• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unsur sosial dalam Novel Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Saadawi

B. Saran

1. Unsur sosial dalam Novel Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Saadawi

Data Sb.1

“Gagasan tentang “ penjara “ bagaimanakah kehidupan di penjara itu, teristimewa bagi para wanita. Barangkali hal ini karena saya hidup disuatu negeri dimana banyak cendekiawan penting-penting disekitar saya telah beberapa kali masuk di penjara untuk waktu tertentu karena” kejahatan Politik.”

(Perempuan di Titik Nol, 2014: 1) Data Sb.2

“Kadang-kadang saya bayangkan, bahwa saya akan menjadi seorang dokter, atau insiyur, seorang ahli hukum atau hakim. Dan suatu hari semua sekolah turun ke jalan-jalan raya untuk menggabungkan diri dalam suatu demostrasi besar yang menentang pemerintah.”Turunkan pemerintah!”

(Perempuan di Titik Nol, 2014: 37)

saya telah koyak di beberapa tempat, sepanjang malam itu saya tetap membayangkan diri sebagai seorang pemimpin atau kepala Negara. Saya tahu bahwa perempuan tidak bisa menjadi kepala negara tetapi saya merasa bahwa saya tidak seperti perempuan lainnya.

(Perempuan di Titik No, 2014: 38) Data Sb.4

“Bukan karena saya lebih menghargai kehormatan dan reputasi saya dari gadis- gadis yang lainnya tetapi harga saya jauh lebih tinggi dari mereka saya menyadari bahwa seorang karyawati lebih takut kehilangan pekerjaannya dari pada seorang pelacur akan kehilangan nyawanya. Seorang karyawati takut kehilangan pekerjaannya dan menjadi seorang pelacur karena dia tidak mengerti bahwa kehidupan seorang pelacur menurut kenyataannya lebih baik dari kehidupan mereka.”

(Perempuan di Titik Nol, 2014: 124) Data Sb.5

“Setiap pelacur mempunyai germo untuk melindunginya dari germo-germo yang lain, dan dari polisi. Itulah yang akan saya lakukan.”

“Tetapi saya dapat melindungi diri-sendiri,” kata saya.

“Tak ada seorang perempuan pun di dunia ini yang dapat melindungi diri- sendiri.”

“Saya tak butuh perlindunganmu.”

(Perempuan di Titik Nol, 2014: 134) Data Sb.6

“Kau seorang pelacur, dan menjadi tugasku untuk menangkap kamu dan lain- lain yang sejenis denganmu. Untuk membersihkan negeri ini, dan melindungi kaum keluarga yang terhormat dari jenis kalian. Tetapi saya tidak suka mempergunakan kekerasan. Barangkali kita dengan diam-diam dapat mufakat tanpa pertengkaran. Aku akan memberimu satu pon, satu pon penuh.

(Perempuan di Titik Nol, 2014: 89)

mengaji dan khatam. Sudah ikut sorengan kitab kuning. Kami juga tidak terlalu keburu. Ya penting ….kita sepakat untuk saling menjaga.

(Perempuan Berkalung Sorban, 2009: 90) Data Sb.2

“Di zaman sekarang ini, tak peduli anak petani, anak pejabat, anak kiai atau anak orang abangan, semua sama maju kedepan menuju apa yang disebut modernisasi . sayangnya modern atau apa itu ….emansipasi, perempuan harus ngantor dengan baju sepertiga saja menutupi auratnya dan mereka harus bergaul dengan sebarang laki-laki melayani yang bukan muhrimnya demi sekian ribu rupiah untu sesuatu ang disebut modern. Para remaja harus pergi ke gedung bioskop untuk menyaksikan gambaran kemungkaran dan kedzaliman, biar di bilang modern.

(Perempuan Berkalung Sorban, 2009: 83-84 ) Data Sb.3

Perempuan bukanlah pelayan laki-laki. Bukan juga budak bagi kehidupan.

Aku tidak mau menjadi budak. Pun masa depan yang kerontang bukanlah impianku , juga impian siapapun.

(Perempuan Berkalung Sorban, 2009: 85) Data Sb.5

“Jika ada perempuan yang mandiri dan penuh inisiatif malah di takuti para laki-laki dan dianggap maskulin. Ini kan cara berpikir bias jender dan tidak sebagaimana yang dikehendaki oleh Sang Pencipta sendiri.”

(Perempuan Berkalung Sorban, 2009: 236) Data Sb.6

“Banyak sekali para bapak yang nota bene laki-laki yang tidak mengiginkan anak perempuan. Maka jika ternyata anak perempuan yang lahir, sikap sang bapak akan menunjukkan ke tidak sukaannya dan ini mengemukakan dalam setiap prilakunya.Misalnya tidak pernah mau memandikan, tidak mau memandikan , tidak mau memblikan pakaian yang layak , selalu merasa terganggu dengan tangisnya, acuh tak acuh seluruh yang menimpa putrinya dan banyak sikap yang menunjukkan bahwa ia menyesal dan tak suka atas kehadiran putrinya sendiri.”

(Perempuan Berkalung Sorban, 2009: 236)

“Mengapa kau kembali dari rumah pamanmu? Apakah dia tidak sanggup memberimu makan untuk beberapa hari saja? Sekarang kau melarikan diri dariku? Mengapa kau memalingkan mukamu dari mukaku? Apakah aku ini buruk? Apakah aku ini busuk? Mengapa kau menjauhi aku jika aku mendekatimu?”

(Perempuan di Titik Nol,2014: 64) Data St.2

“Saya bicara dengan nada rendah, dan kedua mata saya dipusatkan ke arah tanah, tetapi dia berdiri dan menampar muka saya, sambil berkata, “Berani benar kau untuk bersuara keras jika bicara dengan aku, kau gelandangan, aku perempuan murahan?”

(Perempuan di Titik Nol, 2014: 71) Data St.3

“Lelaki tidak tahu nilai seorang perempuan, Firdaus. Perempuan itulah yang menentukan nilai bagi dirinya. Semakin tinggi kau menaruh harga bagi dirimu semakin dia menyadari hargamu itu sebenarnya, dan dia akan bersiap untuk membayar dengan apa yang dimilikinya. Dan bila dia tidak memilikinya, dia akan mencuri dari orang lain untuk memberimu apa yang kau minta.”

(Perempuan di Titik Nol, 2014: 79) Data St.4

“Tidak Fawzi, tidak.”

Suara Fawzi bunyinya seperti desis penuh amarah.

“Tidak? Apanya yang tidak? Bukankah kau pelacur?”

“Tidak, Fawzi. Atas nama Nabi. Kau tidak boleh, kau tidak boleh!”

Melalui dinding terdengar lagi desis-desis penuh amarahnya. “Neraka jahannam, perempuan. Apa yang tidak boleh, dan apa Nabi? Siapa itu Shawki. Akan kupotong lehernya.”

“Kau seorang pelacur, dan menjadi tugasku untuk menangkap kamu dan lain- lain yang sejenis denganmu. Untuk membersihkan negeri ini, dan melindungi kaum keluarga yang terhormat dari jenis kalian. Tetapi saya tidak suka mempergunakan kekerasan. Barangkali kita dengan diam-diam dapat mufakat tanpa pertengkaran. Aku akan memberimu satu pon, satu pon penuh. Apa jawabmu?”

(Perempuan di Titik Nol,2014: 89) 3. Streoptipe pada novel perempuan berkalung sorban karya Abidah El

khalieqy Data St.6

“Ibu pernah mengatakan, perempuan itu bagai godaan. Semacam buah semangka atau buah peer di gurun sahara. Perempuan adalah sarang fitnah, tetapi laki-laki bukan sarang mafia.”

(Perempuan Berkalung Sorban, 2009: 46) Data St.7

“Biasa. Janda kembang kan selalu kesepian. Dan pemannya yang ganteng mengambil kesempatan.”

“Iya. Tetapi mbok sadar kalau dia itu putri seorang Kiai. Kasihan, kalau bapaknya sampai menanggung malu akibat perbuatannya.”

“Ngomong-ngomong memangnya apa yang telah dilakukannya Jeng Nisa itu?”

“Mereka berduaan di pematang sambil memburu burung mandar. Lalu mereka pergi berkuda ke arah utara. Memang mereka pasangan yang serasi. Tetapi aku tak tahu kemana mereka pergi dan untuk apa.”

(Perempuan Berkalung Sorban, 2009: 192)

“Ibu tahu, Nisa. Khudori tidak akan melakukan itu padamu, apalagi ditempat- tempat seperti itu. Tetapi keakrabanmu dengannya telah menimbulkan kecurigaan masyarakat. Terlebih sekarang ini. Ingatlah, bahwa kini kau adalah seorang janda, Nisa. Dan statusmu itulah yang membuat pikiran orang macam-macam dalam menilaimu. Sedikit saja kau lengah, mereka akan berebut menggunjingkanmu.”

(Perempuan Berkalung Sorban, 2009: 194)

Penulis: Nawal el Saadawi

Penerbit: Yayasan Obor Indonesia Terbitan ke Sebelas: 2014

Jumlah Halaman: 177

Perempuan di Titik Nol adalah sebuah novel karya Nawal el Saadawi.

novel ini menceritakan tokoh Firdaus, sebagai sosok tokoh utama yang memiliki reaksi akan realitas yang hadir disekelilingnya. Awal kehidupan atau masa kecilnya adalah anak yang patuh dan taat terhadap orang tuanya, itu terlihat dari ketekunan serta keuletan Firdaus dalam melakukan aktivitas keluarga. Di masa kecil pula, Firdaus sudah mengenal kenikmatan seks dari Muhammadain serta

laki-laki.

Ketika Ayah dan Ibu Firdaus meninggal, Firdaus di asuh oleh pamannya,meski pamannya itu bersikap lebih baik dan lebih lembut dari pada Ayahnya tetapi sosok paman yang lembut itu sama dengan laki-laki lain pamanya pun tidak melewatkan kesempatan untuk melakukan pelecehan seksual kepadanya. Dalam masa ini firdaus di sekolahkan di Sekolah Menengah Pertama,di situlah ia merasakan bergaul dengan teman sebayanya dan merasakan jatuh cinta. Untuk membalas budi sang paman maka Firdaus harus menerima pinangan dari syekh Mahmoud yang jauh lebih tua darinya. Perkawinannya dengan Syekh Mahmoud yang banyak mendapat kekerasan dengan kasar dan mendapat legitimasi Pamannya. Hal itu telah mengubah Firdaus menjadi seorang pelacur.

Firdaus, menjadi pelacur dan memiliki dua hal. Pertama, sikap menjalani kebebasan diri. Kedua, menentukan nilai berdasarkan kehendak sendiri atau menentukan segala sesuatunya dengan materi (kapitalistik). Menjadi seorang pelacur, Firdaus sadar akan peran serta status yang melekat terhadap dirinya.

Sehingga membuat dirinya untuk mengubah kebiasaan itu menjadi seorang pribadi yang menghargai dirinya sendiri. Di titik itu, Firdaus bangkit membangun inisiasi dan menetapkan kepercayaan diri yang kuat bahwa dirinya mampu menggapai setiap impian hari depannya.

Belum tegak Firdaus meneguhkan harapan tentang masa depannya sebagai karyawati yang berbeda dari karyawati lainnya diperusahaan tempatnya bekerja, sebuah pukulan kekecewaan menimpanya. Kekecewaan terhadap Ibrahim, seorang tokoh revolusioner yang telah mencederai cinta kasih yang ada dan diberikan Firdaus.

SINOPSIS

Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy

Judul: Perempuan Berkalung Sorban

Penulis: Abidah el Khalieqy Penerbit : Arti Bumi Intaran

Tahun Pertama Terbit: 2009 Jumlah Halaman: 320

Novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah el Khalieqy, Annisa sebagai tokoh utama mengalami gunjingan jiwa terhadap perlakuan laki-laki yang tidak memberikan kebebasan perempuan untuk belajar sama dengan saudaranya, perbedaan ini membuat hati seorang anak gadis novel Perempuan Berkalung

manusia yang sangat kompleks, tetapi malah menjadikan kekuasaan yang pundamental dan menganggap bahwa melawan para penguasa kaum laki-laki yang tidak berpihak kepada perempuan, dan menganggap perempuan hanya sebagai tambal ban yang seakan-akan dijadikan sebagai pemuas nafsu laki-laki saja.

Novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy, juga menceritakan sosok Annisa sebagai seorang perempuan dengan pendirian kuat, cantik, dan cerdas. Kecerdasan dan kemauan Annisa kontradiktif dengan lingkungan pesantren keluarga besarnya yang konservatif. Mereka beranggapan pengetahuan modern adalah hal yang menyimpang dari Al-Qur’an dalam pesantren Salafiah Putri diajarkan bagaimana menjadi seorang muslimah yang baik, hal tersebut menjadikan Annisa beranggapan bahwa ada hal yang salah dalam pesantren keluarga besarnya ini. Annisa dinikahkan dengan dengan Syamsuddin, seorang anak Kiai salaf terbesar di Jawa Timur. Ternyata, Syamsuddin menjadi salah satu sumber penderitaan Annisa yang lain, karena Annisa sering mendapat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Dalam struktur masyarakat yang patriarkal, maka film menjadi cerminan bagaimana struktur tersebut ada dan nyata dalam masyarakat. Novel ini menggambarkan represi terhadap perempuan itu terjadi , perempuan sering digambarkan hanya sebagai obyek pelengkap yang menderita, sosok yang

Masyarakat patriarkal adalah masyarakat yang memandang bahwa laki- laki memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan perempuan, sehingga laki- laki menempati struktur di bagian atas, dan perempuan di bawahnya. Dengan kata lain, masyarakat patriarki adalah masyarakat dengan dominasi laki-laki terhadap perempuan yang disebabkan adanya anggapan bahwa alam memang membentuk laki-laki sebagai sosok yang lebih hebat daripada perempuan. Laki-laki tercipta sebagai pemimpin/ penguasa, dan perempuan adalah mahluk yang dipimpin atau dikuasainya sama halnya dengan mahluk hidup lain.

Cerita ini juga merupakan sebuah manivestasi karya sastra yang mencoba mengurai tirai yang membatasi antara peran perempuan dan laki-laki dalam kehidupan sosial yang selama ini banyak di dominasi oleh kaum laki-laki.

Dokumen terkait