• Tidak ada hasil yang ditemukan

TOPIK VI TOPIK VI

D. Tes Formatif

1. Bidan merujuk pasien berusia 28 tahun G1P0A0 umur kehamilan 36 minggu ke RSU dengan kondisi pasien tidak sadar, mengalami kejang – kejang. Hasil pemeriksaan TD 160/110 mmHg, N 100 x/mnt, R 16 x/ mnt, DJJ irreguler, terdapat oedema pada wajah, tangan dan kaki.

Apakah Diagnosa yang sesuai dengan kasus di atas ? A. Eklampsia

75

B. Pre eklampsia berat C. Pre eklampsia ringan D.Pre eklampsia sedang E. Superimpos Pre eklamsia

2. Seorang perempuan usia 28 tahun hamil 36 minggu datang ke BPM diantar dengan suaminya. kondisi klien tidak sadar dan mengalami kejang – kejang. Hasil pemeriksaan dilakukan oleh bidan didapatkan TD 180/110 mmHg, N 100 x/mnt, R 15 x/ mnt, DJJ irreguler, terdapat oedema pada wajah, tangan dan kaki.

Apakah pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada kasus di atas ? A. Aceton Urine

B. HCG Urine C. Protein urine D. Reduksi Urine

3. Ny. Sandra datang k Klinik dan diduga hamil 38 minggu. Mengeluh kontraksi disertai pusing dan penglihatanya kabur. Hasil pemeriksaan : T/D 140/90 mmHg, muka dan kaki oedema.

Tindakan yang tepat di lakukan sesuai kebutuhan adalah A. Pemeriksaan laboratorium

B. Pemeriksaan USG C. Pemeriksaan inspekulo D. Pemeriksaan dalam E. Pemeriksaan CTG

4. Pemeriksaan penunjamg yang harus dilakukan pada kasus Ny. Sandra adalah ...

A. Pemeriksaan laboratorium B. Pemeriksaan USG

C. Pemeriksaan inspekulo D. Pemeriksaan dalam E. Pemeriksaan CTG

76

5. Hasil protein urin pada kasus Ny. Sandra ++++, Diagnosa tepat pada Ny. Sandra adalah

A. Pre eklamsi

B. Pre eklamsi ringan C. Pre eklamsi Berat D. Eklamsi

E. Hipertensi dalam kehamilan

6. Seorang perempuan usia 19 tahun hamil 34 minggu datang ke BPM diantar keluarga dalam kondisi tidak sadar dan mengalami kejang – kejang. Hasil pemeriksaan TD 180/110 mmHg, N 100 x/mnt, R 16 x/ mnt, DJJ irreguler, terdapat oedema pada wajah, tangan dan kaki.

Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada kasus di atas ? A. Rujuk ke RS

B. Memberikan MgSO4 dan kemudian rujuk ke RS C. Memberikan diazepam dan kemudian rujuk ke RS D. Memasang infus dan dirawat di BPM sampai sembuh E. Memberikan MgSO4 dan diazepam kemudian rujuk ke RS

E. Kunci Jawaban 1. A

2. C 3. B 4. D 5. C 6. E

F. Referensi

Albar, Erdjan. Ruptura Uteri, Dalam: Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Saifuddin AB,et all, editors. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi I. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2007

77

Cunningham FG, Gant NF, Leveno JL. Prior cesarian delivery. In: Williams Obstetrics. 21st ed. New York: Mac Graw-Hill. 2001; 26: 729-42.

Dane B, Dane C. Maternal death after uterine rupture in an unscarred uterus: A Case Report. The J of emer med. 2009; 37: 393-5.

Digdomarto MH, Prabowo RP. Ruptura Uteri, Dalam: Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Saifuddin AB,et all. editors. Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Husodo L. Pembedahan dengan laparatomi. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010; 59: 863 –75.

Keren O, Eyal S, Amalia L, Miriam K, Moshe M. Uterine rupture: differences between a scarred and an unscarred uterus. Am J Obstet Gynecol. 2004; 191: 425-9.

Muslihatun, W.N., 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Yogyakarta: Fitra Maya

Syamsuddin, Komar. Ruptura Uteri, Dalam: Bunga Rampai Obstetri. Palembang: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya;2004.p.74-79 Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Perlukaan dan peristiwa lain dalam

persalinan. In: Martohoesodo S, Marsianto. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002; 45: 668-72.

Wei SW, Chen CP. Uterine rupture due traumatic assisted fundal pressure. Taiwanesse J Obstet Gynecol. 2006; 45-2.

Keren O, Eyal S, Amalia L, Miriam K, Moshe M. Uterine rupture risk factor and pregnancy outcome. Am J Obstet Gynecol. 2003;189: 1042-6.

78

BAB VII

KONSEP SIMPHISIOLISIS

A. Pengantar

Symphysiolysis adalah pemisahan/putusnya symphisis khususnya sympisis pubis akibat adanya relaksasi simfisis pubis pada saat kehamilan. Symphysiolysis adalah pemisah atau pemutusan simfisis pubis naik karena adanya relaksasi simfisis pada kehamilan maupun karena robek (trauma).

B. Uraian Materi 3) Pengertiam

Symphysiolysis adalah pemisahan/putusnya symphisis khususnya sympisis pubis akibat adanya relaksasi simfisis pubis pada saat kehamilan. Symphysiolysis adalah pemisah atau pemutusan simfisis pubis naik karena adanya relaksasi simfisis pada kehamilan maupun karena robek (trauma).

4) Etiologi

b. Hormonal

Homon relaksasi kehamilan dan hormon progesterone pada kehamilan cendrung menghilangkanligamen-ligamen dari tubuh dalam persipan kelahiran. Hormon tersebut membuat relaksasi dan melemahkan otot sendi-sendi panggul sehingga persendian agak teregang, biasanya ukuran bertambah 3-4 mm. Relaksasi ligament tersebut memungkinkan tulang panggul saling bergeser satu sama lain ketika berjalan atau bergerak.

c. Diastatis symphisis pubis

Diastatis diartikan sebagai pemisahan antara paksa kedua bagian yang normalnya bergabung.Definisi ini diterapakn pada pemisahan simfisis traumatic selama persalinan misalnya CPD, kelainan panggul,partus presipitatus danlainlain 5) Insidensi

79

Insidensi berfariasidari1:250hingga 1: 30.000 persalinan. Peristiwa ini dapat terjadi selama persalinan atau dalam pertengahan kedua kehamilan.

6) Tanda dan Gejala

a. Awal keluhan biasanya mendadak tetapi mungkin tidak diketahui sampai saat pasien berusaha untuk berjalan.

b. Pada waktu rupture pesien mengalami perasaat adanya robekan atau mungkin terdengat suara gemeretak

c. Gerakan simfisis ( misalnya pada waktu menggerakkan tungkai) menyebabkan nyeri yang hebat

d. Pada simfisis pubis terdapat nyeri tekan

e. Pasien tidak mampu bangun dari tempat tidur karena pergerakan menimbulkan ketidaknyamanan

f. Apabila berjalan ibu tidak dapat memfleksikan pahanya dan berjalan dengan ekstermitas bawahnya

7) Komplikasi

Kompikasi yang terjadi yaitu perdarahan dan edema arthritis atau osteomyelitis

8) Penanganan

a. Tirah baring biasanya merupakan terapi yang adekuat untuk kebanyakan pasien.

Pasen tidur ditempat tidur yang keras dan sedapat mungkin menyusui dengan mirng pada salah satu sisi

b. Injelksi local Novocain. Pada kebanyakan kasus serius pasien harus tetap ditempat tidur

c. Kalau rupture ringan ambulasi dini diperbolehkan, kalau keadannya lebih parah harus digunakan tongkat penolong. Pasien harus membatasi dirinya dalam penggunaan tenaga.Pasien sudah dapat dipulangkan pada satu minggu dan secara bertahap membaik dalam empat minggu

80

d. Intervensi pembedahan jarang merupakan indikasi, kalau perlu dilengkpi dengan pemasangan bone, grafre, baut dan kawat menyilang.

Dokumen terkait