• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Seserahan Dalam Adat Sunda di Desa Tegal

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Seserahan Dalam Adat Sunda di Desa Tegal

seminggu atau sehari sebelum akad nikah dimaksudkan agar barang seserahan bisa digunakan oleh pihak wanita untuk acara hajatan.

C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Seserahan Dalam Adat Sunda di Desa

yang dipercaya untuk kelancaran acara. Seserahan bukan sebuah keharusan untuk dilakukan, karna bersifat hadiah untuk membantu pihak wanita.75

Senada dengan yang disampaikan dengan Bapak Toat, Bapak Ukim Warja Dinata menyatakan bahwa seserahan dalam Islam wajar-wajar saja untuk dilakukan, boleh-boleh saja dilakukan selama tidak ada hal yang menyimpang, hanya saja jika ada barang seperti sesaji itu yang tidak di perbolehkan. Seserahan sama dengan memberi hadiah untuk calon istri sebagai bentuk keseriusan, tetapi bukan suatu keharusan, seserahan nantinya akan digunakan kembali bersama waktu menjalani rumah tangga.76

Tradisi seserahan apabila di kaji dan analisis melalui hukum Islam, tradisi ini sesungguhnya tidak relevan dan tidak tercantum dalam syarat maupun rukun pernikahan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan bahwa pernikahan merupakan akad yang sangat kuat atau miitsaaqan gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.77

Budaya yang berkembang di desa Tegal Yoso peneliti mencari solusi dengan pendekatan urf atau disebut juga dengan adat, dimana urf dibagi menjadi dua bagian yaitu urf shahih dan urf fasid. Ketika sebuah adat atau kebiasan dalam masyarakat tidak bertentangan dengan dalil syara’ serta tidak

75 Wawancara dengan Bapak Toat Sutrisna, Tokoh Agama Desa Tegal Yoso, pada tangaal 27 Januari 2019.

76 Wawancara dengan Bapak Ukim Warja Dinata, Tokoh Agama Desa Tegal Yoso, pada tanggal 27 Januari 2019.

77 H. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Presindo, 2010), h. 114.

menghalalkan yang haram maka kebiasaan tersebut boleh dijadikan sebagai tuntunan atau boleh untuk dilakukan dalam masyarakat hal tersebut merupakan urf yang shahih, akan tetapi apabila adat atau kebiasaan yang dilakukan masyarakat bertentangan dengan dalil syara’ serta menghalalkan yang haram disebut dengan urf fasid yang tentu hal tersebut dilarang dalam Islam.

Hakikat adat dan urf adalah sesuatu yang sama-sama dikenal oleh masyarakat dan telah berlaku secara terus menerus sehingga diterima keberadaannya ditengah umat.78

Hukum Islam bersifat universal sehingga mengatur segala aspek kehidupan manusia, namun tidak terlepas dari pengaruh budaya atau dari suatu daerah, misal desa Tegal Yoso, dimana hukum Islam berkembang sehingga proses perkawinan adat berupa seserahan yang terjadi di desa Tegal Yoso termasuk dalam urf.

Seserahan pada dasarnya mengandung kemaslahatan untuk dikemudian hari karena memberikan barang-barang yang berguna dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, akan tetapi kenyataan yang ada masih banyak masyarakat yang menyertakan barang untuk sesaji yang di percaya dapat melancarkan acara, maka kebiasaan seperti ini bisa ditolak atau dihilangkan. Dalam hal ini tradisi seserahan yang menggunakan sesaji termasuk kedalam urf yang fasid dan dapat dijadikan pedoman untuk

78 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 71.

meninggalkan atau menolak kerusakan. Karena kelancaran acara bukan tergantung pada sesaji yang di persembahkan untuk leluhur, cukuplah Allah sebagai penolong.

Seserahan dalam perkawinan merupakan adat yang menggunakan urf sebagai kemaslahatan yang tidak di tetapkan hukumnya dan tidak ada dalil yang melarang atau mewajibkannya, tetapi berdasarkan kebiasaan masyarakat yang diulang-ulang.

Seserahan dengan pemberian barang-barang seperti keperluan dapur, pakaian, peralatan shalat, uang, perabotan dapur, alat rias, boleh diberikan kepada pihak wanita sebagai pemberian dari pihak laki-laki, dalam kitab fiqih yang berjudul mausu’ah fiqhy islamy wal qodhoya al ma’asiroh menyebutkan bahwa menurut empat madzhab fiqih pemberian ketika khitbah, sebelum atau saat perkawinan merupakan sebuah hibah (pemberian). Jadi, pemberian dalam seserahan tanpa menyertakan sesuatu yang menyalahi ajaran agama diperbolehkan.

Terdapat banyak pendapat dari masyarakat mengenai tradisi seserahan, setiap masyarakat berhak mengeluarkan pendapat serta menjalankan kepercayaan sesuai hati nurani. Adat istiadat tidak dilarang dalam agama selama adat tersebut tidak menyimpang. Seserahan merupakan sebuah budaya atau tradisi yang biasa dilakukan didalam masyarakat, seserahan bukanlah sebuah keharusan dalam sebuah acara pernikahan, seserahan hanya sebuah

pemberian hadiah untuk membantu pihak wanita dalam melaksanakan pernikahan.

Tradisi seserahan di desa Tegal Yoso yang memberikan perlengkapan sesaji sebagai kepercayaan bahwa akan melancarkan acara pernikahan merupakan tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, tradisi tersebut merupakan tradisi yang mengandung unsur kesyirikan dimana masyarakat mempercayai bahwa dengan mempersembahkan sesaji kepada leluhur akan melancarkan acara pernikahan yang akan diselenggarakan, maka masyarakat dalam hal ini dapat menolak atau bahkan menghilangkan kebiasaan menggunakan sesaji.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tinjauan hukum Islam terhadap seserahan adat Sunda yang dilakukan oleh masyarakat desa Tegal Yoso dengan menyertakan sesaji dalam proses seserahan yang di persembahkan kepada arwah nenek moyang yang dipercaya dapat melancarkan acara merupakan urf yang fasid, karena sesaji dilarang dalam ajaran Islam dan mengandung unsur syirik. Sehingga seserahan di desa Tegal Yoso tidak sesuai dengan ajaran Islam, dan masyarakat harus meninggalkan kebiasaan menyertakan sesaji dalam seserahan.

B. Saran

Saran yang ingin peneliti sampaikan dalam penelitian ini adalah:

1. Kepada masyarakat ketika melaksanakan seserahan harus menghilangkan kebiasaan menggunakan perlengkapan sesaji yang dipercaya akan memperlancar acara pernikahan karena hal tersebut merupakan berbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2003.

Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushulul Fiqh, diterjemahkan oleh Masdar Helmy, dari judul asli Ilmu Ushulul Fiqh, Bandung: Gema Risalah Press, 1997.

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Akademika Presindo, 2010.

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, diterjemahkan oleh Ahsan Askan, dari judul asli Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an, Jakarta:

Pustaka Azzam, 2014.

Aep S. Hamidin, Buku Pintar Adat Perkawinan Nusantara, Jogjakarta: Diva Press, 2012.

Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, Jakarta: Prenada Media Group, 2006.

Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2012.

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, Jakarta: Kencana, 2008.

Arsip Profil Desa Tegal Yoso tahun 2017.

Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Adat Sunda, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Kencana Perdana, 2003.

Departemen Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.

H. Sudirman, Fiqh Kontemporer (Contemporary Studies Of Fiqh), Yogyakarta: Budi Utama, 2018.

I wayan sudarma, “Arti dan Makna Sesajen Menurut Budaya Sunda”, dalam phdi.or.id/artikel/makna-simbolik-sesajen-Sunda diunduh pada 14 Juni 2019.

id.wikipedia.org/wiki/Sesajen, di Unduh pada tanggal 14 Juni 2019.

Imam as-Suyuthi, Asbabun Nuzul, diterjemahkan oleh Ali Nurdin, dari judul asli Ababun Nuzul, Jakarta: Qitsi Press, 2017.

Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, (Yogyakarta: Liberty, 2000), cet 4.

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Surabaya: Pustaka Agung Harapan, 2006.

Kementrian Agama RI, Al-Qur’anulkarim Tajwid Warna, Terjema Perkata dan Transliterasi Latin, Bekasi: Dinamika Cahaya Pustaka, 2017.

Mardani, Hukum Keluarga di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2017.

Meli Pitria, “Sesan Dalam Masyarakat Adat Lampung Pepadun Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam (studi kasus di Desa Gunung Sugih Raya Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah)”, (Lampung: Institut Agama Islam Negeri Raden Intan, 2016).

Muhamad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif, Jakarta:

Rajawali Pers, 2013.

Muhammad Dahlan, Fikih Munakahat, Yogyakarta: Budi Utama, 2015.

Muhammad Utsman Al-Khasyt, Fikih Wanita Empat Madzhab, Bandung: Ahsan Publishing, 2010.

Musa Aripin, “Eksistensi Urf Dalam Kompilasi Hukum Islam”, (padangsidimpuan:

Institut Agama Islam Negeri Padangsidimpuan), No. 1/2016.

Retno Windyarti, “Makna Simbolik Serah-serahan Dalam Upacara Perkawinan Adat Jawa di Desa Tanjung Belit Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau” dan penerbit Universitas Riau, No.2/Oktober 2015.

S. Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), Jakarta: Bumi Aksara, 2012.

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 3, Bandung: Tinta Abadi Gemilang, 2013.

Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri, 2017.

Siti Zulaikha, Fiqih Munakahat 1, Yogyakarta: Idea Press Yogyakatra, 2015.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2013.

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Yogyakarta:

Rineka Citra, 2006.

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.

Sumarsono, Budaya Masyarakat Perbatasan: Studi tentang corak dan pola interaksi sosial pada masyarakat kecamatan Langendari Provinsi Jawa Barat, Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999.

Sutrisno Hadi, Metodologi Research: untuk Penulisan Paper, Skripsi, Thesis, dan Disertasi Jilid 1, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1984.

Taufiqurrohman Syahuri, Legislasi Hukum Perkawinan Indonesia “Pro-Kontra Pembentukannya Hingga Putusan Mahkamah Konstitusi”, Jakarta:

Prenadamedia Group, 2013.

Thomas Wiyasa. B, Upacara Perkawinan Adat Sunda, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990.

TitiekSuliyati, “AdatPerkawinanTionghoa di Pecinaan Semarang”, Skripsi Tahun 2000 (tidak dipublikasikan).

Undang-Undang Nomor 1 tahun1974 Tentang Perkawinan Pasal 1.

Wahbah Zuhaily, Mausu’ah Fiqhy Islamy Wal Qodhoya Al Ma’asiroh, Damaskus:

Tsaqafah Mukhtalaf Dar Al Fikr Damaskus, 1433 H / 2012 M.

Wawancara dengan Bapak Mimin, Tokoh Adat Desa Tegal Yoso, pada tanggal 24 Januari 2019.

Wawancara dengan Bapak Toat Sutrisna, Tokoh Agama Desa Tegal Yoso, pada tanggal 27 Januari 2019.

Wawancara dengan Bapak Ukim Warja Dinata, Tokoh Agama Desa Tegal Yoso, pada tanggal 27 Januari 2019.

Wawancara dengan Efendi, Pelaku Seserahan di Desa Tegal Yoso, pada tanggal 25 Januari 2019.

Wawancara dengan Ibu Anah, Tokoh Adat Desa Tegal Yoso pada tanggal 24 Januari 2019.

Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari al-Fannani, Terjemahan Fat-hul Mu’in, diterjemahkan oleh Moch.Anwar, dkk, dari judul asli Fathul Mu’in, Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2009.

Dokumen terkait