• Tidak ada hasil yang ditemukan

H. Metode Penelitian

I. Temuan

1. Kondisi Geografis Kecamatan Sakra Barat a) Sejarah

45Sugioyono, Memahami Penelitian…, 95.

46Sugioyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2014), 92.

47Sugioyono, Memahami Penelitian…, 119.

48Sugioyono, Memahami Penelitian …, 125.

49Sugioyono, Memahami Penelitian …, 127.

25

sakra Barat merupakan pemekaran dari kecamatan Sakra, Lombok Timur, dengan penetapan ibu kota di Rensing. Desa ini dijadikan sebagai ibu kota kecamatan Sakra Barat dengan alasan secara historis karena desa ini mengalami pertumbuhan paling dinamis jika dibandingkan dengan desa lainnya. Di salah satu dusun yang terletak di Desa Rensing, yakni Peteluan, terdapat sebuah terminal strategis dengan jalur yang ramai dan didukung infrastruktur yang cukup baik, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi yang cukup baik pula.50

b) Geografis

Kecamatan Sakra Barat memiliki luas wilayah 33,7 Km² dan umumnya merupakan daerah dengan kontur berbukit pada ketinggian 0- 250 meter dari permukaan laut. Batas wilayah kecamatan Sakra Barat di sebelah utaranya adalah Kecamatan Sakra, sebelah timur adalah Kecamatan Sakra Timur, sebelah selatannya Kecamatan Keruak, dan di sebelah Barat Kecamatan Janapria Kabupaten Lombok Tengah.

Jika dilihat dari segi luas wilayah pada tingkat desa di kecamatan ini, maka desa Bungtiang adalah desa dengan wilayah terluas yaitu mencapai 24,60 persen dari wilayah kecamatan atau sekitar 8,26 Km² ( data sebelum pemekaran desa Borok Toyang pada tahun 2011 ), diikuti desa Sukarara 7,75 Km² atau 23 persen, desa Gunung Rajak 6,7 Km² atau 19,88 persen, desa Rensing 5,56 Km² atau 16,5 persen dan terakhir desa Pengkelak Mas 16,02 persen atau sekitar 5,4 Km². Sebagian besar lahan tersebut masih dimanfaatkan untuk lahan pertanian, hanya sekitar 8,57 persen dimanfaatkan untuk pemukiman.

c) Gamabaran Umum Masyarakat

50 Dokumen File Kecamatan Sakra Barat 7 Januari 2020.

26

Jumlah Penduduk Kecamatan Sakra Barat dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Jumlah penduduk pada pertengahan tahun 2007 tercatat sebanyak 45,070 jiwa dengan rincian laki-laki sebanyak 18.862 jiwa dan perempuan sebanyak 26.208 jiwa.

Dibandingkan dengan luas wilayah, maka kepadatan penduduk di kecamatan Sakra Barat tercatat sebesar 1.337 jiwa per Km². Di antara semua desa yang ada di kecamatan Sakra Barat, desa Rensing memiliki kepadatan penduduk yang paling tinggi yaitu 1.924 jiwa per Km² sedangkan desa Sukarara memiliki kepadatan terendah dengan 911 jiwa Km².

2. Pertanian

Daerah ini merupakan wilayah dengan areal pertanian yang cukup luas. Komoditi pertanian utamanya Tembakau jenis Virginia, Padi, serta Kacang-kacangan. Saat ini, daerah kecamatan Sakra Barat sudah bisa mendapatkan air irigasi dari bendunggan Pandan duri, sehingga beberapa daerah memiliki 3 musim tanam pertahun, dimana yang semula hanya 2 Musim tanam saja. Dua musim tanam pertama dilakukan pada musim penghujan untuk menanam Padi. Sedangkan satu musim tanamnya pada musim kemarau untuk menanam tembakau.

3. Perekonomian

Di wilayah desa Rensing terdapat Pasar Peteluan yang merupakan sentra kegiatan perekonomian masyarakat kecamatan Sakra Barat. Di samping itu di desa lain juga terdapat pasar-pasar desa yang beroperasi hanya pada pagi hari atau di sore hari dan pada hari tertentu saja seperti di Bungtiang hari Selasa, di Gerisak desa Pengkelak Mas pada hari Rabu dan lain-lain.

27

4. Pendidikan

Sarana pendidikan di daerah ini terbilang cukup lengkap mulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan Perguruan Tinggi yang merupakan kelas jauh dari beberapa perguruan tinggi swasta di Kabupaten Lombok Timur. Namun dari segi fasilitas pendidikan yang tersedia masih sangat minim.

5. Wilayah Administratif

Kecamatan Sakra Barat terdiri dari 19 desa yaitu: desa Rensing, Rensing Raya, Rensing Bat, Sukarara, Pejaring, Mengkuru, Gunung Rajak, Montong Beter, Tanak Kaken, Pematung, Jero Gunung, Mengkuru, Bungtiang, Pengkelak Mas, Gadung Mas, Borok Toyang, Boyemare, Kembang Are Sampai dan Gerisak Semanggeleng.Ibu kota Kecamatan Sakra Barat berada di desa Rensing.

Sebagian besar desa di kecamatan Sakra Barat diklasifikasikan sebagai Desa Swasembada, hanya Desa Rensing yang di klasifikasikan sebagai desa Swakarya.

6. Desa Definitif:

1) Rensing Bat

2) Rensing Raya

3) Rensing

4) Montong Beter

5) Pematung

6) Sukarara

7) Pejaring

8) Gunung Rajak,

9) Bungtiang,

10) Boyemare

28 11) Pengkelak Mas, dan

12) Borok Toyang

13) Jero Gunung

14) Mengkuru

15) Gadung Mas

16) Repok Are Sampai

17) Kembang Are Sampai dan

18) Gerisak Semanggeleng

Desa Rensing Bat merupakan pemekaran dari Desa Rensing, meliputi Tibujae, Timuk Rurung, Gubuk Lauq (Gubuk Masjid), Repoq Tengaq dan Dayen Kubur. Penduduknya mayoritas Petani, dengan mayoritas tanaman Padi dan Tembakau di musim kemarau. Desa Rensing Jayadulu bernama Rensing Timuq. Ada pun Desa MengkuruPermukaan desa Mengkuru sekitar 75% datar dan 25% adalah perbukitan.Pusat Desa dari ketinggian 812 Meter dan 1,75 Km:Pusat Desa Mengkuru, dari ketinggian 1,75 KmDesa Mengkuru merupakan Desa pemekaran dari desa gunung rajak Pada tahun 2010.

7. Penduduk

Jumlah penduduk 3.135 jiwa pada tahun 2012. Yang 100%

beragama Islam. Dan sebagaian besar bekerja sebagai Petani dan Buruh Tani sisanya bekerja sebagai TKI, Pedagang, Ternak, PNS, Wirausaha, Guru, dan lain-lain.

8. Pendidikan

Pendidikan di desa Mengkuru cukup memadai, karena dari setiap penyelenggara pendidikan sudah memiliki sarana pendukung yang

29

memadai untuk pendidikan karena tingkat kesadaran masyarakat akan pendidikan sangat tinggi.

9. Hasil Pertanian

Sebagaian besar warga desa membudidayakan Padi pada musim penghujan dan tembakau pada musim kemarau. Kedelai, Kacang - kacangan, Jagung dsb. biasanya adalah tanaman pelengkap pangan untuk kebutuhan rumah tangga sendiri.

Desa Rensing

Rensing merupakan ibu kota kecamatan dari Kecamatan Sakra Barat ini.

Desa Rensing memiliki beberapa dusun yang dikepalai oleh Kepala Dusun atau disingkat Kadus, Dusun-dusun tersebut di antaranya:

Peteluan kepala dusun

Bunut Baok

Montong Galeng

Montong Tebolak

Tampih

Muntut

Bagik Lonjer

Lengkok Laki

J. Analisis Temuan

Bagian ini disajikan deskripsi hasil penelitian untuk menghasilkan rekonstruksi konsep yang disusun menjadi proposisi-proposisi sebagai temuan teoritikal subtantif dan formal. Pada bagian ini dibahas secara berurutan sesuai dengan fokus penelitian, sebagai berikut:

1. Deskripsi Hasil Penelitian

30

Berangkat dari hasil wawancara pada semua informan, maka temuan penelitian dalam tesis ini di antaranya:

a) Hubungan Kerjama Pihak Sekolah dan Masyarakat

Sekolah dan masyarakat mengadakan hubungan kerjasama dipengaruhi oleh faktor tanggungjawab bersama, adanya hubungan edukatif dan hubungn kultural. Hubungan edukatif adalah hubungan kerjasama dalam mendidik murid antara guru dan orangtua. Hubungan kultural adalah usaha kerjasama antara sekolah dan masyarakat yang memungkinkan adanya saling membina dan mengembangkan kebudayaan masyarakat setempat sekolah itu berada.

Dengan adanya kesamaan tanggungjawab bersama antara kedua belah pihak menjadi alasan kuat untuk bersama-sama menuntaskan anak putus sekolah di Kecamatan Sakra Barat. Bentuk-bentuk kerjasamanya yaitu: bentuk langsung dan tidak langsung. Bentuk langsung itu seperti pertemuan formal (rapat) antara guru, pertemuan dengan orangtua (wali murid), pertemuan sekolah dengan masyarakat atau instansi terkait.

b) Kendala yang dihadapai Sekolah dan Masyarakat

Sekolah dan masyarakat menemui kendala dalam meminimalisasi anak putus sekolah karena dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

Keadaan lingkungan siswa yang bebas yaitu kurang dikontrol pergaulannya oleh orang tua menjadi penyebab anak putus sekolah dan ini menjadi kendala sekolah dan masyarakat dalam meminimalisasi anak putus sekolah. Sekolah juga tidak mampu terlibat langsung jika masalah anak putus sekolah dipengaruhi oleh faktor keluarga. Semisal keluarga kurang harmonis, seperti kasus siswa yang bercerai orangtuanya,

31

sehingga anak itu diasuh oleh kakek dan neneknya. Secara ekonomi sangat lemah dan perhatian kepada pendidikan juga tidak menjadi fokus perhatian.

Kendala yang lain, dihadapi dalam meminimalisasi anak putus sekolah yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi yaitu sulit untuk membujuk orang tua ketika anaknya sudah bekerja. Pemikiran orangtua yaitu bersekolah berarti keluar uang. Ini sudah menjadi stigma dalam pemikiran sebagian orangtua di Kecamatan Sakra Barat. Kemudian kendala selanjutnya yaitu siswa memilih untuk menikah waktu sekolah yaitu menikah dini.

c) Hasil kerjasama sekolah dan Masyarakat

Hasil kerjasama sekolah dan masyarakat dalam meminimalisasi anak putus sekolah di Kecamatan Sakra Barat dapat dilihat dari beasiswa diberikan kepada siswa yang kurang mampu terhadap siswa yang berprestasi, penyuluhan oleh pihak sekolah, pemerintah desa, dan masyarakat dalam meminimalisasi anak putus sekolah.

2. Analisis Data dan Diskusi Hasil Penelitian

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian di atas kemudian dilakukan analisis hasil penelitian di antaranya:

a) Indikasi Terjadinya Hubungan Kerjasama

Ada beberapa aspek yang menjadikan sekolah dan masyarakat membangun kerjasama terkait masalah meminimalisasi anak putus sekolah di Kecamatan Sakra Barat sebagai berikut:

1) Tanggungjawab Bersama

Beberapa sekolah berdasarkan hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa sekolah dan masyarakat berpotensi untuk menjalin kerjasama dalam menuntaskan anak putus sekolah karena dipengaruhi dengan kesamaan tanggungjawab. Terjadinya hubungan kerjasama sekolah

32

dan masyarakat dalam meminimalisasi anak putus sekolah di Kecamatan Sakra Barat terjadi karena adanya kesamaan tanggungjawab antara keduanya yaitu antara sekolah dan masyarakat. Di mana pihak sekolah telah berusaha melakukan tindakan-tindakan dalam mengantisipasi hal tersebut, seperti pihak sekolah melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada wali siswa terkait aturan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh sekolah dan diminta untuk bersama-sama untuk merealisasikan kebijakan tersebut. Hal ini relevan dengan apa yang telah dijelaskan oleh B.

Suryosubroto, menjelaskan bahwa aspek yang menjadikan pihak sekolah dan masyarakat melakukan kerjasama dalam meminimalisasi anak putus sekolah dikarenakan adanya beberapa hal penting yaitu :51

Pertama, karena adanya kesamaan tanggungjawab. Di dalam GBHN ditegaskan bahwa pendidikan adalah tanggungjawab bersama antara pemerintah, orang tua dan masyarakat. Masyarakat terdiri atas kelompok- kelompok dan individu-individu yang berusaha menyelenggarakan pendidikan atau membantu usaha-usaha pendidikan. Dalam masyarakat terdapat berbagai organisasi penyelenggara pendidikan, organisasi keagamaan, organisasi olahraga, atau organisasi kesenian yang bergerak dalam usaha pendidikan. Dalam masyarakat juga terdapat individu- individu yang bersimpati terhadap pendidikan di sekolah.

Kedua, Kesamaan Tujuan. Sekolah menghendaki agar para siswa kelak menjadi manusia pembangunan yang Pancasilais. Masyarakat juga menghendaki agar semua warga negara menjadi manusia pembangunan yang Pancasilais. Individu yang Pancasilais diharapkan datang dari sekolah.

51Suryosubroto, Dimensi-dimensi Administrasi Pendidikan di Sekolah, (Jakarta: Bina Aksara, 2004), 16.

33

Oleh karena itu, antara sekolah dan masyarakat harus mempunyai kesamaan tujuan. Wujud dari kerjasama adalah: (a) Hubungan sekolah dengan orang tau murid harus dipelihara sebaik-baiknya, (b) Untuk mewujudkan hubungan tersebut, perlu dibentuk satu panitia pemeliharaan sekolah yang terdiri atas beberapa orang tua murid, dan (c) Susunan dan kewajiban panitia pembantu pemeliharaan sekolah ditetapkan oleh Mendikbud. Hubungan sekolah dengan masyarakat serta hubungan sekolah dengan orang tua murid, pada hakikatnya adalah sarana yang cukup mempunyai peran menentukan dalam usaha pembinaan, pertumbuhan, dan pengembangan murid-murid di sekolah. Oleh karena itu, hubungan tersebut perlu dibina, dibangun dan dipelihara sebaik- baiknya karena merupakan jembatan saling pengertian sehingga mereka dapat berpartisipasi secara positif dan dapat memberikan dukungan moral material secara ikhlas.

2) Kesamaan Tujuan

Sekolah menghendaki agar para siswa kelak menjadi manusia pembangunan yang Pancasilais. Masyarakat juga menghendaki agar semua warga negara menjadi manusia pembangunan yang Pancasilais. Individu yang Pancasilais diharapkan datang dari sekolah. Oleh karena itu, antara sekolah dan masyarakat harus mempunyai kesamaan tujuan. Wujud dari kerjasama adalah: (a) Hubungan sekolah dengan orang tau murid harus dipelihara sebaik-baiknya, (b) Untuk mewujudkan hubungan tersebut, perlu dibentuk satu panitia pemeliharaan sekolah yang terdiri atas beberapa orang tua murid, dan (c) Susunan dan kewajiban panitia pembantu pemeliharaan sekolah ditetapkan oleh Mendikbud. Hubungan sekolah dengan masyarakat serta hubungan sekolah dengan orang tua murid, pada hakikatnya adalah sarana yang cukup mempunyai peran menentukan dalam usaha pembinaan, pertumbuhan, dan pengembangan

34

murid-murid di sekolah. Oleh karena itu, hubungan tersebut perlu dibina, dibangun dan dipelihara sebaik-baiknya karena merupakan jembatan saling pengertian sehingga mereka dapat berpartisipasi secara positif dan dapat memberikan dukungan moral material secara ikhlas.

Menurut Suryosubroto tujuan kerjasama sekolah dengan masyarakat dan orang tua murid adalah: (a) Membantu dan mengisi kegiatan anak di sekolah yang hanya berkisar tujuan, sementara siswa waktunya dihabiskan di rumah dan di masyarakat, (b) Memberikan sumbangan keuangan dan barang, dan (c) Mencegah perbuatan dan tingkah laku yang kurang baik.52

Terjadinya hubungan yang baik antara sekolah dengan orang tua murid serta masyarakat, akan bermanfaat bagi sekolah, masyarakat, orang tua murid, dan anak didik sendiri. Peran serta masyarakat berfungsi untuk ikut memelihara, menumbuhkan, meningkatkan dan mengembangkan pendidikan nasional. Bentuk-bentuk kerjasama sekolah dengan masyarakat dalam penelitian ini merujuk pada Pasal 4 PP Nomor 39 Tahun 1992 yang meliputi: (a) Mengikutsertakan wali murid dalam menunjang pelaksanaan pendidikan. (b) Pemberian bantuan tenaga ahli. (c) Mendayagunakan tokoh-tokoh masyarakat untuk turut menunjang pelaksanaan pendidikan.

(d) Pengadaan dana dan memberi bantuan yang berupa wakaf, beasiswa, hibah, pinjaman dan bentuk-bentuk lain. (e) Pengadaan dan pengadaan buku pelajaran dan peralatan pendidikan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

52Suryosubroto, Dimensi-dimensi Administrasi Pendidikan di Sekolah, (Jakarta: Bina Aksara, 2004), 17.

35

Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Dalam hal ini, sekolah sebagai sistem sosial merupakan bagian integral dari sitem sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat. Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif dan efisien. Sekolah juga harus menunjang pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya kebutuhan pendidikan.

Oleh karena itu, sekolah berkewajiban untuk memberi penerangan tentang tujuan-tujuan, pogram-program, kebutuhan, serta keadaan masyarakat.

Sebaliknya, sekolah juga harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan, harapan dan tuntutan masyarakat, terutama terhadap sekolah. Dengan perkataam lain, antara sekolah dan masyarakat harus dibina suatu hubungan yang harmonis.53

Ada pun bentuk-bentuk kerjasama sekolah dan masyarakat dalam meminimalisasi anak putus sekolah di Kecamatan Sakra Barat adalah: (a) Kemitraan orang tua dan guru, dan (b) Kemitraan Keluarga-Sekolah- Masyarakat

b) Faktor yang Menghambat tidak Terealisasinya Hubungan Kerjasama Berdasarkan paparan data dan temuan penelitian di atas, dapat diketahui terkait fokus kajian pada rumusan masalah yang kedua, dapat ditemukan tesis dan antitesisnya tentang kendala yang dihadapi sekolah dan masyarakat dalam meminimalisasi anak putus sekolah bukan disebabkan karena kurangnya fasilitas pendidikan serta perhatian Pemerintah terhadap pendidikan. Melainkan justru yang perlu untuk dikaji lebih dalam lagi mengenai kendalanya adalah:

53Suryabrata, Humas dan Dunia Pendidikan, (Yogyakarta : Mitra Gama Widya, 1988), 87.

36

3) Faktor Internal dan Eksternal

Seorang siswa memutuskan untuk berhenti sekolah karena sudah terlanjur untuk menikah di usia dini dengan berbagai alasan di dalamnya dan termasuk wilayah privasi individu siswa dan orangtuanya. Pihak sekolah tidak punya hak dan cara untuk mencegahnya jika sudah terlanjur memilih untuk menikah. Rata-rata siswa yang menikah di usia dini ini dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu lingkungan bergaulnya.

Siswa yang terlanjur untuk menikah di usia dini bisa jadi karena pihak keluarga tidak terlalu ketat pengawasannya sehingga anaknya menikah di usia sekolah karena terlalu bebas bergaul yang luput dari perhatian orangtuanya.

Maka, dapat disimpulkan bahwa kendala yang dihadapi sekolah dan masyarakat dalam meminimalisasi anak putus sekolah dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal siswa yang berdampak pada pernikahan dini. Inilah yang menjadi kendalanya, sehingga tidak bisa diminimalisasi anak putus sekolah. Karena kalau sudah memilih untuk menikah di usia dini dengan cara di bawa sembunyi oleh calon suaminya, maka pihak keluarga tidak bisa berbuat apa-apa lagi, apalagi sekolah.

4) Lemahnya Ekonomi Keluarga

Keadaan perekonomian keluarga yang lemah cenderung menyebabkan timbulnya berbagai masalah yang berkaitan dengan pembiayaan hidup anak, sehingga anak “sering dilibatkan“untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang tanpa disadari ikut menggangu kegiatan belajar anak. Selain itu, cara mudah dan cepat untuk mendapatkan upah dari suatu pekerjaan membuat anak tergiur untuk meninggalkan sekolah.

37

5) Keadaan Keluarga Yang Tidak Harmonis

Keluarga adalah Unit terkecil dalam masyarakat, lingkungan yang paling pertama danutama dirasakan oleh seorang anak, bahkan sejak masih dalamkandungan.Karena itu pendidikan di keluarga yang mencerahkan dan mampumembentuk karakter anak yang baik dan kreatif adalah modal penting bagikesuksesan anak di masa depan. Orang tua memiliki peranan sangat penting dalam menunjang hak anak terhadappendidikannya. Karena itu, interaksi yang baik antara orang tua dan anak ikut menjadi modal bagi pencapaian masa depan yang gemilang.

6) Minat Belajar Kurang

Anak yang tingkat belajarnya kurang seperti kurangnya motivasi belajar anak dan lemahnya intelegensi atau kemampuan kognitif pada anak salah satu menjadi pemicu anak putus sekolah. Dampaknya mengakibatkan anak itu minder di kelas, karena malu dengan temannya yang selalu membully dan merendahkannya. Inilah menjadi penyebab anak tidak mau datang lagi ke sekolah.

7) Tingkat Pendidikan Orang Tua

Orangtua yang tingkat pendidikannya rendah atau tidak pernah mengenyam pendidikan akan berpengaruh juga kepada anak putus sekolah. Karena tidak adanya control yang ketat kepada anak, dan cenderung tidak memandang penting pendidikan bagi anaknya. Inilah menjadi salah satu pemicu anak putus sekolah.

Itulah beberapa fator penyebab anak putus sekolah yang menjadi penghambat sekolah dan masyarakat dalam meminimalisasi anak putus sekolah di Kecamatan Sakra Barat. Menurut peneliti, harus ada andil dari semua pihak jika terjadi demikan, karena sekolah, keluaraga, dan masyarakat tidak akan cukup meminimalisasi hal tersebut. Dalam hal ini

38

pemerintah juga ikut serta bersinergi dalam mengentaskan permasalahan ini. Terkait hal itu, ada beberapa cara mengantasipasi anak putus sekolah dilihat dari beberapa faktor penyebabnya, yaitu:54

a) Faktor Ekonomi

Jika orang tua secara ekonomi tidak mampu membayar biaya sekolah anak karena faktor keterbatasan ekonomi. Maka, pemerintah pusat maupun daerah harus mempersiapkan langkah antisipasi, salah satunya dengan meningkatkan bantuan pendidikan kepada siswa miskin.

b) Faktor Keluarga yang kurang Harmonis

Jika, anak putus sekolah disebabkan karena faktor keluarga yang kurang harmonis. Misal, orang tua cerai. Maka, langkah antsipasi sekolah adalah membangun kemitraan antara guru dan orang tua asuh untuk memberikan perhatian dan keyakinan supaya tidak terbengkalai sekolah seorang anak gara-gara masalah tersebut.

c) Fasilitas belajar yang kurang memadai

Jika, fasilitas belajar kurang memadai semisal gedung sekolah sudah tidak layak, media pembelajaran seperti buku pelajaran kurang memadai dan berbagai sarana prasarana tidak lengkap, bisa menyebabkan anak putus sekolah. Maka, langkah antisipasinya adalah sekolah, pemerintah dan masyarakat harus bersinergi untuk melengkapi semuanya.55

c) Indikator Keberhasilan Kerjasama

54 Ali Imran, Kebijakan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), 39.

Bandingkan, Suyanto & Abbas, Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa, (Yogyakarta:

Adicita, 2001).

55 Baca Imam Machali & Ara Hidayat, Education Managemen: Teori dan Praktik Pengelolaan Sekolah/Madrasah di Indonesia, (Jakarta: Prenada Group, 2016), 7.

39

Ada beberapa aspek yang menjadi keberhasilan sekolah dan masyarakat dalam meminimalasi anak putus sekolah di Kecamatan Sakra Barat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya, yaitu:

1) Memberikan bantuan pendidikan (beasiswa) kepada anak kurang mampu yang berprestasi

2) Pemerintah Desa Mengadakan kerjasama dengan Lembaga dan Instansi Pendidikan agar dapat Menuntaskan Pendidikan Anak yang Putus Sekolah

3) Sekolah Mengadakan penyuluhan tentang tujuan dan fungsi wajib belajar pendidikan 9 tahun bagi masyarakat

4) Mengadakan penyulunhan kepada masyarakat melalui forum perngajian/majlis ta‟lim dan forum keagamaan.

5) Mengadakan penyuluhan melalui kegiatan PKK, Karang Taruna, LKMD, dan LSM lainnya.

Dari paparan pembahasan di atas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

No Temuan Penelitian Indikator

1 hubungan kerjasama sekolah dan masyarakat dalam meminimalisasi anak putus sekolah di Kecamatan Sakra Barat Barat belum dikatakan maksimal karena adanya beberapa kasus yang bersifat privasi, individualistik dan kekeluargaan. Di samping itu juga, faktor penghambat tidak berjalannya hubungan kerjasama sekolah dan masyarakat yaitu siswa yang memilih untuk merantau keluar negeri tentu dipengaruhi oleh faktor ekonomi keluarga. Kedua faktor inilah lebih mendominasi kesulitan sekolah dan masyarakat dalam membangun hubungan kerjasama untuk

 faktor privasi

 Faktor Kekeluargaan

40

meminimalisasi anak putus sekolah di Kecamatan Sakra Barat

2 Kendala yang dihadapi sekolah dan masyarakat dalam meminimalisasi anak putus sekolah di Kecamatan Sakra Barat Tahun 2020 Dipengaruhi oleh beberapa faktor di dalamnya yaitu (a) Faktor Internal dan Eksternal. (b) Lemahnya Ekonomi Keluarga. (c) Keadaan Keluarga Yang Tidak Harmonis. (d) Minat Belajar Kurang.

(e) Tingkat Pendidikan Orang Tua.

 Faktor internal dan eksternal.

 Faktor ekonomi.

 Faktor keluarga yang tidak harmonis.

 Minat belajar.

 Tingkat pendidikan orang tua

3 Bentuk Kerjasama Sekolah dan Masyarakat dalam Meminimalisasi Anak Putus Sekolah di Kecamatan Sakra Barat Tahun 2020 di antaranya yaitu (a) Memberikan bantuan (beasiswa) kepada siswa yang kurang mampu yang berprestasi. (b) Pemerintah Desa Mengadakan kerjasama dengan Lembaga dan Instansi Pendidikan agar dapat Menuntaskan Pendidikan Anak yang Putus Sekolah. (c) Sekolah Mengadakan penyuluhan tentang tujuan dan fungsi wajib belajar pendidikan 9 tahun bagi masyarakat.

(d) Mengadakan penyulunhan kepada masyarakat melalui forum perngajian/majlis ta‟lim dan forum keagamaan. (e) Mengadakan penyuluhan melalui kegiatan PKK, Karang Taruna, LKMD, dan LSM lainnya.

 Beasiswa.

 Kerjasama antara pihak sekolah dan pemerintah desa

Dokumen terkait