• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam dokumen Selamat Datang - Digital Library (Halaman 30-39)

2.1 Botani tanaman kakao

Menurut Tjitrosoepomo (1988), sistematika tanaman kakao adalah sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta Sub division : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Sub kelas : Apetalae Ordo : Malvales Famili : Sterculiaceae Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao, L.

Biji kakao dapat diklasifikasikan kedalam kelompok genetik Forastero, Criollo, dan Trinitario. Forastero ditandai dengan warna kotiledon ungu yang merupakan warna khas dari senyawa antosianin dalam biji kakao, Criollo dengan warna kotiledon putih, dan Trinitario yang merupakan keturunan dari Forastero dan Criollo. Forastero diproduksi dan diperdagangkan dalam jumlah yang lebih besar daripada Criollodan Trinitario. Ketiga jenis kakao tersebut dikembangkan di Indonesia. Criollo atau kakao mulia merupakan kelompok kakao dengan cita rasa yang lebih lembut (milder flavour) dengan sedikit rasa kacang (nutty type). Cita rasa ini sangat cocok untuk pembuatan cokelat susu. Cokelat yang dibuat dari biji kakao dari bahan tanam yang berbeda akan memiliki cita rasa yang berbeda pula.

12 Pulp merupakan senyawa yang sebagian besar terdiri atas air. Komposisi pulp menurut Haryadi (1991) seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Pulp Biji Kakao:

Komponen Kandungan Rata-rata (%)

Air

Albuminoid, Astringents dsb Glukosa

Sukrosa Pati

Asam non-volatil Besioksida Garam-garam

Asam-asam menguap Alkohol

80-90 0,5-0,7

8-13 0,4-1,0

- 0,2-0,4

0,03 0,4-0,45

- - Sumber: Haryadi, (1991).

Tanaman kakao secara garis besar dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian vegetatif yang meliputi akar, batang serta daun dan bagian generatif yang meliputi bunga, buah dan biji (Lukito, 2010).

1. Akar

Kakao adalah tanaman dengan surface root feeder, artinya sebagian akar

lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman tanah 0-30 cm. Akar lateral tumbuh pada kedalaman 0-10 cm, 26% pada

kedalaman 11-20 cm, 14 % pada kedalaman 21-30 cm, dan hanya 4% tumbuh pada kedalaman lebih dari 30 cm dari permukaan tanah. Jangkauan jelajah akar lateral dinyatakan jauh di luar proyeksi tajuk ujungnya membentuk cabang-cabang kecil yang susunannya rumit (Lukito, 2010).

13 Akar kakao adalah akar tunggang. Pertumbuhan akar kakao bisa sampai 8 m ke arah samping dan 15 m ke arah bawah. Kakao yang diperbanyak secara vegetatif pada awal pertumbuhannya tidak menumbuhkan akar tunggang, melainkan akar- akar serabut yang banyak jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut

menumbuhkan dua akar yang menyerupai akar tunggang (Siregar, dkk., 1989).

2. Batang

Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon- pohon yang tinggi, curah hujan yang tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama,serta kelembapan tinggi relatif tetap. Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air, sedangkan tunas yang

pertumbuhannya kesamping disebut dengan plagiotrop (Lukito, 2010).

Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9-1,5 meter akan berhenti tumbuh dan membentuk jorket. Jorket adalah tempat percabangan dari pola percabangan ortrotop ke plagiotrop dan khashnya pada tanaman kakao, dari ujung perhentian tersebut selanjutnya tumbuh 3-6 cabang yang arah pertumbuhannya condong kesamping membentuk sudut 0-600 dengan arah horizontal.

Cabang-cabang itu disebut dengan cabang primer (cabang plagiotrop). Pada cabang primer tersebut kemudian tumbuh cabang-cabang lateral, sehingga tanaman membentuk tajuk yang rimbun (Lukito, 2010).

Kakao dapat tumbuh sampai ketinggian 8-10 meter dari pangkal batangnya pada permukaan tanah. Tanaman kakao punya kecenderungan tumbuh lebih pendek bila ditanam tanpa pohon pelindung. Diawal pertumbuhannya tanaman kakao yang diperbanyak melalui biji akan menumbuhkan batang utama sebelum menumbuhkan cabang-cabang primer (Siregar, dkk., 1989).

14 3. Daun

Warna daun pada tanaman kakao muda sangat beragam, tergantung dari jenis tanaman yaitu mulai hijau pucat, kemerah-merahan sampai pada merah tua.

Daun-daun muda ini dilindungi oleh stipula pada dasar tangkainya dan akan gugur sendirinya setelah daun-daun menjadi dewasa (Heddy, 1990).

Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga bersifat dimorfisme.

Pada tunas orthotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5-10 cm sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm. Tangkai daun bentuknya silinder dan bersisik halus, bergantung pada tipenya. Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu ada dua persendian (articulation) yang terletak dipangkal dan ujung tangkai daun. Dengan persendian ini dilaporkan daun mampu

membuat gerakan untuk menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari (Lukito, 2010).

4. Bunga

Bunga kakao tergolong bunga sempurna, terdiri atas daun kelopak (calyx) sebanyak 5 helai dan benang sari (Androecium) berjumlah 10 helai. Diameter bunga 1,5 cm dan bunga disangga oleh tangkai bunga yang panjangnya 2 – 4 cm (Lukito, 2010).

Pembungaan kakao bersifat cauliflora dan ramiflora, artinya bunga-bunga dan buah tumbuh melekat pada batang atau cabang, dimana bunganya terdapat hanya sampai cabang sekunder. Tanaman kakao dalam keadaan normal dapat

menghasilkan bunga sebanyak 6.000 – 10.000 pertahun tetapi hanya sekitar 5 % yang dapat menjadi buah (Heddy, 1990).

5. Buah

Buah kakao berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit buah mempunyai sepuluh alur dan tebalnya 1–2 cm. Bentuk, ukuran dan warna buah kakao bermacam-macam serta panjangnya sekitar 10–30 cm. Umumnya ada tiga macam warna buah kakao, yaitu hijau muda sampai hijau tua waktu muda dan

15 menjadi kuning setelah masak, warna merah serta campuran antara merah dan hijau. Buah ini akan masak 5–6 bulan setelah terjadinya penyerbukan. Buah muda yang ukurannya kurang dari 10 cm disebut cherelle (pentil). Buah ini sering sekali mengalami pengeringan (cherellewilt) sebagai gejala spesifik dari tanaman kakao. Gejala demikian disebut physiological effect thinning, yakni adanya proses fisiologis yang menyebabkan terhambatnya penyaluran hara yang menunjang pertumbuhan buah muda. Gejala tersebut dapat juga dikarenakan adanya kompetisi energi antara vegetatif dan generatif atau karena adanya pengurangan hormon yang dibutuhkan untuk pertumbuhan buah muda (Nurma, 2006).

6. Biji

Biji kakao dapat dibagi menjadi tiga bagian pokok, yaitu kotiledon (87,10%), kulit (12%), dan lembaga (0,9%). Jumlah biji per buah sekitar 20-60 dengan

kandungan lemak biji 40-59%. Biji berbentuk bulat telur agak pipih dengan ukuran 2,5 x 1,5 cm. Biji kakao diselimuti oleh lendir (pulp) berwarna putih.

Lapisan yang lunak dan manis rasanya, jika telah masak lapisan tersebut dinamakan pulp atau micilage. Pulp dapat menghambat perkecambahan, oleh karena itu harus dibuang untuk menghindari kerusakan biji. Biji kakao tidak mempunyai masa dormansi sehingga untuk benih tidak memungkinkan untuk disimpan dalam waktu yang agak lama (Heddy, 1990).

2.2 Karakteristik Kakao Klon UAH (Upper Amazon Hybrid)

Varietas Forastero terdiri atas dua bagian yaitu Lower Amazon Hybrid (LAH) dan Upper Amazon Hybrid (UAH). Varietas Forastero memiliki rasa yang lebih pahit dan beraroma lebih kuat yang sering ditemukan di Negeria, Ghana, Malaysia dan Indonesia. Varietas Forastero memiliki potensi penghasil biji kakao lindak atau kakao curah (Bulk cocoa). Upper Amazon Hybrid menghasilkan biji kakao lindak memiliki ciri-ciri biji berbentuk oval, pipih dan kotiledon berwarna gelap.

Permukaan kulit buah halus, pertumbuhan tanaman kuat dan cepat, daya hasil tinggi dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit (Heddy, 1990).

16 Kultivar Upper Amazone Hybrid (UAH) memiliki sifat-sifat yang unggul,

diantaranya yaitu: produksi tinggi, lebih tahan terhadap hama dan penyakit, aspek agronomis mudah, pertumbuhan vegetatif yang baik dan periode tanaman untuk menghasilkan cepat (Spillane, 1995). Kultivar UAH banyak digunakan di perkebunan-perkebunan di Indonesia. Bibit yang baik untuk dipindahkan ke lapangan setelah berumur 3-5 bulan, tinggi 40-60 cm, jumlah daun minimum 12 lembar dan diameter batang 0,7-1,0 cm (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2005).

2.3 Pertumbuhan Kakao

Lapisan endosperma mempengaruhi biji pada saat berkecambah karena

endosperma merupakan faktor internal biji, lapisan ini berkaitan langsung dengan proses imbibisi. Pada fase awal perkecambahannya biji sangat membutuhkan air dari lingkungannya. Setelah air diserap oleh biji, kulit pada biji akan melunak dan terjadilah hidrasi pada protoplasma, kemudian enzim-enzim mulai aktif, terutama bagi enzim yang berfungsi untuk merombak cadangan makanan menjadi energi melalui proses respirasi (Sutopo, 2002).

Perombakan cadangan makanan (katabolisme) akan menghasilkan energi yang diikuti dengan pembentukan senyawa protein. Diferensiasi pada sel embrio yang baru akan membentuk plumula yang merupakan bakal batang dan daun serta radikula yang merupakan bakal akar. Kedua bagian ini akan membesar sehingga mengakibatkan biji berkecambah (Krisnamoorthy, 1981).

Benih kakao tidak memiliki masa dormansi. Pada saat berkecambah, hipokotil memanjang dan mengangkat kotiledon yang masih menutup keatas permukaan tanah. Selanjutnya kotiledon membuka dan diikuti dengan memanjangnya epikotil tumbuhnya empat lembar daun pertama. Empat daun tersebut sebetulnya tumbuh dari setiap ruasnya, tetapi buku-bukunya sangat pendek sehingga tampak tumbuh dari satu ruas (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2005).

17 Daun kakao bersifat dimorfisme, yakni tumbuh pada dua tunas (orthotrop) dan plagiotrop). Daun yang tumbuh pada orthotrop tangkai daunnya berukuran 7,5-10 cm, sedangkan yang tumbuh pada tunas plagiotrop berukuran sekitar 2,5 cm.

Pertumbuhan daun pada cabang plagiotrop berlangsung serempak, tetapi berkala.

Ketika priode daun merah (flush), setiap tunas akan membentuk 3-6 lembar daun baru sekaligus. Daun muda tersebut belum memiliki klorofil, banyak

mengandung pigmen antosianin. Klorofil baru akan mulai terbentuk setelah daun mencapai ukuran sempurna, berumur 3-4 minggu (Wahyudi dkk., 2008).

Pada awal berkecambahan benih, akar tunggang tumbuh cepat, mencapai 1 cm pada umur 1 minggu, 16-18 cm pada umur 1 bulan dan 25 cm pada umur 3 bulan.

Tanaman kakao memiliki sistem perakaran yang dangkal (surface root feeder) karena sebagian besar akar lateral berkembang dekat permukaan tanah pada kedalaman 0-30 cm (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2005). Bibit yang paling baik untuk ditanam di lapangan adalah yang berumur 4-5 bulan, tinggi 50-60 cm, berdaun 20-45 helai, dan diameter batangnya 8 mm (Wahyudi dkk., 2008).

2.4 CaCO3 (Kalsium Karbonat)

Batu kapur merupakan bahan alam yang banyak terdapat di Indonesia. Batu kapur adalah batuan padat yang mengandung banyak kalsium karbonat (Lukman dkk., 2012). Kalsium karbonat adalah mineral inorganik yang dikenal tersedia dengan harga murah secara komersial. Sifat fisik kalsium karbonat seperti, morfologi, fase, ukuran dan distribusi ukuran harus dimodifikasi menurut bidang

pengaplikasiannya. Bentuk morfologi dan fase kalsium karbonat (CaCO3) terkait dengan kondisi sintesis seperti, konsentrasi reaktan, suhu, waktu aging dan zat adiktif alam (Kirboga dan Oner, 2013).

Kalsium karbonat (CaCO3) adalah senyawa yang terdapat dalam batuan kapur dalam jumlah besar. Senyawa ini merupakan mineral paling sederhana yang tidak mengandung silikon dan merupakan sumber pembuatan kalsium tersebar secara komersial (Kenneth, 1965)

18 Endapan halus Kalsium karbonat (CaCO3) yang dibutuhkan industri dapat

diperoleh secara kimia, sedang secara fisika hanya didapatkan batuan gamping saja. Secara umum, pembuatan Kalsium karbonat (CaCO3) secara kimia dilakukan dengan mengalirkan gas Karbon dioksida (CO2) ke dalam slurry Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dengan memperhatikan suhu, waktu, kepekatan suspensi, dan kecepatan pengadukan (Othmer, 1965).

Pada proses karbonatasi pembentukan Kalsium karbonat, selain suhu hal yang perlu diperhatikan adalah waktu, konsentrasi slurry dan kecepatan pengadukan.

Waktu reaksi antara Ca(OH)2 dan CO2 sangat berpengaruh pada pembentukan CaCO3, karena derajat konversi tergantung pada waktu pembentukan yang ditetapkan (Othmer, 1965).

2.5 Perbanyakan Generatif Tanaman Kakao

Pada saat ini kebanyakan para petani memperoleh bibit kakao secara generatif atau melalui biji. Biji kakao yang dipanen dari tanaman kakao yang unggul dibersihkan dan dikeringkan sampai kadar air sekitar 40%. Biji yang kering selanjutnya dikecambahkan selama kurang lebih 12 hari. Benih yang telah dikecambahkan kemudian ditanam di lahan dengan pemeliharaan sekitar 4-5 bulan (Rahardjo, 2011). Keuntungan perbanyakan kakao secara generatif adalah mudah dan sederhana untuk dilakukan (Wahyudi dkk., 2008).

Namun, bibit tanaman hasil perbanyakan generatif memiliki sifat genetik yang bervariasi. Hal ini disebabkan kakao merupakan tanaman yang melakukan penyerbukan silang (cross pollination) dan bunga kakao bersifat protogini yang artinya putik masak lebih awal daripada kepala sari sehingga serbuk sari tidak mampu membuahi putik dari kuntum yang sama (Prawoto, 2008). Sebagai akibatnya keturunan yang diperoleh dari perbanyakan generatif akan bervariasi (Maximova dkk., 2002).

19 2.6 Jenis Media Tanam

1. Pasir

Pasir merupakan jenis media dengan struktur yang lebih kasar dibandingkan dengan tanah. Media pasir mengandung sedikit bahan organik karenas sifatnya sarang. Media pasir akan lebih membutuhkan air tetapi tanah berpasir tidak mudah memadat dan menggumpal sehingga memudahkan tanaman untuk dapat mengembangkan akarnya (Hardjowigeno, 2003).

2. Arang Sekam Padi

Arang sekam adalah sekam padi yang telah dibakar sampai hancur tetapi sampai tidak menjadi abu. Arang sekam bersifat porous, bermanfaat dalam menetralisir keasaman tanah, menetralisir racun, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, merangsang pertumbuhan mikroba yang menguntungkan bagi tanaman,

menjadikan tanah gembur sehingga memperbaiki drainase dan aerasi tanah (Supriyati dkk., 2011).

3. Pupuk Kandang

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (feses) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urine) ternak yang masih bisa dimanfaatkan (Samekto, 2006).

Pupuk kandang mempunyai pengaruh yang baik terhadap sifat fisik dan kimia tanah. Kandungan yang tersedia pada pupuk kandang diantaranya unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) yang penting untuk pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Penggunaan pupuk kandang sebaiknya yang telah matang, steril, dan teksturnya sudah berbentuk granul seperti tanah. Sebab pupuk kandang yang belum matang berisiko membawa hama dan penyakit pada

tanaman (Annisa dkk., 2016).

Dalam dokumen Selamat Datang - Digital Library (Halaman 30-39)

Dokumen terkait