C. Turut Serta Melakukan Jari>mah Jari>mah secara Langsung secara Langsung
Turut serta secara langsung (al-ishtira>k al-muba>shir) terjadi apabila orang-orang yang melakukan jari>mah dengan nyata lebih dari satu orang. Yang dimaksud pengertian “melakukan jari>mah dengan nyata” adalah bahwa orang yang turut serta itu masing- masing mengambil bagian secara langsung meskipun tidak sampai selesai. Pelaku dianggap cukup sebagai turut serta secara langsung apabila ia telah melakukan perbuatan yang dianggap sebagai permulaan pelaksanaan jari>mah. Misalnya, dua orang (A dan B) akan membunuh seseorang (C). A sudah memukul kepala dengan besi kemudian pergi, dan B meneruskan sehingga C meninggal. Dalam hal ini, A tidak turut serta menyelesaikan jari>mah, tetapi ia telah melakukan perbuatan yang merupakan permulaan pelaksanaan tindak pidana pembunuhan. Contoh ini menggambarkan bahwa A dianggap sebagai orang yang turut serta secara langsung.
Bentuk perbuatan secara tidak langsung juga dianggap turut serta secara langsung apabila pelaku menjadi kaki tangan atau alat. Misalnya, apabila seseorang memerintah anak di bawah umur untuk membunuh orang dan perintah itu dilaksanakan, maka orang yang memerintah dianggap sebagai pelaku lang- sung. Menurut Abu> H{ani>fah, orang yang memerintah tersebut
6 Hanafi, Asas-asas, 136.
7 Ibid.
tidak dianggap sebagai pelaku langsung kecuali apabila perin- tahnya itu merupakan paksaan bagi orang yang melaksanakan- nya. Deng an demikian, apabila perin tah itu tidak sampai pada tingkatan paksaan, maka perbuatan itu tetap dianggap sebagai turut serta secara tidak langsung.8
Dalam hukum pidana Islam, turut serta berbuat langsung dapat terjadi apabila seseorang melakukan perbuatan yang dipan- dang sebagai permulaan pelaksanaan jari>mah yang sudah cukup dianggap sebagai maksiat. Apabila seseorang melakukan tindak pidana percobaan, baik selesai atau tidak, maka tindakannya tidak berpengaruh pada kedudukan seseorang yang turut berbuat langsung tetapi berpengaruh pada besarnya hukuman. Artinya, apabila jari>mah yang dikerjakan selesai dan jari>mah itu berupa h}add, maka pelaku dijatuhi hukuman h}add. Jika tidak selesai, maka pelaku dijatuhi hukuman ta‘zi>r.9
Menurut hukum pidana Islam, pada dasarnya banyaknya pelaku jari>mah tidak mempengaruhi besarnya hukuman yang dijatuhkan atas masing-masing pelaku. Seseorang yang melaku- kan jari>mah bersama-sama dengan orang lain, hukumannya tidak berbeda dengan jari>mah yang dilakukan oleh seorang diri.
Masing-masing pelaku dalam jari>mah tidak bisa mempengaruhi hukuman bagi kawan yang berbuat. Meskipun demikian, masing- masing pelaku dalam jari>mah itu bisa terpengaruh oleh keadaan dirinya sendiri, tetapi tetap tidak bisa berpengaruh kepada orang lain. Seorang kawan pelaku jari>mah yang masih di bawah umur atau dalam keadaan gila, bisa dibebaskan dari hukuman kare- na keadannya tidak memenuhi syarat untuk dilaksanakannya hukum an atas dirinya.
Apabila jari>mah yang mereka lakukan adalah jari>mah pembu- nuhan, maka hukuman terhadap mereka diperselisihkan. Mayo-
8 ‘Awdah, al-Tashri>‘, juz 1, 362.
9 ‘Abd al-‘Azi>z Ami>r, al-Ta‘zi>r fi> al-Shari>‘ah al-Isla>mi>yah (Beirut: Da>r al-Fikr, 1969), 122.
ritas fuqaha>’ seperti Ma>lik, Abu> H}ani>fah, Sha>fi‘i>, al-Thawri>, Ah}mad bin H{anbal, Abu> Thawr berpendapat, apabila beberapa orang membunuh satu orang, mereka harus dibunuh semuanya.
Pendapat ini adalah pandangan ‘Umar bin Khat}t}a>b. Dalam satu riwayat beliau pernah berkata:
Seandainya penduduk S{an‘a>’ bersepakat membunuh seseorang, saya akan membunuh mereka semuanya.10 Menurut Da>wu>d al-Dha>hiri>, apabila beberapa orang mem- bunuh satu orang, yang dihukum bunuh adalah salah seorang saja. Pendapat ini adalah pandangan Ibn Zubayr, al-Zuhri>, dan Ja>bir.11
Turut serta secara langsung adakalanya dilakukan secara kebetulan dan adakalanya dilakukan secara terencana. Kerja sama yang dilakukan secara kebetulan disebut tawa>fuq ( ).
Misalnya, A sedang berkelahi dengan B. C yang mempu- nyai dendam kepada B kebetulan lewat dan ia menusukkan pisau ke perut B sehingga meninggal. Dalam hal ini A dan C bersama-sama membunuh B, tetapi antara mereka tidak ada kesepakatan sebelumnya. Kerja sama yang dilakukan secara terencana disebut tama>lu’ ( ). Misalnya, A dan B bersepakat untuk membunuh C. A kemudian mengikat C dan memukulnya sampai meninggal. Dalam hal ini A dan B dianggap sebagai pelaku atau orang yang turut serta secara langsung atas dasar kesepakatan.
Pertanggungjawaban pelaku secara langsung dalam tawa>fuq dan tama>lu’, fuqaha>’ berbeda pendapat. Menu- rut jumhu>r al-‘ulama>’, pertanggungjawaban pelaku antara tawa>fuq dan tama>lu’ terdapat perbedaan. Di dalam tawa>fuq,
10 Muh}ammad bin Ah}mad bin Rushd, Bida>yat al-Mujtahid wa Niha>yat al-Muqtas}id, juz 2 (Beirut: Da>r al-Fikr, t.t.), 299.
11 Ibid.
masing-masing pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri dan tidak bertanggung jawab atas perbuatan orang lain.
Di dalam tama>lu’, para pelaku harus bertanggung jawab atas perbuatan mereka secara keseluruhan. Jika korbannya mening- gal, masing-masing pelaku dianggap sebagai pembunuh.12
Menurut Abu> H{ani>fah dan sebagian Sha>fi‘i>yah, antara per- tanggungjawaban para pelaku dalam tawa>fuq dan tama>lu’ tidak ada perbedaan. Artinya, masing-masing pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri dan tidak bertanggung jawab atas akibat perbuatan secara keseluruhan.13