• Tidak ada hasil yang ditemukan

Visi Misi Fakultas Kebidanan dan Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

N/A
N/A
R. Grata Sabdo Yudhopratidino

Academic year: 2024

Membagikan "Visi Misi Fakultas Kebidanan dan Program Studi Pendidikan Profesi Bidan"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL

KEGAWATDARURATAN

MATERNAL NEONATAL

(2)

ii

Menjadi Fakultas Kebidanan yang unggul di bidang kebidanan di tingkat nasional berorientasi global tahun 2031

Melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi secara profesional dalam bidang Kebidanan pada tingkat nasional berorientasi global

Menjadi program studi Pendidikan Profesi Bidan yang unggul di bidang kebidanan komplementer yang berpusat pada pemenuhan rasa aman dan nyaman sesuai filosofi berjiwa

enterpreneur di tingkat nasional berorientasi global

Melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi secara profesional dalam bidang Kebidanan dengan pendekatan enterpreneurship, dan soft skill yang kuat, dengan keunggulan kebidanan komplementer yang berpusat pada pemenuhan rasa aman dan nyaman sesuai filosofi pada

Tingkat nasional berorientasi global

VISI FAKULTAS KEBIDANAN

MISI FAKULTAS KEBIDANAN

VISI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

MISI PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Alhamdulillah terselesaiknnya Modul Pembelajaran Kegawatdaruratan. Modul ini bertujuan untuk membantu mahasiswa S-1 Kebidanan dalam memahami pembelajaran Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Kami berharap modul ini dapat menambah referensi bagi mahasiswa S-1 Kebidanan. Dalam modul ini memuat tentang uraian materi-materi berkaitan dengan Asuhan kebidanan. Selain itu, untuk memudahkan pemahaman mahasiswa S-1 Kebidanan, modul ini juga dilengkapi tes formatif dan tugas mandiri yang berguna dalam memancing pemahaman mahasiswa.

Akhirnya, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan modul ini, semoga dapat memberikan andil dalam kemajuan siswa untuk belajar. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan modul ini. Untuk itu, kritik dan saran bagi kesempurnaan modul ini sangat kami harapkan. Semoga modul ini dapat memberikan manfaat bagi pembentukan sikap, pengetahuan, keterampilan umum, dan keterampilan khusus mahasiswa dalam asuhan kebidanan di kemudian hari.

Bukittinggi, Agustus 2019

Tim Penyusun

(4)

iv

KOMPETENSI LULUSAN

A. KOMPETENSI LULUSAN (SNDIKTI)-SIKAP

B. KOMPETENSI LULUSAN (SNDIKTI)-PENGETAHUAN

C. KOMPETENSI LULUSAN (SNDIKTI)-KETERAMPILAN UMUM

1. S2 = Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan berdasarkan keyakinan, moral, filosofi, kode etik profesi, serta standar praktik kebidanan

2. S5 = Menghargai keragaman budaya, pandangan, agama, kepercayaan dan status sosio ekonomi serta pendapat atau temuan orisinal orang lain

3. S6 = Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap msyarakat dan lingkungan

4. S7 = Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara serta dalam kehidupan berprofesi

5. S9 = Menunjukkan sikap bertanggung jawab atas pekerjaannnya secara mandiri

1. P1 = Menguasai konsep teoritis ilmu kebidanan holistik, manajemen asuhan kebidanan, keputusan klinis, model praktik kebidanan, dan etika profesi secara mendalam

2. P2 = Menguasai konsep teoritis ilmu obstetric dan ginekologi, serta ilmu kesehatan anak secara umum.

3. P6 = Menguasai konsep teoritis gizi dalam siklus reproduksi perempuan secara umum 4. P8 = Menguasai konsep teoritis keterampilan dasar praktik kebidanan secara mendalam 5. P10= menguasai konsep umum patofisiologi terkait dengan asuhan kebidanan

6. P12 = Menguasai konsep teoritis komunikasi efektif, Pendidikan kesehatan, promosi kesehatan dan konseling serta penggunaan teknologi dan system informasi dalam pelayanan kebidanan secara mendalam.

7. P13 = Menguasai konsep teoritis manajemen dan kepemimpinan secara umum, dan kemampuan berwirausaha dalam praktik kebidanan

1. KU2= mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur

2. KU5= Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian masalah di bidang keahliannya, berdasarkan hasil analisis informasi dan data

3. KU6= Mampu memelihara dan mengembangkan jaringan kerja dengan pembimbing, kolega, sejawat baik di dalam maupun di luar lembaganya.

(5)

v

D. KOMPETENSI LULUSAN (SNDIKTI)-KETERAMPILAN KHUSUS

1. KK1= Mampu mengaplikasikan keilmuan kebidanan dalam menganalisis masalah dan memberikan petunjuk dalam memilih alternatif pemecahan masalah pada lingkup praktik kebidanan meliputi asuhan pranikah, prakonsepsi, kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, anak balita, anak prasekolah, kesehatan reproduksi (remaja, perempuan usia subur dan peirmenopouse) serta pelayanan KB

2. KK2 = Mampu mengidentifikasi secara kritis penyimpangan/kelainan sesuai lingkup praktik kebidanan

3. KK3 = Mampu mendemontrasikan tata laksana konsultasi, kolaborasi, dan rujukan 4. KK4= Mampu mendemontrasikan penanganan awal kegawatdaruratan maternal

neonatal sesuai standar mutu yang berlaku

5. KK6 = Mampu mendemontrasikan pencegahan infeksi, pasien safety, dan upaya bantuan hidup dasar

6. KK7 = Mampu mendemontrasikan asuhan kebidanan swsuai standar yang berlaku

7. KK8 = Mampu mengembangkan KIE dan promosi kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan perempuan pada tahap perkembangan siklus reproduksinya dengan menggunakan hasil riset dan teknologi informasi

8. KK10= mampu mengaplikasikan teori dan praktik pengambilan keputusan dan manajemen dalam pelayanan kebidanan sesuai kode etik

9. KK11= mampu mendemontrasikan Langkah-langkah manajemen pelayanan kebidanan

(6)

vi

STANDAR KOMPETENSI MAHASISWA

Care provider

Peserta didik sebagai pemberi asuhan kebidanan secara komprehensif dan profesional yang berfokus pada keunikan perempuan untuk mencapai reproduksi sehat, pencapaian peran ibu dan kulitas masa pengasuhan anak. Lingkup praktek meliputi masa prakonsepsi, perencanaan keluarga, kehamilan, persalinan dan bayi baru lahir, nifas, bayi, anak balita, anak usia prasekolah, remaja, masa antara, perimenopouse, kesehatan reproduksi perempuan dan pelayanan kontrasepsi. Asuhan kebidanan berfokus pada upaya promosi, edukasi dan konseling termasuk deteksi dini masalah dan komplikasi, penanganan awal kegawatdaruratan, rujukan, konsultasi dan kolaborasi yang didukung dengan keungulan pelayanan kebidanan berbasis kewirausahaan. Pelayanan tersebut melibatkan keluarga dan masyarakat, didukung kemampuan komunikasi, pengambilan keputusan berdasarkan pemikiran kritis, kepekaan, prinsip partnership, standar dan kode etik profesi dan penggunaan teknologi tepat guna yang mendukung proses kealamiahan.

(7)

7

DESKRIPSI MATA KULIAH

Mata kuliah ini memberikan kemampuan kepada peserta didik untuk memberikan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan maternal neonatal.

CAPAIAN PEMBELAJARAN

Setelah perkuliahan selesai mahasiswa mampu :

1. S1 = Bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious

2. S2= Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan berdasarkan keyakinan, moral, filosofi, kode etik profesi, serta standar praktik kebidanan, nilai kemanusiaan.

3. S6 = Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap msyarakat dan lingkungan

4. S8 = Menginternalisasi nilai, norma dan etika akademik

5. P1 = Menguasai konsep teoritis ilmu kebidanan, manajemen asuhan kebidanan, keputusan klinis, model praktik kebidanan, dan etika profesi secara mendalam.

6. P2 = Menguasai konsep teoritis ilmu obstetric dan ginekologi, serta ilmu kesehatan anak secara umum.

7. P3 = Menguasai konsep teoritis ilmu biomedik, biologi reproduksi dan biologi perkembangan yang terkait dengan siklus kesehatan reproduksi perempuan dan proses asuhan.

8. P7 = Menguasai konsep dasar, prinsip, dan Teknik bantuan hidup dasar (basic life support) dan pasien safety.

9. P10 = Menguasai konsep umum patofisiologi terkait dengan asuhan kebidanan.

10. P11 = Menguasai prinsip hukum peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelayanan kebidanan secara umum.

11. P12 = Menguasai konsep teoritis komunikasi efektif, Pendidikan kesehatan, promosi kesehatan dan konseling serta penggunaan teknologi dan system informasi dalam pelayanan kebidanan secara mendalam.

(8)

8

12. KU1 = Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis dan inovatif dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan bidang keahliannya

13. KU5 =Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian masalah di bidang keahliannya, berdasarkan hasil analisis informasi dan data

14. KU6 = Mampu memelihara dan mengembangkan jaringan kerja dengan pembimbing, kolega, sejawat baik di dalam maupun di luar lembaganya.

15. KU9 = Mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan dan menemukan kembali data untuk menjamin kesahihan dan mencegah plagiasi

16. KK2 = Mampu mengidentifikasi secara kritis penyimpangan/kelainan sesuai lingkup praktik kebidanan

17. KK3 = Mampu mendemontrasikan tata laksana konsultasi, kolaborasi, dan rujukan

18. KK4 = Mampu mendemontrasikan penanganan awal kegawatdaruratan maternal neonatal sesuai standar mutu yang berlaku

19. KK6 = Mampu mendemontrasikan pencegahan infeksi, pasien safety, dan upaya bantuan hidup dasar

20. KK7 = Mampu mendemontrasikan asuhan kebidanan swsuai standar yang berlaku

21. KK8 = Mampu mengembangkan KIE dan promosi kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan perempuan pada tahap perkembangan siklus reproduksinya dengan menggunakan hasil riset dan teknologi informasi

(9)

9

DAFTAR ISI

VISI MISI FAKULTAS KEBIDANAN DAN PRODI PENDIDIKAN PROFESI ... i

SURAT KEPUTUSAN REKTOR ... ii

TIM PENYUSUN ... iii

KOMPETENSI LULUSAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

KOMPETENSI LULUSAN ... vi

STANDAR KOMPETENSI MAHASISWA ... vii

DESKRIPSI MATA KULIAH ... viii

CAPAIAN PEMBELAJARAN ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB I KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNA NEONATAL Topik 1 - Konsep Kegawatdarurtan Maternal Neonatal A. Pengantar ... 11

B. Uraian materi ... 11

C. Tes formatif ... 18

D. Tugas mandiri ... 19

E. Kunci jawaban ... 19

F. Referensi ... 20

Topik 2- Konsep Stabilisasi Pasien A. Pengantar ... 21

B. Uraian materi ... 21

C. Tes formatif ... 24

D. Tugas mandiri ... 25

E. Kunci jawaban ... 25

F. Referensi ... 26

BAB II KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL Topik 3- Konsep Perdarahan Ante Partum A. Pengantar ... 27

B. Uraian materi ... 27

C. Tes formatif ... 36

D. Tugas mandiri ... 37

E. Kunci jawaban ... 37

F. Referensi ... 38

Topik 4 - Konsep Ruptur Uteri A. Pengantar ... 39

B. Uraian materi ... 39

(10)

10

C. Tes formatif ... 46

D. Tugas mandiri ... 47

E. Kunci jawaban ... 47

F. Referensi ... 48

Topik 5 - Konsep Perdarahan Post Partum A. Pengantar ... 49

B. Uraian materi ... 49

C. Tes formatif ... 58

D. Tugas mandiri ... 60

E. Kunci jawaban ... 61

F. Referensi ... 61

Topik 6 - Konsep Pre Eklampsia dan Eklampsia A. Pengantar ... 62

B. Uraian materi ... 62

C. Tes formatif ... 71

D. Tugas mandiri ... 72

E. Kunci jawaban ... 74

F. Referensi ... 74

Topik 7 – Konsep Simphisiolisis A. Pengantar ... 75

B. Uraian materi ... 75

C. Tes formatif ... 77

D. Tugas mandiri ... 78

E. Kunci jawaban ... 79

F. Referensi ... 79

Topik 8 – Konsep Hernia Nukleus Pulpusus (HNP) A. Pengantar ... 80

B. Uraian materi ... 80

C. Tes formatif ... 83

D. Tugas mandiri ... 84

E. Kunci jawaban ... 84

F. Referensi ... 85

BAB II KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN NEONATAL Topik 9 – Konsep Kegawatdaruratan Neonatal Asfiksisa pada BBL A. Pengantar ... 86

B. Uraian materi ... 86

(11)

11

C. Tes formatif ... 94

D. Tugas mandiri ... 95

E. Kunci jawaban ... 96

F. Referensi ... 96

Topik 10 – Presentasi dan Prolaps Tali Pusat BBL A. Pengantar ... 97

B. Uraian materi ... 97

C. Tes formatif ... 99

D. Tugas mandiri ... 100

E. Kunci jawaban ... 101

F. Referensi ... 101

Topik 11 – Konsep Kegawatdaruratan Kejang A. Pengantar ... 102

B. Uraian materi ... 102

C. Tes formatif ... 106

D. Tugas mandiri ... 107

E. Kunci jawaban ... 107

F. Referensi ... 108

Topik 12 – Tetanus Neonatorium A. Pengantar ... 109

B. Uraian materi ... 109

C. Tes formatif ... 113

D. Tugas mandiri ... 114

E. Kunci jawaban ... 114

F. Referensi ... 115

Topik 13 – Penanganan Awal Kegawtdaruratan Pada BBL A. Pengantar ... 116

B. Uraian materi ... 116

C. Tes formatif ... 119

D. Tugas mandiri ... 120

E. Kunci jawaban ... 120

F. Referensi ... 121

(12)

12

TOPIK I

KONSEP KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL

A. Pengantar

Konsep Kegawatdaruratan Maternal Neonatal adalah kasus obstetri yang menimpa ibu atau neonatus yang dapat mengancam jiwa jika tidak segera ditangani. Dalam kondisi tersebut, terdapat beberapa konsep dan prinsip kegwatadaruratan yang harus dipahami petugas kesehatan pada saat memberikan pertolongan.

B. Uraian Materi

1. Pengertian Kegawatdaruratan maternal neonatal

Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba- tiba, seringkali merupakan kejadian yang berrbahaya (Dorlan, 2011). Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamtkan jiwa/ nyawa (Campbell S, Lee C, 2000).

Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya (Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, 1999).

Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu janin dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2002)

Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu (Sharieff, Brousseau, 2006)

(13)

13

2. Prinsip Dasar Penanganan Kegawatdaruratan

Kasus kegawatdaruratan obstetri ialah kasus yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu dan janinya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir. Secara umum terdapat 4 penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir dari sisi obstetri, yaitu (1) perdarahan; (2) infeksi sepsis; (3) hipertensi dan preeklampsia/eklampsia; dan (4) persalinan macet (distosia). Persalinan macet hanya terjadi pada saat persalinan berlangsung, sedangkan ketiga penyebab yang lain dapat terjadi dalam kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Kasus perdarahan yang dimaksud di sini adalah perdarahan yang diakibatkan oleh perlukaan jalan lahir mencakup juga kasus ruptur uteri.

Selain keempat penyebab kematian tersebut, masih banyak jenis kasus kegawatdaruratan obstetrik baik yang terkait langsung dengan kehamilan dan persalinan, misalnya emboli air ketuban, kehamilan ektopik, maupun yang tidak terkait langsung dengan kehamilan dan persalinan, misalnya luka bakar, syok anafilaktik karena obat dan cidera akbita kecelakaan lalulintas.

Manifestasi klinik kasus kegawatdaruratan tersebut berbeda-beda dalam rentang yang cukup luas.

1. Kasus perdarahan, dapat bermanifestasi mulai dari perdarahan berwujud bercak merembes, profus, sampai syok.

2. Kasus infeksi dan sepsis, dapat bermanifestasi mulai dari pengeluaran cairan pervagianam yang berbau, air ketuban hijau, demam, sampai syok.

3. Kasus hipertensi dan preeklampsia/eklampsia,dapat bermanifestasi mulai dari keluhan sakit/ pusing kepala, bengkak, penglihatan kabur, kejang-kejang, sampai koma/pingsan/ tidak sadar.

4. Kasus persalinan macet, lebih mudah dikenal apabila kemajuan persalinan tidak berlangsung sesuai dengan batas waktu yang normal, tetapi kasus persalinan macet ini dapat merupakan manifestasi ruptur uteri.

5. Kasus kegawatdaruratan lain, bermanifestasi klinik sesuai dengan penyebabnya.

(14)

14

Mengenal kasus kegawatdaruratan obstetri secara dini sangat penting agar pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Mengingat manifestasi klinik kasus kegawatdaruratan obstetri yang berbeda-beda dalam rentang yang cukup luas, mengenal kasus tersebut tidak selalu mudah dilakukan, bergantung pada pengetahuan, kemampuan daya pikir dan daya analisis, serta pengalaman tenaga penolong. Kesalahan ataupun kelambatan dalam menentukan kasus dapat berakibat fatal.

Dalam prinsip, pada saat menerima setiap kasus yang dihadapi harus dianggap gawatdarurat atau setidak-tidaknya dianggap berpotensi gawatdarurat, sampai ternyata setelah pemeriksaan selesai kasus itu ternyata bukan kasus gawatdarurat.

Dalam menanagani kasus kegawatdaruratan, penentuan permasalahan utama (diagnosa) dan tindakan pertolongannya harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan tenang tidak panik, walaupun suasana keluarga pasien ataupun pengantarnya mungkin dalam kepanikan. Semuanya dilakukan dengan cepat, cermat, dan terarah.

Walaupun prosedur pemeriksaan dan pertolongan dilakukan dengan cepat, prinsip komunikasi dan hubungan antara dokter-pasien dalam menerima dan menangani pasien harus tetap diperhatikan.

3. Prinsip Manajemen Gawat Darurat

Prinsip manajemen gawat darurat antara lain yaitu:

1. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik).

2. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.

3. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam jiwa (henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).

4. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara menyeluruh. Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada ortopnea), lindungi korban dari kedinginan.

5. Jika korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan dan yakinkan akan ditolong.

(15)

15

6. Hindari mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya ada kondisi yang membahayakan.

7. Jangan diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan tindakan anastesi umum dalam waktu dekat.

8. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai dilakukan dan terdapat alat transportasi yang memadai.

Dalam beberapa jenis keadaan kegawatdaruratan yang telah disepakati pimpinan masing-masing rumah sakit dan tentunya dengan menggunakan Protap yang telah tersedia, maka perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat dapat bertindak langsung sesuai dengan prosedur tetap rumah sakit yang berlaku. Peran ini sangat dekat kaitannya dengan upaya penyelamatan jiwa pasien secara langsung.

Dalam kegawatdaruratan diperlukan 3 kesiapan, yakni :

1. Siap mental, dalam arti bahwa ”emergency can not wait”. Setiap unsur yang terkait termasuk perawat harus menghayati bahwa aritmia dapat membawa kematian dalam 1 – 2 menit. Apnea atau penyumbatan jalan napas dapat mematikan dalam 3 menit.

2. Siap pengetahuan dan ketrampilan. Perawat harus mempunyai bekal pengetahuan teoritis dan patofisiologi berbagai penyakit organ tubuh penting.

Selain itu juga keterampilan manual untuk pertolongan pertama.

3. Siap alat dan obat. Pertolongan pasien gawat darurat tidak dapat dipisahkan dari penyediaan/logistik peralatan dan obat-obatan darurat.

4. Konsep Kegawatdaruratan

Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu janin dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2002).

(16)

16

Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu (Sharieff, Brousseau, 2006).

Kegawatdaruratan maternal perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan, persalinan, postpartum, hematoma, dan koagulopati obstetric

Tanda dan gejala kegawatdaruratan a. Sianosis sentral

Sianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berkaitan dengan O2).

b. Apnea

Menurut American Academy of Sleep Medicine, penentuan periode apnea dikategorikan berdasarkan hasil indeks rata-rata jumlah henti nafas dalam 1 jam atau Apnea Hypopnea Indeks (AHI). Klasifikasi periode dengan kriteria sebagai berikut:

1) Ringan, apabila 5-15 kali/jam 2) Sedang, apabila 15-30 kali/jam 3) Berat, apabila >30 kali/jam c. Kejang

1) Kejang umum dengan gejala:

a) Gerakan wajah dan ekstremitas yg teratur dan berulang

b) Ekstensi atau fleksi tonik lengan atau tungkai, baik sinkron maupun tidak sinkron

c) Perubahan status kesadaran (bayi mungkin tidak sadar atau tetap bangun tetapi responsif/apatis)

d) Apnea (napas spontan berhenti lebih 20 detik).

2) Kejang subtle dengan gejala:

(17)

17

a) Gerakan mata berkedip berputar dan juling yang berulang, b) Gerakan mulut dan lidah berulang

c) Gerakan tungkai tidak terkendali, gerakan seperti mengayuh sepeda d) Apnea

e) Bayi bisa masih tetap sadar 3) Spasme dengan gejala :

a) Kontraksi otot tidak terkendali paling tidak beberapa detik sampai beberapa menit

b) Dipicu oleh sentuhan, suara maupun cahaya c) Bayi tetap sadar, sering menangis kesakitan

d) Trismus (rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir mencucu seperti mulut ikan

e) Opistotonus

5. Penyebab kasus kegawatdaruratan a. Neonatus

1) Asfiksia

Perinatal asfiksia (berasal dari bahasa Yunani sphyzein yang artinya "denyut yang berhenti") merupakan kondisi kekurangan oksigen pada pernafasan yang bersifat mengancam jiwa. Keadaan ini bila dibiarkan dapat mengakibatkan hipoksemia dan hiperkapnia yang disertai dengan metabolik asidosis. [11] Asfiksia timbul karena adanya depresi dari susunan saraf pusat (CNS) yang menyebabkan gagalnya paru-paru untuk bernafas.

2) Hipotermia

Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin.

3) Hipertermia

Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan termoregulasi.

Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas dari

(18)

18

pada mengeluarkan panas. Ketika suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan kematian.

4) Hiperglikemia

Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah glukosa dalam plasma darah berlebihan.

5) Tetanus neonaturum

Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani.

b. Maternal 1) Perdarahan

a) Abortus

Abortus adalah istilah yang diberikan untuk semua kehamilan yang berakhir sebelum periode viabilitas janin, yaitu yang berakhir sebelum berat janin 500 gram. Bila berat badan tidak diketahui, maka perkiraan lama kehamilan kurang dari 20 minggu lengkap (139 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir normal yang dapat dipakai.

b) Molahidatidosa

Molahidatidosa adalah suatu keadaan patologik dari korion yang ditandai dengan:Degenerasi kistik dari vili, disertai dengan pembengkakan hidropik Avaskularitas, atau tidak adanya pembuluh darah janin Proliferasi jaringan trofoblastik

c) Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)

Adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uterus. Termasuk dalam kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba, kehamilan ovarial,kehamilan intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal primer atau sekunder.

d) Plasenta previa

(19)

19

Plasenta previa adalah tertanamnya bagian plasenta dalam segmen bawah uterus.Istilah ini menggambarkan hubungan anatomic antara letak plasenta dengan segmen bawah uuterus. Suatu plasenta previa telah melewati batas atau menutupi (secara lengkap atau tidak lengkap) ostium uteri internum.

e) Solusio (Abrupsio) Plasenta

Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir.

(Cunningham, Obstetri Williams: 2004)

f) Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus) g) Ruptur Uteri

Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh dinding uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet), atau dapat pula ruptur hanya meluas ke endometrium dan miometrium, tetapi peritoneum di sekitar uterus tetap utuh (inkomplet).

2) Syok sepsis

3) Preeklamsi dan eklamsi 4) Persalinan macet

C. Tes Formatif

D. Tugas Mandiri

Setelah anda mempelajari materi definisi, dan prinsip dasar penanganan kegawatdaruratan maternal & neonatal selanjutnya lakukan kegiatan sesuai dengan kasus berikut ini :

“Ny C usia 34 tahun melahirkan anak ke-6 dengan jenis kelamin perempuan BB: 3400 gram. Setelah plasenta lahir didapatkan hasil pemeriksaan sebagai berikut : Kontraksi

(20)

20

uterus negatif, uterus teraba lembek, pengeluaran darah 550 cc, TD : 90/60 mmHg, Nadi: 100x/mnt.”

Instruksi

1. Analisa kondisi pada kasus di atas apakah ibu dalam kondisi gawatdarurat atau tidak!

2. Bagaimana penanganan pada kasus tersebut?

E. REFERENSI

Albar, Erdjan. Ruptura Uteri, Dalam: Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Saifuddin AB,et all, editors. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi I. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2007

Cunningham FG, Gant NF, Leveno JL. Prior cesarian delivery. In: Williams Obstetrics. 21st ed. New York: Mac Graw-Hill. 2001; 26: 729-42.

Dane B, Dane C. Maternal death after uterine rupture in an unscarred uterus: A Case Report. The J of emer med. 2009; 37: 393-5.

Digdomarto MH, Prabowo RP. Ruptura Uteri, Dalam: Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Saifuddin AB,et all. editors. Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Husodo L. Pembedahan dengan laparatomi. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010; 59: 863 –75.

Keren O, Eyal S, Amalia L, Miriam K, Moshe M. Uterine rupture: differences between a scarred and an unscarred uterus. Am J Obstet Gynecol. 2004; 191: 425-9.

Muslihatun, W.N., 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Yogyakarta: Fitra Maya

Syamsuddin, Komar. Ruptura Uteri, Dalam: Bunga Rampai Obstetri. Palembang: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya;2004.p.74-79 Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Perlukaan dan peristiwa lain dalam

persalinan. In: Martohoesodo S, Marsianto. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002; 45: 668-72.

Wei SW, Chen CP. Uterine rupture due traumatic assisted fundal pressure. Taiwanesse J Obstet Gynecol. 2006; 45-2.

(21)

21

Keren O, Eyal S, Amalia L, Miriam K, Moshe M. Uterine rupture risk factor and pregnancy outcome. Am J Obstet Gynecol. 2003;189: 1042-6.

(22)

22

TOPIK II

KONSEP STABILISASI PASIEN

A. Pengantar

Dalam kasus kegawatdaruratan maternal atau neonatal, menjaga pasien agara tetap dalam keadaan stabil adalah point penting yang harus dilakukan. Terdapat beberapa prinsip menjaga stabilitas pasien dalam kasus kegawatdaruratan. Dalam menangani kasus gawatdaruratan, penentuan masalah utama (diagnosis) dan tindakan pertolongan harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan tenang (tidak panik), walaupun suasana keluarga pasien ataupun pengantarannya mungkin dalam kepanikan. Semuanya dilakukan dengan cepat, tepat dan terarah

B. Uraian Materi 1. Stabilisasi

Stabilisasi adalah proses untuk menjaga kondisi dan posisi penderita/ pasien agar tetap stabil selama pertolongan pertamaTransportasi adalah proses usaha untuk memindahkan dari tempat satu ke tempat lain tanpa atau mempergunakan alat. Tergantung situasi dan kondisi di lapangan.

Prinsip Stabiliasi :

a. Menjaga korban supaya tidak banyak bergerak sehubungan dengan keadaan yang dialami.

b. Menjaga korban agar pernafasannya tetap stabil.

c. Menjaga agar posisi patah tulang yang telah dipasang bidai tidak berubah d. Menjaga agar perdarahan tidak bertambah.

e. Menjaga agar tingkat kesadaran korban tidak jatuh pada keadaan yang lebih buruk lagi.

Setelah kita mengenali kondisi kegawatdaruratan, lakukan stabilisasi keadaan pasien sebelum melakukan rujukan. Elemen – elemen penting dalam stabilisasi pasien:

a. Menjamin kelancaran jalan nafas, pemulihan respirasi dan sirkulasi b. Menghentikan sumber perdarahan dan infeksi

(23)

23

c. Mengganti cairan tubuh yang hilang d. Mangatasi rasa nyeri atau gelisah

2. Terapi cairan

a) Antisipasi ini dilakukan pada tahap awal untuk persiapan jika kemudian hari penambahan cairan di butuhkan.

b) Pemberian cairan ini harus di perhatikan baik jenis cairan banyaknya cairan yang diberikan, kecepatan pemberian misalnya cairan yang sesuai dengan diagnosis.

c) Misalnya pemberian cairan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang pada kasus syok hipovolemik seperti pada perdarahan berbeda pada saat pemberian cairan pada syok septik.

3. Stabilisasi pernafasan

Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Peristiwa menghirupkan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskannya disebut ekspirasi (Syaifudin, 2006).

Respirasi eksternal adalah proses pertukaran gas antara darah dan atmosfer sedangkan respirasi internal adalah proses pertukaran gas antara darah sirkulasi dan sel jaringan (Molenaar, 2014).

Menurut Somantri (2009), anatomi saluran pernafasan dibagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut :

1. Saluran pernafasan bagian atas

Hidung, teridiri dari hidung eskterna dan interna (rongga hidung), kedua rongga hidung dipisahkan oleh septu. Di dalam hidung terdapat konkha superior, inferior dan media. Selain konkha terdapat sinus paranasal yaitu : sphenoid, ehtmoid, frontalis, dan maksilaris. Faring atau tenggorokan adalah struktur seperti tuba yang

(24)

24

menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region; nasal, oral, dan laring. Trakhea merupaka tuba yang lentur atau fleksibel dengan panjang sekitar 10 cm dan lebar 2,5 cm. Trakhea menjalar dari kartilago krikoid ke bawah depan leher dan ke belakang manubrium sternum, untuk berakhir pada sudut dekat sternum.

2. Saluran pernafasan bagian bawah

Bronkhus terdiri dari bronkhus lobaris; tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri dan bronkhus segmentalis yang dibagi menjadi tiga bronkhus subsegmental.

Bronkhiolus; paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam klaster antara 15-20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi. Organ pernapasan bagian atas berfungsi selain untuk jalan masuknya udara ke organ pernapasan bagian bawah juga untuk pertukaran gas dan berperan dalam proteksi terhadap benda asing yang akan masuk ke pernapasan bagian bawah, menghangatkan, filtrasi dan melembabkan gas. Sedangkan fungsi organ pernapasan bagian bawah disamping tempat untuk masuknya oksigen juga berperan dalam proses difusi gas (Tarwoto, 2009).

Urutan saluran yang menghantarkan udara masuk ke dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Sepanjang saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia.Ketika udara masuk ke dalam hidung, udara disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses tersebut merupakan fungsi utama mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mucus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa (Price & Wilson, 2006).

Partikel-partikel debu yang kasar akan disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel-partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mucus kearah posterior di dalam rongga hidung, dan kearah superior di dalam sistem pernafasan bagian bawah menuju ke faring (Price & Wilson, 2006; Scanlon & Sanders, 2006).

(25)

25

Kebanyakan mucus ini akan ditelan dan bakteri yang ada akan dihancurkan oleh asam HCL dalam lambung (Scanlon & Sanders, 2006), Sedangkan partikel halus akan tertelan atau dibatukkan keluar (Price & Wilson, 2006). Lapisan mukus memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah di bawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga udara yang mencapai faring hampir bebas debu, suhunya mendekati suhu tubuh dan kelembabannya mencapai 100% (Price & Wilson, 2006).

Udara mengalir dari faring ke laring atau kotak suara. Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk segitiga yang berada diantara pita suara yaitu glottis yang bermuara ke dalam trakea. Glottis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan bawah. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, epiglottis menutup dan mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esophagus. Jika benda asing masih mampu masuk melampaui glottis, maka fungsi batuk yang dimiliki laring akan membantu menghalau benda asing dan sekret keluar saluran pernafasan bagian bawah. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya ±12,5 cm (5 inci). Struktur trakea dan bronkus dianalogikan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina (Price & Wilson, 2006).

Resusitasi jantung paru (RJP)

a) Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan gabungan penyelamatan Pernafasan (bantuan nafas) dengan kompresi dada eksternal. RJP di gunakan ketika seseorang mengalami henti jantung dan henti nafas.

b) Dalam melakukan RJP, sebagai seorang penolong harus:

1. Mempertahankan terbukanya jalan nafas (Airway=A) 2. Memberikan nafas untuk pasien (Breathing=B)

3. Mengusahakan kembalinya sirkulasi pasien (Circulation=c)

(26)

26

c) Dalam prinsip RJP selalu mengikutsertakan ABC:

1. Suatu pernafasan tidak ada akan efektif jika jalan nafas tidak terbuka.

2. Pernafasan buatan tidak efektif pula jika sirkulasi terhenti.

3. Darah yang bersikulasi tidak akan efektif, kecuali darah tersebut teroksigenisasi 4. Selalu di ingat jika perdarahan dapat mengganggu sirkulasi Oleh karena itu jika

seorang pasien kehilangan darah terlalu banyak maka RJP yang dilakukan tidak efektif.

5. Pemantauan kandung kemih Dalam pemantauan kandung kemih, sebaiknya menggunakan kateter untuk mengukur banyaknya urin yang keluar guna menilai fungsi ginjal dan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan Jika katerisasi tidak mungkin dilakukan, urin di tampung dan dicatat kemungkinan terdapat peningkatan konsetrasi urin (urin berwarna gelap) atau produksi urin berkurang sampai tidak ada urin sama sekali.

6. Jika produksi urin mula – mula rendah kemudian semakin bertambah, hal ini menunjukan bahwa kondis pasien membaik. Diharapkan produksi urin paling sedikit 100 ml/4 jam atau 30 ml/ jam

4. Stabilisasi Hemodinamik

Hemodinamik adalah pemeriksaan aspek fisik sirkulasi darah, fungsi jantung dan karakterisitik fisiologis vaskular Ewens 2009). Tujuan pemantauan hemodinamik adalah untuk mendeteksi, mengidentifikasi kelainan fisiologis secara dini dan memantau pengobatan yang diberikan guna mendapatkan informasi keseimbangan homeostatik tubuh. Pemantauan hemodinamik bukan tindakan terapeutik tetapi hanya memberikan informasi kepada klinisi dan informasi tersebut perlu disesuaikan dengan penilaian klinis pasien agar dapat memberikan penanganan yang optimal.

Dasar dari pemantauan hemodinamik adalah perfusi jaringan yang adekuat, seperti keseimbangan antara pasokan oksigen dengan yang dibutuhkan, mempertahankan nutrisi, suhu tubuh dan keseimbangan elektro kimiawi sehingga manifestasi klinis dari gangguan hemodinamik berupa gangguan fungsi organ tubuh

(27)

27

yang bila tidak ditangani secara cepat dan tepat akan jatuh ke dalam gagal fungsi organ multipel (Jevon & Ewens. (2009).

Sistem kardiovaskular dan pernafasan mengambil peran utama dalam sistem hemodinamik seperti yang dipaparkan Jevon & Ewens tahun 2009 terkait faktor-faktor yang mempengaruhi status hemodinamik pasien di ICU karena sistem sirkulasi oksigen dan nutrisi melibatkan kedua sistem tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hemodinamk Faktor-faktor yang mempengaruhi hemodinamik pasien ICU antara lain adalah (Jevon & Ewens, 2009):

a. Penyakit dapat mempengaruhi hemodinamik pasien seperti adanya gangguan pada organ jantung, paru-paru, ginjal dimana pusat sirkulasi melibatkan ketiga organ tersebut terutama jika terjadi di sistem kardiovaskular dan pernafasan.

b. Obat-obatan/terapi seperti analgesik dan sedasi dapat mempengaruhi status hemodinamik, contohya adalah morfin dimana obat tersebut dapat meningkatkan frekuensi pernafasan

c. Status psikologi yang buruk atau psychological distress tentu saja akan mempengaruhi hemodinamik, karena respon tubuh ketika stres memaksa jantung untuk bekerja lebih cepat.

d. Aktifitas yang berlebih akan meningkatkan kerja jantung, dan hal tersebut akan mempengaruhi status hemodinamik.

e. Mode Ventilator yang digunakan mempengaruhi hemodinamik karena setiap mode memiliki fungsi masing-masing salah satunya melatih/memaksa pasien untuk bernafas secara spontan

C. Tes Formatif

D. Tugas Mandiri

1. Apa yang dimaksud dengan stabilisasi

2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi hemodinamk 3. Sebutkan prinsip-prinsip stabilisasi

(28)

28

4. Jelaskan stabilisasi pernafasan

5. Jelaskan anatomi saluran pernafasan

E. Referensi

Albar, Erdjan. Ruptura Uteri, Dalam: Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Saifuddin AB,et all, editors. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi I. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2007

Cunningham FG, Gant NF, Leveno JL. Prior cesarian delivery. In: Williams Obstetrics. 21st ed. New York: Mac Graw-Hill. 2001; 26: 729-42.

Dane B, Dane C. Maternal death after uterine rupture in an unscarred uterus: A Case Report. The J of emer med. 2009; 37: 393-5.

Digdomarto MH, Prabowo RP. Ruptura Uteri, Dalam: Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Saifuddin AB,et all. editors. Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Husodo L. Pembedahan dengan laparatomi. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010; 59: 863 –75.

Keren O, Eyal S, Amalia L, Miriam K, Moshe M. Uterine rupture: differences between a scarred and an unscarred uterus. Am J Obstet Gynecol. 2004; 191: 425-9.

Muslihatun, W.N., 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Yogyakarta: Fitra Maya

Syamsuddin, Komar. Ruptura Uteri, Dalam: Bunga Rampai Obstetri. Palembang: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya;2004.p.74-79 Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Perlukaan dan peristiwa lain dalam

persalinan. In: Martohoesodo S, Marsianto. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002; 45: 668-72.

Wei SW, Chen CP. Uterine rupture due traumatic assisted fundal pressure. Taiwanesse J Obstet Gynecol. 2006; 45-2.

Keren O, Eyal S, Amalia L, Miriam K, Moshe M. Uterine rupture risk factor and pregnancy outcome. Am J Obstet Gynecol. 2003;189: 1042-6.

(29)

29

TOPIK III

KONSEP PERDARAHAN ANTE PARTUM

A. Pengantar

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu.Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu. Klasifikasi perdarahan antepartum:

1. Plasenta previa yaitu plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagaian dari ostium uteri internum sehingga plasenta berada di depan jalan lahir

2. Vasa previa yaitu keadaan dimana pembuluh darah janin berada didalam selaput ketuban dan melewati ostium uteri internum untuk kemudian sampai ke dalam insersinya di tali pusat.Perdarahan terjadi bila selaput ketuban yang melewati pembukaan serviks robek atau pecah dan vaskular janinpun ikut terputus

B. Uraian Materi

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu.Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, 2011: 187).

Klasifikasi Perdarahan Antepartum 1. Plasenta previa

a) Pengertian Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagaian dari ostium uteri internum sehingga plasenta berada di depan jalan lahir (Maryunani dan Eka, 2013:136).

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi rendah sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Sastrawinata, et al, 2005:83). Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut

(30)

30

berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut berimigrasi.Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala 1 bisa mengubah luas pembukaan serviks yang tertutup oleh plasenta.Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun dalam masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan digital.Oleh karena itu, pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal maupun intranatal (Prawirohardjo, 2010:495).

b) Klasifikasi Plasenta Previa Menurut Prawirohardjo (2010), klasifikasi plasenta previa adalah sebagai berikut:

a. Plasenta previa totalis Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum.

b. Plasenta previa parsialis Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum.

c. Plasenta previa margnalis Plasenta previa margnalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum.

d. Plasenta previa letak rendah Plasenta previa letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal

b) Etiologi Plasenta Previa

Faktor-faktor etiologi plasenta previa menurut beberapa sumber, adalah sebagai berikut:

1. Umur dan paritas

(a) Pada primigravida, umur di atas 35 tahun lebih sering daripada umur dibawah 25 tahun. Usia optimal yang aman bagi ibu untuk hamil dan melahirkan adalah diantara 20-35 tahun. Pada usia 35 tahun ibu hamil beresiko terjadinya plasenta previa karena adanya penuaan uterus, sehingga terjadi seklerosis pembuluh darah arteri

(31)

31

kecil dan arteriole mometrium yang menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga endometrium menjadi kurang subur dan plasenta tumbuh dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat, yang akhirnya menyebabkan terjadinya plasenta previa (Hartono, F, dkk, 2011).

(b) Lebih sering paritas tinggi dari pada paritas rendah. Hipoplasia endometrium: bila menikah dan hamil pada umur muda. Paritas lebih dari satu mempertinggi resiko terjadinya plasenta previa karena dalam kehamilan plasenta mencari tempat yang paling subur untuk berimplantasi. Pada kehamilan pertama fundus merupakan tempat yang subur dan tempat favorit untuk plasenta berimplantasi, tetapi seiring bertambahnya frekuensi kehamilan kesuburan pada fundus akan semakin berkurang (Trianingsih, I, dkk, 2015). Paritas 1-3 merupakan paritas paling aman bila di tinjau dari kasus kematian ibu. Paritas lebih dari 3 dapat menyebabkan angka kematian ibu tinggi (Herawati, T, dkk, 2009)

(3) Korpus leteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi

(4) Tumor, seperti tumor mioma uteri, polip dan endometrium Plasenta previa dapat disebabkan oleh tumor dalam hal ini mioma uteri dan polip endometrium karena basanya mioma dan polip tersebut tumbuh pada fundus uteri sehingga dalam kehamilan plasenta akan mencari tempat yang masih tersedia untuk berimplantasi yaitu di segmen bawah rahim sehingga menutupi ostium uteri internum. Di samping itu tumor yang membesar dalam uterus dapat menekan plasenta sehingga bergeser dan menutupi ostium uteri internum (Trianingsih, I, dkk, 2015).

c). Patofisiologi Plasenta

Previa Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus membentuk dari mulai melebar serta menipis, umumnya terjadi pada trimester ketiga karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan.Pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan servik

(32)

32

menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Pendarahan tidak dapat di hindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal (Nugroho, 2010: 126).

f) Gejala dan Dampak pada Ibu dan Janin

Gejala dan dampak yang dapat terjadi pada ibu dan janin dengan kasus plasenta previa adalah sebagai berikut:

2. Gejala Gejala-gejala plasenta previa ialah perdarahan tanpa nyeri, sering terjadi pada malam hari saat pembentukan segmen bawah rahim, bagian terendah masih tinggi diatas pintu atas panggul (kelainan letak). Perdarahan dapat sedikit atau banyak sehingga timbul gejala. Biasa perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dari abortus, perdarahan pada plasenta previa di sebabkan karena pergerakan antara plasenta dengan dinding rahim.Biasanya kepala anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim, kepala tidak dapat mendekati pintu atas panggul, karena hal tersebut di atas, juga ukuran panjang rahim berkurang maka plasenta previa lebih sering terdapat kelainan letak(Rukiyah, 2010:205-206).

3. Dampak pada ibu dengan plasenta previa jika terjadi, yaitu perdarahan yang hebat, Infeksi sepsis dan emboli udara Sementara bahaya untuk janinnya antara lain yaitu Hipoksia, Perdarahan dan syok. Bahaya bagi janin bahaya untuk janinnya antara lain yaitu Hipoksia, Perdarahan dan syok (Maryunani, 2013)

g) Pemeriksaan fisik

1. Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul (Nugroho, 2010:)

2. Pemerksaan inspekulo : pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri internum atau dari kelainan serviks dan

(33)

33

vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri internum, adanya plasenta previa harus di curigai (Fauziyah, Y, 2012:)

3. Pemeriksaan penunjang: USG untuk diagnosis pasti, yaitu menentukan letak plasenta.

4. Pemeriksaan darah: hemoglobin, hematokrit (Nugroho, 2010:127) 5. Pemeriksaan penunjang:

a. USG untuk diagnosis pasti, yaitu menentukan letak plasenta.

b. Pemeriksaan darah: hemoglobin, hematokrit (Nugroho, 2010:127) h) Penatalaksanaan Plasenta Previa

Sukarni. I,. Sudarti (2014) penatalaksanaan plasenta previa yaitu:

(1) Konservatif Dilakukan perawatan konservatif bila kehamilan kurang 37 minggu, perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal), tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh perjalanan dalam 1 menit).

Perawatan konservatif berupa:

(a) Istirahat

(b) Pemberian hematinik dan spasmolitik untuk mengatasi anemia (c) Memberikan antibotik bila ada indikasi

(d) Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit. Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama.

(2) Penanganan aktif

Penanganan aktif bila perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan, umur kehamilan 37 minggu atau lebih, anak mati. Penanganan aktif berupa persalinan pervaginam dan persalinan per abdominal. Penderita di persiapkan untuk pemeriksaan dalam diatas meja operasi. (double set up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pemeriksaan dalam didapatkan:

a. Plasenta previa margnalis,

(34)

34

b. Plasenta previa letak rendah

c. Plasenta previa lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau hanya sedikit maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin pada partus pervaginam, bila gagal drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak lakukan seksio caesarea.

Indikasi untuk melakukan seksio caesarea adalah:

a. Plasenta previa totalis

b. Perdarahan banyak tanpa henti c. Presentase abnormal

d. Panggul sempit

e. Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang) f. Gawat janin

Cara Menyelesaikan Persalinan pada Kehamilan dengan Plasenta Previa Menurut Prawirohardjo (2010), cara menyelesaikan persalinan pada kehamilan dengan plasenta previa adalah sebagai berikut:

(a) Seksio caesarea

Prinsip utama dalam melakukan seksio caesarea (adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap di laksanakan). Tujuan seksio caesarea yaitu melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan dan menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada servik uteri, jika janin di lahirkan pervaginam.

Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu, bekas tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri. Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.Lakukan perawatan lanjut pasca

(35)

35

bedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi dan keseimbangan cairan masuk dan cairan keluar.

(b) Melahirkan pervaginam

Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

1) Amniotomi dan akselerasi Umunya dilakukan pada plasenta previa lateralis / marginalis dengan pembukaan lebih dari 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan di tekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah, akselerasi dengan infus oksitosin.

2) Versi baxton hicks

Tujuan melakukan versi braxton hicks ialah mengadakan temponade plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi braxton hicks tidak dilakukan pada pada janin yang masih hidup.

2. Vasa previa

Vasa previa adalah keadaan dimana pembuluh darah janin berada didalam selaput ketuban dan melewati ostium uteri internum untuk kemudian sampai ke dalam insersinya di tali pusat.Perdarahan terjadi bila selaput ketuban yang melewati pembukaan serviks robek atau pecah dan vaskular janinpun ikut terputus (Prawirohardjo, 2009).

Dalam keadaan normal, semua pembuluh darah janin terbungkus dan terlindungi di dalam tali pusat. Namun pada penyakit vasa previa, terdapat pembuluh darah janin yang keluar dari tali pusat dan melintasi mulut rahim bersama dengan selaput ketuban.Gangguan pada vasa previa dapat terjadi saat masa kehamilan maupun saat persalinan. Seiring janin yang semakin besar dan kepalanya semakin turun ke arah vagina ibu, pembuluh darah abnormal milik janin yang melintasi mulut rahim ibu tersebut akan tertekan dengan kepala janin sendiri. Hal tersebut mengakibatkan janin

(36)

36

kekurangan aliran darah, kekurangan oksigen, dan dapat berujung pada meninggal dunia.

a. Penyebab Vasa Previa

Terdapat dua penyebab utama vasa previa, yaitu:

1. Velamentous cord insertion, yaitu suatu kelainan pada tali pusat yang menyebabkan pembuluh darah yang seharusnya ada di dalam tali pusat keluar dan berlekatan dengan selaput ketuban.

2. Plasenta bilobus (bilobed placenta), yaitu adanya dua plasenta dalam rahim padahal janin yang dikandung hanya ada satu.

Ibu hamil yang lebih rentan mengalami vasa previa adalah ibu hamil dengan kondisi berikut ini:

a. Plasenta previa (letak plasentanya menutupi jalan lahir)

b. Plasenta letak rendah (letak plasentanya berdekatan dengan jalan lahir)

c. Kehamilan terjadi melalui proses bayi tabung

d. Kehamilan kembar

e. Memiliki riwayat operasi di daerah rahim sebelumnya b. Diagnosis Vasa Previa

Penentuan diagnosis vasa previa dilakukan oleh dokter spesialis kandungan melalui pemeriksaan ultrasonografi (USG). USG yang dilakukan untuk melihat ada tidaknya vasa previa adalah USG doppler transvaginal, yaitu USG doppler untuk melihat gambaran pembuluh darah yang alatnya (probe) dimasukkan melalui vagina.

c. Gejala Vasa Previa

Pada sebagian besar kasus, ibu hamil yang mengalami vasa previa tak mengalami gejala apa pun selama kehamilan. Gejalanya baru tampak saat proses persalinan, berupa denyut jantung janin yang tidak normal akibat kekurangan oksigen. Bila persalinan tak dilakukan dengan cepat, sering kali bayi dilahirkan dalam kondisi sudah meninggal

(37)

37

dunia.Namun kadang kala, vasa previa juga dapat menimbulkan gejala sejak masa kehamilan. Gejalanya berupa perdarahan yang keluar dari vagina. Biasanya darah yang keluar berwarna merah gelap atau kehitaman. Keluhan tersebut diikuti dengan gerakan janin yang makin lama makin berkurang, bahkan tidak ada gerakan sama sekali.

d. Pengobatan Vasa Previa

Kelainan pembuluh darah yang terjadi pada vasa previa tidak bisa diatasi atau dihilangkan karena merupakan kelainan anatomi. Oleh karena itu, tujuan pengobatan vasa previa bukan untuk menormalkan pembuluh darah janin, melainkan untuk memberikan penanganan khusus agar janin yang dikandung bisa lahir hidup dengan kondisi yang optimal. Pada kehamilan trimester satu dan dua, tidak ada penanganan khusus untuk vasa previa. Bahkan pada beberapa kasus, vasa previa yang diketahui pada trimester awal tersebut bisa menghilang dengan sendirinya. Penanganan khusus dilakukan pada trimester ketiga (kehamilan 28 minggu ke atas), dapat berupa:

a. Pemantauan yang lebih ketat mengenai kondisi janin melalui pemeriksaan fisik dan USG doppler.

b. Pemberian obat kortikosteroid untuk ’mematangkan’ paru janin untuk mempersiapkan paru janin berfungsi dengan baik jika harus dilahirkan secara prematur.

c. Ibu hamil tak boleh memasukkan benda apa pun ke dalam vagina, serta dianjurkan untuk tidak berhubungan seks dahulu hingga melahirkan.

Pada kehamilan vasa previa, persalinan dilakukan secara terencana melalui operasi Caesar. Berbeda dengan persalinan pada kehamilan normal yang dilakukan pada usia kehamilan 37-42 minggu, persalinan pada kasus vasa previa biasanya dilakukan lebih awal, yaitu pada usia kehamilan 35-37 minggu.

Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kepala bayi semakin turun ke arah jalan lahir dan menekan pembuluh darahnya sendiri. Selain itu juga untuk mencegah ketuban pecah (yang akan mengakibatkan pembuluh darah janin ikut pecah).

Persalinan pada kasus vasa previa harus dilakukan di rumah sakit yang memiliki fasilitas neonatal intensive care unit (NICU) yang memadai serta dokter spesialis anak

(38)

38

yang mampu menangani. Hal ini karena setelah dilahirkan, bayinya sering membutuhkan transfusi darah dan perawatan intensif selama beberapa waktu.

C. Tes Formatif

1. Seorang perempuan usia 32 tahun G2P1A0 umur kehamilan 28 minggu, datang ke RSUD dengan keluhan mengeluarkan darah banyak dari jalan lahir, warna merah segar, tidak disertai nyeri perut,. Hasil pemeriksaan KU lemah, pucat, Djj 155 x/mnt reguler pemeriksaan USG plasenta terletak di segmen bawah rahim.

Apakah diagnosis yang tepat untuk kasus di atas?

A. Plasenta akreta B. Plasenta Previa C. Solutio Placenta D. Plasenta Inkreta E. Retensio Plasenta

2. Ny. Asiana G1 P0 A0 datang ke RSIA Restu ibu, di duga hamil 35 minggu, mengeluh keluar darah dari vagina nya berwarna merah segar, tanpa nyeri. DJJ positif, 146 x/menit Tindakan yang tepat yang di lakukan oleh bidan pada Ny. Asiana adalah

A. Lakukan pemeriksaan dalam B. Lakukan pemeriksaan inspekulo C. Lakukan USG

D. Lakukan pemeriksaan Laboratorium E. Lakukan CTG

3. Diagnosa tepat pada kasus Ny. Asiana adalah ..

A. Abortus

B. Abortus Imminens C. Plasenta Previa D. Solutio Plasenta E. HPP

(39)

39

4. Pemeriksaan dalam yang dilakukan pada Ny. Asiana di lakukan di ...

A.Ruang Operasi B.Ruang Rontgen C.Meja Ginekologi D.Ruang VK E.Meja Operasi

5. Setelah di evaluasi, perdarahan semakin banyak, kemungkinan bisa terjadi syok syok yang terjadi pada Ny. Asiana adalah

A. Syok Septik B. Syok Anafilaktik C. Syok Neurogenik D.Syok kardiogenik E. Syok Hipovilemik

6. Tindakan yang harus dilakukan sesuai perkmbangan kasus Ny. Asiana adalah A. Lakukan rujukan dengan BAKSOKU

B. Lakukan operasi dadakan

C. Kolaborasi dengan dokter untuk terminasi kehamilan D. Pertahankan kehamilan

E. Lakukan pemeriksaan CTG D. Kunci Jawaban

1. A 2. D 3. C 4. B 5. D 6. A

E. Referensi

Albar, Erdjan. Ruptura Uteri, Dalam: Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Saifuddin AB,et all, editors. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi I. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2007

(40)

40

Cunningham FG, Gant NF, Leveno JL. Prior cesarian delivery. In: Williams Obstetrics. 21st ed. New York: Mac Graw-Hill. 2001; 26: 729-42.

Dane B, Dane C. Maternal death after uterine rupture in an unscarred uterus: A Case Report. The J of emer med. 2009; 37: 393-5.

Digdomarto MH, Prabowo RP. Ruptura Uteri, Dalam: Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Saifuddin AB,et all. editors. Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Husodo L. Pembedahan dengan laparatomi. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010; 59: 863 –75.

Keren O, Eyal S, Amalia L, Miriam K, Moshe M. Uterine rupture: differences between a scarred and an unscarred uterus. Am J Obstet Gynecol. 2004; 191: 425-9.

Muslihatun, W.N., 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Yogyakarta: Fitra Maya

Syamsuddin, Komar. Ruptura Uteri, Dalam: Bunga Rampai Obstetri. Palembang: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya;2004.p.74-79 Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Perlukaan dan peristiwa lain dalam

persalinan. In: Martohoesodo S, Marsianto. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002; 45: 668-72.

Wei SW, Chen CP. Uterine rupture due traumatic assisted fundal pressure. Taiwanesse J Obstet Gynecol. 2006; 45-2.

Keren O, Eyal S, Amalia L, Miriam K, Moshe M. Uterine rupture risk factor and pregnancy outcome. Am J Obstet Gynecol. 2003;189: 1042-6.

(41)

41

TOPIK IV

KONSEP RUPTUR UTERI A. Pengantar

Ruptur uteri adalah salah satu komplikasi persalinan dimana dinding rahim ibu robek sehingga dapat menyebabkan bayi masuk ke rongga perut. Kondisi ini dapat menyebabkan pendarahan hebat pada ibu dan membuat bayi kesulitan bernapas.

Ruptur uteri terjadi karena selama persalinan normal, pergerakan bayi melalui jalan lahir memberi tekanan kuat pada rahim sehingga bisa menyebabkan rahim ibu robek.

Namun, hal ini juga bisa terjadi sebelum waktu persalinan. Robekan tersebut seringkali timbul di sepanjang bekas luka caesar sebelumnya.Risiko ibu mengalami ruptur uteri memang meningkat jika pernah melakukan operasi caesar, terutama bila bekas operasi merupakan sayatan vertikal di bagian atas rahim.

B. Uraian Materi

Ruptur uteri adalah salah satu komplikasi persalinan dimana dinding rahim ibu robek sehingga dapat menyebabkan bayi masuk ke rongga perut. Kondisi ini dapat menyebabkan pendarahan hebat pada ibu dan membuat bayi kesulitan bernapas.

Ruptur uteri terjadi karena selama persalinan normal, pergerakan bayi melalui jalan lahir memberi tekanan kuat pada rahim sehingga bisa menyebabkan rahim ibu robek.

Namun, hal ini juga bisa terjadi sebelum waktu persalinan. Robekan tersebut seringkali timbul di sepanjang bekas luka caesar sebelumnya.Risiko ibu mengalami ruptur uteri memang meningkat jika pernah melakukan operasi caesar, terutama bila bekas operasi merupakan sayatan vertikal di bagian atas rahim. Oleh sebab itu, dokter cenderung menyarankan ibu hamil menghindari persalinan normal melalui vagina jika sebelumnya pernah melakukan operasi caesar. Selain itu, faktor risiko ruptur uteri yang lain, di antaranya:

a. Pernah melahirkan sebanyak 5 kali atau lebih

(42)

42 b. Rahim yang terlalu besar atau buncit karena banyaknya cairan ketuban atau

mengandung bayi kembar

c. Plasenta yang menempel terlalu dalam pada dinding rahim

d. Kontraksi yang terlalu sering dan kuat, baik terjadi secara tiba-tiba, akibat obat-obatan tertentu, maupun solusio plasenta (lepasnya plasenta dari dinding rahim)

e. Trauma rahim

f. Proses persalinan yang lama karena ukuran bayi terlalu besar bagi panggul ibu.

1.Tanda-tanda ruptur uteri

Komplikasi ini sebenarnya jarang terjadi, terutama pada wanita yang belum pernah melakukan operasi caesar atau operasi rahim lainnya. Akan tetapi, rahim robek termasuk komplikasi serius yang bisa membahayakan ibu maupun janin. Berikut tanda-tanda yang mungkin terjadi jika seseorang mengalami ruptur uteri:

a. Pendarahan dari vagina yang berlebihan

b. Munculnya rasa sakit yang hebat di sela-sela kontraksi

c. Kontraksi yang melambat dan kurang intens

d. Nyeri perut yang abnormal

e. Kepala bayi terhenti di jalan lahir ketika proses persalinan

f. Munculnya rasa sakit yang tiba-tiba pada bekas luka rahim sebelumnya

g. Kekuatan otot rahim menghilang

h. Detak jantung bayi yang abnormal

i. Persalinan normal gagal

j. Ibu mengalami syok sehingga detak jantung menjadi cepat dan tekanan darah rendah yang berisiko menyebabkan kematian.

k. Ruptur uteri tidak hanya membuat ibu kehilangan banyak darah, namun juga dapat mengancam nyawa bayi.

3. Etiologi

(43)

43

Angka kejadian ruptur uteri di Indonesia masih tinggi yaitu berkisar antara 1:92 sampai 1:428 persalinan. Angka-angka tersebut masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara maju yaitu antara 1:1250 sampai 1:2000 persalinan. Angka kematian ibu. akibat ruptur uteri juga masih tinggi yaitu berkisar antara 17,9% sampai 62,6%, sedangkan angka kematian anak pada ruptur uteri berkisar antara 89,1% sampai 100%.

4. Klasifikasi

Klasifikasi ruptur uteri menurut keadaan robek a. Ruptur uteri inkomplit (subperitoneal)

Ruptur uteri yang hanya dinding uterus yang robek sedangkan lapisan serosa (peritoneum) tetap utuh.

b. Ruptur uteri komplit (transperitoneal)

Rupture uteri yang selain dinding uterusnya robek, lapisan serosa (peritoneum) juga robek sehingga dapat berada di rongga perut.

Klasifikasi ruptur uteri menurut kapan terjadinya

1. Ruptur uteri pada waktu kehamilan (ruptur uteri gravidarum)

Ruptur uteri yang terjadi karena dinding uterus lemah yang dapat disebabkan oleh:

 Bekas seksio sesaria

 Bekas enukleasi mioma uteri

 Bekas kuretase/ plasenta manual

 Sepsis post partum

 Hipoplasia uteri

2. Ruptur uteri pada waktu persalinan (ruptur uteri intrapartum)

Ruptur uteri pada dinding uterus baik, tapi bagian terbawah janin tidak maju/ turun yang dapat disebabkan oleh:

 Versi ekstraksi

 Ekstraksi forcep

Gambar

Tabel 1. Penilaian Nilai Apgar

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan bidan- ibu dan keterampilan komunikasi efektif dalam pelayanan kebidanan 1.1 Pengertian komunikasi 1.2 Unsur-Unsur Komunikasi Unsur Komunikasi 1.3 Komponen komunikasi 1.4

kebidanan; Peran dan tanggung jawab bidan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, promosi Kesehatan; Peran bidan sebagai praktisi yang otonomi, akuntabilitas, regulasi; Penggunaan

Profesionalisme 1.1 Kebidanan Sebagai Profesi 1.2 Indikator Profesion alisme Bidan 1.3 Standar profesi bidan 1.4 Profesionalisme Bidan di Indonesia dan Berbagai Negara 1.5

 Visi dan Misi sudah tercemin dalam kegiatan kemitraan  Sosialisasi visi dan misi lebih diintensifkan  Semangat untuk terus menerus berimprovisasi dan berinovasi sejalan dengan

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana tingkat pemahaman mahasiswa terhadap Visi Misi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri

Dokumen ini berisi tentang visi, misi, dan tujuan dari SD Negeri Munjungagung 02, bao gồm cả các indikator pencapaian untuk masing-masing aspek

Tujuan Prosedurmutu sosialisasi visi, misi, tujuan dan sasaran fakultas dan program studi lingkup Fakultas Pertanian dibuat untuk mengatur tata cara pelaksanaan sosialisasi visi,

Dokumen ini berisi analisis SWOT dan fishbone berdasarkan visi, misi, dan tujuan Sekolah Dasar Negeri-SN Pasar Lama 1 di Banjarmasin, Kalimantan