MAKALAH PERSALINAN KALA III
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kesehatan Reproduksi Dosen Pengampu : Gytta Affrilia Siswanto, S.Tr.Keb., M.Keb.
Disusun Oleh : Kelompok 2 (2F)
A123262 Selvie Dewiyanti Wahyu U A123282 Elsa Agustina A123264 Intana Permata Meilany A123295 Hilda Putri Maulia A123265 Suci Rahmawati A123296 Karina Novia Putri A123279 Muhamad Naufal A123297 Tiara Nurul Rizkiah A123280 Maria Magdalena Didima B A123298 Zydan Fauzyan Siswana A123281 Aulia Zahra Aqilah
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI BANDUNG
2025
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai suri tauladan terbaik bagi umat manusia.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam rangka memenuhi persyaratan akademik pada mata kuliah Keperawatan Kesehatan Reproduksi. Tema yang diangkat adalah persalinan kala 3, sebuah tahap penting dalam proses kelahiran yang membutuhkan pemahaman mendalam dan penanganan yang tepat agar dapat meminimalisir risiko komplikasi.
Dalam penyusunan makalah ini, kami berusaha mengumpulkan dan mengolah berbagai sumber informasi yang relevan dan terpercaya, baik dari buku teks, jurnal ilmiah, maupun sumber elektronik, agar pembahasan yang disajikan dapat memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya bagi para tenaga kesehatan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan di masa yang akan datang. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam menambah wawasan dan pengetahuan tentang persalinan kala 3, serta dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi pembaca.
Bandung, 07 Juni 2025
Kelompok 2
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penulisan... 2
1.4 Manfaat Penulisan ... 3
BAB II ... 4
KONSEP DASAR PERSALINAN KALA 3 ... 4
2.1 Definisi Persalinan Kala 3 ... 4
2.2 Fisiologi Persalinan Kala 3 ... 4
2.3 Anatomi Plasenta dan Peranannya ... 5
2.4 Tanda dan Gejala Lepasnya Plasenta ... 6
2.5 Mekanisme Pengeluaran Plasenta ... 6
2.6 Lama dan Batas Waktu Persalinan Kala 3 ... 7
BAB III ... 9
MANFAAT DAN TUJUAN PENATALAKSANAAN PERSALINAN KALA 3 ... 9
3.1 Tujuan Penatalaksanaan Kala 3 ... 9
3.2 Manfaat Manajemen Aktif Kala 3... 10
3.3 Peran Tenaga Kesehatan dalam Kala 3 ... 11
BAB IV ... 13
TEKNIK DAN TINDAKAN DALAM PERSALINAN KALA 3 ... 13
4.1 Manajemen Aktif Persalinan Kala 3 ... 13
4.2 Teknik Penanganan Lepasnya Plasenta ... 14
iv
4.3 Penggunaan Oksitosin dan Obat-obatan Pendukung ... 15
4.4 Penatalaksanaan Perdarahan Postpartum ... 16
4.5 Prosedur Pemeriksaan dan Dokumentasi ... 18
BAB V ... 22
KOMPLIKASI PADA PERSALINAN KALA 3 ... 22
5.1 Perdarahan Postpartum ... 22
5.2 Retensi Plasenta ... 23
5.3 Infeksi dan Endometritis ... 23
5.4 Solusi dan Penanganan Komplikasi ... 25
5.5 Pencegahan Komplikasi ... 26
BAB VI ... 27
ASPEK PSIKOLOGIS DAN SOSIAL PERSALINAN KALA 3 ... 27
6.1 Dukungan Psikologis untuk Ibu ... 27
6.2 Peran Keluarga dan Lingkungan ... 29
6.3 Edukasi dan Konseling Pasca Persalinan ... 29
BAB VII ... 32
STUDI KASUS DAN ANALISIS ... 32
7.1 Deskripsi Kasus ... 32
7.2 Analisis Kasus... 32
7.3 Pembahasan dan Evaluasi Penanganan ... 33
BAB IX ... 34
KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
8.1 Kesimpulan ... 34
8.2 Saran ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 36
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persalinan merupakan proses fisiologis yang sangat penting dan kompleks dalam siklus reproduksi manusia, yang dimulai dari pembukaan serviks hingga pengeluaran bayi dan plasenta. Persalinan kala 3 adalah tahap yang dimulai setelah bayi lahir dan berakhir dengan keluarnya plasenta serta selaput ketuban. Tahap ini merupakan kelanjutan dari persalinan kala 1 dan 2, dan memiliki peranan krusial karena risiko perdarahan postpartum yang tinggi serta komplikasi lain yang dapat mengancam keselamatan ibu jika tidak ditangani dengan tepat.
Di Indonesia, sebagian besar persalinan masih terjadi di luar fasilitas kesehatan yang memadai, sehingga penanganan persalinan kala 3 sering terlambat atau tidak optimal. Data dari Departemen Kesehatan RI menunjukkan angka kematian ibu yang cukup tinggi, yaitu sekitar 650 per 100.000 kelahiran hidup, dengan 43% di antaranya disebabkan oleh perdarahan postpartum. Perdarahan pada kala 3 ini dapat dicegah dengan manajemen aktif yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih, sehingga penting bagi petugas kesehatan untuk memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai dalam menangani tahap ini.
Fisiologi persalinan kala 3 melibatkan kontraksi dan retraksi otot uterus yang menyebabkan plasenta terlepas dari dinding rahim. Proses ini dibagi dalam beberapa fase, mulai dari fase laten, kontraksi, pelepasan, hingga pengeluaran plasenta. Kesalahan dalam manajemen kala 3, seperti manipulasi uterus yang tidak tepat atau pemberian obat uterotonik yang tidak sesuai waktu, dapat menyebabkan komplikasi serius seperti perdarahan postpartum, retensi plasenta, dan infeksi. Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai anatomi, fisiologi, serta teknik penatalaksanaan persalinan kala 3 sangat penting untuk menurunkan angka kematian dan morbiditas ibu pasca persalinan.
Selain aspek medis, aspek psikologis dan sosial juga memegang peranan penting dalam mendukung kelancaran persalinan kala 3. Dukungan keluarga dan tenaga kesehatan yang responsif dapat membantu ibu menghadapi proses persalinan dengan lebih tenang dan percaya diri, serta mempercepat pemulihan pasca persalinan. Edukasi dan konseling pasca persalinan juga menjadi bagian penting dalam asuhan kebidanan yang komprehensif.
2
Dengan latar belakang tersebut, makalah ini membatasi pembahasan pada pengertian, fisiologi, manajemen aktif, serta komplikasi persalinan kala 3 agar tenaga kesehatan dapat memahami dan mengaplikasikan penanganan yang tepat dalam praktik persalinan, sehingga dapat mengurangi risiko perdarahan postpartum dan meningkatkan keselamatan ibu dan bayi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi persalinan kala 3?
2. Bagaimana fisiologi yang terjadi selama persalinan kala 3?
3. Apa anatomi plasenta dan peranannya dalam persalinan kala 3?
4. Bagaimana tanda dan gejala lepasnya plasenta?
5. Apa mekanisme pengeluaran plasenta pada persalinan kala 3?
6. Berapa lama dan batas waktu normal persalinan kala 3?
7. Apa tujuan dan manfaat penatalaksanaan persalinan kala 3?
8. Teknik dan tindakan apa saja yang digunakan dalam manajemen persalinan kala 3?
9. Komplikasi apa saja yang mungkin terjadi selama persalinan kala 3 dan bagaimana penanganannya?
10. Bagaimana aspek psikologis dan sosial mempengaruhi proses persalinan kala 3?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan definisi persalinan kala 3 secara jelas dan komprehensif.
2. Menguraikan fisiologi yang terjadi selama persalinan kala 3.
3. Memaparkan anatomi plasenta dan peranannya dalam proses persalinan kala 3.
4. Mengidentifikasi tanda dan gejala lepasnya plasenta.
5. Menjelaskan mekanisme pengeluaran plasenta secara rinci.
6. Menentukan lama dan batas waktu normal persalinan kala 3.
7. Menjelaskan tujuan dan manfaat penatalaksanaan persalinan kala 3.
8. Menguraikan teknik dan tindakan yang tepat dalam manajemen persalinan kala 3.
9. Mengidentifikasi komplikasi yang mungkin terjadi dan cara penanganannya.
10. Membahas aspek psikologis dan sosial yang berperan dalam proses persalinan kala 3.
3 1.4 Manfaat Penulisan
1. Memberikan wawasan dan pengetahuan yang mendalam bagi tenaga kesehatan, khususnya bidan dan perawat, dalam menangani persalinan kala 3.
2. Membantu meningkatkan keterampilan dalam manajemen aktif persalinan kala 3 untuk mengurangi risiko perdarahan postpartum.
3. Menjadi bahan referensi bagi mahasiswa dan praktisi kesehatan dalam memahami aspek klinis dan sosial persalinan kala 3.
4. Mendorong kesadaran akan pentingnya dukungan psikologis dan edukasi bagi ibu dan keluarga selama dan setelah persalinan.
4
BAB II
KONSEP DASAR PERSALINAN KALA 3
2.1 Definisi Persalinan Kala 3
Persalinan kala III merupakan tahapan berikutnya setelah proses kala Il terlewati, dari lahirnya bayi sampai dengan lahirnya plasenta. Kala III persalinan diawali setelah lahirnya bayi dan diakhiri dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Keluarnya plasenta berlangsung tidak lebih dari setengah jam setelah bayi lahir. Rahim terasa kencang ketika berada di atas bagian tengah, dan rahim akan berkontraksi kembali setelah beberapa menit untuk melepaskan plasenta dari dindingnya Pelepasan plasenta terjadi pada kala III persalinan, mengakibatkan peningkatan tekanan pada fundus dan kontraksi uterus secara simultan. Hal ini menyebabkan penyusutan rahim, mengakibatkan perlekatan yang sangat kecil dari plasenta ke dinding rahim, dan pemisahan lebih lanjut dari plasenta dari dinding rahim. Pada kala III persalinan, jika kontraksi rahim lemah atau gagal berkontraksi, ada bahaya perdarahan yang dikenal dengan atonia uteri. Jika tidak segera diatasi maka akan terjadi perdarahan postpartum, yaitu perdarahan yang melebihi batas pasca persalinan.
persalinan kala III merupakan salah satu tahapan persalinan yang relatif singkat, namun dapat berbahayakan karena kemungkinan adanya risiko perdarahan yang dapat menyebabkan kematian ibu
2.2 Fisiologi Persalinan Kala 3
Pemeriksaan kandung kemih, kontraksi, dan tinggi fundus uteri akan dilakukan pada kala III persalinan. Secara teori, pemeriksaan kantong urin dilakukan untuk memastikan bahwa kantong urin tidak penuh, karena kantong urin yang penuh dapat menghalangi kontraksi rahim, sehingga kontraksi rahim menjadi kurang optimal. Ini juga terkait dengan TFU dan pada akhirnya, pelepasan plasenta. Proses kelahiran atau pengeluaran plasenta akan berjalan normal jika kontraksi uterus baik. Plasenta harus dikeluarkan selambat- lambatnya 30 menit setelah bayi lahir.
Otot-otot rahim berkontraksi pada kala III persalinan. Menyusul penurunan volume rongga rahim setelah bayi lahir. Karena pengosongan rongga rahim dan dilanjutkan dengan adanya kontraksi sehingga menyebabkan plasenta terlepas dari perlekatannya dan darah berkumpul di ruang uteroplasenta. Penyusutan menyebabkan ukuran dari tempat implantasi
5
plasenta mengecil. ketika letak perlekatan plasenta mengecil tetapi untuk ukuran plasenta tidak mengalami perubahan atau tetap sama, plasenta akan terlipat, menebal, kemudian selanjutnya dikeluarkan dari dinding rahim sehingga membuat plasenta terlepas dari dinding uterus. Plasenta akan turun ke bagian bawah rahim dan menuju kebawah dari rahim atau vagina bagian atas
2.3 Anatomi Plasenta dan Peranannya
Plasenta manusia merupakan struktur yang kompleks dan sangat terspesialisasi, dirancang untuk mendukung kebutuhan pertumbuhan janin selama kehamilan. Plasenta biasanya berkembang dan tertanam di dinding rahim, membentuk organ berbentuk cakram.
Plasenta terdiri dari dua bagian utama: bagian janin, yang dikenal sebagai korion (chorion), dan bagian ibu, yang dikenal sebagai desidua basalis.Sisi janin dari plasenta ditutupi oleh selaput ketuban dan dihubungkan ke janin melalui tali pusat, yang berisi dua arteri dan satu vena. Arteri umbilikalis membawa darah terdeoksigenasi dan produk limbah dari janin ke plasenta,sedangkan vena umbilikalis membawa darah teroksigenasi dan nutrisi kembali ke janin. Hubungan ini sangat penting untuk pertukaran gas, nutrisi, dan produk limbah, sehingga memungkinkan janin tumbuh dan berkembang dengan baik.
Di sisi ibu, plasenta melekat pada lapisan dinding rahim, membentuk struktur yang disebut vili, yang meningkatkan luas permukaan pertukaran. Vili ini terendam darah ibu di dalam ruang antarvili, memungkinkan transfer oksigen dan nutrisi yang efisien dari darah ibu ke darah janin. Vili didukung oleh jaringan kapiler dan jaringan ikat yang memberikan integritas struktural dan memfasilitasi proses pertukaran.
Plasenta mengandung sel-sel khusus yang disebut trofoblas, yang berperan penting dalam menempelkan plasenta ke dinding rahim dan memediasi pertukaran zat antara ibu dan janin. Sel-sel ini masuk ke dalam lapisan rahim untuk membangun suplai darah yang kuat, memastikan bahwa janin yang sedang tumbuh menerima pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup. Selain itu, trofoblas membantu produksi hormon yang penting untuk menjaga kehamilan, seperti (hCG) dan progesteron.
Komponen penting lain dari anatomi plasenta adalah lempeng basal, yang merupakan titik kontak antara suplai darah ibu dan jaringan janin. Bagian ini mengandung arteri spiralis yang membawa darah ibu ke ruang antarvili, lalu mengalir di sekitar vili sebelum dialirkan kembali ke sirkulasi ibu melalui vena. Lempeng basal memastikan pertukaran gas, nutrisi, dan efektif produk limbah terjadi secara efisien dan efektif.
6 2.4 Tanda dan Gejala Lepasnya Plasenta
Setelah proses persalinan kala II selesai, dilanjutkan dengan kala III persalinan, tahapan yang sangat penting untuk dipahami karena dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban, yang biasa dikenal sebagai kala III persalinan atau pengeluaran plasenta. Dalam waktu sekitar 5-10 menit, kontraksi rahim akan berhenti.
Karena retraksi otot rahim, plasenta mulai terpisah pada lapisan Nitabusch dengan lahirnya bayi. Peregangan tali pusat terkendali (PTT) akan dilakukan pada kala III persalinan, kemudian 10 IU oksitosin akan diberikan secara intramuskular (IM) untuk membantu kontraksi uterus dan meminimalkan postpartum.
2.5 Mekanisme Pengeluaran Plasenta
Kala III persalinan, yaitu kala pengeluaran plasenta, dimulai setelah janin lahir dan berakhir dengan keluarnya plasenta beserta selaput ketuban. Proses ini biasanya berlangsung secara spontan dalam waktu 30 menit, ditandai oleh keluarnya darah dari vagina, memanjangnya tali pusat, dan membulatnya fundus rahim. Kontraksi rahim memainkan peran penting dalam pelepasan dan pengeluaran plasenta.
Berikut adalah konsep dasar mekanisme pengeluaran plasenta dalam kala III:
1. Pelepasan Plasenta :
a. Kontraksi Uterus: Setelah janin lahir, uterus mulai berkontraksi dan mengecil, yang menyebabkan pelepasan plasenta dari dinding rahim. Kontraksi ini dapat terjadi secara spontan atau dengan bantuan obat-obatan uterotonik.
b. Tanda Pelepasan: Pelepasan plasenta ditandai oleh keluarnya darah dari vagina, tali pusat memanjang, dan fundus rahim membulat saat dipalpasi.
2. Pengeluaran Plasenta:
a. Pelepasan Spontan: Plasenta biasanya keluar secara spontan dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir.
b. Mekanisme Pengeluaran: Plasenta keluar melalui vagina, biasanya secara dorsal (bagian depan plasenta keluar lebih dulu), tetapi terkadang juga melalui metode ekspulsi Matthew-Duncan (bagian pinggir plasenta keluar lebih dulu).
7
c. Bantuan Pengeluaran: Jika plasenta tidak keluar secara spontan dalam waktu 30 menit, mungkin diperlukan tindakan seperti tarikan tali pusat terkendali atau pemijatan rahim untuk membantu pengeluaran.
3. Manajemen Aktif Kala III:
a. Pemberian Uterotonik: Pemberian obat-obatan uterotonik setelah kelahiran bayi membantu mempercepat kontraksi rahim dan mengurangi risiko perdarahan pascapersalinan.
b. Penjepitan Tali Pusat Dini: Menjepit tali pusat setelah bayi lahir membantu mencegah perdarahan.
c. Penarikan Tali Pusat Terkendali: Tarikan tali pusat terkendali dapat membantu mengeluarkan plasenta secara terkontrol.
d. Pijatan Rahim Eksternal: Pemijatan rahim eksternal membantu mencegah perdarahan pascapersalinan.
e. Pengeluaran plasenta yang aman dan efektif sangat penting untuk mencegah perdarahan pascapersalinan. Manajemen aktif kala III dapat membantu mengurangi risiko perdarahan dan memastikan keselamatan ibu dan bayi.
2.6 Lama dan Batas Waktu Persalinan Kala 3
Kala III persalinan merupakan proses persalinan yang berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta lahir. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri.
Fisiologi Kala III persalinan
a. Lepasnya placenta dari implantasinya pada dinding uterus
Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal, dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina.
8 b. Pengeluaran placenta dari cavumuteri
Pengeluaran placenta dari cavum uteri dilakukan setelah memastikan placenta telah lepas dari perlekatannya. Beberapa cara untuk mengetahui apakah placenta telah lepas antara lain dengan:
1) Perasat Kustner
Tangan kanan meregangkan tali pusat dan tangan kiri menekan simfisis. Jika tali pusat masuk ke dalam vagina berarti placenta belum lepas dan jika tali pusat bertambah panjang berarti placenta sudah lepas.
2) Perasat Strassmann
Tangan kanan meregangkan tali pusat dan tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada tali pusat berarti placenta belum lepas, tapi jika tidak terasa getaran berarti placenta telah lepas.
3) Perasat Klein
Ibu diminta meneran sehingga tali pusat tampak keluar dari vagina. Jika meneran dihentikan dan tali pusat masuk kembali ke dalam vagina berarti placenta belum lepas, begitu pula sebaliknya
Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal di bawah ini:
a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear (globuler) dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).
b. Tali pusat memanjang.Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva(tanda Ahfeld).
c. Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi.
Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
9
BAB III
MANFAAT DAN TUJUAN PENATALAKSANAAN PERSALINAN KALA 3
3.1 Tujuan Penatalaksanaan Kala 3
Tujuan utama penatalaksanaan kala 3 adalah untuk mencegah perdarahan pascapersalinan (PPD) dan memastikan plasenta lahir dengan aman dan cepat.
Penatalaksanaan aktif kala 3 bertujuan untuk mempercepat kelahiran plasenta dan mengurangi risiko PPD, sedangkan penatalaksanaan fisiologis kala 3 membiarkan proses kelahiran plasenta terjadi secara alami. Berikut adalah tujuan lebih detail dari penatalaksanaan kala 3:
a. Mencegah Perdarahan Pascapersalinan (PPD)
PPD merupakan komplikasi serius yang dapat mengancam jiwa ibu. Penatalaksanaan aktif dan fisiologis kala 3 bertujuan untuk mengurangi risiko PPD, terutama yang disebabkan oleh atonia uterus (rahim tidak berkontraksi dengan baik).
b. Meningkatkan Kontraksi Rahim
Kontraksi rahim yang kuat membantu mencegah perdarahan dan memastikan plasenta terlepas dengan baik. Penatalaksanaan aktif kala 3, seperti pemberian oksitosin, dirancang untuk meningkatkan kontraksi rahim.
c. Melahirkan Plasenta dengan Aman dan Cepat
Proses kelahiran plasenta yang terlambat atau tidak lengkap dapat menyebabkan PPD.
Penatalaksanaan kala 3 bertujuan untuk mempercepat proses kelahiran plasenta secara aman dan efektif.
d. Meningkatkan Keamanan Ibu
Penatalaksanaan kala 3 yang tepat membantu memastikan keamanan ibu selama proses persalinan, termasuk mencegah komplikasi seperti perdarahan dan infeksi.
e. Mengurangi Morbiditas dan Mortalitas Ibu
Dengan mencegah PPD dan komplikasi lainnya, penatalaksanaan kala 3 berperan dalam mengurangi morbiditas (penyakit) dan mortalitas (kematian) ibu.
Ada dua pendekatan utama dalam penatalaksanaan kala 3:
1. Manajemen Aktif
10
Melibatkan pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali, dan mendorong ibu untuk mendorong untuk mengeluarkan plasenta.
2. Manajemen Fisiologis
Memberikan waktu bagi plasenta untuk terlepas secara alami, tanpa intervensi aktif.
3.2 Manfaat Manajemen Aktif Kala 3
Manajemen aktif kala 3 (persalinan) bertujuan untuk mempercepat keluarnya plasenta dan mengurangi risiko perdarahan pascapersalinan (PPH) dengan pemberian uterotonika, penegangan tali pusat terkendali, dan pijatan rahim. Tujuan pelaksanaan manajemen aktif ini adalah untuk mencapai hasil yang optimal bagi ibu dan bayi, yaitu mencegah terjadinya PPH yang berbahaya dan mempercepat proses persalinan.
1. Manfaat Manajemen Aktif Kala 3:
a. Mencegah dan Mengurangi Perdarahan Pascapersalinan (PPH): Dengan memberikan uterotonika (seperti oksitosin) dan melakukan penegangan tali pusat terkendali, kontraksi rahim akan lebih efektif, mengurangi risiko terjadinya atonia uteri (rahim yang tidak berkontraksi) dan perdarahan.
b. Mempercepat Kelahiran Plasenta: Manajemen aktif membantu mempercepat proses pemisahan dan keluaran plasenta, sehingga durasi kala 3 menjadi lebih singkat.
c. Mengurangi Perluasan Perdarahan: Dengan tindakan proaktif, risiko perdarahan pasca persalinan dapat diminimalkan, sehingga kebutuhan transfusi darah dapat ditekan.
d. Meningkatkan Keamanan Ibu dan Bayi: Dengan mencegah dan mengurangi PPH, manajemen aktif meningkatkan keamanan ibu dan bayi selama dan setelah persalinan.
2. Tujuan Pelaksanaan Manajemen Aktif Kala 3:
a. Mempercepat Kelahiran Plasenta: Tujuan utama adalah untuk mempercepat proses pemisahan dan keluaran plasenta secara aman.
b. Mencegah atau Mengurangi Perdarahan Pasca Persalinan (PPH): Tujuan lainnya adalah untuk mencegah terjadinya PPH atau, jika terjadi, untuk meminimalkan jumlah perdarahan.
c. Menjaga Kondisi Ibu dan Bayi: Tujuan utama adalah memastikan ibu dan bayi tetap sehat dan stabil setelah persalinan.
11
d. Meningkatkan Keberhasilan Persalinan: Dengan tindakan manajemen aktif, diharapkan persalinan berjalan lancar dan sukses tanpa komplikasi yang mengancam jiwa.
3.3 Peran Tenaga Kesehatan dalam Kala 3
Peran petugas kesehatan adalah suatu kegiatan yang diharapkan dari seorang petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Seperti pada ibu hamil membutuhkan peran dari petugas kesehatan tentang kehamilannya. Peran petugas kesehatan biasa mensosialisasikan Antenatal Care yang bertujuan agar ibu hamil benar-benar memahami manfaat dari pemeriksaan Antenatal Care sehingga peserta mengetahui alasan memeriksakan kehamilannya. Peran petugas kesehatan sangat signifikan untuk mensosialisasikan pentingnya melakukan Antenatal Care (ANC) pada masa kehamilan terhadap keluarga terutama suami agar memberikan dukungan kepada istri untuk teratur melakukan kunjungan Antenatal Care (ANC).
Sikap petugas kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan memengaruhi frekuensi kunjungan ANC ibu hamil. Semakin baik sikap petugas kesehatan maka semakin sering pula seorang ibu hamil menginjungi fasilitas kesehatan untuk memeriksakan kehamilannya. Belum meratanya petugas kesehatan yang ada di daerah terpencil juga dapat menurunkan akses ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Faktor utama penyebab tingginya peningkatan angka kematian ibu perlu mendapat perhatian yang mendasar dari sistem pendataan dan kinerja Bidan di desa dan puskesmas yang telah berada di seluruh wilayah baik diperkotaan maupun dipedesaan.
Secara profesional dokter dan bidan dalam praktek klinik mempunyai peran menurunkan angka kematian ibu. Dokter dan bidan adalah garda terdepan dalam mendeteksi kemungkinan risiko, mendorong program KB, melakukan asuhan antenatal terfokus, pencegahan abortus tidak aman, pertolongan persalinan oleh tenaga terampil, rujukan dini tepat waktu kasus gawat darurat obstetri dan pertolongan segera – adekuat kasus gawat darurat obstetri di rumah sakit rujukan. Penolong yang terampil pada saat sebelum, selama dan sesudah persalinan telah terbukti mempunyai peran dalam menurunkan kematian ibu
Tujuan utama dalam membantu proses persalinan adalah mendorong kelahiran yang aman bagi ibu dan bayi. Maka oleh karena itu dibutuhkan peran dari petugas kesehatan
12
untuk mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan bayi, karena kematian ibu dan bayi sering terjadi terutama saat proses persalinan (Koblinsky et al, 2006).
13
BAB IV
TEKNIK DAN TINDAKAN DALAM PERSALINAN KALA 3
4.1 Manajemen Aktif Persalinan Kala 3
Manajemen aktifkala III sangat penting dilakukan pada setiap asuhan persalinannormal dengan tujuan untuk menurunkan angka kematian ibu. Saat ini, manajemen aktif kala III telah menjadi prosedur tetap pada asuhan persalinan normal dan menjadi salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki setiap tenaga kesehatan penolong persalinan.
1. Tujuan Manajemen Aktif Kala III
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksiuterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.Penatalaksanaan manajemen aktif kala III dapat mencegah terjadinya kasus perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta.
2. Keuntungan Manajemen Aktif Kala III Keuntungan manajemen aktif kala III adalah:
1) Persalinan kala tiga lebih singkat.
2) Mengurangi jumlah kehilangan darah.
3) Mengurangi kejadian retensio plasenta.
4) Langkah Manajemen Aktif Kala III
Langkah utama manajemen aktif kala III ada tiga langkah yaitu:
1) Pemberian suntikan oksitosin. Pemberian suntikan oksitosindilakukan dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir. Namun perlu diperhatikan dalam pemberian suntikan oksitosin adalah memastikan tidak ada bayi lain (undiagnosed twin) di dalam uterus. karena Oksitosin dapat menyebabkan uterus berkontraksi yang dapat menurunkan pasokan oksigen pada bayi.Suntikan oksitosin dengan dosis 10 unit diberikan secara intramuskuler (IM) pada sepertiga bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis). Tujuan pemberian suntikan oksitosin dapat menyebabkan uterus berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah.
2) Penegangan tali pusat terkendali. Klem pada tali pusat diletakkan sekitar 5-10 cm dari vulva dikarenakan dengan memegang tali pusat lebih dekat ke vulva
14
akan mencegah evulsi tali pusat. Meletakkan satu tangan di atas simpisispubis dan tangan yang satu memegang klem di dekat vulva. Tujuannya agar bisa merasakan uterus berkontraksi saat plasenta lepas. Segera setelah tanda-tanda pelepasan plasenta terlihat dan uterus mulai berkontraksi tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri. Lahirkan plasenta dengan peregangan yang lembut mengikuti kurva alamiah panggul (posterior kemudian anterior). Ketika plasenta tampak di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya. Putar plasenta secara lembut hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
3) Masase fundus uteri. Masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan memastikan bahwa kotiledon dan selaput plasenta dalam keadaan lengkap. Periksa sisi maternal dan fetal. Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus berkontraksi. Evaluasi kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca persalinan.
4.2 Teknik Penanganan Lepasnya Plasenta
Penggunaan oksitosin dan obat pendukung lainnya dalam kala III persalinan bertujuan untuk mencegah perdarahan postpartum (PPH) dan mempermudah pengeluaran plasenta.
Oksitosin, terutama, diberikan segera setelah kelahiran bayi (dan sebelum plasenta lahir) untuk merangsang kontraksi uterus dan membantu pemisahan plasenta. Selain oksitosin, beberapa obat lain seperti ergometrin dan misoprostol dapat digunakan untuk tujuan yang sama, tetapi dengan efek samping yang perlu diperhatikan.
1. Oksitosin:
a. Fungsi: Merangsang kontraksi uterus, membantu pemisahan plasenta, dan mencegah perdarahan postpartum.
b. Cara Pemberian: Dapat diberikan secara intramuskular atau intravena, dengan dosis yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi ibu.
c. Efek Samping: Peningkatan tekanan darah diastolik, muntah, mual, dan kontraksi uterus berlebihan jika dosis berlebihan atau digunakan bersama dengan obat lain.
15 2. Obat Pendukung Lain:
a. Ergometrin: Merangsang kontraksi uterus dan membantu mengendalikan perdarahan postpartum.
b. Misoprostol: Merangsang kontraksi uterus dan membantu pengeluaran plasenta.
c. Karboprost: Obat lain yang dapat digunakan untuk merangsang kontraksi uterus dan mengendalikan perdarahan postpartum.
3. Teknik dan Tindakan Lain:
a. Pijat Fundus Uteri: Merangsang kontraksi uterus setelah plasenta lahir dan membantu menghentikan perdarahan.
b. Tegangan Tali Pusat Terkendali: Membantu pemisahan plasenta dan pengeluarannya.
c. Stimulasi Puting Susu: Membantu pelepasan oksitosin endogen ibu dan dapat membantu menghentikan perdarahan postpartum.
d. Penting: Penggunaan oksitosin dan obat pendukung lainnya harus dilakukan di bawah pengawasan tenaga kesehatan yang terlatih dan sesuai dengan indikasi medis yang tepat.
4.3 Penggunaan Oksitosin dan Obat-obatan Pendukung
Penanganan lepasnya plasenta dalam kala tiga persalinan melibatkan manajemen aktif dan fisiologis, dengan tujuan utama untuk mengeluarkan plasenta dan mencegah perdarahan pasca persalinan. Manajemen aktif meliputi pemberian uterotonik (misalnya oksitosin), tekanan fundus, dan tarikan terkendali tali pusat, sementara manajemen fisiologis fokus pada upaya maternal untuk mengeluarkan plasenta.
1. Manajemen Aktif:
Pemberian Oksitosin: Suntikan oksitosin (10 IU intramuscular) atau pemberian oksitosin intravena membantu kontraksi rahim untuk memicu pelepasan plasenta dan mengurangi risiko perdarahan.
a. Tekanan Fundus: Tekanan pada fundus rahim (dengan tangan kiri) membantu memadatkan rahim dan mengurangi risiko perdarahan pasca persalinan.
b. Tarikan Terkendali Tali Pusat: Tarikan tali pusat ke bawah secara hati-hati, sambil memberikan tekanan ke atas pada rahim (dengan tangan kanan), membantu melepaskan plasenta dari dinding rahim.
16
c. Manajemen Fisiologis: Upaya Maternal: Ibu disuruh mengejan untuk membantu pelepasan plasenta secara alami.
d. Penjepitan Tali Pusat Terlambat: Penjepitan tali pusat ditunda hingga tali pusat berhenti berdenyut untuk memastikan bayi menerima darah yang optimal dari plasenta.
2. Tindakan Setelah Plasenta Keluar:
a. Masase Uterus: Pijat uterus (dengan tangan kiri) membantu kontraksi rahim dan mengurangi risiko perdarahan.
b. Pemeriksaan Plasenta: Periksa kelengkapan plasenta untuk memastikan tidak ada retakan atau bagian yang tertinggal.
c. Pemeriksaan Vagina/Serviks: Inspeksi vagina dan serviks untuk mendeteksi adanya laserasi dan menjahit jika diperlukan.
d. Penanganan Retensio Plasenta: Jika plasenta tidak keluar dengan upaya di atas, perlu dilakukan penanganan retensio plasenta. Ini melibatkan pemberian oksitosin atau methylergometrine untuk membantu kontraksi rahim, atau kemungkinan tindakan manual seperti curettage (pengangkatan jaringan plasenta yang tertinggal).
3. Penting untuk diingat:
a. Dukungan Psikologis: Berikan dukungan emosional dan fisik kepada ibu selama proses persalinan, khususnya selama kala tiga.
b. Pemantauan Ketat: Pantau tanda-tanda vital ibu dan kondisi rahim secara teratur untuk mendeteksi adanya komplikasi dini.
c. Pencegahan Perdarahan: Langkah-langkah penanganan kala tiga yang tepat sangat penting untuk mencegah perdarahan pasca persalinan yang berpotensi berbahaya.
4.4 Penatalaksanaan Perdarahan Postpartum
Penatalaksanaan perdarahan postpartum atau postpartum hemorrhage (PPH) terdiri dari 2 tahap, yaitu tata laksana umum dan khusus. Tata laksana umum adalah penilaian dan penanganan kegawatdaruratan, termasuk tanda-tanda syok hipovolemik. Sedangkan tata laksana khusus diberikan sesuai dengan penyebab perdarahan, yaitu 4T (tonus, tissue, trauma, thrombin).
1. Tata Laksana Umum
17
Tindakan awal untuk pasien perdarahan postpartum adalah penilaian dan penanganan kegawatdaruratan, termasuk tanda-tanda syok hipovolemik. Tata laksana umum meliputi:
• Memberikan terapi oksigen
• Memasang jalur intravena (IV) dengan jarum besar (ukuran 16 G atau 18 G), untuk resusitasi cairan dengan cairan kristaloid atau normal salin. Carian dapat diberikan secara bolus jika terdapat syok hipovolemik
• Memeriksa golongan darah crossmatch dan darah lengkap, untuk persiapan transfusi sesuai protokol. Transfusi darah diberikan apabila Hb <8 g/dL atau secara klinis menunjukkan tanda-tanda anemia berat
• Memasang kateter urin untuk memantau urine output
• Memantau tanda-tanda vital secara terus menerus
• Menentukan penyebab atau sumber perdarahan, untuk menentukan tata laksana khusus.
2. Tata Laksana Khusus
Penatalaksanaan khusus diberikan sesuai dengan penyebab perdarahan postpartum, yakni mnemonic 4T (tonus, tissue, trauma, thrombin).
1) Tonus, Pada gangguan tonus, pemijatan uterus dapat dilakukan untuk membantu memperbaiki tonus dan menghentikan perdarahan. Selain itu, dapat diberikan obat-obat uterotonika yang merangsang kontraksi uterus, seperti :
• Oksitosin, Berfungsi untuk menstimulasi segmen atas dari miometrium agar dapat berkontraksi dengan teratur, dan dapat menimbulkan konstriksi arteri- arteri spiral serta menurunkan aliran darah ke uterus. Dosis yang direkomendasikan adalah 20‒40 IU dalam 1 liter normal salin, diberikan IV sebanyak 500 mL dalam 10 menit, kemudian selanjutnya 250 mL setiap jam
• Misoprostol: bekerja dengan menginduksi kontraksi uterus secara menyeluruh. Dosis yang direkomendasikan adalah 800‒1000 μg per rektal, atau 600‒800 μg per sublingual/peroral. Misoprostol digunakan hanya jika tidak tersedia oksitosin
2) Trauma, Pada keadaan trauma, misalnya laserasi jalan lahir, harus dilakukan penjahitan laserasi secara kontinu. Sedangkan pada inversio uteri dapat dilakukan reposisi uterus.
18
3) Tissue, Pada keadaan retensio plasenta, dilakukan manual plasenta dengan hati- hati. Sedangkan pada sisa bekuan darah, dilakukan eksplorasi digital atau aspirasi vakum manual untuk mengeluarkan bekuan darah atau jaringan sisa.
4) Thrombin, Pada kondisi gangguan faktor pembekuan darah, dapat diberikan transfusi darah lengkap untuk menggantikan faktor pembekuan darah dan sel darah merah. Selain itu, dapat juga diberikan asam traneksamat dengan dosis 1 gram. Dosis asam traneksamat dapat diulang jika perdarahan berlangsung >30 menit.
5) Pembedahan, Pada PPH yang tidak dapat dihentikan dengan penatalaksanaan farmakologis atau manual, harus ditangani dengan teknik pembedahan. Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan di antaranya ligasi arteri uterina, arteri ovarica, atau arteri iliaka interna. atau postpartum hemorrhage (PPH).
4.5 Prosedur Pemeriksaan dan Dokumentasi
1. Periksa kembali uterus untuk memastikan hanya satu bayi yang lahir (hamil tunggal) dan bukan kehamilan ganda (gemelli)
2. Beritahukan pada ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
3. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM di 1/3 distal lateral paha, lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin.
4. Dalam waktu 2 menit setelah bayi lahir jepit tali pusat dengan klem kira- kira 2-3 cm dari pusar bayi. Gunakan jari telunjuk dan tengah tangan lain untuk mendorong isi tali pusat kearah ibu dan klem tali pusat sekitar 2 cm distal dari klem pertama.
5. Pemotongan dan pengikatan tali pusat -Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.
6. Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian lingkarkan lagi benang tersebut dan lakukan ikatan kedua dengan simpul kunci pada sisi lainnya. - Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan (masukkan kembali ke partus set)
7. Letakan bayi tengkurap pada dada ibu untuk kontak kulit ibu ke kulit bayi. Luruskan bahu bayi sehingga dada bayi menempel di dada ibu. Usahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting susu/areola mamae ibu.
19
(IMD: Inisiasi Menyusui Dini) -Selimuti ibu dan bayi dengan kain kering dan hangat, pasang topi dikepala bayi
• Biarkan bayi melakukan kontak kulit ke kulit dada ibu paling sedikit 1 jam - Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan IMD dlam waktu 30 60 menit.
Menyusu untuk pertama kali akan berlangsung sekitar 10 15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara.
• Biarkan bayi berada didada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusui.
8. Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
9. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut bawah ibu (di atas simfisis) untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang klem untuk menegangkan tali pusat.
10. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso-cranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi kembali prosedur diatas.
11. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami, atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu
12. Bila ada penekanan bagian bawah dinding depan uterus ke arah dorsokranial ternyata diikuti dengan pergeseran tali pusat kearah distal, maka lanjutkan dorongan kearah cranial hingga plasenta placenta dapat dilahirkan.
• Ibu boleh meneran tetapi tali pusat hanya bisa ditegakkan (jangan ditarik secara kuat terutama jika uterus tidak berkontraksi) sesuai dengan sumbu jalan lahir (ke arah bawah-sejajar lantai-atas)
• Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
13. Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat: -Ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM
• Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
• Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
• Ulangi tekanan dorsocranial dan penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
• Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir lakukan tindakan manual plasenta.
20
14. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan.
Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT/steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem ovum DTT/steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal. Rangsangan Taktil (Masase) Uterus
15. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus terasa keras).
16. Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik setelah rangsangan taktil/masase (Kompresi bimanual Internal, kompresi aorta abdominal, tampon kondom kateter)
17. Periksa kedua sisi plasenta (maternal-fetal) pastikan telah lahir lengkap dan utuh.
masukkan plasenta di dalam kantung plastik atau tempat khusus.
18. Mengevaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi yang luas dan menimbulkan perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif segera lakukan penjahitan
PENDOKUMENTASIAN PADA KALA III
a. Pengkajian 1. Data Subjektif
• Pasien mengatakan bahwa bayinya telah lahir
• Pasien mengatakan bahwa ia merasa mulas dan ingin meneran
• Pasien mengatakan bahwa plasenta belum lahir 2. Data Objektif
• Jam bayi lahir spontan
• Perdarahan pervaginam
• TFU
• Kontraksi uterus intensitasnya (kuat, sedang, lemah atau tidak ada) selama 15 menit pertama
Interpretasi Data Pastikan bahwa saat ini pasien berada pada kala III beserta kondisi normalnya dan mengkaji adanya diagnosis masalah atau tidak.
21
b. Contoh rumusan diagnosis. Ny X Umur 25 Tahun G1PoAo Inpartu kala III normal.
• Diagnosis Potensial Pada langkah ini bidan memprediksi apakah kondisi pasien sebelumnya mempunyai potensi untuk meningkat ke arah kondisi yang semakin buruk.
• Antisipasi Tindakan Segera Dilakukan jika ditemukan diagnosis potensial.
c. Perencanaan
• Berikan pujian kepada pasien atas keberhasilannya dalam melahirkan janinya.
• Lakukan manajemen aktif kala III.
• Pantau kontraksi uterus.
• Beri dukungan mental pada pasien.
• Berikan informasi mengenai apa yang harus dilakukan oleh pasien dan pendampingan agar proses pelahiran plasenta lancar.
• Jaga kenyamanan pasien dengan menjaga kebersihan tubuh bagian bawah (perineum).
• Pelaksanaan Merealisasikan perencanaan sambil melakukan evaluasi secara terus-menerus.
d. Evaluasi
Menggambarkan hasil pengamatan terhadap keefektifan asuhan yang diberikan.
Data yang tertulis pada tahap ini merupakan data fokus untuk kala berikutnya yang mencakup data subjektif dan objektif.
22
BAB V
KOMPLIKASI PADA PERSALINAN KALA 3
5.1 Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum atau postpartum hemorrhage (PPH) adalah perdarahan >500 mL dari jalan lahir pada persalinan spontan pervaginam, setelah kala III selesai atau setelah plasenta lahir. Sedangkan PPH pada persalinan sectio caesarea adalah perdarahan
>1000 mL. Namun, karena sulitnya menghitung jumlah perdarahan, maka seluruh kasus dengan jumlah perdarahan yang berpotensi menyebabkan gangguan hemodinamik (hipovolemia) dapat disebut perdarahan postpartum.
PPH dapat dibagi menjadi primer dan sekunder. PPH primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah persalinan. Sedangkan, PPH sekunder adalah perdarahan yang terjadi antara 24 jam ‒ 12 minggu setelah persalinan.
Secara global, penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, yaitu 94% dari kematian ibu. Perdarahan postpartum disebabkan oleh gangguan pada 4T (tonus, tissue, trauma, dan thrombin). Penyebab PPH yang paling sering adalah atonia uteri, diikuti dengan retensio plasenta, sisa plasenta, laserasi jalan lahir, dan gangguan pembekuan darah atau faktor koagulasi.
Diagnosis dari perdarahan postpartum harus dilakukan secara cepat dan cermat, karena dapat berakibat kematian. Diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis secara singkat, pemeriksaan fisik umum maupun khusus, dan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi.
Tata laksana yang diberikan disesuaikan dengan etiologi perdarahan postpartum. Apabila disebabkan oleh gangguan pada tonus, maka diberikan terapi oksitosin, metilergometrin, hemabate (carboprost), atau misoprostol. Perdarahan akibat trauma dapat dilakukan penjahitan pada lokasi laserasi. Perdarahan karena jaringan atau retensio plasenta dapat dilakukan eksplorasi dan manual plasenta. Apabila akibat gangguan pada thrombin atau faktor koagulasi, maka dapat dilakukan transfusi. Resusitasi dapat dilakukan sesuai dengan indikasi serta kondisi ibu.
23 5.2 Retensi Plasenta
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Istilah retensio plasenta dipergunakankalau plasenta belum lahir. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Retensio plasenta adalah bila plasenta tidak lepas atau belum lahir lebih dari 30 menit setelah bayi lahir.
Jenis Retensio Plasenta 1. Plasenta adhesive
Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
3. Plasenta inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/ memasuki myometrium 4. Plasenta perkreta
Implantasi jonjot korion plasenta menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5. Plasenta inkarserata
Tertahanya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh kontriksi ostium uteri
5.3 Infeksi dan Endometritis
Kala III persalinan adalah tahap setelah bayi lahir hingga keluarnya plasenta (ari-ari).
Biasanya berlangsung dalam 5–30 menit. Jika berlangsung lebih lama atau terjadi gangguan pada proses ini, dapat menimbulkan komplikasi, salah satunya adalah infeksi, termasuk endometritis.
A. Infeksi pada Kala III Persalinan 1. Penyebab
• Retensi plasenta atau fragmen plasenta → menjadi media tumbuhnya bakteri. P
• rosedur invasif yang tidak steril, seperti eksplorasi uterus manual.
• Ruptur membran terlalu lama sebelum kelahiran (>18 jam).
• Persalinan yang lama dan traumatik.
• Adanya episiotomi atau laserasi perineum yang tidak ditangani dengan baik.
2. Gejala
24
• Demam ≥ 38°C dalam 24–48 jam pascapersalinan.
• Nyeri tekan pada uterus.
• Lochea (cairan nifas) berbau busuk.
• Takikardia.
• Uterus tidak berkontraksi dengan baik (atonik).
3. Penatalaksanaan
• Antibiotik spektrum luas (ampisilin + gentamisin).
• Evaluasi sisa plasenta melalui USG.
• Kuretase bila perlu (jika ada sisa jaringan).
• Monitoring tanda vital dan respons terhadap terapi.
B. Endometritis 1. Pengertian
Endometritis adalah infeksi pada lapisan dalam rahim (endometrium), yang biasanya terjadi pascapersalinan, terutama jika ada intervensi atau komplikasi saat kala III.
2. Faktor Risiko
• Persalinan pervaginam dengan manipulasi intrauterin.
• Seksio sesarea, terutama bila tanpa profilaksis antibiotik.
• Ketuban pecah dini atau lama.
• Retensi plasenta.
• Infeksi saluran kemih atau vaginosis bakterialis sebelumnya.
3. Gejala
• Demam ≥ 38°C pada 24–48 jam setelah persalinan.
• Nyeri perut bagian bawah.
• Uterus membesar, lunak, dan nyeri tekan.
• Lochea purulen dan berbau busuk.
• Kelelahan, malaise.
4. Diagnosis
• Anamnesis dan pemeriksaan fisik.
• Pemeriksaan laboratorium (leukositosis, peningkatan CRP).
• USG uterus → mencari sisa plasenta atau cairan abnormal.
5. Penatalaksanaan
25
• Antibiotik intravena kombinasi (misalnya, klindamisin + gentamisin).
• Rehidrasi dan suportif (analgesik, antipiretik).
• Kuretase bila terdapat sisa plasenta.
• Pencegahan
• Prosedur persalinan yang bersih dan steril.
• Penggunaan antibiotik profilaksis pada seksio sesarea.
• Manajemen aktif kala III (AMSTL) untuk mencegah retensi plasenta.
• Monitoring ketat pada ibu dengan faktor risiko.
5.4 Solusi dan Penanganan Komplikasi Perdarahan postpartum:
1. Pemberian uterotonika (misalnya oksitosin) untuk mengurangi perdarahan.
2. Pemeriksaan manual untuk memastikan bahwa plasenta telah keluar sepenuhnya.
3. Pemberian cairan dan transfusi darah jika diperlukan.
4. Penggunaan tamponade balon untuk mengurangi perdarahan.
5. Retensio plasenta:
6. Pemeriksaan manual untuk memastikan bahwa plasenta telah keluar sepenuhnya.
7. Pemberian uterotonika untuk membantu pengeluaran plasenta.
8. Persiapan untuk melakukan tindakan darurat jika plasenta tidak keluar.
9. Penggunaan teknik pengeluaran plasenta manual.
Infeksi:
1. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi.
2. Pemantauan kondisi ibu secara terus-menerus.
3. Pengawasan ketat terhadap tanda-tanda infeksi.
4. Kerusakan pada rahim:
5. Pemeriksaan manual untuk memastikan bahwa tidak ada kerusakan pada rahim.
6. Pemberian perawatan yang tepat jika terjadi kerusakan.
26 5.5 Pencegahan Komplikasi
1. Pemeriksaan plasenta: Pemeriksaan plasenta untuk memastikan bahwa plasenta telah keluar sepenuhnya.
2. Pemberian uterotonika: Pemberian uterotonika (misalnya oksitosin) untuk membantu mengurangi perdarahan.
3. Pengawasan ketat: Pengawasan ketat terhadap kondisi ibu selama persalinan kala 3.
4. Pemberian edukasi: Pemberian edukasi kepada ibu tentang tanda-tanda komplikasi dan cara mencegahnya.
5. Pemeriksaan postpartum: Pemeriksaan postpartum untuk memastikan bahwa kondisi ibu stabil dan tidak ada komplikasi.
6. Penggunaan teknik persalinan yang aman: Penggunaan teknik persalinan yang aman dan sesuai dengan standar praktik kebidanan.
7. Pemberian asuhan yang berbasis bukti: Pemberian asuhan yang berbasis bukti dan sesuai dengan standar praktik kebidanan.
27
BAB VI
ASPEK PSIKOLOGIS DAN SOSIAL PERSALINAN KALA 3
6.1 Dukungan Psikologis untuk Ibu
Kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta serta selaput ketuban berlansung kurang lebih 30 menit. Terdapat Tanda-tanda pelepasan plasenta yaitu perubahan bentuk dan tinggi fundus uterus, tali pusat menjulur keluar didepan vulva dan semburan darah tiba-tiba. Dan terdapat Manajemen Aktif Kala III yaitu:
pemberian suntikan oksitosin 1 menit pertama setelah bayi lahir, melakukan penegangan tali pusat terkendali, dan masase fundus uteri.
1. Perubahan Psikologis Kala III
a) Ibu senang, gembira dan bangga akan dirinya, ia juga merasa lelah.
b) Ibu ingin melihat anaknya, menyentuh, dan memeluknya.
c) Ia juga ingin segera plasenta atau ari-ari segera lahir.
d) Ibu ingin cepat melihat, memegang dan memberikan pelukan terhadap bayinya.
e) Perasaan bahagia, lega, dan merasa bangga terhadap dirinya, ibu juga akan merasakan kelelahan
f) Memusatkan diri dan bahkan bertanya- pada perineum g) Menaruh perhatian terhadap plasenta
2. Dukungan Psikologis
a) Menjaga Privasi dan Kenyamanan : Ibu perlu merasa nyaman dan aman selama proses persalinan, termasuk kala III. Menjaga privasi ibu dan membantu ibu untuk mengatur posisi yang nyaman dapat meningkatkan rasa aman dan mengurangi kecemasan.
b) Komunikasi yang Baik: Komunikasi yang jelas dan terbuka tentang proses persalinan dan prosedur yang akan dilakukan dapat membantu ibu untuk merasa lebih terlibat dan memahami apa yang terjadi.
c) Memberikan Informasi: Jelaskan kepada ibu tentang proses pengeluaran plasenta dan prosedur yang akan dilakukan. Ini dapat membantu ibu untuk mengurangi rasa khawatir dan meningkatkan rasa percaya diri.
28
d) Memberikan Kesempatan untuk Berinteraksi dengan Bayinya: Setelah bayi lahir, berikan kesempatan kepada ibu untuk melihat, menyentuh, dan memeluk bayinya.
Ini dapat membantu ibu untuk membentuk ikatan dengan bayinya dan meningkatkan rasa bahagia dan lega.
e) Mencari Tahu Kebutuhan Ibu: Sesuaikan dukungan yang diberikan dengan kebutuhan individu ibu. Beberapa ibu mungkin merasa lelah dan ingin beristirahat, sementara yang lain mungkin ingin segera memulai interaksi dengan bayinya.
f) Menawarkan Dukungan Emosional: Ibu mungkin mengalami berbagai emosi setelah persalinan, termasuk rasa lega, bahagia, dan juga lelah. Dukungan emosional yang diberikan oleh petugas kesehatan atau keluarga dapat membantu ibu untuk mengatasi emosi tersebut.
g) Mengajarkan Teknik Relaksasi: Teknik relaksasi seperti pernapasan dalam atau meditasi dapat membantu ibu untuk mengurangi kecemasan dan stres selama persalinan.
h) Mengajak Ibu untuk Berpartisipasi: Ibu dapat berpartisipasi dalam proses persalinan dengan cara yang sesuai dengan kondisinya. Ini dapat membantu ibu untuk merasa lebih terlibat dan memiliki kontrol atas proses persalinannya.
i) Mengajak Ibu untuk Membicarakan Perasaannya: Berikan kesempatan kepada ibu untuk membicarakan perasaannya dan memberikan dukungan emosional yang sesuai.
j) Menjaga Kondisi Fisik Ibu: Setelah persalinan, ibu mungkin mengalami kelelahan. Dukungan psikologis juga dapat meliputi dukungan fisik seperti menjaga kebersihan ibu, membantu ibu untuk makan dan minum, dan memastikan ibu istirahat yang cukup.
k) Menyediakan Ruangan yang Nyaman: Ruangan tempat ibu bersalin harus nyaman dan aman. Ruangan yang bersih dan memiliki pengaturan pencahayaan yang baik dapat meningkatkan kenyamanan ibu.
l) Membantu Ibu Mengatasi Rasa Nyeri: Ibu mungkin merasakan nyeri setelah persalinan, terutama setelah pengeluaran plasenta. Dukungan psikologis dapat membantu ibu untuk mengatasi rasa nyeri dengan memberikan informasi tentang nyeri yang dialami dan memberikan kesempatan untuk berdiskusi tentang rasa nyeri tersebut.
m) Dukungan psikologis yang efektif dapat membantu ibu bersalin kala III untuk beradaptasi dengan perubahan emosi dan fisik yang terjadi setelah persalinan. Ibu
29
yang merasa nyaman, aman, dan mendapatkan dukungan emosional akan lebih siap untuk memulai perjalanan keibuan mereka.
6.2 Peran Keluarga dan Lingkungan Peran Keluarga
a) Dukungan emosional, seperti kepedulian dan perhatian terhadap istri. Menjaga keadaan emosi, ekspresi atau afeksi. Keluarga memberikan rasa kasih sayang dan dukungan yang membantu ibu merasa aman dan nyaman dalam masa pemulihan.
b) Dukungan penghargaan, yang bisa disampaikan melalui ungkapan penghargaan atau persetujuan terhadap apa yang dirasakan oleh istri.
c) Dukungan instrumental/Fisik, yaitu memberi bantuan langsung untuk menolong istri.
Bantuan yang dimaksud bisa dalam bentuk materi, pekerjaan ataupun waktu. Keluarga dapat membantu ibu dalam berbagai tugas domestik, seperti memasak, membersihkan rumah, dan merawat bayi, sehingga ibu bisa fokus pada pemulihan diri.
d) Dukungan informatif, mencakup memberi nasihat atau saran.
Peran Lingkungan :
a) Dukungan Sosial: Lingkungan yang mendukung memberikan rasa aman dan nyaman bagi ibu, sehingga ibu dapat fokus pada pemulihan dan merawat bayi.
b) Pendidikan: Lingkungan yang mendukung dapat memberikan edukasi kepada ibu dan keluarga tentang perawatan bayi baru lahir, menyusui, dan perawatan diri setelah melahirkan.
c) Dukungan Informasi: Lingkungan yang mendukung dapat memberikan informasi yang tepat mengenai perawatan pasca persalinan, termasuk perawatan bayi dan menyusui.
d) Pentingnya Lingkungan yang Suportif, Dukungan lingkungan yang kuat dapat membantu ibu untuk mencegah atau mengatasi depresi pasca persalinan.
6.3 Edukasi dan Konseling Pasca Persalinan
Beberapa minggu pertama dengan bayi baru lahir sangat menuntut, baik secara fisik maupun emosional. Wanita perlu beristirahat dan merawat diri mereka sendiri saat mereka pulih dari persalinan dan melahirkan. Ini sering kali mengharuskan anggota keluarga dan teman-teman lainnya untuk membantu. Bekerjasamalah dengan keluarga untuk
30
memastikan semua orang menyadari perawatan yang dibutuhkan seorang ibu. Gunakan keterampilan bertanya Anda untuk mencari tahu apakah wanita tersebut merawat diri mereka sendiri dan mencari tahu tingkat dukungan yang mereka dapatkan dari keluarga mereka. Cari tahu apakah dia mendapatkan cukup istirahat dan dukungan. Bekerjasamalah dengannya untuk mengidentifikasi cara-cara agar hal ini dapat ditingkatkan. Periode pascanatal adalah waktu ketika Anda mungkin harus membahas masalah dengan seluruh keluarga untuk membantu mereka mengidentifikasi solusi atas masalah yang mungkin muncul sejak kelahiran. Beberapa wanita kewalahan setelah kelahiran seorang anak, tetapi meskipun demikian mereka merasa bahwa mereka harus kembali ke rutinitas mereka yang biasa secepat mungkin untuk menunjukkan bahwa mereka dapat mengatasinya. Sebagai seorang petugas kesehatan, Anda harus dapat mengidentifikasi wanita yang dapat mengatasinya, dari wanita yang mengalami kesulitan mengatasinya.
a. Konseling Gizi
Anjurkan wanita untuk mengonsumsi makanan sehat dalam jumlah dan variasi yang lebih banyak, seperti daging, ikan, minyak, kacang-kacangan, biji-bijian, sereal, buncis, sayur-sayuran, keju, dan susu untuk membantunya merasa kuat dan sehat (berikan contoh seberapa banyak yang harus dimakan). Yakinkan ibu bahwa ia dapat mengonsumsi makanan normal apa saja - makanan tersebut tidak akan membahayakan bayi yang disusui. Diskusikan tentang tabu-tabu yang ada mengenai makanan yang menyehatkan secara gizi. Bicaralah dengan pasangannya atau anggota keluarga lainnya untuk mendorong mereka memastikan bahwa wanita tersebut makan cukup dan menghindari pekerjaan fisik yang berat.
b. Memberikan perawatan yang memadai di rumah
Dalam minggu-minggu setelah melahirkan, wanita membutuhkan perawatan ekstra, termasuk dukungan dari pasangan dan keluarga. Proses persalinan dan melahirkan membutuhkan banyak tenaga fisik, seperti halnya menyusui dan merawat bayi yang baru lahir. Oleh karena itu, sangat penting bagi wanita untuk memulihkan kekuatan dan menjaga kesehatan mereka saat mereka menyesuaikan diri dengan kehidupan bersama bayi mereka.
Wanita pascanatal perlu menjaga pola makan seimbang, sama seperti yang mereka lakukan selama kehamilan. Suplemen zat besi dan asam folat juga harus dilanjutkan selama 3 bulan setelah melahirkan. Wanita yang sedang menyusui memerlukan makanan tambahan dan harus minum air bersih yang cukup
31
Diskusikan tentang pemberian makanan bayi dan perawatan payudara dan pentingnya hanya mengonsumsi obat yang diresepkan saat menyusui.
Bahas pentingnya lingkungan rumah untuk meningkatkan kesehatan bayi dan pemulihan ibu. Misalnya, bahas perlunya kehangatan, ventilasi yang baik, dan kebersihan bagi ibu dan bayi.
c. Masalah seksualitas
Waktu kapan pasangan melanjutkan hubungan seksual setelah melahirkan sering kali dipandu oleh praktik seksual setempat. Berbagai komunitas dan kelompok agama memiliki periode pantang yang disarankan berbeda setelah melahirkan. Akan berguna untuk menyadari hal ini dan menghormati praktik-praktik ini. Seorang wanita sering kali malu untuk bertanya kapan dia dapat melanjutkan hubungan seksual dan mungkin sudah ditekan oleh suami atau pasangannya. Dalam beberapa kasus, pasangan mungkin telah melakukan hubungan seksual di luar hubungan selama periode pantang setelah melahirkan dan karenanya wanita tersebut mungkin berisiko tertular IMS dan HIV.
Penting untuk memberi tahu wanita tentang perubahan pada tubuhnya setelah melahirkan yang dapat memengaruhi hubungan seksual. Rasa lelah yang dirasakan banyak wanita setelah melahirkan berarti mereka sering kali tidak memiliki keinginan untuk berhubungan seksual. Pertama kali berhubungan seksual mungkin terasa menyakitkan, terutama jika ada jahitan di perineum. Kerusakan dan ketegangan pada otot panggul bagian dalam yang terjadi selama melahirkan akan berarti bahwa hubungan seksual mungkin 'terasa berbeda'. Banyak wanita akan membutuhkan informasi tentang perubahan normal ini dan beberapa keyakinan bahwa hal-hal ini biasanya membaik seiring berjalannya waktu.
32
BAB VII
STUDI KASUS DAN ANALISIS
7.1 Deskripsi Kasus
Ny. M melahirkan bayinya secara spontan pada pukul 05.05 WIB. Setelah bayi lahir, plasenta belum keluar secara langsung. Penolong segera melakukan Manajemen Aktif Kala III (AMTSL) sebagaivupaya untuk mencegah perdarahan postpartum. Tindakan dimulai dengan penyuntikan oksitosin 1menit setelah kelahiran bayi, diikuti dengan pemotongan tali pusat dan penempatan klem 5-10 cm dari vulva.
Ketika muncul tanda-tanda pelepasan plasenta seperti tali pusat memanjang dan semburan darah, penolong melakukan penarikan tali pusat terkendali (PTT), diikuti dengan pemijatan uterus setelah plasenta lahir. Pada pukul 05.15 WIB, plasenta lahir secara spontan dalam keadaan lengkap (selaput dan kotiledon utuh), tidak terdapat ruptur perineum, dan uterus teraba keras. Jumlah perdarahan diperkirakan sekitar 150 cc, dan lama kala III ±10 menit.
7.2 Analisis Kasus
Berdasarkan observasi dan dokumentasi:
Manajemen aktif kala III dilakukan tepat sesuai dengan pedoman nasional (Depkes RI, 2016), meliputi:
1. Pemberian uterotonika (oksitosin) segera setelah lahirnya bayi.
2. Penjepitan dan pemotongan tali pusat.
3. PTT dan masase fundus uteri.
4. Tanda-tanda pelepasan plasenta dikenali dengan baik dan ditindaklanjuti secara tepat.
5. Plasenta lahir dalam waktu 10 menit, yang berada dalam rentang normal (6-15 menit).
6. Jumlah perdarahan 150 cc, jauh di bawah ambang batas normal perdarahan postpartum (<500 cc).
7. Tidak terdapat komplikasi (seperti ruptur perineum atau retensio plasenta).
Hal ini menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan sudah sesuai standar asuhan kebidanan dan teori fisiologi kala III.
33 7.3 Pembahasan dan Evaluasi Penanganan
Secara teori, kala III dimulai dari lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Mekanisme pelepasan plasenta dipengaruhi oleh kontraksi otot uterus (miometrium), yang menyebabkan penyusutan rongga uterus dan mendorong plasenta terlepas dari tempat implantasinya (Ilmiah, 2015). Dalam kasus Ny. M:
- Seluruh tahapan AMTSL dilakukan secara benar: mulai dari pemberian oksitosin, pemantauan
- tanda-tanda pelepasan plasenta, hingga pengeluaran plasenta dan pemijatan uterus.
- Durasi kala III dan jumlah perdarahan dalam batas normal.
- Tidak ada komplikasi yang menyertai kala III, menunjukkan bahwa keterampilan bidan dalam melaksanakan tindakan sesuai standar klinis.
- Penatalaksanaan pada Ny. M membuktikan bahwa AMTSL efektif dalam mencegah perdarahan postpartum, sebagaimana dinyatakan oleh JNPK-KR (2008) dan Depkes RI (2016).
Kesimpulan
Kasus ini menggambarkan keberhasilan penerapan manajemen aktif kala III sesuai standar. Penanganan tepat waktu dan tindakan sistematis berdampak positif dalam mencegah komplikasi, khususnya perdarahan postpartum. Tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktik lapangan.
34
BAB IX
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
Kala III persalinan adalah tahapan krusial yang dimulai setelah bayi lahir lengkap hingga plasenta dan selaput ketuban lahir seluruhnya. Meskipun relatif singkat, fase ini merupakan periode risiko tinggi terjadinya perdarahan pascapersalinan (PPH), yang menjadi penyebab utama kematian ibu di seluruh dunia. Durasi normal kala III umumnya tidak lebih dari 30 menit. Untuk mencegah komplikasi serius, terutama PPH, penerapan Manajemen Aktif Kala III (MAKI) sangat dianjurkan dan direkomendasikan secara global.
MAKI terdiri dari tiga komponen utama yang bekerja sinergis:
Pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir (umumnya oksitosin). Penegangan tali pusat terkendali (PTT) untuk membantu pelepasan dan pengeluaran plasenta. Masase fundus uteri setelah plasenta lahir untuk merangsang kontraksi uterus secara optimal.
Manfaat signifikan dari penerapan MAKI meliputi penurunan drastis kejadian PPH, pemendekan durasi kala III, pengurangan kebutuhan transfusi darah, dan penurunan risiko anemia pascapersalinan. Seluruh komponen ini memastikan uterus berkontraksi dengan baik, menjepit pembuluh darah di bekas tempat implantasi plasenta, sehingga perdarahan dapat diminimalisir secara efektif.
Dengan demikian, pemahaman dan penerapan MAKI yang tepat dan konsisten oleh tenaga kesehatan menjadi fondasi utama dalam menjamin keselamatan ibu pada fase persalinan yang rentan ini, sekaligus berkontribusi besar dalam upaya penurunan angka kematian ibu.
8.2 Saran
Peningkatan edukasi dan pelatihan yang berkesinambungan bagi tenaga kesehatan mengenai manajemen aktif persalinan kala III untuk memastikan setiap penolong persalinan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai. Mendorong implementasi manajemen aktif kala III sebagai prosedur standar di seluruh fasilitas kesehatan, termasuk di daerah terpencil, untuk mengurangi angka kematian ibu akibat perdarahan postpartum. Mengintensifkan sosialisasi pentingnya Antenatal Care (ANC) kepada ibu hamil dan keluarga, khususnya suami, agar ibu mendapatkan dukungan penuh
35
untuk pemeriksaan kehamilan secara teratur. Mengembangkan sistem pendataan dan kinerja bidan di desa dan puskesmas untuk deteksi dini risiko dan penanganan kasus gawat darurat obstetri secara cepat dan tepat. Meningkatkan dukungan psikologis dan sosial bagi ibu bersalin, termasuk menjaga privasi dan kenyamanan, komunikasi yang baik, pemberian informasi, serta kesempatan untuk berinteraksi dengan bayi segera setelah lahir.
Mendorong peran aktif keluarga dalam memberikan dukungan emosional, penghargaan, instrumental (fisik), dan informatif kepada ibu pascapersalinan.
Memberikan edukasi dan konseling pascapersalinan yang komprehensif, mencakup gizi, perawatan diri dan bayi, serta aspek seksualitas, untuk mendukung pemulihan fisik dan emosional ibu. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor psikologis dan sosial yang mempengaruhi keberhasilan persalinan kala III dan pemulihan ibu
pascapersalinan, terutama di berbagai konteks budaya. Menjamin ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai dan tenaga kesehatan yang merata, terutama di daerah terpencil, untuk memastikan akses ibu hamil terhadap pelayanan persalinan yang aman dan
berkualitas.