Standar IV Implementasi Pernyataan standar
15. Trend dan isu terkini dalam ANC
a. Keterlibatan klien dalam perawatan diri sendiri (self care)
Kesadaran dan tanggung jawab klien terhadap perawatan diri sendiri selama hamil semakin meningkat. Klien tidak lagi hanya menerima dan mematuhi anjuran petugas kesehatan secara pasif.
Kecenderungan saat ini klien lebih aktif dalam mencari informasi, berperan secara aktif dalam perawatan diri dan merubah perilaku untuk mendapatkan outcome kehamilan yang lebih baik. Perubahan yang nyata terjadi terutama di kota-kota besar dimana klinik ANC baik itu milik perorangan, yayasan swasta maupun pemerintah sudah mulai memberikan pelayanan kursus/kelas prapersalinan bagi para calon ibu.
Kemampuan klien dalam merawat diri sendiri dipandang sangat menguntungkan baik bagi klien maupun sistem pelayanan kesehatan karena potensinya yang dapat menekan biaya perawatan.
Dalam hal pilihan pelayanan yang diterima, ibu hamil dapat memilih tenaga profesional yang berkualitas &
dapat dipercaya sesuai dengan tingkat pengetahuan dan kondisi sosio-ekonomi mereka.
b. ANC pada usia kehamilan lebih dini
Data statistik mengenai kunjungan ANC trimester pertama menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Hal ini sangat baik sebab memungkinkan profesional
kesehatan mendeteksi dini dan segera menangani masalah-masalah yang timbul sejak awal kehamilan.
Kesempatan untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang perubahan perilaku yang diperlukan selama hamil juga lebih banyak.
c. Praktek yang berdasarkan bukti (evidence-based practice) Praktek kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil penelitian dan pengalaman praktek terbaik dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia.
Rutinitas yang tidak terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi.
Fokus usang ANC :
Mengumpulkan data dalam upaya mengidentifikasi ibu yang beresiko tinggi dan merujuknya untuk menerima asuhan khusus. Temuan-temuan fisik (TB, BB, ukuran pelvik, edema kaki, posisi & presentasi janin di bawah usia 36 ahad dsb) yang memperkirakan klasifikasi resiko ibu. Pengajaran /pendidikan kesehatan yang ditujukan untuk menghalangi resiko/komplikasi
Hasil-hasil observasi yang dikaji oleh WHO (Maternal Neonatal Health) memberikan bahwa : Pendekatan resiko mempunyai jikalau prediksi yang jelek alasannya kita tidak mampu membedakan ibu yang akan mengalami komplikasi dan yang tidak. Hasil studi di Kasango (Zaire) menerangkan bahwa 71% ibu yang mengalami partus macet tidak terprediksi sebelumnya, dan 90% ibu yang diidentifikasi sebagai rawan tinggi tidak pernah mengalami komplikasi.
Banyak ibu yang digolongkan dalam kelompok resiko tinggi tidak pernah mengalami komplikasi, sementara mereka telah menggunakan sumber daya yang cukup mahal dan jarang didapat. Penelitian menunjukkan bahwa pinjaman asuhan khusus pada ibu yang termasuk dalam klasifikasi resiko tinggi terbukti tidak mampu menghemat komplikasi yang terjadi .
Memberikan keselamatan palsu sebab banyak ibu yang termasuk golongan resiko rendah mengalami komplikasi namun tidak pernah diberitahu bagaimana cara mengenali dan apa yang mampu dilakukannya.
Pelajaran yang mampu diambil dari pendekatan resiko: adalah bahwa setiap bumil beresiko mengalami komplikasi yang sangat tidak bisa diprediksi sehinggasetiap bumil mesti mempunyai kanal asuhan kehamilan dan persalinan yang berkualitas.
Karenanya, konsentrasi ANC perlu diperbaharui (refocused) semoga asuhan kehamilan lebih efektif dan mampu dijangkau oleh setiap wanita hamil.
Pelayanan antenatal merupakan bagian dari program Kesehatan Ibu dan Anak. Pelayanan antenatal hendaknya menggunakan asuhan standar minimal yang telah ditetapkan oleh pemerintah sejak tahun 1999 menjadi standar “7T” yang dahulunya hanya
“5T”. Standar minimal ibu hamil “7T” tersebut yaitu timbang berat badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, pemberian imunisasi TT, pemberian tablet Fe, tes penyakit menular seksual serta temu wicara dalam rangka persiapan rujukan. Tujuan Penelitian: Diketahuinya penerapan standar 7T dalam pelayanan antenatal care pada bidan di Puskesmas Panggang I Gunungkidul. Metode Penelitian: Jenis
penelitian observasional (non eksperimental). Populasi penelitian adalah bidan yang berada di Puskesmas Panggang 1 Gunungkidul sebanyak 6 bidan. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling dengan perolehan sampel sebanyak 6 bidan. Alat pengumpulan data menggunakan lembar observasi.
Analisis data yang digunakan adalah univariat yang digambarkan dalam bentuk hasil prosentase. Hasil Penelitian: Pelaksanaan standar pelayanan ANC mayoritas baik, pada penimbangan BB ibu hamil sebesar 50%, pemeriksaan tekanan darah sebesar 50%, pemeriksaan pada fundus uteri sebesar 66,7%, pelaksanaan standar imunisasi TT (Tetanus Toksoid) adalah cukup sebesar 66,7%, pemberian tablet Fe sebesar 66,7%, pemeriksaan penyakit menular seksual (PMS) tidak dilakukan karena tidak ada sarana pemeriksaan PMS. Pelaksanaan standar temu wicara pada ibu hamil adalah cukup sebesar 83,3%.
Penerapan standar 7T dalam pelayanan antenatal care pada bidan adalah cukup sebesar 83,3%. Kesimpulan:
Penerapan standar 7T dalam pelayanan antenatal care pada bidan di Puskesmas Panggang I Gunungkidul adalah cukup. Tenaga kesehatan khususnya bidan dapat menerapkan standar praktek Antenatal Care pada pemeriksaan ibu hamil.
Pelayanan 7T dalam Ante Natal Care yang dilakukan oleh bidan dimaksudkan untuk membantu pemerintah dalam menurunkan AKI di Indonesia. Tujuan penelitian adalah Mengetahui gambaran pelayanan standart minimal 7T di BPS Wilayah Asembagus Kabupaten Situbondo tahun 2014. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah deskriptif dengan desain
penelitian survey. Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu hamil trimester III di BPS Wilayah Kecamatan Asembagus sebanyak 36. Sedangkan teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Dari 36 orang ibu hamil di wilayah Kecamatan Asembagus yang telah mendapatk0an pelayanan kesehatan berupa penimbangan berat badan 100%, pengukuran tekanan darah 100%, pemeriksaan tinggi fundus uteri 100%, mendapat imunisasi TT lengkap 31 ibu hamil (86%), pemberian tablet Fe 29 ibu hamil (81%), dan Sebanyak 35 (97%) ibu hamil tidak mendapatkan pelayanan pemeriksaan infeksi menular seksual, serta mendapatkan pelayanan Temu Wicara sebanyak 27 ibu hamil (75%).
Ante Natal Care (ANC) adalah pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan janinnya oleh tenaga profesional meliputi pemeriksaan minimal 4 kali pemeriksaan selama kehamilan yaitu sebagai berikut, 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester kedua, dan 2 kali pada trimester ketiga dari setiap kali kunjungan antenatal tersebut, perlu di dapatkan informasi yang sangat penting. (Amiruddin, 2009). Kehamilan merupakan hal yang fisiologis, namun kehamilan yang normal dapat berubah menjadi patologi. Salah satu asuhan yang dilakukan oleh seorang bidan untuk menepis adanya risiko ini yaitu melakukan pendeteksian dini adanya komplikasi atau penyakit yang mungkin terjadi selama kehamilan muda.
Dengan memberikan asuhan antenatal yang baik akan menjadi salah satu tiang penyangga dalam safe motherhood dalam usaha menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal. Dalam
memberikan asuhan kepada ibu hamil, bidan harus memberikan pelayanan secara komprehensif atau menyeluruh (Kusmiyati, 2012). Dalam asuhan kebidanan dilakukan standart pelayanan minimal Ante Natal Care adalah merupakan salah satu kebijakan program pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu, pelayanan atau asuhan standart minimal 7T yaitu:
1. Timbang Berat Badan, 2. Ukur Tekanan Darah, 3. Ukur Tinggi Fundus Uteri,
4. Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (Tt) Lengkap,
5. Pemberian Tablet Tambah Darah,
6. Tes Terhadap Penyakit Menular Seksual, 7. Temu Wicara.
Pemerintah melibatkan bidan dalam pelaksanaan program penurunan AKI. Bidan dianggap sebagai tenaga kesehatan yang berkompeten untuk berkontribusi dalam upaya penurunan AKI, karena merupakan tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan wanita sebagai sasaran program.
Saat ini jumlah bidan di Indonesia mencapai 102.060 orang ditempatkan diseluruh wilayah, terutama di pedesaan. Hal ini bertujuan agar akses pelayanan kesehatan mudah dijangkau oleh wanita terutama pelayanan kesehatan ibu meliputi pelayanan kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan (nifas) yang komperehensif dan berkualitas. Standar pelayanan antenatal care dibuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena tuntutan akan
peningkatan kualitas pelayanan semakin meningkat.
Standar pelayanan ANC yang berawal dari 7T (timbang berat badan, mengukur tekanan darah, mengukur tinggi fundus uteri, pemberian imunisasi TT (Tetanus Toxoid) lengkap, pemberian tablet Fe (zat besi) minimal 90 tablet selama kehamilan, tes terhadap penyakit menular seksual, temu wicara dalam rangka persiapan rujukan). Standar ANC 7T kemudian berkembang lagi menjadi 10T dengan penambahan item standar meliputi 3 menilai status gizi (ukur lingkar lengan atas), menentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ), dan test laboratorium (rutin dan khusus). Sekarang pemerintah menambahkan item standar pelayanan antenatal care dari 10T menjadi 14T dengan penambahan item standar meliputi pemeriksaan Hb, pemeriksaan VDRL (Veneral Disease Research Lab), pemeriksaan protein urine, pemeriksaan urine reduksi, perawatan payudara, senam hamil, pemberian obat malaria, dan pemberian kapsul minyak yodium. Penambahan standar pelayanan antenatal care tersebut diharapkan menjadi acuan bagi tenaga kesehatan terutama bidan dalam memberikan pelayanan antenatal yang berkualitas untuk meningkatkan status kesehatan ibu yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap penurunan AKI (Kemenkes , 2010).
Pelayanan antenatal care (ANC) yang bermutu dapat dicapai oleh bidan dengan mematuhi pelaksanaan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Kepatuhan bidan dalam pelaksanaan standar ANC dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang dimiliki bidan meliputi pengetahuan, pendidikan, beban kerja, sarana
pelayanan, komitmen pemimpin, supervisi, lama praktik, dan pelatihan. Penelitian Abu (2015) juga menyimpulkan bahwa pengetahuan (p value= 0,016) dan lama praktik (p value= 0,028) bidan berhubungan signifikan dengan mutu pelayanan antenatal care karena dengan bertambahnya masa kerja bidan akan berdampak pada pengalaman yang diperoleh sehingga pengetahuan bidan tentang antenatal care pun meningkat. Kompetensi bidan harus terus ditingkatkan untuk mendukung penyelenggaraan pelayanan ANC yang bermutu. Peningkatan kompetensi. Bidan dalam kepatuhan standar ANC dapat dilakukan dengan pelatihan yang berkaitan dengan antenatal care dan perlu dilakukan supervisi dari organisasi profesi (IBI) dan DKK agar bidan dapat melaksanakan antenatal care dengan hasil sesuai standar.
Standar pelayanan antenatal adalah pelayanan yang dilakukan kepada ibu hamil dengan memenuhi kriteria 10T yaitu :
o Timbang berat badan dan ukur tinggi badan o Ukur tekanan darah
o Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas/LILA) o Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri) o Tentukan presentasi janin dan denyut janin (DJJ) o Skrining status imunisasi tetanus dan beikan
imunisasi tetanus toksoid (TT) bila diperlukan.
o Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan.
o Tes laboratorium, tes kehamilan, pemeriksaan hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya),
pemriksaan protein urin (bila ada indikasi) yang pemberian pelayanan disesuaikn dengan trimester kehamilan.
o Tatalaksana/penanganan kasus sesuia kewenangan.
o Temu wicara (konseling)
Kunjungan Antenatal
Kunjungan antenatal adalah kontak antara Ibu hamil dan petugas kesehatan yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan termasuk pelayanan kesehatan ibu hamil yaitu pelayanan antenatal sesuai standar adalah pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil minimal 4 kali selama kehamilan. Minimal 1 kali pada trimester I, minimal 1 kali pada trimester II dan minimal 2 kali pada trimester III. Pemeriksaan Antenatal Care terbaru sesuai dengan standar pelayanan yaitu minimal 6 kali pemeriksaan selama kehamilan,dan minimal 2 kali pemeriksaan oleh dokter pada trimester I dan III. 2 kali pada trimester pertama (kehamilan hingga 12 minggu), 1 kali pada trimester kedua (kehamilan diatas 12 minggu sampai 26 minggu), 3 kali pada trimester ketiga (kehamilan diatas 24 minggu sampai 40 minggu) (Buku KIA Terbaru Revisi tahun 2020). Ibu hamil wajib melakukan Screening COVID 19 dengan Rapid test yaitu 7 hari sebelum persalinan /hari perkiraan persalinan, jika rapid test menunjukan hasil reaktif maka ibu hamil dianjurkan untuk SWAB test
dan persalinan dilakukan di Rumah Adalah pelayanan antenatal komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil yang bertujuan menyediakan pelayanan terpadu komprehensif dan berkualitas, menghilangkan missed oportunity, deteksi dini kelainan dan penyakit, melakukan intervensi terhadap kelainan atau gangguan, melakukan rujukan kasus ke fasilitas pelayanan kesehatan. Adapun standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan, meliputi :
a. Timbang Berat Badan dan Ukur Tinggi Badan, berat badan di ukur dalam kg tanpa sepatu dan memakai pakaian yang seringan-ringannya. Berat badan yang bertambah terlalu besar atau kurang perlu mendapatkan perhatian khusus karena memungkinkan terjadinya penyulit kehamilan.
Kenaikan berat badan tidak boleh lebih dari 0,5kg/minggu. Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal, dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin.
Menurut DepKes RI, mengukur tinggi badan adalah salah satu deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko, dimana bila tinggi badan ibu hamil kurang dari 145 cm atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang belakang.
b. Ukur Tekanan Darah Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah 140/90 mmHg) dan preeklampsia (hipertensi disertai edema wajah dan atau tungkai bawah; dan atau proteinuria) pada kehamilan. Prawirohardjo menjelaskan bahwa mengukur tekanan darah
dengan meletakkan tensimeter dipermukaan yang datar setinggi jantungnya. Gunakan ukuran manset yang sesuai. Tekanan darah diatas 140/90 MmHg atau peningkatan diastol 15 MmHg/lebih sebelum kehamilan 20 minggu atau paling sedikit pada pengukuran dua kali berturut-turut pada selisih waktu 1 jam berarti ada kenaikan nyata dan ibu perlu di rujuk.
c. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas) Pengukuran LiLA dilakukan pada kontak pertama untuk deteksi ibu hamil berisiko kurang energi kronis (KEK). Kurang energi kronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung lama, karena Ibu hamil dengan KEK akan dapat melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR). Cara melakukan pengukuran LiLA :1) Menentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan meteran, 2) Lingkarkan dan masukkan ujung pita di lubang yang ada pada pita LiLA, baca menurut tanda panah, 3) Menentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan pita pengukur.Adapun nilai normal LiLA adalah 23,5cm (d) Ukur Tinggi Fundus Uteri Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan.. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu dengan menggunakan tehnik Mc. Donald yaitu dengan cara mengukur tinggi fundus memakai pita ukur dari atas simfisis ke fundus uteri kemudian ditentukan
sesuai rumusnya Apabila usia kehamilan dibawah 24 minggu pengukuran dilakukan dengan jari.
d. Tentukan Presentasi dan Denyut Jantung Janin Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Adapun pemeriksaan Denyut jantung janin baru dapat didengar pada usia kehamilan 16 minggu atau 4 bulan. DJJ lambat kurang dari 120x/menit atau DJJ cepat lebih dari 160x/menit menunjukkan adanya gawat janin.
e. Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) Ibu hamil harus mendapat imunisasi tetanus toxoid untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum.
Pemberian imunisasi tetanus toxoid pada ibu hamil disesuaikan dengan status imunisasi ibu saat ini.
Menurut Prawirohardjo, pemberian imunisasi tetanus toxoid pada kehamilan umumnya diberikan 2 kali, Vaksin tetanus toxoid diberikan sedini mungkin untuk penyuntikkan yang kedua diberikan 4 minggu kemudian, dengan dosis pemberian 0,5 cc IM (intra muskular) di lengan atas/paha/bokong.
f. Pemberian Tablet Zat Besi Kebijakan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Indonesia saat ini menetapkan pemberian tablet Fe (320 mg ferro sulfat dan 0,5 mg asam folat) untuk semua ibu hamil sebanyak 90 tablet selama kehamilan. Pada setiap kali kunjungan mintalah ibu untuk meminum tablet zat besi yang cukup, hindari meminum teh/kopi 1 jam sebelum/sesudah makan karena dapat mengganggu penyerapan zat besi.
Tablet zat besi lebih dapat diserap jika disertai dengan mengkonsumsi vitamin C yang cukup. Jika vitamin C yang dikonsumsi ibu dalam makanannya tidak tercukupi berikan tablet vitamin C 250 mg perhari (DepKes RI, 2004). Depkes telah melaksanakan berbagai kegiatan penanganan anemia sejak awal tahun 1980an dengan tujuan utama menurunkan prevalensi anemia pada ibu hamil dengan mendistribusikan tablet tambah darah melalui Puskemas (Kemenkes RI, 2015) g. Periksa Laboratorium (Rutin dan Khusus), meliputi:
Pemeriksaan Golongan Darah, pada ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui jenis golongan darah saja, melainkan juga untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawat- daruratan.
Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Darah (Hb), dilakukan pada ibu hamil minimal sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga.
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam kandungan. Pemeriksaan Protein Dalam Urin, dilakukan pada ibu hamil trimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu indikator terjadinya preeclampsia pada ibu hamil.
Pemeriksaan Kadar Gula Darah, ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes Mellitus harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama
kehamilannya minimal sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua dan sekali pada trimester ketiga (terutama pada akhir trimester ketiga). Pemeriksaan Darah Malaria, semua ibu hamil di daerah endemis harus dilakukan pemeriksaan darah Malaria dalam rangka screning pada kontak pertama. Sedangkan Ibu hamil di daerah non endemis malaria dilakukan pemeriksaan darah malaria apabila ada indikasi.
Pemeriksaan Tes Sifilis, dilakukan di daerah dengan risiko tinggi dan ibu hamil yang diduga Sifilis.
Pemeriksaan Sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada kehamilan. Pemeriksaan HIV, terutama untuk daerah dengan risiko tinggi kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV.
Ibu hamil setelah menjalani konseling kemudian diberi kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV.
Pemeriksaan BTA, dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai menderita Tuberkulosis sebagai pencegahan agar infeksi Tuberkulosis tidak mempengaruhi kesehatan janin. Selain pemeriksaaan tersebut diatas, apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas rujukan.
h. Tatalaksana/Penanganan Kasus Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan.
Kasuskasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.
i. Temu Wicara Temu wicara penting dilakukan sebagai media komunikasi antar sesama ibu hamil dengan Bidan, kegiatan ini selain membahas masalah kehamilan juga membahas cara pemeliharaan masa nifas dan masa menyusui.
Berdasarkan informasi dari Kementerian Kesehatan RI (2009), antenatal care dalam penerapannya sudah terstandarisasi dengan rumus 10T. Untuk Moms, Mother&Baby Indonesia memberikan penjelasan rinci mengenai 10T berikut ini:
a. Timbang Berat Badan dan Ukur Tinggi Badan b. Pengukuran ini dilakukan untuk memantau
perkembangan tubuh ibu hamil. Hasil ukur juga dapat dipergunakan sebagai acuan apabila terjadi sesuatu pada kehamilan, seperti bengkak kehamilan kembar, hingga kehamilan dengan obesitas.
Penambahan berat badan pada trimester I berkisar 0,5 kg setiap bulan. Di trimester II-III, kenaikan berat badan bisa mencapai 0,5 kg setiap minggu.
Pada akhir kehamilan, pertambahan berat badan berjumlah sekitar 20-90 kg dari berat badan sebelum hamil.
1. Pemeriksaan Tekanan Darah
Selama pemeriksaan antenatal, pengukuran tekanan darah atau tensi selalu dilakukan secara rutin. Tekanan darah yang normal berada di angka 110/80 – 140/90 mmHg. Bila lebih dari 140/90 mmHg, gangguan kehamilan seperti pre- eklampsia dan eklampsia bisa mengancam kehamilan Anda karena tekanan darah tinggi (hipertensi)
2. Pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri (Puncak Uteri) Tujuan pemeriksaan puncak rahim adalah untuk menentukan usia kehamilan. Tinggi puncak rahim dalam sentimeter (cm) akan disesuaikan dengan minggu usia kehamilan. Pengukuran normal diharapkan sesuai dengan tabel ukuran fundus uteri sesuai usia kehamilan dan toleransi perbedaan ukuran ialah 1-2 cm. Namun, jika perbedaan lebih kecil 2 cm dari umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pada pertumbuhan janin.
3. Skrining Status Imunisasi Tetanus dan Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) Pemberian imunisasi harus didahului dengan skrining untuk mengetahui dosis dan status imunisasi tetanus toksoid yang telah Anda peroleh sebelumnya. Pemberian imunisasi TT cukup efektif apabila dilakukan minimal 2 kali dengan jarak 4 minggu.
4. Pemberian Tablet Zat Besi
Pada umumnya, zat besi yang akan diberikan berjumlah minimal 90 tablet dan maksimal satu tablet setiap hari selama kehamilan. Hindari meminum tablet zat besi dengan kopi atau teh agar tidak mengganggu penyerapan.
5. Tetapkan Status Gizi
Pengukuran ini merupakan satu cara untuk mendeteksi dini adanya kekurangan gizi saat hamil. Jika kekurangan nutrisi, penyaluran gizi ke janin akan berkurang dan mengakibatkan pertumbuhan terhambat juga potensi bayi lahir dengan berat rendah. Cara pengukuran ini
dilakukan dengan pita ukur mengukur jarak pangkal bahu ke ujung siku, dan lingkar legan atas (LILA).
6. Tes Laboratorium (Rutin dan Khusus)
Pemeriksaan laboratorium terdiri dari pemeriksaan kadar hemoglobin, golongan darah dan rhesus, tes HIV juga penyakit menular seksual lainnya, dan rapid test untuk malaria.
Penanganan lebih baik tentu sangat bermanfaat bagi proses kehamilan.
7. Tentukan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ)
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memantau, mendeteksi , dan menghindarkan faktor risiko kematian prenatal yang disebabkan oleh hipoksia, gangguan pertumbuhan, cacat bawaan, dan infeksi. Pemeriksaan denyut jantung sendiri biasanya dapat dilakukan pada usia kehamilan 16 minggu.
8. Tatalaksana Kasus
Anda berhak mendapatkan fasilitas kesehatan yang memiliki tenaga kesehatan yang kompeten, serta perlengkapan yang memadai untuk penanganan lebih lanjut di rumah sakit rujukan.
Apabila terjadi sesuatu hal yang dapat membahayakan kehamilan, Anda akan menerima penawaran untuk segera mendapatkan tatalaksana kasus.
9. Temu Wicara Persiapan Rujukan
Temu wicara dilakukan setiap kali kunjungan.
Biasanya, bisa berupa konsultasi, persiapan rujukan dan anamnesa yang meliputi informasi