• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pemidanaan Tindak Pidana Korupsi

Dalam dokumen analisis yuridis terhadap tindak pidana (Halaman 52-60)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Kerangka Konseptual

4. Sistem Pemidanaan Tindak Pidana Korupsi

dana bantuan tersebut berjalan dengan semestinya. Kriteria selektif sebagaimana yang telah diatur dalam huruf a diartikan bahwa sejatinya dana bantuan sosial hanya akan diberikan kepada calon penerima yang ditujukan demi melindungi resiko sosial. Hal ini didukung dengan adanya penjelas pada ayat 1 huruf b, yakni :

1) Miliki identitas

2) Bertempat tinggal dalam wilyah atau kebupaten setempat

3) Bersifat sementara, maksud sementara disini adalah dana bantuan sosial yang akan diberikan tidak wajib atau tidak harus diberikan setiap tahun anggaran. Maka akan terjadi sebuah pengecualian dengan keadaan khusus atau tertentu dalam menyalurkan dana bantuan sosial. Sesuai dengan tujuan penggunaan yaitu meliputi rehabilitasi, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial, penanggulangan kemiskinan dan penanggulangan bencana.57

hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi hukum pidana.58

Menurut Andi Hamzah memberikan pandanganya sistem pidana dan pemidanaan yaitu sebagai susunan pidana dan pemidanaan, bahwa masalah sanksi merupakan hal yang paling sentral dalam hukum pidana karena sering menggambarkan nilai-nilai sosial budaya suatu bangsa.

Dalam penjelasan arti pidana dan pemidanaan disini ialah pidana memiliki dan mengandung suatu tata nilai dalam suatu masyarakat, mengenai baik buruknya, bermoral atau tidaknya dan diperbolehkan dan tidak diperbolehkan (dilarang).59

Adapun sistem pidana dan pemidanaan itu ada beberapa jenis menurut ketentuan di dalam pasal 10 kitab undang-undang hukum pidana ialah sebagai berikut:

a. Pidana pokok : 1) Pidana mati 2) Pidana penjara 3) pidana kurungan 4) Pidana denda 5) Pidana tutupan b. Pidana tambahan

1) Pencabutan hak-hak tertentu

2) Penyitaan benda atau barang tertentu

58 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), 154

59 Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta), 1999,

3) Pengumuman putusan hakim60

Berdasarkan penjelasan di atas jenis-jenis pidana pokok tidak dapat dijatuhi secara kumulatif,61 sedangkan pada tindak pidana tertentu yang diancam dengan pidana pokok lebih dari satu selalu bersifat alternatif.

Sedangkan pidana tambahan bersifat fakultatif, artinya tidak ada keharusan untuk dijatuhkan, apabila tindak pidana tertentu yang dilakukan oleh pelaku korupsi maka diancam dengan salah satu jenis pidana tambahan, akan tetapi penjatuhan pidana tambahan itu tergantung pada kebiajakan majelis hakim untuk perlu dipertimbangkan atau tidak.62

Menurut sistem pemidanaan indonesia, penjatuhan dari pidana tambahan itu sifatnya adalah fakultatif artinya bahwa, hakim itu tidak selalu harus menjatuhkan suatu pidana tambahan. Maksudnya apabila hakim sudah memutuskan perkara pidana pokok kepada terdakwa, maka hakim masih merasa perlu atau tidak untuk menjatuhkan hukuman pidana tambahan kepada terdakwa.63

Adapun sistem pemidanaan tindak pidana korupsi di Indonesia terdapat dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sedangkan pidana

60 Mohammad Ekaputra, Abul Khair, Sistem Pidana Di Dalam KUHP dan Pengaturannya Menurut Konsep KUHP, (Medan: USU Press, 2010) 13-111

61 Rudi Pardede, Proses Pengembalian Kerugian Negara Akibat Korupsi, (Yogyakarta:

Genta Publishing, 2016), 69

62 DR. HJ. Tina Asmarawati, Pidana Dan Pemidanaan Dalam Sistem Hukum Di Indonesia, (Yogyakarta: Grup Penerbitan CV Budi Utama, 2014), 108

63 Failin, Jurnal Sistem Pidana Di Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, (Cendia Hukum, Vol. 3, No 1 September 2017)

tambahan terdapat pada Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

5. Pertanggungjawaban Pengguna Dana Bantuan Sosial

Penerima dana bantuan sosial mempunyai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepada pemerintah daerah tentang mereka menggunakan dana bantuan sosial tersebut, sehingga mereka yang menerima bantuan sosial dalam bentuk uang dapat melaporkan pemberian pengguna bantuan sosial kepada kepala daerah melalui pelaksana pengelola keuangan desa (PPKD) dengan tembusan kepada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait. Berdasarkan laporan pengguna bantuan sosial tersebut, pihak pemerintah daerah akan mencatatnya sebagai bahan laporan pertanggungjawaban penyaluran dana bantuan sosial tersebut.

Bantuan sosial berupa uang dicatat sebagai realisasi jenis belanja bantuan sosial pada pelaksana pengelola keuangan desa selama tahun anggaran yang bersangkutan. Sementara bantuan sosial berupa barang dicatat sebagai realisasi obyek belanja bantuan sosial pada jenis belanja barang dan jasa dalam program kegiatan dan kegiatan pada satuan kerja perangkat daerah.64

Penerima dana bantuan sosial dapat meliputi anggota masyarakat termasuk di dalamnya meliputi lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan, namun harus dipilih dengan selektif yang perlu dilindungi dan di ayomi disaat terjadinya risiko sosial. Kepala daerah

64 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang pedoman pemeberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD, pasal 35 ayat 2.

menetapkan daftar penerima dan besaran dana bantuan sosial dengan keputusan kepala daerah tentang penjabaran anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).

Berdasakan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa penerima dana bantuan sosial harus memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan atas dana bantuan sosial yang diterima.

Begitupula kepala pemerintahan harus menyeleksi secara selektif dan juga harus professional dalam menyalurkan dana bantuan sosial di daerah- daerah baik itu di kota maupun desa.

Pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pemberian dana bantuan sosial meliputi dari:

a. Usulan atau permintaan tertulis dari calon penerima bantuan sosial atau surat keterangan dari pejabat yang berwenang kepada kepala daerah, Keputusan kepala daerah tentang penetapan daftar penerima bantuan sosial.

b. Fakta integritas dari penerima bantuan sosial yang menyatakan bahwa bantuan sosial yang diterima akan digunakan sesuai dengan usulan.

c. Bukti transfer atau penyerahan uang atas pemberian bantuan sosial berupa uang atau bukti serah terima arang atas pemberian bantuan sosial berupa barang.65

Seperti pada kabupaten jembrana dana bantuan sosial selalu dianggarkan setiap tahunya. untuk memberikan kesejahtraan dan

65 Pasal 35 Ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah

melindungi masyarakat yang terjadi resiko sosial. Berdasarkan Peraturan Bupati Jembrana Nomor 37 tahun 2009 tentang Penjabaran APBD Kabupaten Jembrana TA 2009 Perubahan atas Peraturan Bupati Jembrana Nomor 3 tahun 2009 tentang penjabaran APBD Kabupaten Jembrana TA 2009.

6. Pertanggungjawaban Pidana Pada Perkara Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial

Istilah korupsi diartikan sebagai, setiap orang, baik pejabat pemerintah maupun swasta yang secara umum melawan hukum melakukan suatu perbuatan yang di langgar atau memperkaya diri sendiri dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Sehubungan dengan hal tersebut maka korupsi, kolusi, dan nepotisme merupakan suatu hal yang menjadi permasalahan di berbagai negara dan di kalangan masyarakat Indonesia.66

Perbuatan yang marak di Indonesia terutama di masalah penyimpangan dana bantuan sosial yang dimana para kaum elite baik pejabat pemerintah, pemerintah kota dan pemerintah desa itu selalu melakukan penyimpangan dana bantuan sosial di masyarakat, oleh sebab itu masyarakat Indonesia selalu mengecam buruk terhadap pelaku penyimpangan dana bantuan sosial.

Sehubungan dengan maraknya penyimpangan dana bantuan sosial.

Oleh karena itu maka sebelum diminta pertanggungjawaban dana bantuan

66 Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

sosial, maka terlebih dahulu mempaparkan eksistensi dari subjek hukum itu sendiri, sehingga nanti dapat dilihat kejelasan hubungan baik antara pertanggungjawaban pidana di satu pihak dengan subjek hukum yang lain.67 Adapun bentuk dari pertanggungjawaban pidana dana bantuan sosial dapat diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberatasan tindak pidana korupsi, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 9, dan Pasal 18.

Dengan demikian dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa pertanggungjawaban tindak pidana korupsi dana bantuan sosial sudah diatur di dalam pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 32 Tahun 2011 tentang pedoman pemberian hibah dn bantuan sosial yang bersumber dari anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Sebelum pertanggungjawaban maka diprioritaskan untuk mempaparkan eksitensinya atau laporan pertanggungjawabanya baik dari subjek hukum itu sendiri.

Berkaitan dengan pertanggungjawaban tindak pidana korupsi dana bantuan sosial dari anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) diatur dalam pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara menentukan bahwa setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melainkan kewajibanya, baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan

67 Evi Oktarina, Jurnal Pertanggungjawaban Hukum Pelaku Korupsi Dana Bantuan Sosial, (Yogyakarta 24 Oktober, 2019)

negara diwajibkan mengganti kerugian yang dimaksud ketentuan pasal 59 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. 68

Dalam penanganan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Ketika putusan hakim dieksaminasi, substansi apa yang harus dieksaminasi dalam putusan tersebut sementara eksaminasi putusan menyangkut eksaminasi dengan lembaga yang sudah ada dengan adanya banding dan kasasi. Dari hal tersebut maka tidak ada pedoman pemberian pidana umum, karena hakim mempunyai kebebasan untuk menentukan jenis pidana, cara pelaksana pidana, tinggi atau rendahnya pidana.

68 Dirdjosisworo Soerjono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012)

48

Dalam dokumen analisis yuridis terhadap tindak pidana (Halaman 52-60)

Dokumen terkait