Mempertimbangkan hasil persidangan dan non persidangan yang terjadi pada Bonn Climate Change Conference / SBs50, beberapa hal yang perlu ditindak lanjuti adalah berikut.
TINDAK LANJUT DARI HASIL PERSIDANGAN
1. Agenda/sub agenda item yang telah diadopsi melalui Conclusion dengan merekomendasikan draft decision dari SBSTA50 dan SBI 50 akan dilanjutkan pembahasannya di SBSTA 51/SBI51 dan COP 25 di Santiago, Chile;
2. Agenda /sub agenda item yang mendapat Rule 16 dari SBSTA50 dan SBI 50 akan dilanjutkan pembahasannya di SBSTA 51/SBI51 dan COP 25 di Santiago-Chile;
3. Indonesia perlu mereview dan menyiapkan posisi baru baik di persidangan SBSTA51 dan SBI51 sesuai dengan isu yang berkembang di masing-masing agenda items, yaitu:
a) Mitigasi: Terkait Common Time frame NDC, sejauh mungkin Indonesia harus menyelaraskan posisi dengan pola kebijakan perencanaan pembangunan, yakni opsi 5 tahun atau 5+5 tahun. Terkait Periodic Review, memastikan posisi Indonesia mendorong agar Second Periodic Review harus dilaksanakan karena sesuai dengan mandat dari Konvensi, dengan mempertimbangkan tidak ada tumpang-tindih dengan kerangka waktu dan komponen dari Global Stocktake.
b) Adaptasi: telah disepakati program kerja Nairobi Work Programme (NWP) untuk periode tahun 2019-2020 dan prioritas thematic area NWP yang mencakup kejadian cuaca ekstrim, kekeringan, kelangkaan air, perbaikan kerusakan lahan, hutan dan padang rumput, laut, wilayah dan ekosistem pantai, serta pertanian dan ketahanan pangan. Hal ini sejalan dengan usulan Indonesia untuk memasukkan laut dan hutan sebagai tematik area prioritas NWP. Negara pihak juga sepakat untuk melakukan review WIM untuk Loss and Damage terkait dampak perubahan iklim pada pertemuan SBI/SBSTA ke-51 berdasarkan TOR yang menjadi lampiran conclusion chair. Parties diundang untuk menyampaikan submisi mengenai pandangan terhadap review WIM sebelum 16 Oktober 2019.
c) Adaptasi pada Sektor Pertanian: Sejalan dengan sikap negara G77 dan China, serta mengacu Keputusan 4/CP.23 UNFCCC tentang Koronivia Joint Work on Agriculture (KJWA), Indonesia perlu lebih mendorong penerapan aksi adaptasi perubahan iklim, termasuk di dalamnya pengelolaan bahan organik untuk meningkatkan kesuburan tanah, pengembangan varietas tanaman yang tahan terhadap deraan iklim ekstrim, penerapan teknik konservasi tanah dan air, pemupukan berimbang, integrasi tanaman dan ternak, perbaikan sistem pengelolaan ternak, serta pengelolaan lahan gambut ramah lingkungan. Ke depan, aksi adaptasi pada sektor pertanian perlu diintegrasikan dalam laporan
Nationally Determined Contribution (NDC), dan Biennial Update Report (BUR).
Lokakarya Internasional akan diselenggarakan pada SB 51 dan SB 52 dan mengundang para-pihak untuk menyampaikan melalui portal menjelang tanggal 30 September 2019.
d) Kerangka Transparansi: Dihasilkan informal notes terkait Common Reporting Table untuk inventarisasi gas rumah kaca, Common Reporting Format for tracking progress NDC and support, Outline for BTR dan Training Prorgramme for Technical Expert Reeview. Kelima informal note ini tidak memiliki status mengikat. Ditekankan perlunya fleksibilitas bagi negara-negara berkembang dan bagaimana fleksibilitas tersebut dapat terefleksi dalam CRT dan CRF mengingat starting point masing-masing negara yang berbeda. Negara pihak masih diberi kesempatan untuk memasukkan submisi terhadap informal notes yang dihasilkan paling lambat 15 September 2019.
e) Pendanaan Iklim:
• Fokus pendanaan GEF untuk NC, BUR, dan CBIT tetap harus dipertahankan dalam perjalanan pendanaan GEF untuk technical support.
Terkait dengan pelaksanaan BTR dibawah kerangkan Artikel 13 Paris Agreement, dapat mengoptimalkan dana CBIT dan pelaksanaann pelaporan BTR dapat merefer pada BUR.
• Pembahasan timeline untuk review modalities and procedure of CDM tidak mencapai kesepakatan dan akan dibahas kembali pada SBI 52.
• Program budget for the biennium 2020-2021 disepakati menggunakan scenario Zero Nominal Growth + 5% sebagai basis pembahasan pada SBI berikutnya.
f) Article 6 PA: telah disepakati conclusion dari masing-masing sub-agenda 11(a), 11(b) dan 11 (c), yang pada dasarnya melanjutkan kerja SBSTA dalam membahas Article 6 PA dengan menggunakan dokumen iterasi kedua sebagai acuan. Dokumen iterasi kedua ini pada dasarnya merupakan hasil kompilasi berbagai pandangan dan posisi Para Pihak yang telah termuat dalam dokumen hasil SBSTA49 namun tidak diakomodasikan dalam dokumen Katowice Text dari Presiden COP24. Sebagai tindak lanjut, diperlukan arahan mengenai bagaimana Indonesia akan memanfaatkan Art.6PA dalam pemenuhan NDC.
Hal ini penting sehingga dapat dilakukan penyesuaian posisi untuk pembahasan dalam SBSTA51 jika dianggap perlu.
g) Response Measures: Forum diminta untuk menyelesaikan Workplan 6 tahun untuk dibahas di SBs 51 COP 25. Pertemuan kedua akan diadakan pertukaran pembelajaran dan pengalaman terbaik dari Parties terkait penilaian dampak positif dan negatif parties sesuai paragraf 4 (j) keputusan 7/CMA.1. Identifikasi kegiatan dalam Workplan 6 tahun (2020 – 2025) Katowice Committee of Experts on the Impacts of the Implementation of Response Measures (KCI) sebagian besar sudah sesuai dengan submisi yang disampaikan oleh Indonesia. Perlu persiapan daftar usulan kegiatan Response Measure yang diajukan sehingga lebih komprehensif dalam pertemuan COP 25 mendatang.
h) LCIPP: Perlu segera dimulai penyusunan mekanisme dialog dan konstituensi LC di dalam negeri, guna memastikan keterwakilan dalam FWG (Facilitative Working Group) dan partisipasi dalam LCIPP. Selain itu, dialog dengan mitra masyarakat sipil untuk mengidentifikasi praktek terbaik masyarakat adat dan masyarakat setempat dalam aksi perubahan iklim.
i) Gender: perubahan fokus di Gender Action Plan (GAP) sebagai bagian dari Lima Work Plan on Gender (LWPG). Perubahan dimaksud adalah kebutuhan untuk capacity building sehingga priority item yang sebelumnya di GAP menjadi satu dengan knowledge sharing and communication menjadi dipisahkan.
Implikasi di level nasional adalah anggaran dan kebijakan strategis khusus pada kebutuhan peningkatan kapasitas (skill) tentang integrasi isu gender ke dalam aksi mitigasi dan adaptasi. Hal ini sejalan dengan prioritas pembangunan nasional RI khususnya terkait pembangunan SDM setelah tahun lalu pembangunan infrstruktur.
j) Ocean and Climate: Pertemuan ini juga menjadi forum persiapan strategi pelaksanaan COP25. Mengambil tema Blue COP (COP25), beberapa koalisi seperti Friends of the Ocean, Global Ocean Forum, Fiji, dan Inggris, serta Chile selaku tuan rumah COP25 telah meminta kesediaan Indonesia untuk mempimpin persiapan Blue COP ini. Kiranya kesempatan ini dapat dimanfaatkan Pemerintah Indonesia dengan strategis untuk menjadi pemimpin di isu kelautan dan perubahan iklim secara global.
TINDAK LANJUT DARI HASIL NON PERSIDANGAN:
1. Facilitative Sharing of Views (FSV): Indonesia perlu persiapkan FSVs ke delapan pada SBI52 atas second BUR dan Technical Annex REDD+, dimana saat ini masih menunggu feedback hasil dari proses International Consultative Analysis (ICA) oleh Team Technical Experts (TTE) dan Technical Assessment dari Team Technical Experts untuk REDD+ dibawah koordinasi Sekretariat UNFCCC.
2. Consultative Group of Experts (CGE) terkait Responding to Needs to Implement the Transparancy Framework: Indonesia sudah submit Capacity Building Initiative for Transparency (CBIT) pada tanggal 11 Juli 2019 ke 7th GEF, yang antara lain penggunaan IPCC 2006 untuk didorong melalui peningkatan kapasitas di Provinsi dalam rangka IGRK untuk peningkatan Transparency. Dikomunikasikan kepada CGE agar Indonesia dapat sharing of views terkait CBIT.
3. Gender and Climate: Pelibatan dan pemberdayaan bagi Indigenous People (IP), Local Communities (LC) pada tataran grassroot untuk gender perlu didorong
4. Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystme Services (IPBES): Indonesia merupakan negara yang memilki keanekaragaman hayati tinggi, maka hasil kajian IPBES tersebut perlu ditindaklanjuti dengan melaksanakan kajian pada tingkat nasional dan lokal, berkoordinasi dengan seluruh
pemangku kepentingan terkait untuk menyusun langkah stragegis pengamanan biodiversity dalam kaitannya dengan perubahan iklim.
5. Pertemuan Ketua Delegasi Indonesia dengan Ketua Delegasi Australia Australia: Review perjanjian kerjasama dengan Umbrella Kerjasama berbagai thematic yang lebih luas dan komprehensif.
6. Pertemuan Ketua Delegasi Indonesia dengan UNDP Global: Pertemuan dengan KLHK dengan UNDP Global akan laksanakan di Jakarta tanggal 8 Juli 2019 membahas penyiapan proposal REDD+ performance ke GCF.
7. Pertemuan Direktur Jenderal PPI KLHK/Ketua Delegasi Indonesia dengan Duta Besar RI untuk Republik Federal Jerman: KLHK diminta hadir dalam pertemuan antara BAPPENAS dengan GIZ Jerman, dalam rangka kerjasama mangrove diantaranya melalui revitalisasi Mangrove centre yang di Bali.
8. Pertemuan Alternate I Ketua Delegasi Indonesia Duta Besar Nurmala Kartini Pandjaitan Sjahrir dengan Ketua Delegasi Iran: Indonesia diminta Iran atas nama G77 and China untuk mencalonkan perempuan sebagai ketua Alternate LCIPP kawasan Asia Pasifik. Indonesia mendukung akan menominasikan perempuan untuk affirmative action guna memastikan keterwakilan perempuan di dalam UNFCCC.
9. Pertemuan Alternate II Ketua Delegasi Indonesia Duta Besar Yusra Khan dengan Co-chairs of Friends of the Ocean and Climate / Ketua Delegasi Fiji: Fiji atas nama AOSIS siap untuk mendukung Indonesia menjadi pimpinan sidang Blue Ocean di Pre session COP 25. Indonesia menyanggupi dan Indonesia akan mulai menyiapkan usulan “work program” yang digunakan dalam pembahasan Blue COP.
******