• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 8 Komunikasi Publik dan Pidato

5. Metode Pidato

Asul Wiyanto (2001: 19) mengemukakan bahwa di dalam kegiatan berpidato, dikenal empat macam metode berpidato. Metode berpidato tersebut antara lain:

a. Metode Penyampaian Naskah (Manuskrip)

Berpidato dengan cara membaca naskah masih sering kita jumpai dalam suasana resmi, terutama pidato yang disiarkan melalui radio atau televisi, atau pidato pejabat yang diwakili (dibacakan) oleh orang lain. Dalam hal ini, pembicara mengucapkan kata-kata persis seperti yang tertulis dalam naskah tidak dikurangi atau ditambahkan. Pembicara perlu membaca naskah dengan alasan agar tidak ada salah, sebab setiap kata yang diucapkan oleh pejabat dalam suasana resmi akan disebarluaskan dan akan dijadikan panutan oleh orang banyak. Memang ada kemungkinan pembicara terpaksa membaca naskah karena ia belum mahir berpidato.

Dengan alasan takut tidak lancar, ia memilih berpidato dengan cara membaca naskah saja. Membaca naskah masih lebih baik daripada tidak berani tampil, atau berani tampil tapi tersendat-sendat dan kacau. Menurut Joseph A Devito (1997: 414) dalam metode naskah, pembicara membacakan pidato bagi khalayak. Metode naskah ini paling aman digunakan dalam situasi yang menuntut ketepatan waktu dan kata-kata yang dipakai. Dapat sangat berbahaya jika seorang pemimpin politik tidak berbicara menurut naskah ketika ia berpidato mengenai isu-isu yang sensitif. Kata, kalimat, atau frasa yang mendua-arti yang menyulut kemarahan, rasa permusuhan, atau bahkan mengajak berdamai dapat menimbulkan masalah serius. Dengan pembicaraan manuskrip, pembicara dapat mengendalikan gaya, isi, organisasi, dan semua elemen lain dari pembicaraan. Memang, kelebihan dari menuskrip ini adalah bahwa

semua staf ahli pembicara dapat mempelajarinya dan memberi saran-saran guna memecahkan semua masalah potensial.

Keunggulannya:

1) lancar dalam penyampaian, karena tinggal membaca saja;

2) tidak ada yang salah karena sudah dipikirkan berulang- ulang;

3) dapat diwakilkan oleh orang lain;dan 4) dapat diarsipkan

Kelemahannya:

1) tidak komunikatif karena pembicara tidak memandang pendengar;

2) terasa kaku karena tanpa penghayatan;

3) tidak dapat menyesuaikan dengan situasi dan reaksi pendengar; dan

4) kurang menarik

b. Metode Penyampaian dengan Menghafal

Sebelum berpidato, pembicara menghafalkan naskah seluruh kata demi kata. Saat berpidato tiba, pembicara tinggal menyuarakan saja naskah pidato yang telah dihafalkan. Agaknya cara ini hanya dapat dilakukan untuk pidato pendek. Pidato panjang, apalagi pidato yang memerlukan waktu beberapa puluh menit, rasanya tidak mungkin menggunakan cara menghafal. Keunggulan dan kelemahan cara ini mirip dengan cara membaca naskah. Dari segi kemungkinan menjalin kontak batin antara pembicara dan pendengar, cara menghafal sedikit lebih baik daripada cara membaca naskah, sebab mata pembicara dapat lebih leluasa memandang pendengar.

Namun, berpidato dengan cara menghafal naskah mempunyai risiko besar, yaitu jika tiba-tiba lupa lanjutan kata-kata yang akan diucapkan. Lupa berarti bencana dan “kiamat” bagi si pembicara karena ia pasti tidak mampu berbuat apa-apa lagi.

Berpidato dengan cara menghafal naskah sebenarnya bertentangan dengan kebiasaan kita sehari-hari. Setiap hari kita bericara secara spontan. Apa yang kita katakan, kita katakan saja secara langsung tanpa harus menyusun kalimat dan kemudian kita hafalkan lebih dahulu. Dalam berpidato kita harus mengubah kebiasaan sehari-hari. Oleh karena itu, jika tidak sangat terpaksa, berpidato dengan cara menghafalkan naskah harus kita hindari.

Lebih baik naskah pidato itu kita baca berualng-ulang saja (tidak perlu dihafalkan), kemudian dalam berpidato kita menguraikan secara bebas dengan kalimat-kalimat yang baru.

Seperti metode naskah, metode menghafal digunakan bila isu pembicaraan menyangkut kasus-kasus politik yang sensitif atau bila waktu yang ada sangat terbatas. Metode menghafal mengharuskan penyampaiannya menulis bahan pembicaraan kata demi kata dan menghafalnya dengan baik-baik. Pembicaraan kemudian biasanya

“diperagakan” dengan gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan lenturan suara yang sesuai.

Keunggulannya :

1) lancar kalau benar-benar hafal;

2) tidak ada yang salah kalau benar-benar hafal; dan 3) mata pembicara dapat memandang pendengar.

Kelemahannya:

1) pembicara cenderung berbicara cepat tanpa penghayatan;

2) tidak dapat menyesuaikan dengan situasi dan reaksi pendengar; dan

3) kalau terjadi kelupaan, pidatonya gagal total.

c. Metode Penyampaian Impromptu

Pembicara yang menggunakan cara ini tidak melakukan persiapan terlebih dahulu. Pembicara tidak menyiapkan naskah, tidak membaca naskah, dan juga tidak menghafalkan naskah. Bahkan,

menulis pokok-pokok si pidato atau mengangan-angan saja pun tidak ia lakukan. Jadi, pembicara berpidato benar-benar spontan.

Tentu cara spontan tidak dapat dilakukan oleh orang yang belum mahir berpidato. Bagi yang sudah mahir, kata-kata yang dirangkai menjadi kalimat secara spontan itu terkadang dapat lebih segar dan menarik daripada yang sudah direncanakan sebelumnya.

Namun, bagaimanapun mahirnya pembicara, cara spontan mengandung risiko gagal karena pembicara tidak melakukan persiapkan apa-apa.

Pada beberapa kesempatan, pembicaraan impropmtu tidak dapat dihindari. Di kelas, anda mungkin diminta menanggapi penceramah atau bahan yang baru saja anda dengarkan. Dalam hal ini, anda sebenarnya menyampaikan pembicaraan evaluasi secara impropmtu. Dalam rapat, peserta sering kali diminta untuk memberikan komentar impropmtu mengenai berbagai isu.

Pembicaraan impropmtu, bila tidak dielakkan, dapat kita perbaiki dengan memupuk kemampuan berbicara di depan umum. Makin mahir anda sebagai pembicara, makin baik kemampuan anda menyampaikan pembicaraan impropmtu.

Keunggulannya:

1) pidato terasa lebih segar; dan 2) pidato terasa lebih menarik.

Kelemahannya:

1) tidak lancar dan kacau bagi para pembicara pemul; dan 2) kemungkinan gagal amat besar.

d. Metode Penyampaian Ekstemporer (Extemporaneous) Penyampaian ekstemporer menuntut persiapan yang menyeluruh, mengingat gagasan-gagasan pokok serta urutan kemunculannya, dan barangkali menghafal beberapa kalimat pertama dan terakhir dari pembicaraan. Tetapi, tidak ada keterkaitan yang kaku dalam

pemilihan kata-kata. Ini adalah metode yang dianjurkan untuk digunakan dalam pembicaraan di muka umum.

Kelebihan, metode ekstemporer berguna dalam sebagian besar situasi pembicaraan di mana ketepatan waktu dan pemilihan kata- kata yang terlalu ketat tidak diperlukan. Kuliah-kuliah diperguruan tinggi banyak yang dilakukan dengan ekstemporer. Pembicaraannya telah melakukan persiapan yang mendalam, tahu apa yang akan mereka sampaikan, dan telah mematangkan susunan penyampaian kuliah secara sempurna. Tetapi, mereka tidak mengikatkan diri secara kaku pada pemilihan kata-kata tertentu.

Kelemahan, kelemahan utama adalah bahwa anda dapat mendadak kehilangan kata-kata yang pas. Tetapi, jika anda telah melatihkan pembicaraan ini beberapa kali, rasanya kecil kemungkinan hal ini terjadi. Kelemahan lainnya adalah bahwa anda tidak dapat terlalu memperhatikan gaya penyampaian yang dapat anda lakukan jika anda menggunakan metode naskah atau menghafal. Tentu saja, anda dapat menghilangkan kelemahan ini dengan menghafal beberapa frasa yang ingin anda ucapkan dengan menghafalkan frasa, kalimat, atau kutipan-kutipan tertentu.