• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Hak Asasi Manusia 4. Teori Perlindungan Hukum

BAB I PENDAHULUAN

H. Orisinalitasi Penelitian

3. Teori Hak Asasi Manusia 4. Teori Perlindungan Hukum

72

KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN HAK ASASI MANUSIA

Negara harus hadir dalam melakukan perlindungan terhadap masyarakatnya.

73

1. Suparman Marzuki, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2019, dengan judul Politik Hukum Hak Asasi Manusia Tentang Kebebasan Beragama Pasca Orde Baru.

Hasil penelitian bahwa politik hukum hak asasi manusia kebebasan beragama di indonesia paska orde baru di level pemenuhan berupa pembuatan regulasi (peraturan perundang-undangan) relatif lebih maju dan lebih protektif karena dimuat ekspelisit dalam Pasal 28E ayat (1 dan 2) serta Pasal 281 (1) dan Pasal 29 UUD NRI 1945; dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999; Pasal 18 ayat (1 dan 2) Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2005; Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 yang di dalamnya diatur tentang peningkatan kerukunan intern dan antarumat beragama; Peraturan Bersama (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Umat beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, atau dikenal dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB); Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminsitrasi Kependudukan; Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional yang menegaskan setiap orang berhak mendapatkan pendidikan agama dan beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua; dan Undang-Undang Nomor 23

74

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berhak menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya. Kedua, menguatnya politik hukum hak asasi manusia kebebasan beragama di tingkat pembuatan peraturan perundang-undangan ternyata dalam realitasnya tidak diikuti dengan perubahan peraturan perundang-undangan di bawahnya, yaitu masih dipertahankannya PNPS Nomor 1 Tahun 1965 dan Pasal 156a KUHP.

Kedua undang-undang tersebut selalu digunakan aparat penegak hukum pidana menjerat individu dengan tuduhan menistakan agama.

Penggunaan Pasal inipun dalam banyak kasus bukan murni inisiatif Polisi dalam penegakan hukum, tetapi hasil tekanan massa. Pada bagian lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah cenderung saling lempar tanggungjawab, bahkan dalam sejumlah peristiwa pemerintah daerah menjadi pihak yang dilaporkan ke Komnas Hak Asasi Manusia sebagai pelaku pelanggaran hak kebebasan beragama; satu diantarnya karena kebijakan dan tindakan pemerintah daerah lebih tajam kepada kelompok minoritas dan longgar terhadap kelompok mayoritas. Pada dasarnya penelitian ini sama-sama memiliki objek penelitian yang sama dengan penelitian yang penulis usulkan yaitu pada penelitian mengenai Hak Asasi Manusia dan kebebasan beragama, tetapi fokus penelitiannya berbeda sehingga keaslian penelitian penulisan disertasi ini dapat dipertanggungjawabkan.

75

2. Fatmawati, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011, dengan judul Perlindungan Hak Atas Kebebasan Beragama dan Beribadah Dalam Negara Hukum Indonesia.

Penelitian ini membahas tentang dalam sila pertama Pancasila diakui Tuhan Yang Maha Esa, yang bermakna kewajiban setiap manusia di Indonesia menghormati agama dan kepercayaan orang lain, karena merupakan hak setiap orang untuk memilih, memeluk, dan mengamalkan ajaran-ajaran agamanya secara bebas tanpa mengalami gangguan dan juga tanpa mengganggu pihak lain. Hal tersebut berarti tidak hanya larangan proselytism yang tidak etis, tetapi juga larangan melakukan penodaan dan penyalahgunaan agama di dalam negara Republik Indonesia untuk melindungi keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal yang diatur dalam Sila Pertama Pancasila tersebut menjiwai pasal-pasal dalam batang tubuh (Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29) yang mengatur mengenai hak atas kebebasan beragama dan beribadah, yang kemudian diatur lebih lanjut dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Pembatasan terhadap kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau keyakinan seseorang menurut Pasal 18 ayat (3) ICCPR hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain; dan

76

pengaturan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1/ PNPS/1965 memenuhi kriteria pemberlakuan pembatasan terhadap kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau keyakinan seseorang, dimana yang dibatasi adalah dalam pelaksanaan ajaran bukan dalam berkeyakinannya, berdasarkan hukum, serta untuk melindungi keamanan dan ketertiban masyarakat agar tidak terjadi kerusuhan dalam masyarakat. Pada dasarnya penelitian ini sama-sama memiliki objek penelitian yang sama dengan penelitian yang penulis usulkan yaitu pada penelitian mengenai hak asasi manusia dan kebebasan beragama, tetapi fokus penelitiannya berbeda sehingga keaslian penelitian penulisan disertasi ini dapat dipertanggungjawabkan.

3. Andrew Shandy Utama, Fakultas Hukum, Universitas Lancang Kuning, 2019, judul Perlindungan Negara Terhadap Kebebasan Beragama di Indonesia Menurut Undang-Undang Dasar 1945.

Hasil penelitiannya bahwa Menurut Undang-Undang Dasar 1945, setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, serta berhak atas kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Selain itu, negara menjamin kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Meskipun demikian, hanya ada enam agama yang diakui di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, yaitu Islam, Kristen, Katolik,

77

Hindu, Budha, dan Khonghucu. Pada dasarnya penelitian ini sama-sama memiliki objek penelitian yang sama dengan penelitian yang penulis usulkan yaitu pada penelitian mengenai hak asasi manusia dan kebebasan beragama.

4. Siti Musdah Mulia: Perkembangan Konsep Tindak Pidana Terkait Dengan Agama Dalam Pembaharuan KUHP. Aliansi RKUHP, 2007.

Penelitian membahas mengenai dokumen hak asasi manusia internasional, konstitusi indonesia dan sejumlah undang-undang secara tegas menyatakan kebebasan beragama merupakan hak asasi manusia paling mendasar dan tidak boleh dikurangi sedikitpun (non-derogable).

Negara menjamin pemenuhan, perlindungan, dan pemajuan kebebasan beragama, baik sebagai hak asasi yang mendasar bagi setiap manusia, maupun sebagai hak sipil bagi setiap warga negara. Upaya pemenuhan dan perlindungan hak kebebasan beragama di Indonesia yang masyarakatnya dikenal sangat heterogen dalam hal agama dan keyakinan menjadi sangat relevan dan signifikan. Sebab, akan membawa kepada tumbuhnya rasa saling menghargai dan menghormati di antara warga negara yang berbeda agama, dan pada gilirannya membawa kepada timbulnya sikap toleransi dan cinta kasih di antara mereka. Toleransi beragama dan perasaan cinta kasih merupakan faktor dominan terwujudnya keadilan sosial seperti diamanatkan Pancasila, dan terciptanya kerjasama kemanusiaan menuju perdamaian dunia, sebagaimana tercantum dalam cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia.

78

Cita-cita luhur dan ideal yang mendasari para pendiri republik ini (the founding fathers) ketika merumuskan dasar negara Pancasila dan UUD 1945, khususnya pasal 29 tentang kebebasan beragama.

Dari kajian-kajian terdahulu di atas, belum ada yang menunjukkan tentang Rekonstuksi Regulasi Kebebasan Beragama Dan Berkeyakinan Dalam Menjamin Perlakuan Hukum Berkeadilan. Karenanya, di sinilah letak perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.