• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Restorative Justice

Kata restorative justice berasal dari bahasa Inggris, terdiri dari dua kata, yaitu "restoration" yang artinya perbaikan; pemulihan; atau pemugaran, dan "justice" artinya keadilan. "Restorative" artinya (kata benda) obat yang menyembuhkan/menguatkan/menyegarkan: (kata sifat) yang menguatkan, menyembuhkan, atau menyegarkan. Dengan demikian, pengertian restorative justice menurut bahasa adalah keadilan penyembuhan, atau keadilan pemulihan.

Pengertian restorative justice tersebut diatas dapat di identifikasi adanya beberapa dimensi pengertian, antara lain pemulihan yang di maksud adalah pemulihan hubungan antara korban dan pelaku; pemulihan atau penyembuhan juga dapat dimaknai pemulihan kerugian korban atau kerusakan yang ditimbulkan oleh tindakan pelaku, sedangkan dimensi keadilan ditujukan pada keadilan individu, yaitu keadilan korban.

Terdapat banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan gerakan restorative justice, antara lain "communitarian justice" (keadilan komunitarian), "positive justice" (keadilan positif), "relational justice"

(keadilan relasional), "reparative justice", (keadilan reparatif), "community justice". (keadilan masyarakat)".28

28 Suka rdi, 2020, Restorative Justice Dalam Penegakan Hukum Pidana Indonesia, Ra ja Gra find o , Ja ka rta , ha l. 19

Howard Zehr dalam bukunya The Little Book of Restorative Justice memberikan definisi tentang Restorative Justice, sebagai berikut:

Restorative justice yaitu a process to involve to the extent possible. these who have a stake in a specific offence and to collectively identify and address harms, needs, and obligations, in order to heal and put things as right as possible (Dilihat melalui lensa keadilan restoratif, kejahatan adalah pelanggaran terhadap hubungan kemasyarakatan. Kejahatan menciptakan kewajiban untuk memperbaikinya. Keadilan melibatkan korban, pelaku, dan masyarakat dalam mencari solusi yang menawarkan perbaikan, rekonsiliasi, dan jaminan).29

Howard Zehr memaknai restorative justice sebagai proses yang memberi proses laku, dan memungkinkan keterlibatan pihak-pihak yang lebih luas, yakni para pihak yang mempunyai kepentingan atas suatu pelanggaran yang spesifik. Kemudian secara bersama, mengidentifikasi dan mengarahkan kerugian, kebutuhan, dan kewajiban dalam rangka menyembuhkan dan menempatkan hak para pihak sebagai titik yang mungkin dituju untuk diselesaikan.

Muladi mengungkapkan bahwa di dalam restorative justice, korban diperhitungkan martabatnya. Pelaku harus bertanggung jawab dan diintegrasikan kembali ke dalam komunitasnya. Pelaku dan korban berkedudukan seimbang dan saling membutuhkan, karena itu harus dirukunkan. Menurut Eva Ahjani Sulfa, keadilan restoratif adalah konsep pemikiran yang merespons pengembangan sistem peradilan pidana dengan menitikberatkan pada kebutuhan pelibatan korban dan masyarakat yang dirasa tersisihkan dengan mekanisme yang bekeria pada sistem peradilan pidana yang ada Saat ini. Selanjutnya, Bagir Manan. Secara umum

29 Howa rd Zehr, 1990, Changing lenses : A New Focus for Crime and Justice, Hera ld Press, Wa terloo, ha l. 181

pengertian restorative justice adalah penataan kembali sistem pemidanaan yang lebih adil, baik bagi pelaku, korban, maupun masyarakat.

Berdasarkan uraian mengenai pengertian restorative justice yang dikutip dari berbagai sumber tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa restorative justice adalah konsep pemulihan hubungan antara korban dan pelaku. Pemulihan atau penyembuhan dalam hal kerugian korban atau kerusakan yang ditimbulkan oleh tindakan pelaku, demi keadilan individu, yaitu keadilan korban.

2. Sejarah Munculnya Restorative Justice

Awal mula munculnya Restorative Justice diketahui sebagai bagian dari konsep pendekatan manusia berdasarkan pada tradisi peradilan terdahulu. Restorative merupakan suatu perkembangan dari pemikiran manusia yang didasarkan pada tradisi-tradisi peradilan dari peradaban bangsa-bangsa Arab purba, bangsa Yunani dan bangsa Romawi dalam menyelesaikan masalah termasuk penyelesaian masalah tindak pidana.

Istilah umum tentang pendekatan restoratif diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh Albert Eglash yang menyebutkan bahwa restorative justice yang dalam tulisanya mengulas tentang reparation, yang artinya restorative justice adalah suatu alternatif pendekatan restitutif terhadap pendekatan keadilan retributif dan keadilan rehabilitatif.

Sejarah perkembangan hukum modern penerapan restorative justice diawali dari pelaksanaan program penyelesaian di luar peradilan tradisional yang dilakukan masyarakat yang disebut dengan victim offender mediation yang dimulai pada tahun 1970-an di Negara Canada.

Program ini awalnya dilaksanakan sebagai tindakan alternatif dalam menghukum pelaku kriminal anak, dimana sebelum dilaksanakan hukuman, pelaku dan korban diizinkan bertemu untuk menyusun usulan hukuman yang menjadi salah satu pertimbangan dari sekian banyak

pertimbangan hakim. Program ini mengangap pelaku akan mendapatkan keuntungan dan manfaat dari tahapan ini, serta korban juga akan mendapatkan perhatian dan manfaat secara khusus sehinga dapat menurunkan jumlah residivis dikalangan pelaku anak dan meningkatkan jumlah anak yang bertanggung jawab dalam memberikan ganti rugi pada pihak korban. Pelaksanaan program tersebut diperoleh dari hasil tingkat kepuasan yang lebih tinggi bagi korban dan pelaku daripada saat mereka menjalani proses peradilan tradisional.

Restorative justice timbul karena adanya ketidak puasan dengan sistem peradilan pidana yang telah ada, yang mana tidak dapat melibatkan pihak-pihak yang berkonflik, melainkan hanya antara negara dan pelaku.

Korban maupun masyarakat setempat tidak dilibatkan dalam penyelesaian konflik, berbeda dengan sistem restorative justice dimana korban dan masyarakat dilibatkan sebagai pihak untuk menyelesaikan konflik.

Di Indonesia perkara pidana diselesaikan melalui sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana menurut Mardjono Reksodiputro adalah sistem suatu masyarakat untuk menanggulangi kejahatan30. Tujuan sistem peradilan pidana, yaitu :

a. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan;

b. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana; dan c. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak

mengulangi lagi kejahatan.

30 Ma rdjono Reksodiputro, 2007, Sistem Peradilan Indonesia (Peran Penegak Hukum Melawan kejahatan) dalam buku Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karang a n Buku Ketiga, Pusa t Pela ya na n Kea dila n da n Penga bdia n Hukum Universita s Indonesia , Ja ka rta , hlm. 84

Namun, jika dihubungkan dengan sejarah timbulnya restorative justice, maka sistem peradilan pidana tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, karena gagal memberikan ruang yang cukup pada kepentingan para calon korban dan para calon terdakwa, dengan kata lain sistem peradilan pidana yang konvensional saat ini di berbagai negara di dunia kerap menimbulkan ketidakpuasan dan kekecewaan.

3. Tujuan Restorative Justice

Adapun dilaksanakannya proses Restorative Justice mempunyai tujuan antara lain sebagai berikut:

a. Korban setuju terlibat dalam proses yang dapat dilakukan dengan aman dan menghasilkan keputusan.

b. Pelanggar memahami bahwa perbuatan mereka telah mempengaruhi korban dan orang lain, untukkemudian bertanggungjawab atas konsekuensi dari tindakan mereka dan berkomitmen untuk membuat perbaikan/reparasi.

c. Langkah-langkah fleksibel yang disepakati oleh para pihak yang menekankan untuk memperbaiki kerusakan yang dilakukan dan sedapat mungkin juga mencegah pelanggaran.

d. Pelanggar membuat komitmen mereka untuk memperbaiki kerusakan yang dilakukan dan berusaha untuk mengatasi faktorfaktor yang menyebabkan prilaku mereka.

e. Korban dan pelaku baik memahami dinamika yang mengarah ke insiden tertentu, memperoleh hasil akhir dan reintegrasi/kembali bergabung dengan masyarakat.

4. Prinsip dan Bentuk Restorative Justice

Restorative Justice pada prinsipnya merupakan suatu falsafah (pedoman dasar) dalam proses perdamaian di luar peradilan dengan menggunakan cara mediasi atau musyawarah dalam mencapai suatu keadilan yang diharapkan oleh para pihak yang terlibat dalam hukum

pidana tersebut yaitu pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana unt uk mencari solusi terbaik yang disetujui dan disepakati oleh para pihak. Ada beberapa prinsip dasar yang menonjol dari Restorative Justice terkait hubungan antara kejahatan, pelaku, korban, masyarakat dan negara, yaitu:

a. Mengupayakan perdamaian di luar pengadilan oleh pelaku tindak pidana (keluarganya) terhadap korban tindak pidana (keluarganya).

b. Memberikan kesempatan kepada pelaku tindak pidana (keluarganya) untuk bertanggungjawab menebus kesalahannya degan cara mengganti kerugian akibat tindak pidaa yang dilakukannya.

c. Menyelesaikan permasalahan hukum pidana yang terjadi diantara pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana tersebut apabila tercapai persetujuan dan kesepakatan diantara para pihak.

Munculnya ide restorative justice sebagai kritik atas penerapan sistem peradilan dengan pemenjaraan yang dianggap tidak efektif menyelesaikan konflik sosial.31 Adapun bentuk-bentuk Restorative Justice yang digunakan sampai saat ini sebagai berikut:

a. Victim-Offender Mediation (VOM)

Bentuk keadilan restoratif ini merupakan proses restorative justice terbaru yang semula program tersebut dipakai dalam sebuah lingkup kejahatan kekerasan termasuk pelaku yang diancam hukuman mati, menjadi pertemuan antara korban dengan pelaku yang d ipimpin oleh seorang mediator khusus yang mengkoordinasi jalannya restorative justice serta memfasilitasi pertemuan. VOM awal mulanya berasal dari Norwegia dan Finlandia sebagai bagian dari alternatif sanksi pengadilan.

b. Family Group Conferencing (FGC)

Jika pada VOM hanya melibatkan pelaku dan korban, maka pada FGC ini melibatkan keluarga inti, masyarakat dan ahli hukum. Bentuk

31 “Prinsip Da sa r Restora tive Justice’, http://nura minsa leh.com/2016/02/seja ra h -perkemba nga n- restora tive-justice.html?m=1 dia kses pa da 15 Juni pukul 19.20

ini juga biasanya sering digunakan dalam perkara yang dilakukan oleh anak-anak. Tujuan dari proses FGC ini adalah untuk medapatkan kejelasan dari peristiwa yang terjadi dengan memberi semangat kepada pelaku, mengembalikan kerugian korban, melakukan reintegrasi korban ke masyarakat serta pertanggung jawaban bersama. FGC banyak digunakan di Negara Australia, New Zealand dan Brazil.

c. Community Restorative Boards/Youth Panels

Community restorative boards merupakan suatu grup/panel/lembaga yang terdiri dari orang-orang yang telah dilatih untuk bernegosiasi dalam menyelesaikan masalah. Di Inggris dan di Wales, hakim dan jaksa dapat memerintahkan kepada pelaku untuk mengikuti program ini. Polisi juga dapat merujuk pelaku untuk mengikuti program tersebut sebelum mereka melanjutkan penyidikan.

Disini, korban bertemu dengan pelaku dan panelis untuk mendiskusikan masalah dan solusinya dalam jangka waktu tertentu.

Jika dalam jangka waktu tersebut tidak tercapai kesepakatan, grup atau panel akan melimpahkan kembali perkara tersebut ke pihak pengadilan, kejaksaan atau pun ke kepolisian.

d. Restorative Circles

Bentuk ini merupakan suatu forum yang terdiri dari keluarga dan teman-teman untuk mendukung narapidana agar dapat kembali bersosialisasi dengan masyarakat. Sistem ini biasa digunakan di Negara Hawaii dan Kanada.

B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana