah didukung oleh kemampuan menganalisis yang cermat berdsarkan data-data dan metodologi yang tepat.

Selian itu output yang dihasilkan oleh DSS dapat disajikan dengan lebih jelas, terperinci dan dapat melibatkan multimedia berupa grafik. Dalam penerapannya DSS dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang, yaitu bidang pendidikan, sosial, ekonomi, kesehatan dan sebagainya.

Langkah-langkah yang dilakukan di atas pada perinsipnya sangat bagus untuk diterapkan terutama dalam kaitannya dengan keterlibatan departemen akuntansi dalam pengambilan keputusan outsourcing yaitu tetap mengacu pada partisipasi dan kontribusi departemen akuntansi pada saat proses pengambilan keputusan outsourcing dilakukan.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam penelitian ini, departemen akuntansi diwakili bagian administrasi dan keuangan. Pengukuran variabel keterlibatan departemen akuntansi dalam pengambilan keputusan outsourcing tidak hanya melibatkan bagian administrasi dan keuangan, tetapi juga melibatkan manajer, supervisor kantor pelayanan serta supervisor pembacaan meter dan pengelolaan rekening. Dengan kata lain bagian atau jabatan lain dalam unit kantor cabang juga menilai keterlibatan departemen akuntansi dalam pengambilan keputusan outsourcing.

Terkait dengan penjelasan di atas, paling sedikit ada enam item pertanyaan yang telah dijelaskan sebelumnya untuk menjelaskan keterlibatan departemen akuntansi dalam pengambilan keputusan outsourcing. Keenam item tersebut merupakan enam langkah dalam proses pengelolaan manajemen outsourcing dan telah digambarkan dalam pembahasan terdahulu. Keenam item pertanyaan tersebut adalah mengenai keputusan awal outsourcing, formalisasi proses pengambilan keputusan outsourcing, penilaian kebutuhan unit kantor cabang, analisis sejumlah tawaran, pengawasan kinerja pemasok, dan peninjauan secara periodik keputusan outsourcing yang besar.

Selanjutnya hasil wawancara dengan salah satu Supervisor PT. PLN (Persero) tbk Wilayah Makassar Selatan, menjelaskan bahwa:

“Pengambilan keputusan taktis terdiri dari pemilihan diantara berbagai alternatif dengan hasil yang langsung dan terbatas. Tujuan keseluruhan dari pengambilan keputusan strategis adalah untuk memilih strategi alternatif sehingga keunggulan bersaing jangka panjang dapat tercapai. Pengambilan keputusan taktis harus mendukung tujuan keseluruhan ini, meskipun tujuan langsungnya berjangka pendek atau berskala kecil. Jadi pengambilan keputusan taktis yang tepat berarti bahwa keputusan yang dibuat mencapai tidak hanya tujuan terbatas tetapi juga berguna untuk jangka panjang” (Hasil wawancara dengan NS-45, tanggal 23 Oktober 2016).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat dipahami bahwa keenam langkah proses pengambilan keputusan yang dimaksud, yaitu: (1) mengenali dan mendefinisikan masalah; (2) identifikasi setiap alternatif sebagai solusi yang layak, eliminasi alternatif yang secara nyata tidak layak; (3) identifikasi biaya dan manfaat yang berkaitan dengan setiap alternatif yang layak; (4) menghitung total biaya dan manfaat yang relevan dari masing-masing alternatif; (5) nilailah faktor kualitatif, dan (6) pilihlah alternatif yang menawarkan manfaat terbesar secara keseluruhan.

Selanjutnya pada Pasal 59 tentang perjanjian kerja, khususnya terkait dengan Akuntansi Pertanggung jawaban Sosial atau Social Responsibility Accounting seperti dijelaskan pada hasil wawancara di atas menegaskan bahwa akuntansi pertanggung jawaban sosial berfokus untuk mencoba menunjukkan gambaran komprehensif aktivitas dan interaksi organisasi dengan lingkungan eksternalnya.

Dengan demikian informasi tentang sejauh mana organisasi atau perusahaan memberikan kontribusinya baik positif maupun negatif terhadap kualitas hidup manusia dan lingkungannya. Selain itu, Pasal 59 juga menekankan bahwa:

1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu, menurut jenis dan sifat pekerjaannya, selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c. Pekerjaan yang bersifat musiman;

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

3. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.

4. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangaka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Kemudian Pasal 60 – 63, Perjanjian Kerja Waktu Tidak Terbatas (PKWTT).

Pasal 64 – 66, Outsourcing. Pasal 64, perusahaan dapat menyerahkan sebagian

pelaksanaan pekerja kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Pasal 65, menyebutkan bahwa:

1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.

2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebaga berikut:

a) Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

b) Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;

c) Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan d) Tidak menghambat proses produksi secara langsung

(1) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.

(2) Perlindungan kerja dan yarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang- kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

(4) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulisa antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakan.

(5) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.

(6) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

Selanjutnya menurut informan Supervisor Pendapatan, mengatakan bahwa:

“Ada tiga tujuan dari akuntansi sosial, dua tujuan pertama berhubungan dengan proses pengukuran sedangkan tujuan ketiga berkaitan dengan proses pelaporan” (Hasil wawancara dengan AP-45, tanggal 25 Oktober 2016).

Menyimak dengan seksama hasil wawancara di atas, peneliti menegaskan bahwa dari tiga tujuan akuntansi sosial itu, meliputi: Pertama, akuntansi sosial digunakan perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengukur kontribusi sosial bersih perusahaan setiap periode, yang tidak hanya meliputi sosial cost dan social benefit yang diinternalisasi perusahaan tetapi juga kenaikan dari dampak eksternal bagi berbagai segmen sosial yang berbeda. Kedua, untuk membantu menentukan apakah strategi dan praktek perusahaan yang secara langsung mempengaruhi hubungan sumber daya dan status kekuasaan individu, komunitas, segmen sosial dan generasi adalah konsisten dengan prioritas sosial yang diberikan secara luas di satu sisi dan aspirasi legitimasi individu di sisi lainnya. Ketiga, memungkinkan cara yang optimal bagi perusahaan dalam menyediakan informasi yang relevan tentang tujuan, kebijakan, program,

performa, dan kontribusi perusahaan terhadap tujuan sosial. Informasi yang relevan ini disajikan untuk pertanggungjawaban publik dan juga sebagai fasilitas dalam mengambil keputusan mengenai pilihan sosial serta alokasi sumber daya sosial.

Senada dengan hal tersebut, menurut informan Supervisor Administrasi dan Keuangan, menjelaskan bahwa:

“Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengomunikasikan data keuangan atau aktivitas perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan” (Hasil wawancara SR-44, tanggal 25 Oktober 2016).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat dijelaskan bahwa pihak-pihak yang berkepentingan terhadap posisi keuangan maupun perkembangan perusahaan dibagi menjadi dua, yaitu pihak internal seperti manajemen perusahaan dan karyawan, dan yang kedua adalah pihak eksternal seperti investor, kreditur, pemerintah, dan masyarakat. Dengan demiian, menurut hemat penulis Laporan Keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.

Tujuan khusus laporan keuangan adalah menyajikan secara wajar dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum mengenai posisi keuangan, hasil usaha dan perubahan lain dalam posisi keuangan. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan laporan keuangan, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas

yang meliputi asset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik dan arus kas. Informasi tersebut , beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan seperti kebijakan akuntansi perusahaan, membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas masa depan dan khususnya, dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas.

Sebenarnya telah ada dasar yang menunjukkan bahwa perusahaan atau entitas hendaknya melaporkan bentuk laporan lain selain laporan keuangan utama. Lebih lanjut ditegaskan bahwa:

“Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.

Laporan tambahan tersebut di luar lingkup Standar Akuntansi Keuangan”

(Hasil wawancara AM-55, tanggal 27 Oktober 2016).

Regulasi terkait pelaporan Corporate Social Responsibility di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 66 ayat (2c) yang mengatur Laporan Tahunan, dimana laporan tahunan harus memuat laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Tidak semua entitas memiliki pelaporan dalam bentuk dan cara yang sama.

Pendekatan dalam melaporkan kegiatan entitas akan tergantung pada kombinasi pengendalian organisasi serta apakah pengungkapan berhubungan dengan kinerja operasi, kinerja manajemen, atau penggambaran informasi. Menentukan signifikansi sebuah entitas dalam pembuatan laporan atau dalam mempertimbangkan penambahan batasan akan sangat tergantung pada skala

dari dampak keberlanjutannya. Entitas yang memiliki dampak signifikan biasanya menghasilkan risiko atau peluang yang lebih besar kepada organisasi atau pihak yang berkepentingan, dan karenanya menjadikan entitas tersebut sebagai entitas di mana organisasi harus bertanggung jawab atau akuntabel.

Hal ini dipertegas ole Pasal 66, bahwa penyediaan jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut: Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerj/buruh; Pasal 1 ayat 15,

“Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atas kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

Selanjutnya terkait dengan masalah keluhan, khususnya terkait oleh pelayanan keluhan pelanggan dalam suatu perusahaan sangat penting dalam membangun citra baik suatu perusahaan. Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang pelayanan keluhan pelanggan direspon dengan cepat dan baik. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari salah seorang informan (ibu rumah tangga), mengatakan bahwa:

“PT. PLN (Persero) Unit Kantor Cabang Makassar menerima langsung kritik dan saran dari pelanggan melalui kotak kritik dan saran yang disediakan di loket, telepon, internet, dan media massa. Setiap ada kritik dan saran yang masuk, maka seharusnya secepat mungkin pihak PLN segera menanggapi / merespon dan menyelesaikan masalah tersebut serta jangan sampai terjadi di kemudian hari” (Hasil wawancara RW-47, tanggal 27 Oktober 2016).

Hasil wawancara di atas menegaskan bahwa, dengan mengetahui keluhan dan pendapat dari pelanggan, diharapkan pelayanan dapat lebih ditingkatkan lagi kualitasnya. Prosedur Pelayanan Keluhan adalah rangkaian tugas-tugas yang saling berhubungan yang merupakan urutan-urutan waktu dan tata cara tertentu untuk melakukan pekerjaan yang berulang-ulang untuk melayani, menolong, menyediakan sesuatu yang diperlukan orang lain atau seseorang atau lembaga pengguna jasa. Adapun sikap dalam memberikan pelayanan keluhan pelanggan yang dimuat dalam modul Public Services (2004), Bagian pelayanan harus bersikap: (1) membutuhkan kesabaran untuk mendengarkan seseorang dengan seksama saat mereka yanga kompalin menyatakannya; (2) identifikasi prosedur perusahaan yang spesifik atau merubahnya; (3) perbaiki sikap anda, barangkali ada hal-hal yang menjengkelkan bagi orang lain, dan (4) tunjukkan rasa percaya diri supaya orang yang sedang mengeluh merasa bahwa anda orang yang betul-betul mampu menangani masalah tersebut.

Selanjutnya hasil wawancara dengan Departemen Akuntasi pada PT. PLN (Persero) Unit Kantor Cabang Kota Makassar, menjelaskan bahwa:

“Departemen Akuntansi merupakan alat untuk menghasilkan informasi yang bersifat keuangan secara akurat dan dapat dipercaya oleh seluruh pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Jadi jelaslah, bahwa akuntansi merupakan salah satu subsistem yang ada dalam suatu organisasi perusahaan disamping subsistem-subsistem lainnya” (Hasil wawancara dengan SB-48, tanggal 27 Oktober 2016).

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dipahami bahwa, Departemen Akuntansi PT. PLN (Persero) adalah subsistem akuntansi yang melaksanakan fungsi pemberian jasa kepada organisasi. Jasa yang diberikan akuntansi adalah mengolah data keuangan menjadi informasi yang bermanfaat dan membantu manajemen, kreditur, investor, dan pihak lainnya dalam aktivitas pengambilan

keputusan. Jika akuntansi merupakan penghasil dari informasi, maka yang menjadi bahan bakunya adalah data yang bersangkutan dengan kegiatan akuntansi itu sendiri. Dalam hal ini data menjadi input adalah transaksi sehari- hari PT. PLN (Persero) Unit Kantor Cabang Kota Makassar.

Data yang berupa fakta atas transaksi-transaksi perusahaan baru merupakan masukan (input). Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem yang berfungsi sebagai pengolah data menjadi suatu informasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa, salah satu aspek penting dalam Departemen Akuntansi adalah “pengakuan”. Pengakuan adalah proses pencatatan formal atau memasukkan item tertentu kedalam laporan keuangan, sebagai: aktiva, kewajiban, pendapatan dan beban/biaya dari suatu entitas. Dalam pengertian tersebut di atas, unsur laporan keuangan yang terdiri dari aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya/beban, diperlukan pencatatan dan memasukan unsur-unsur yang memenuhi kriteria dalam uraian dan jumlah.

Senada dengan hal tersebut, seperti dijelaskan oleh informan (Supervisor Administrasi dan Keuangan), mengatakan bahwa:

“Pengakuan merupakan proses pembentukan suatu proses yang memenuhi definisi unsur serta kriteria pengakuan dalam neraca dan laba rugi. Pengakuan dilakukan dengan menyatakan pos tersebut baik dalam kata-kata maupun dalam jumlah uang dan mencantumkannya ke dalam neraca atau laporan laba rugi. Pos yang memenuhi kriteria tersebut harus diakui dalam neraca ataupun laporan laba rugi. Kelalaian untuk mengakui pos semacam itu tidak dapat diralat melalui pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan maupun melalui catatan atau materi penjelasan” (Hasil wawancara dengan SR-44, tanggal 20 Okrober 2016).

Hasil wawancara di atas lebih menegaskan bahwa, pengertian pengakuan merupakan proses menyatakan suatu item dalam laporan laba rugi dan neraca dalam jumlah uang ataupun keterangan dalam bentuk kata-kata, kesalahan dalam pengakuan tidak bisa diungkapkan dalam bentuk apapun. Hal ini menurut Ikatan

Dokumen terkait