BAB II Gambaran Umum Tikrar Kisah Dalam Al-Qur`an
4. Tujuan dan Faedah Kisah-Kisah dalam Al-Qur`an
Al-Qur`an diturunkan Allah swt untuk manusia kepada Nabi Muhammad saw sebagai penerima pertama, memiliki tujuan membawa manusia ke dalam bimbingan dan tuntunan Allah swt dan Rasul-Nya. Manusia diajak untuk beriman kepada pokok-pokok keimanan dengan segala konsekuensinya. Dengan demikian kisah Al-Qur`an sebagai bagian dari Al-Qur`an secara keseluruhan tunduk dan patuh kepada tujuan Agama.34
Di antara tujuan kisah Al-Qur`an menurut Sayyid Quthb (w.
1966 M) adalah:
a. Menetapkan kebenaran wahyu dan kerasulan Nabi Muhammad saw.
b. Menerangkan bahwa agama seluruhnya dari Allah swt sejak masa Nabi Nuh as sampai masa Nabi Muhammad saw.35 c. Mengemukakan bahwa seluruh Agama itu adalah
berasaskan satu, yaitu iman kepada Allah Yang Maha Esa dan beribadah kepada-Nya.
d. Menjelaskan bahwa cara-cara para Nabi dalam berdakwah itu satu dan penerimaan kaum-kaum mereka hampir sama.36 e. Menerangkan bahwa Agama Nabi Muhammad saw dan
Agama Nabi Ibrahim as adalah berasal dari asal yang sama.
f. Menerangkan bahwa Allah swt pada akhirnya selalu menolong para Nabi-Nya dan membinasakan orang-orang yang mendustakan mereka.37
34 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah pesan dan keserasian Al-Qur`an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), Volume I, h. vii
35 Sayyid Quthb, Indahnya Al-Qur`an Berkisah, terj. Fathurrahman Abdul Hamid, (Jakarta: Gema Insani, 2004), Cet. 1, h. 159-160
36 Sayyid Quthb, Indahnya Al-Qur`an Berkisah, h. 163-164
37 Sayyid Quthb, Indahnya Al-Qur`an Berkisah, h. 166-167
g. Mengungkapkan janji dan ancaman Tuhan.
h. Menunjukkan betapa besar nikmat Allah swt yang diberikan kepada Nabi-Nya, seperti yang diungkapkan dalam kisah Nabi Sulaiman, Nabi Daud, dan Nabi-nabi lainnya.
i. Memperingatkan kepada Bani Adam terhadap godaan dan rayuan setan, juga menampakkan permusuhan abadi antara manusia dan setan.
j. Menunjukkan bahwa Allah swt telah membuat hal-hal luar biasa untuk menolong Nabi-Nya.38
Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki menyatakan bahwa kisah dalam Al-Qur`an mempunyai tujuan yang tinggi. Tujuan tersebut ialah menanamkan nasihat dan pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa masa lalu.39
Sedangkan tujuan kisah dalam Al-Qur`an menurut Ahmad Badawi, yaitu40:
1) Agar manusia mau berpikir, firman Allah:
“…Demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir”. (QS. Al- A‟raf [7]: 176)
38 Sayyid Quthb, Indahnya Al-Qur`an Berkisah, h, 169-170
39 Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki, Keistimewaan-Keistimewaan Al-Qur`an, terj.
Nur Faizin, (Yogyakarta:Mitra Pustaka, 2001), h. 46
40 Ahmad Badawi, Min Balaghah Al-Qur`an, (Kairo, Dar al-Nahzhah al-Mishr, 1950), h. 37
2) Agar dapat diambil pelajaran daripadanya, firman Allah:
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal”.
(QS. Yusuf [12]: 111)
3) Untuk memantapkan dan menetapkan hati, firman Allah:
“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu”. (QS. Hud [11]: 120)
Kisah-kisah dalam Al-Qur`an mempunyai banyak faedah, berikut ini beberapa faedah terpenting di antaranya:
a. Menjelaskan Asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syariat yang dibawakan oleh para Nabi41. Seperti dalam firman Allah:
“Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". (QS. Al-Anbiya [21]: 25)
b. Mengokohkan hati Rasulullah saw dan umatnya, dalam beragama dengan Agama Allah swt dan memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran
41 Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-Ilmu Qur`an, (Bogor: PustakaLitera AntarNusa), h. 437.
dan para pendukungnya, serta hancurnya kebathilan dan para pembelanya.42 Seperti dalam firman Allah:
“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat Ini Telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Hud [11]: 120) c. Untuk menjadikan uswatun hasanah bagi kita semua yaitu
dengan mencontoh akhlaq terpuji dari para Nabi dan orang- orang sholeh yang disebutkan dalam Al-Qur`an.43
d. Membenarkan para Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
e. Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi.
f. Menyibak kebohongan Ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab
42 Hasby Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur`an, h. 188.
43 Abu Ishak Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim an-Naisaburi, Qisas Anbiya, (Beirut: Darul Fikr, t.t.), h. 12.
mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti.44 seperti dalam firman Allah:
“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah:
"(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), Maka bawalah Taurat itu, lalu Bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar". (QS. Ali Imran [3]: 93)
B. Interpretasi Tikrar dalam Al-Qur`an 1. Definisi Tikrar
Kata tikrar adalah mashdar dari kata kerja “karrara” yang merupakan rangkaian kata dari huruf kaf, ra‟, ra‟. secara etimologi berarti mengulang atau mengembalikan sesuatu berulangkali.45
Adapun menurut istilah al-tikrar berarti A‟adatu Allafdzu au maradhifah litaqrir al-ma‟na mengulangi lafal atau yang sinonimnya untuk menetapkan (taqrir) makna. Selain itu, ada juga yang memaknai al-tikrar dengan Dzakara asysyay‟i marratayni fashâ „idan menyebutkan sesuatu dua kali berturut-turut atau penunjukan lafal terhadap sebuah makna secara berulang.46
44 Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-Ilmu Qur`an, h. 437.
45 Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Maqayis al-Lughah, Juz. V, (Beirut:
Ittihad al-Kitab al-„Arabi, 1423 H/2002 M), h. 126
46 Khalid ibn Usman al-Sabt, Qawa‟id al-Tafsir, Jam‟an wa Dirasah, Juz. I, (al- Mamlakah al-„Arabiyah al-Sa‟udiyah, Dar ibn „Affan, 1417 H/1997 M), Cet. I, h. 701
Menurut Ibnu Naqib tikrar adalah lafadz yang keluar dari seorang pembicara lalu ia mengulanginya dengan lafadz yang sama, baik lafadz yang diulanginya tersebut sama dengan lafadz yang ia keluarkan ataupun tidak, atau ungkapan tersebut hanya dengan maknanya bukan dengan lafadz yang sama.47
Tikrar juga berarti sebuah lafadz yang menunjukkan kepada suatu makna dengan berulang-ulang.48 Pada pengertian lain tikrar adalah mengulang lafadz yang sama untuk menetapkan makna atau bisa dikatakan menyebutkan sesuatu dengan dua kali secara berturut-turut atau menunjukkan lafadz terhadap sebuah makna secara berulang.49
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan al-tikrar adalah pengulangan redaksi ayat atau kalimat dalam Al-Qur`an dua kali atau lebih, baik itu terjadi pada lafalnya ataupun maknanya dengan tujuan dan alasan tertentu.