• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus Pasien dengan Batu Saluran Kemih

N/A
N/A
Atika Labatjo

Academic year: 2024

Membagikan "Laporan Kasus Pasien dengan Batu Saluran Kemih"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

PASIEN DENGAN BATU SALURAN KEMIH

PEMBIMBING :

dr. Marcela Indah Jelita Jocom dr. Sherly Friliant Nayoan

DISUSUN OLEH :

dr. Atika Intan Safitri Labatjo

(2)

DOKTER INTERNSHIP

RSUD MARIA WALANDA MARAMIS MINAHASA UTARA

2024

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Diajukan oleh

dr. Atika Intan Safitri Labatjo

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi Laporan Kasus:

PASIEN DENGAN BATU SALURAN KEMIH

Hari/Tanggal : Senin, 22 Januari 2024

Tempat : RSUD Maria Walanda Maramis

Disahkan Oleh:

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Marcelia Indah Jelita Jocom dr. Sherly Friliant Nayoan

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...i

DAFTAR ISI ...ii

BAB I PENDAHULUAN ...1

BAB II LAPORAN KASUS ...3

2.1 Identitas Pasien...3

2.2 Anamnesis...3

2.3 Pemeriksaan Fisik...4

2.4 Pemeriksaan Penunjang...5

2.5 Diagnosis ...6

2.7 Tatalaksana...6

2.7 Follow Up Pasien...6

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ...10

3.1 Anatomi ...10

3.2 Definisi ...18

3.3 Etiologi ...19

3.4 Epidemiologi ...21

3.5 Patogenesis...22

3.6 Manifestasi Klinis ...28

3.7 Diagnosis...31

3.8 Diagnosis banding ...34

3.9 Penatalaksanaan ...35

3.10 Pencegahan...42

3.11 Komplikasi ...42

3.12 Prognosis ...44

BAB IV PENUTUP ...45

DAFTAR PUSTAKA ...46

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna [1].

Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN- Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka)[1].

Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering muncul pada semua jenis batu dan oleh karena itu menjadi bagian penting perawatan medis pada pasien dengan batu saluran kemih. Dengan perkembangan teknologi kedokteran terdapat banyak pilihan tindakan yang tersedia untuk pasien, namun pilihan ini dapat juga terbatas karena adanya variabilitas dalam ketersediaan sarana di masing-masing rumah sakit maupun daerah.[2]

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang

(6)

intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. [2]

Berdasarkan letaknya, batu saluran kemih terdiri dari batu ginjal, batu ureter, batu buli- buli dan batu uretra. Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lainnya. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu staghorn, namun pada 75% kasus, komposisinya terdiri dari matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease.[1]

(7)

BAB II

LAPORAN KASUS 2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. JF

Umur : 51 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Kewarganegaraan : Indonesia

Pekerjaan : Pekerja Tambang

Alamat : Talise

Tanggal MRS : 25 November 2023

2.2 Anamnesis

1. Keluhan Utama : Nyeri Perut

2. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD Walanda Maramis dengan keluhan nyeri perut menjalar sampai ke pinggang, dialami sudah sejak lama kurang lebih 1 bulan terakhir, memberat 30 menit SMRS. Pasien sampai berjalan membungkuk oleh karena menahan nyeri. Mual (+) muntah (-). Pasien juga mengatakan sempat merasa demam sumer-sumer (+). BAK frekuensi sering, warna kuning pucat, nyeri saat BAK hilang timbul, kencing seperti teh/merah disangkal. BAB normal. Batuk flu (-). Pasien sudah berobat ke puskesmas, diberikan obat antasida sirup dan paracetamol, sempat berkurang tapi kemudian kambuh kembali.

(8)

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat minum OAT tahun 2002 selama 9 bulan tuntas, pasien mengatakan sewaktu minum obat tersebut sempat BAK berwarna merah tapi sekarang tidak.

4. Riwayat Penyakit dalam Keluarga Riwayat keluarga disangkal.

5. Riwayat Sosial dan Lingkungan

Pasien adalah seorang pekerja tambang. Pasien mengatakan saat bekerja jarang minum air dan suka menahan kencing (+). Tinggal dirumah bersama dengan istri dan 3 orang anak. Sumber air minum dari Air Galon.

2.3 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang 2. Kesadaran : Compos Mentis 3. Tanda Vital :

a. Tekanan darah : 138/88 mmHg

b. Nadi : 95x/m

c. Respirasi : 20x/m

d. Suhu : 36,2 C

e. SpO2 : 99%

4. Antopometri

a. Berat badan : 68 kg b. Tinggi badan : 165 cm

c. BMI : 22.2

d. Kesimpulan : BB Ideal 5. Kepala : Dalam batas normal 6. Mata

a. Anemis : -/-

b. Ikterik : -/-

(9)

c. Pupil : Isokor diameter 3mm/3mm, Refleks Cahaya Langsung (+/+), Refleks Cahaya tidak Langsung (+/+)

7. Telinga : dalam batas normal 8. Hidung : dalam batas normal 9. Mulut : dalam batas normal 10. Leher : dalam batas normal

11. Thorax :

a. Paru – paru : Simetris, Retraksi (-), Rhonki -/-, Wheezing-/- b. Jantung : BJ II-II regular, bising (-)

12. Abdomen :

a. Inspeksi : Datar, distensi (-)

b. Palpasi : Nyeri tekan (+) R. Simpisis Pubis dan R. Lumbar kiri, Nyeri Ketok CVA (+/-), Hepar dan Lien tidak teraba

c. Perkusi : Timpani seluruh kuadran d. Auskultasi : BU (+) Normal

13. Ekstremitas : Hangat, CRT<2”, oedem -/- 14. Kulit : Dalam batas normal

2.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium (22/11/2023) Jenis

Pemeriksaa n

Hasil Nilai

Rujukan

Jenis Pemeriksaa

n

Hasil Nilai

Rujukan

Hb 13.6 11.0-17.0 GDS 112 65-140

Ht 41.0 40-54

Eritrosit 4.63 4.5-6.5 Natrium 139.2 135-145

MCV 88.6 76-96 Kalium 4.1 3.5-5.5

MCH 29.4 27-32 Chlorida 105.9 98-108

MCHC 33.2 32-36

Leukosit 8.3 5.00-10.00 Eosinophil

Basophil

Staf 69.6

0-4 0-1 0-4

(10)

Limfosit 19.9 20-40 Monosit 10.5 2.0-8.0 Trombosit 189 150-450 2.5 Diagnosis

Kolik Abdomen ec susp. Urolithiasis dd ISK 2.6 Tatalaksana

 IVFD Futrolit 20 gtt/m

 Inj. Omeprazole 2x40mg IV

 Inj. Ketorolac 3x30mg IV jika nyeri

 Paracetamol 3x500mg

 Sucralfat syr 3x2 cth ac

 Rencana periksa UL di ruangan

 Rencana USG Abdomen

 MRS

2.7 Follow-Up Pasien Minggu, 26 November 2023 (Hari Perawatan 1)

S Nyeri Perut bagian bawah (+) Nyeri di pinggang berkurang O KU Sedang Kes CM

TD 138/84 N 81 R 20 Sb : 36,5 SpO2 97%

Kep : CA-/-, SI -/- Thorax:

C/ BJ I-II Reguler, Bising (-)

P/ Simetris, retraksi (-), SN Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh-/-

Abdomen : BU (+) N, Datar, lemas, NTSP(+), NK CVA +/- H/L ttb

(11)

Eks : Akral Hangat, CRT<2”

A Kolik Abdomen ec susp Urolithiasis dd P

- IVFD Futrolit 20 gtt/m - Inj. Omeprazole 2x40mg IV

- Inj. Ketorolac 3x30mg IV jika nyeri hebat - Paracetamol 3x500mg PO

- Sucralfat syr 3x2 cth ac PO - KSR 2x600mg PO

+ Cefixime 2x200mg PO

- Rencana USG Abdomen besok pagi

Hasil lab Urine Lengkap ( 26/11/2023) Jenis

Pemeriksaa n

Hasil Nilai

Rujukan

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai

Rujukan

Warna Kunin

g

Kuning

Sedime n

Eritrosit 15-20 0-5

Kekeruhan Agak Keruh

Jernih Leukosit 10-18 0-5

Protein Negati

f

Negatif Epitel 3-5 0-1

Glukosa Negati

f

Negatif Silinder - 0-2

Nitrit Negati

f

Negatif Kristal - 0-1

Urobilinogen Negati f

0.2-1.0 Bilirubin Negati

f

Negatif Keton Negati

f Negatif

pH 5.5 5-8.5

Berat Jenis 1.020 1.000-1.030 Leukosit

esterase

+ Negatif

Blood + Negatif

(12)

Senin, 27 November 2023 (Hari Perawatan 2)

S Nyeri Perut bagian bawah (+) berkurang Nyeri pinggang (+) berkurang

O KU Sedang Kes CM TD 152/97

N 97 R 20 Sb : 36,5 SpO2 98%

Kep : CA-/-, SI -/- Thorax:

C/ BJ I-II Reguler, Bising (-)

P/ Simetris, retraksi (-), SN Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh-/-

Abdomen : BU (+) N, Datar, lemas, NTSP(+), NK CVA +/- H/L ttb Eks : Akral Hangat, CRT<2”

Hasil USG Addomen :

Hepar : Ukuran dalam betas normal, tepi regular,tip tajam. Echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak dilatasi vascular dan bile duct. Tidak tampak echo mass/cyst/lesi patologik lainnya.

GB : dinding tidak menebal, mukosa regular. Tidak tampak echo mass.

Pankreas : Ukuran dan echo parenkim dalma batas normal. Tidak tampak dilatasi duktus pankreatikus. Tidak tampak echomass

Lien : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak echomass

Ginjal kanan : ukuran dalam batas normal. Differensiasi corticomedullar dalam batas normal. Tidak tampak Pelvocalyceal system. Tampak echo batu ukuran 0.96 cm

Ginjal kiri : ukuran membesar, tampak dilatasi severe Pelvocalyceal system. Tidak tampak echo batu / mass.

VU : dinding tidak menebal, mukosa regular, tidak tampak echo batu/mass

(13)

Kesan :

Nefrolith Dextra

Hidronefrosis Sinistra ec suspek ureteolith

A Nefrolithiasis Dextra + Hidronefrosis Sinistra ec susp Ureterolith P

- IVFD Futrolit : NS 0,9% (1:1) 20 gtt/m - Inj. Omeprazole 2x40mg IV

- Inj. Ketorolac 3x30mg IV jika nyeri hebat - Paracetamol 3x500mg PO

- Sucralfat syr 3x2 cth ac PO - Cefixime 2x200mg PO

- Monitoring urine output /24 jam

- Konsul Bedah : Rujuk RS Sentra Medika pro URS Litotripsi - Cek ureum dan creatinin

Senin, 27 November 2023 (Hari Perawatan 2)

S Nyeri Perut bagian bawah (+) berkurang Nyeri pinggang (+) berkurang

O KU Sedang Kes CM TD 152/97

N 97 R 20 Sb : 36,5 SpO2 98%

Kep : CA-/-, SI -/- Thorax:

C/ BJ I-II Reguler, Bising (-)

P/ Simetris, retraksi (-), SN Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh-/-

Abdomen : BU (+) N, Datar, lemas, NTSP(+), NK CVA +/- H/L ttb Eks : Akral Hangat, CRT<2”

(14)

Hasil Lab 28/11/2023

Ureum 31.8 ( Nilai rujukan 16.6-48.5) Creatinin 1.51 ( Nilai rujukan 0.6-1-17)

A Nefrolithiasis Dextra + Hidronefrosis Sinistra ec susp Ureterolith + Kolesistitis ec kolelitiasis

P

- IVFD Futrolit : NS 0,9% (1:1) 20 gtt/m - Inj. Omeprazole 2x40mg IV

- Inj. Ketorolac 3x30mg IV jika nyeri hebat - Paracetamol 3x500mg PO

- Sucralfat syr 3x2 cth ac PO - Cefixime 2x200mg PO - Rujuk ke RS Sentra Medika

Hasil Lab Fungsi Ginjal ( 28/11/2023) Jenis

Pemeriksaa n

Hasil Nilai

Rujukan Ureum 31,8 16.6-48.5 Creatinin 1.51 0.6-1.17

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

(15)

3.1 ANATOMI

a. Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12.

Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira- kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

• Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.

• Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).

• Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal

• Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks

• Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah,

serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

(16)

• Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor.

• Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.

• Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.

• Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter.

• Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Gambar 1 Anatomi Ginjal

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/

Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal,

lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus

pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh

kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta

kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya

nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus

renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit

saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta

(17)

medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh- pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.

Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis.

Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.

b. Ureter

(18)

Gambar 2 Anatomi Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing- masing satu untuk setiap ginjal.

Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis.

Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis- ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.

Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10- L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.

c. Vesica urinaria

(19)

Gambar 3 Anatomi Vesika Urinaria

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf.

Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.

Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior.

Namun pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.

(20)

Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.

d. Uretra

Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).

Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars membranosa dan pars spongiosa.

• Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat.

Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.

• Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang

melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat

berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.

(21)

• Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter (somatis).

• Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis.

Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

Gambar 4 Anatomi Ureter Pria

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm)

dibandingkan uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra

akan bermuara pada orifisiumnya diantara klitoris dan vagina (vagina opening).

(22)

Terdapat m. Spchinter urethrae yang bersifat cvolunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretrae pria, uretrae pada wanita tidak memiliki fungsi reproduftif.

Gambar 5 Anatomi uretrae wanita

3.2 DEFINISI [5]

Batu di dalam saluran kemih (calculus uriner) adalah massa keras seperti batu yang berada di ginjal dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.

Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (nephrolith) maupun di dalam kandung kemih (vesicolith). Proses pembentukan batu ini disebut urolithiasis.

(23)

Gambar 5 Batu Saluran Kemih

3.3 ETIOLOGI [6,7]

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.

Faktor intrinsik itu antara lain adalah :

 Herediter (keturunan)

Faktor keturunan dianggap mempunyai peranan dalam terjadinya penyakit BSK.

Walaupun demikian, bagaimana peranan faktor keturunan tersebut sampai sekarang belum diketahui secara jelas. Berdasarkan penelitian Latvan, dkk (2005) di RS.

Sedney Australia berdasarkan keturunan proporsi BSK pada laki-laki 16,8% dan pada

(24)

 Umur

Umur terbanyak penderita BSK di negara-negara Barat adalah 20-50 tahun, sedangkan di Indonesia terdapat pada golongan umur 30-60 tahun. Penyebab pastinya belum diketahui, kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya, dan diet[2]. Berdasarkan penelitian Latvan, dkk (2005) di RS.Sedney Australia, proporsi BSK 69% pada kelompok umur 20-49 tahun. Menurut Basuki (2011), penyakit BSK paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun..

 Jenis kelamin

Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Tingginya kejadian BSK pada laki-laki disebabkan oleh anatomis saluran kemih pada laki- laki yang lebih panjang dibandingkan perempuan, secara alamiah didalam air kemih laki-laki kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan pada air kemih perempuan kadar sitrat (inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon testosterone yang dapat meningkatkan produksi oksalat endogen di hati, serta adanya hormon estrogen pada perempuan yang mampu mencegah agregasi garam kalsium. [3] Insiden BSK di Australia pada tahun 2005 pada laki-laki 100-300 per 100.000 populasi sedangkan pada perempuan 50-100 per 100.000 populasi..

Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:

 Geografi

Prevalensi BSK banyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan.

Hal tersebut disebabkan oleh sumber air bersih yang dikonsumsi oleh masyarakat dimana sumber air bersih tersebut banyak mengandung mineral seperti phospor, kalsium, magnesium, dan sebagainya. Letak geografi menyebabkan perbedaan insiden BSK di suatu tempat dengan tempat lainnya. Faktor geografi mewakili salah satu aspek lingkungan dan sosial budaya seperti kebiasaan makanannya, temperatur, dan kelembaban udara yang dapat menjadi predoposisi kejadian BSK.

 Iklim dan temperature

(25)

Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh langsung, namun kejadiannya banyak ditemukan di daerah yang bersuhu tinggi. Temperatur yang t inggi akan meningkatkan jumlah keringat dan meningkatkan konsentrasi air kemih. Konsentrasi air kemih yang meningkat dapat menyebabkan pembentukan kristal air kemih. Pada orang yang mempunyai kadar asam urat tinggi akan lebih berisiko menderita penyakit BSK

 Asupan air

Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah air yang diminum dan kandungan mineral yang terdapat dalam air minum tersebut. Bila jumlah air yang diminum sedikit maka akan meningkatkan konsentrasi air kemih, sehingga mempermudah pembentukan BSK.

 Diet

Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya BSK. Misalnya saja diet tinggi purine, kebutuhan akan protein dalam tubuh normalnya adalah 600 mg/kg BB, dan apabila berlebihan maka akan meningkatkan risiko terbentuknya BSK. Hal tersebut diakibatkan, protein yang tinggi terutama protein hewani dapat menurunkan kadar sitrat air kemih, akibatnya kadar asam urat dalam darah akan naik, konsumsi protein hewani yang tinggi juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan memicu terjadinya hipertensi.

 Pekerjaan

Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak duduk dalam melakukan pekerjaannya.

 Kebiasaan Menahan Buang Air Kemih

Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulakan statis air kemih yang dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang disebabkan oleh kuman pemecah urea dapat menyebabkan terbentuknya jenis batu struvit.

3.4 EPIDEMIOLOGI[8]

Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit batu mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan berubah sesuai dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan pembandingan data

(26)

yang mulai berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah, terutama terdapat di kalangan anak.

Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu saluran kemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih sangat jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.

Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak kejadian di usia 30- 60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12% untuk pria dan 7%

untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria.

3.5 PATOGENESIS [9-11]

Teori-teori yang berkaitan dengan patogenesis batu saluran kemih:

1. Teori Supersaturasi

Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu merupakan dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan.

Apabila kelarutan suatu produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka terjadi supersaturasi sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan terbentuk batu.

Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi apabila ada penambahan suatu bahan yang dapat mengkristal di dalam air dengan pH dan suhu tertentu yang suatu saat akan terjadi kejenuhan dan terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam air kemih tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk BSK yang larut, tetapi juga oleh kekuatan ion, pembentukan kompleks dan pH air kemih.

2. Teori Matrik

Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan mitokondria sel tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu oksalat maupun kalsium fosfat akan menempel pada anyaman tersebut dan berada di sela-sela anyaman sehingga terbentuk batu. Benang seperti laba- laba terdiri

(27)

dari protein 65%, heksana 10%, heksosamin 2-5% sisanya air. Pada benang menempel kristal batu yang seiring waktu batu akan semakin membesar.

Matriks tersebut merupakan bahan yang merangsang timbulnya batu.

3. Teori Tidak Adanya Inhibitor

Dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik. Pada inhibitor organik terdapat bahan yang sering terdapat dalam proses penghambat terjadinya batu yaitu asam sitrat, nefrokalsin, dan tamma-horsefall glikoprotein sedangkan yang jarang terdapat adalah gliko-samin glikans dan uropontin.

Pada inhibitor anorganik terdapat bahan pirofosfat dan Zinc. Inhibitor yang paling kuat adalah sitrat, karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat yang dapat larut dalam air. Inhibitor mencegah terbentuknya kristal kalsium oksalat dan mencegah perlengketan kristal kalsium oksalat pada membaran tubulus. Sitrat terdapat pada hampir semua buah-buahan tetapi kadar tertinggi pada jeruk. Hal tersebut yang dapat menjelaskan mengapa pada sebagian individu terjadi pembentukan BSK, sedangkan pada individu lain tidak, meskipun sama-sama terjadi supersanturasi.

4. Teori Epitaksi

Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain yang berbeda sehingga akan cepat membesar dan menjadi batu campuran.

Keadaan ini disebut nukleasi heterogen dan merupakan kasus yang paling sering yaitu kristal kalsium oksalat yang menempel pada kristal asam urat yang ada.

5. Teori Kombinasi

Banyak ahli berpendapat bahwa BSK terbentuk berdasarkan campuran dari beberapa teori yang ada.

6. Teori Infeksi

Teori terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya infeksi dari kuman tertentu. Pengaruh infeksi pada pembentukan BSK adalah teori terbentuknya batu survit dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan terjadinya reaksi sintesis ammonium dengan molekul magnesium dan fosfat sehingga

(28)

terbentuk magnesium ammonium fosfat (batu survit) misalnya saja pada bakteri pemecah urea yang menghasilkan urease. Bakteri yang menghasilkan urease yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus.

Teori pengaruh infeksi lainnya adalah teori nano bakteria dimana penyebab pembentukan BSK adalah bakteri berukuran kecil dengan diameter 50-200 nanometer yang hidup dalam darah, ginjal dan air kemih. Bakteri ini tergolong gram negatif dan sensitif terhadap tetrasiklin. Dimana dinding pada bakteri tersebut dapat mengeras membentuk cangkang kalsium kristal karbonat apatit dan membentuk inti batu, kemudian kristal kalsium oksalat akan menempel yang lama kelamaan akan membesar. Dilaporkan bahwa 90%

penderita BSK mengandung nano bakteria.

Kandungan batu kemih kebanyakan terdiri dari : 1) 75 % kalsium.

2) 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).

3) 6 % batu asam urat.

4) 1-2 % sistin (cystine).

Klasifikasi Batu Saluran Kemih[9-11]

Komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan saluran kemih dapat diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk mengetahui adanya kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam urat oksalat, dan sistin.1

a. Batu Kalsium

Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda, yaitu:

(29)

1. Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang t inggi pada air kemih.

2. Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu batu berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite.

Faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kalkulus kalsium antara lain:

1. Hiperkalsiuri: kadar kalsium lebih dari 250-300 mg/24 jam. Hiperkalsiuri dapat terjadi karena peningkatan absorbs kalsium dari usus, gangguan reabsorbsi kalsium di tubulus ginjal dan peningkatan resorpsi tulang yang terjadi pada hiperparatiroid.

2. Hiperoksaluri: kadar oksalat yang melebihi 45 gram per hari.

Oksalat dapat ditemukan pada teh, kopi, mie instan dan sayuran berwarna hijau terutama bayam.

3. Hiperurikosuri: kadar asam urat yang tinggi (850 mg/24 jam) dalam urin.

Asam urat yang berlebihan dalam urin dapat bertindak sebagai inti batu dari batu kalsium oksalat.

4. Hipositraturi: karena sitrat dapat mengikat kalsium sehingga mencegah pengikatan oksalat pada kalsium maka kadar sitrat yang rendah dalam urin dapat meningkatkan risiko terbentuknya batu kalsium oksalat. Hipositraturi dapat terjadi pada pasien yang mengkonsumsi diuretic golongan tiazid jangka panjang.

5. Hipomagnesiuri: mekanisme yang sama dengan sitrat, magnesium dapat mengikat kalsium sehingga menghambat pengikatan oksalat. Hipo magnesuri dapat disebabkan oleh inflammatory bowel disease.

(30)

Gambar 6 Batu Oksalat b. Batu asam urat

Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat.

Pasien biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi anti kanker dan yang mengonsumsi banyak obat urikosuri serta kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit BSK, karena keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah.

Asam urat adalah hasil metabolisme purin dimana didapatkan dari konsumsi ataupun hasil metabolisme endogen. Asam urat relatif tidak larut dalam urin sehingga pada keadaan tertentu mudah membentuk kristal dan selanjutnya berkembang menjadi batu asam urat. Batu asam urat bentuknya halus dan tidak bergerigi seperti seperti batu kalsium oksalat.

Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu ini bersifat radio lusen sehingga tidak tampak pada pemeriksaan BNO polos. Pada pemeriksaan BNO IVP tampak suatu filling defect pada obstruksi saluran kemih.

Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat- obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.

(31)

Gambar 7 Batu Asam Urat

c. Batu Struvit

Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi urease. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi:

CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.[1]

Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah matriks struvit- karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula terbentuk dari campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.

Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3.

Karena terdiri atas 3 kation Ca++ Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-phosphate. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak menyebabkan infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk bakteri pemecah urea.

(32)

d. Batu Sistin

Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysine dan ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.

3.6 MANIFESTASI KLINIS [8,10,11]

Manisfestasi klinik adanya batu dalam saluran kemih bergantung pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine, terjadi obstruksi yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi biasanya disertai gejala demam, menggigil, dan dysuria. Namun, beberapa batu jika ada gejala tetapi hanya sedikit dan secara perlahan akan merusak unit fungsional (nefron) ginjal, dan gejala lainnya adalah nyeri yang luar biasa ( kolik).[1,4]

Gejala klinis yang dapat dirasakan yaitu : [1,4]

 Rasa Nyeri

Lokasi nyeri tergantung dari letak batu. Rasa nyeri yang berulang (kolik) tergantung dari lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan diseluruh area kostovertebratal, tidak jarang disertai mual dan muntah, maka pasien tersebut sedang mengalami kolik ginjal. Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering ingin merasa berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah, maka pasien tersebut mengalami kolik ureter.

(33)

Manifestasi klinis pada batu ginjal berbeda tergantung lokasi batu, ukuran dan penyulit yang telah terjadi:

 Nefrolithiasis: Nyeri pinggang dapat berupa kolik dan non kolik. Nyeri kolik didapatkan akibat aktivitas peristaltik otot polos sitem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltic itu menyebabkan terkanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena hidronefrosis ataupun infeksi pada ginjal.

Pemeriksaan ketuk CVA positif. Jika ginjal telah mengalami hidronefrosis maka ginjal akan teraba pada pemeriksaan ballottement. Jika ginjal mengalami infeksi pasien, demam dapat ditemukan.

Pada obstruksi di renal calyx, nyeri yang terjadi berupa rasa nyeri yang dalam pada daerah flank atau punggung dengan intensitas bervariasi. Nyeri dapat muncul pada konsumsi cairan yang berlebihan. Pada obstruksi renal pelvic dengan diameter batu diatas 1 cm, nyeri akan muncul pada sudut costovertebra. Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri yang redup sampai nyeri yang tajam yang konstan dan tidak tertahankan, dan dapat merambat ke flank dan daerah kuadran abdomen ipsilateral.

Gambar 8 Lokasi Nyeri sesuai lokasi batu saluran kemih

(34)

 Ureterolithiasis: Nyeri kolik pada pinggang yang dilewati batu. Nyeri kolik pada ginjal biasanya terjadi diakibatkan meregangnya ureter atau collecting duct, diakibatkan adanya obstruksi saluran kemih. Obstruksi juga menyebabkan meningkatnya tekanan intraluminal, meregangnya ujung-ujung saraf, dan mekanisme lokal pada lokasi obstruksi seperti inflamasi, edema, hiperperistaltik dan iritasi mukosa yang berpengaruh pada nyeri yang dialami oleh pasien. Nyeri dirasakanpada saat buang air kecil atau sering buang air kecil. Dapat terjadi hematuria karena trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.

 Vesicolithiasis: Kesulitan memulai BAK jika batu menutupi sphincter, BAK yang tersendat dan lancar jika mengubah posisi badan, dapat terjadi hematuria. Penderita juga dapat merasakan sensasi keluarnya pasir saat berkemih. Nyeri saat buang air kecil juga seringkali dirasakan (reffered pain) pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang sampai kaki. Pasien juga dapat merasakan perasaan tidak enak saat BAK, frekuensi BAK yang meningkat karena pengecilan ruangan vesika, pada anak dapat ditemukan enuresis nokturna, dan sering menarik penis ataupun menggosok vulva.

 Uretrolithiasis: Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal/batu ureter yang turun ke buli-buli, kemudian masuk ke uretra. Batu uretra yang merupakan batu primer yang terbentuk di uretra sangat jarang dan angka kejadiannya tidak lebih dari 1%. Keluhan yang disampaikan pasien adalah miksi tiba-tiba berhenti hingga terjadi retensi urin, yang mungkin sebelumnya didahului dengan nyeri pinggang. Jika batu berasal dari ureter yang turun ke buli-buli kemudian ke uretra, biasanya pasien mengeluh nyeri pinggang sebelum kesulitan miksi.

 Demam

Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah sehingga menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal. Gejala ini disertai jantung berdebar, tekanan darah rendah, dan pelebaran pembuluh darah di kulit.

 Infeksi

BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang terjadi di saluran kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus.

(35)

 Hematuria dan kristaluria

Terdapatnya sel darah merah bersama dengan air kemih (hematuria) dan air kemih yang berpasir (kristaluria) dapat membantu diagnosis adanya penyakit BSK.

 Mual dan muntah

Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali menyebabkan mual dan muntah.

3.7 DIAGNOSIS [12]

Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat radioopak atau radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga jenis batu yang dihadapi Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan sebab terjadinya batu.

Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen saluran kemih, serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu.

Pemeriksaan Penunjang[12.14]

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan rencana terapi antara lain:

(36)

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio lusen). Urutan radioopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih

Jenis Batu Radioopasitas

Kalsium Opak

MAP Semiopak

Urat/Sistin Non opak

Gambar 9 Gambaran Batu Saluran kemih pada Foto Polos Abdomen

2. Pielografi Intra Vena (PIV)

Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat

(37)

adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.

Gambar 10 Gambaran Batu saluran kemih ppada PIV

3. Ultrasonografi

USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan- keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.

(38)

Gambar 11 Gambaran batu saluran kemih pada USG Abdomen

4. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.

5. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi ginjal.

6. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.

7. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.

8. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase alkali serum.

3.8 DIAGNOSIS BANDING [8,10,11]

Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut, misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga dipertimbangkan adneksitis.

Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa batu saluran kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan hidronefrosis, perlu

(39)

dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz.

3.9 PENATALAKSANAAN[6,9,13]

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan.

Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :

1. Terapi Medika Mentosa (Konservatif)

Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, berupa:

a) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari b) α – blocker

c) NSAID

Batas lama terapi konservatif aalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan

(40)

dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.

(41)

Gambar 12 Algoritma Tatalaksana BSK 2. Terapi Non Medikamentosa

a. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Gambar 13 ESWL

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan

(42)

gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni.

Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.

Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.

ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).

Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya

(43)

Gambar 14. Gambaran Prosedur ESWL b. Endourologi

Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.

Beberapa tindakan endourologi antara lain:

1. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen

(44)

diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi.

Gambar 15 Prosedur PNL

2. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli)

3. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi yaitu memasukkan alat ureteroskopi peruretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pelvio-kaliks ginjal. Dengan memaki energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi.ureterorenoskopi ini.

Gambar 16 Ureteroskopi

(45)

c. Bedah Laparoskopi

Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.

d. Bedah Terbuka

Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan- tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun.

Gambar 17 Bedah Terbuka pada Batu Ginjal

e. Pemasangan Stent

Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi,

(46)

Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50%

dalam 10 tahun.

3.10 PENCEGAHAN[13]

Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50%

dalam 10 tahun. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa :

1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-3 liter per hari.

2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.

3. Aktivitas harian yang cukup.

4. Pemberian medikamentosa.

Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:

1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.

2. Rendah oksalat.

3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri.

4. Rendah purin.

Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri tipe II.

3.11 KOMPLIKASI [13]

Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan.

(47)

Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.

Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.

Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.

Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.

Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan.

Dari meta- analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (<

20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25-50%.

(48)

Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.

Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%), urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma parietal dan viseral. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL, dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak.

Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL monoterapi, PNL, atau operasi terbuka.

3.12 PROGNOSIS [13]

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.

Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.

(49)

BAB IV PENUTUP

Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu.

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan rencana terapi antara lain Foto Polos Abdomen, Pielografi Intra Vena (PIV), Ultrasonografi, pemeriksaan mikroskopik urin, Renogram, analisis batu, kultur urin, DPL, ureum, kreatinin, elektrolit.

Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.

Komplikasi batu pada saluran kemih adalah obstruksi dan infeksi sekunder, serta komplikasi dari terapi, baik invasif maupun noninvasif. Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi.

(50)

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell S Ricard. 2006. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran Edisi 6.

Jakarta:EGC. Hal 252-4

2. Purnomo Basuki B. Batu Ginjal dan Ureter dalam Dasar-Dasar Urologi. Yogyakarta:

Sagung Seto. 2011.Hal 85-98.

3. Guyton dan Hall. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC. Hal 324-420

4. Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Batu kandung kemih. Jilid I. Edisi IV . 2006. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 563- 5.

5. Wolf Stuard J, et al. Nephrolithiasis workup. Diunduh tanggal 3 maret 2014 dalam URL: http://emedicine.medscape.com/article/437096- overview#showall 6. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi kedua. Cetakan keempat. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2009. Hal 297-303.

7. Malueka, RG. 2011. Radiologi Diagnostik.Yogyakarta: Pustaka cendikia press.

Hal.86-7, 178

8. Bisanzo M, Lieberman G. Diagnosis and Imaging Nephrolithiasis In The Emergency Department. Boston: Harvard Medical School. 2000.

9. Eisner BH, Quad JW, Hyams E. Nephrolithiasis : What Surgeons Need To Know.

AJR. 2011; 196:1274–1278.

Gambar

Gambar 1 Anatomi Ginjal
Gambar 2 Anatomi Ureter
Gambar 3 Anatomi Vesika Urinaria
Gambar 4 Anatomi Ureter Pria
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pada penelitian ini jumlah kasus batu saluran kemih berdasarkan usia diketahui bahwa anak dari kelompok umur 0-4 tahun adalah kelompok yang paling banyak menderita batu saluran

Dugaan batu kandung kemih juga perlu dibandingkan dengan kemungkinan tumor  kandung kemih, terutama bila batu yang terdapat dari jenis radiolusen.. Batu prostat biasanya tidak

Batu Saluran Kemih (BSK) atau dikenal dengan istilah urolithiasis adalah gangguan pada saluran kemih karena terbentuknya batu di dalam saluran kemih baik saluran kemih atas

Simpulan: Berdasarkan hasil pemeriksaan CT-Scan tanpa kontras pada pasien batu saluran kemih didapatkan angka kejadian batu saluran kemih paling banyak pada

Melihat masih banyaknya kasus batu saluran kemih yang terjadi di dunia secara umumnya dan khususnya di Indonesia yang dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko

Laporan kasus selanjutnya akan dilengkapai dengan pembahasan mengenai tanda dan gejala klinis pasien dengan torsio testis akut berikut diagnosis dan tatalaksana klinis yang dapat

iii UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA FAKULTAS KEDOKTERAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING TUGAS AKHIR HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING KARAKTERISTIK PASIEN BATU SALURAN KEMIH DI RSU

Latar Belakang Batu saluran kemih ialah suatu keadaan terdapat batu pada saluran kemih, yang penyebabnya ialah pengendapan substansi di dalam urin yang berupa kristal, serta dapat