• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 jurnal indonesia unila

N/A
N/A
Fitroh Satrio

Academic year: 2023

Membagikan "3 jurnal indonesia unila"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

* Corresponding Author

Email : [email protected]

© 2022 Author(s), Administratio: Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan (13) 1 2022 Volume 13 (1) 2022: 33-48

P-ISSN: 2087-0825, E-ISSN: 2548-6977 DOI: 10.23960/administratio.v13i1.278 Accredited by Kemenristek Number 85/M/KP/2020 (Sinta 4)

ARTICLE

Pengembangan Wisata dan Ekonomi Kreatif Lampung dalam Perspektif Collaborative Governance

Pindo Riski Saputra1*, I Wayan Lendra2, Intan Destrilia3, Fitri Wahyuni4

1234 Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Stisipol Dharmawacana, Metro

How to cite: Saputra, P.R Lendra, W. Destrilia, I, Wahyuni, F. (2022). Pengembangan Wisata dan Ekonomi Kreatif Lampung dalam Perspektif Collaborative Governance . Administratio: Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, 13(1)

Article History Received: 17 Maret 2022 Accepted: 20 April 2022

Keywords:

Development, Collaborative

Governance ,Tourism, Creative Economy

Kata Kunci:

Pembangunan,

Collaborative Governance, Pariwisata, Ekonomi Kreatif

ABSTRACT

Good development in the tourism sector is not only seen from the level of acceleration of economic growth in an area such as an increase in the level of economic contribution to PAD (Regional Original Income). Tourism development and the creative economy, if managed optimally and responsibly, will ensure progress in other growth-enhancing sectors such as increasing awareness about the importance of natural and cultural preservation in society, and opening up employment opportunities so that in this case it will affect the community welfare index. The writing method in this research is a qualitative method using a descriptive approach. This descriptive approach describes an empirical phenomenon and fact, by presenting data on Collaborative Governance in the development of the tourism sector in the province of Lampung. The results of the succession to the process of sustainable development on aspects of tourism and the creative economy. Where the sector will contribute to improving the welfare of society. In the concept of Collaborative Governance, the development of tourist destinations and the creative economy, becomes part of a sustainable development plan, because with continuous collaboration and synergy between stakeholders (businessmen, government, academics, the community and the media).

ABSTRAK

Pembangunan pada sektor pariwisata yang baik, tidak hanya dilihat dari tingkatan percepatan pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah seperti peningkatan tingkat kontribus ekonomii terhadap PAD (Pendapatan Asli Daerah). Pembangunan pariwisata dan ekonomi kreatif Jika dapat dikelola secara maksimal dan bertanggung jawab, akan menjamin kemajuan pada sektor peningkatan pertumbuhan lainnya seperti meningkatnya kesadaran tentang pentingnya kelestarian alam dan budaya pada masyarakat, dan keterbukaan penyediaan lapangan kerja sehingga dalam hal ini akan berpengaruh pada indeks kesejahteraan masyarakat, metode penulisan pada penelitian ini merupakan metode penelitian kualitatif dengan melakukan pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif tersebut merupakan metode yang menggambarkan fenomena dan fakta empiris data permasalahan tentang Collaborative Governance dalam pengembangan sektor pariwisata di provinsi lampung. Hasil dari suksesi terhadap proses pembangunan berkelanjutan terhadap aspek pariwisata dan ekonomi kreatif. Dimana sektor tersebut akan berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada

(2)

34 | Administratio, Vol. 13 (1) 2022: 33-48

A. PENDAHULUAN

Pembangunan pada sektor pariwisata dan ekonomi yang baik bukan hanya dilihat dari indeks peningkatan dan percepatan pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah seperti meningkatkan pendapatan daerah atau yang dikenal sebagai PAD (Pendapatan Asli Daerah).

Namun pemanfaatan sektor wisata tersebut jika dapat dimanfaatkan dengan maksimal dan bertanggungjawab, maka fokus pembangunan sektor pariwisata dapat menjadi salah satu faktor yang menjamin kelestarian alam dan budaya karena dalam hal ini masyarakat akan secara sadar akan pentingnya kelestarian alam dan budaya sebagai asset pembangunan daerah dan dalam hal ini secara terus-menerus akan meningkatkan penyediaan keterbukaan lapangan pekerjaan baru di lingkungan sekitar tempat tinggal masyarakat yang berdekatan tengan titik destinasi wisata sekitar, oleh karena itu pembangunan sektor destinasi pariwisata tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang dapat berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Konsep pembangunan sektor ekonomi kreatif dan pariwisata pada fokus pembangunan pariwisata berkelanjutan memang telah lama di jelaskan oleh organisasi The United Nations World Tourism Organization atau yang disingkat (UNWTO), pada paparannya dijelaskan bahwa sektor pembangunan pariwisata yang memperhitungkan proses pembangunan dengan mempertimbangkan pengaruh atau perubahan ekonomi, sosial budaya serta lingkungan yang berklanjutan untuk kepentingan masa yang akan datang atau jangka panjang akan mampu menarik minat dan kebutuhan para industri kreatif, peningkatan pengunjung, kelestarianlingkungan, dan kesejahteraan pada masyarakat. Yang dimaksud dengan konsep pembangunan keberlanjutan (sustainability) merupakan suatu asas yang harus diperhatikan, dalam konsep pembangunan yakni seperti perhatian terhadap konsep kepariwisataan yang harus dijalankan dengan berdasarkan asas (sustainability berkelanjutan (Ni Gusti 2016).

Fokus pembangunan industri pariwisata dan ekonomi yang berkembang merupakan suatu konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yang akan meningkatkan dan diwujudkan melalui keterkaitan pada kelestarian alam, dan aspek sosial ekonomi, serta kultur budaya masyarakat. Pada konsep kerangka inilah perlu adanya konsep terkait Rencana Strategis dalam pembangunan (RENSTRA), yang mampu menyeimbangkan perubahan dan proses perkembangan pembangunan, sehingga dalam hal ini kegiatan eksploitasi sumber alam, dan arah perkembangan investasi strategis, serta orientasi perkembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan akan berkomitmen pada arah pembangunan yang berporos pada kebutuhan saat ini dan pembangunan berkelanjutan atau jangka panjang dengan memproritaskan sisi pembangunan dengan mempertimbangkan kelestarian lingkuan pada generasi masa yang akan datang. Pembangunan industri parisiwasata dan ekonomi harus didukung dengan memaksimalkan semua keterlibatan oleh semua kalangan. Dalam mengembangkan pariwisata dan ekonomi, pada kenyataanya tidak akan maksimal jika hanya dijalankan oleh satu pihak, namun akan tetapi perlu suatu konsep kolaborasi menyeluruh dengan berbagai pihak guna mendukung komitmen pembangunan industri pariwisata dan kesejahteraan ekonomi, (Mafaza &

Setyowati, 2020).

Pembangunan industri pariwisata dan ekonomi harus didukung oleh semua lapisan dan kalangan masyarakat, serta fokus pemberdayaan masyarakat. termasuk dalam hal ini, menjaga

konsep Collaborative Governance Pembangunan destinasi wisata dan ekonomi kreatif, menjadi bagian dari Perencanaan Pembangunan yang berkesinambungan, dengan membangun sinergitas kolaborasi yang berkesinambungan antara stakeholders pemerintah maupun pihak lain seperti (pengusaha, swasta,akademisi, masyarakat dan media).

(3)

komitmen bersama pada seluruh stakeholders yang terkait dalam pembangunan sektor wisata, agar dapat berperan penuh secara tanggungjawab dalam memfokuskan pembangunan berkelanjutan sektor pariwisata sekaligus sebagai elemen pendukung peningkatan kinerja antar organisasi untuk ikut menggerakkan kemampuan kordinasi dari masing-masing stakeholders untuk bersama-sama membangun dan bersinergis dalam melaksanakan pembagunan daerah khususnya pada sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.(Disparekraf Provinsi Lampung, 2016).

Pelaksanaan proses kolaborasi pemerintah dalam pengembangan dan pembangunan industri pariwisata demi peningkatan ekonomi masyarakat pada kenyataannya tidak selalu berjalan dengan baik, mengingat banyak sekali factor-faktor baik internal ataupub eksternal organisasi yang membawa masing-masing kepentingan, namun terlepas dari hal tersebut proses kolaborasi harus berjalan dengan komitmen untuk mencapai tujuan pembangunan bersama, namun dalam hal ini, salah satu permasalahan yang muncul dalam proses kolaborasi yaitu, tidak semua stakeholder secara sadar ikut terlibat dan melaksanakan peran serta tanggungjawabnya secara maksimal. Karena pada dasarnya komitmen tanggungjawab serta kerjasama antar stakeholders dengan pihak lain dan termasuk lapisan masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap suksesi pengembangan suatu kawasan objek wisata di suatu daerah.(Berliandaldo et al., 2021).

Definisi Konseptual mengenai pembangunan pariwisata berkelanjutan yang dipaparkan oleh (UNWTO). Mengarahkan pada keberlanjutan sector ekonomi, lingkungan, serta kelestarian sosial budaya masyarakat, karena pada dasarnya pembangunan kepariwisataan akan menekankan terhadap perhatian untuk membentuk keseimbangan yang sesuai antara ketiga aspek tersebut untuk menjamin keberlanjutan pembangunan jangka panjang. Lampung dalam hal ini menjadi salah satu provinsi yang memiliki beraneka ragam objek wisata yang menjadi icon pada setiap daerah, dan mulai menata arah pembangunan berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek kelestarian jangka panjang. Contoh objek wisata alam lampung yang merupakan aset industri pariwisata lampung di antaralain adalah, destinasi Pantai Tanjung Setia, objek wisata pulau pahawang, objek wisata Nasional Gunung Krakatau, (TNBBS), objek Wisata Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, (TNWK). Wisata Taman Nasional Way Kambas, Wisata Taman Pugung Raharjo. wisata buatan manusia seperti Taman Rekreasi keluarga pada kawasan Batu Putu dan Sukadana ham lampung, dan juga ada Menara Siger dan Taman Rekreasi Tabek Indah. Wisata ( Taman Kupu-kupu Gita Persada Lampung, Wisata Taman Bumi Kedaton, Pantai Pasir Putih, Wisata Pantai Mutun dan Destinasi Pantai Duta Wisata, Objek Destinasi Explore Dholpin Teluk Kiluan Tanggamus, Taman Hutan Wisata Wira Garden, Objek Wisata Lembah Hijau dan Objek Wisata buatan Citra Garden) Objek-objek wisata tersebut merupakan beberapa contoh objek wisata di lampung yang banyak di kunjungi wisatawan, selain beberapa contoh tersebut masih sangat banyak lagi destinasi wisata yang baru bermunculan.

Aset destinasi wisata daerah di provinsi lampunh tersebut merupakan suatu objek wisata percontohan yang dapat menjadi kebanggaan provinsi lampung, namun dalam hal ini industry pariwisata sedang mengalami penurunan yang dipengaruhi dengan adanya masa pandemi yang menjadi wabah gelobal yang tentu berpengaruh terhadap minat dan jumlah kunjungan, berdasarkan data jumlah kunjungan wisata di provinsi lampung pada tahun 2020 sampai 2022 ini terjadi penurunan jumlah kunjungan wisata hal tersebut dipengaruhi oleh adanya covid 19 dan aturan-aturan sekala pembatasan sosial. Namun hal tersebut bukan hanya di alami oleh pemerintah provinsi lampung, Seperti yang fakta yang terjadi saat ini keadaan Indonesia sedang mengalami kesulitan akibat adanya pandemi Covid-19, dimana pendemi tersebut telah memberikan dampak terhadap berbagai sektor perokonomian, salah satunya banyak kegiatan ataupun tempat-tempat wisata yang sangat terdampak yang juga berpengaruh pada banyak sektor

(4)

36 | Administratio, Vol. 13 (1) 2022: 33-48

kehidupan masyarakat seperti factor kesehatan, pendidikan, sosial masyarakat, menurunan aktivitas ekonomi dan pariwisata. Dalam hal ini sektor pariwisata merupakan sektor yang sangat terpukul. Berdasarkan data pengunjung yang dimiliki oleh dinas pariwisata dan ekonomi kreatif Daerah Provinsi Lampung, menyatakan bahwa situasi pariwisata yang semula mengalami pertumbuhan yang positif di lampung dengan banyaknya objek dan destinasi baru yang bermunculan, namun dengan keadaan pandemi saat ini berpengaruh pada semakin melemahnya kunjung wisata. Secara umum pengaruh pembangunan objek destinasi wisata pada seluruh wilayah Indonesia, dalam hal ini juga sedang mengalami penurunan tingkat pengunjung, hal tersebut secara otomatis berdampak pada kerugian yang sangat besar akibat dari menurunnya tingkat jumlah kunjungan tersebut, dampak kondisi pengaruh pandemi Covid-19 tersebut juga di pengaruhi karena berbagai kebijakan tentang pembatasan sosial yang terus dilakukan oleh pemerintah.

Situasi masa pandemi saat ini bukan merupakan suatu masalah yang dapat disalahkan ters menerus oleh karenannya stakeholder ataupun memerintah terkait harus memandang kondisi pandemic sebagai sebuah tantangan dan strategi inovasi kebijakan untuk pembangunan industri pariwisata mendatang, oleh karena itu Dinas Pariwisata Provinsi Lampung melakukan suatu gerakan menggali potensi pariwisata di masa pandemi dengan melakukan kegiatan Lampung Krakatau Festival 2021 dengan konsep yang berbeda dengan memaksimalkan kolaborasi dengan berbagai pihak dengan melibatkan komunitas, salah satunya adalah komunitas travel blogger hingga influencer, dengan program ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif di provinsi Lampung. Sehingga, pada kondisi masa pandemi Covid-19 seperti pada ini kami dapat memberikan pelayanan yang terbaik, khususnya bagi wisatawan yang datang ke Provinsi Lampung, sebagaimana yang dinyatakan dalam konsep kolaboratif governance, pada proses pembangunan berkelanjutan pada setiap kebijakan pembangunan diperlukan adanya kolaborasi antara pemangku kepentingan didalamnya dan juga melibatkan alemen lain seperti kelompok akademisi, sektor bisnis, lapisan masyarakat, dan pihak media yang dalam hal ini ikut membantu dalam mempromosikan dan menarik minat wisata.

(Krisnadwipayana et al., 2019)Keterlibatan masyarakat dalam skala pembangunan bukan hanya sebatas pemeliharaan objek wisata, namun keterlibatan masyarakat harus dimaksimalkan juga dalam proses pelaksanaan pengembangan perencanaan kelestarian pembangunan yang diwakili oleh perwakilan masyarakat di sekitar objek destinasi wisatadilibatkan (Yasintha, 2020).hal tersebut juga senada dengan pernyataan yang dipaparkan dari hasil dan dampak penelitian strategis inovasi kebijakan Collaborative Governance yang mendorong keterlibatan stakeholder terkait yang mendukung pada kebijakan pemerintah daerah dalam pengembangan dan pembangunan kawasan objek wilayah dan pembangunan berkelanjutan.(Sururi, 2018). Pokok fikiran permasalahan dan konsep Collaborative Governance tersebut merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji secara mendalam.

(5)

B. TINJAUANPUSTAKA

Collaborative Governance

Model collaborative governance pada perinsipnya memiliki empat variable dasar sebagaimana yang dikemukakan oleh Ansel dan Gash (2007), yang memaparkan bahwa konsep kolaborasi dibuktikan dengan adanya beberapa indikator variable di antaranya adalah : Kondisi (conditions) , Disain kelembagaan (institutional design), Kepemimpinan (leadership), dam Proses Kolaboratif (collaborative process). Selain variable indikator tersebut, model collaborative governance kemudian dipengaruhi melalui tiga indikator komponen yang penting guna mendorong konsep desain kelembagaan pemerintah atau organisasi serta kepemimpinan yaitu time, task and target. (Doberstein, 2016).

Collaborative Governance menjelaskan kedudukan dan kondisi peran pemerintah untuk memenuhi tujuan-tujuan publik melalui suatu proses kolaborasi berkesinambungan antar organisasi maupun individu dengan menetapkan satu konsep arah tujuan pembangunan dan kebijakan. Hal senada juga dipaparkan oleh Holzer dalam (Arrozaaq 2016), yang menjelaskan bahwa proses kolaborasi pemerintah menggambarkan jejaring komitmen kolaboratif dimana dalam prosesnya terdapat dialog langsung dan keragaman,untuk saling memiliki ketergantungan otentik didalamnya. Konsep kolaborasi dan Saling ketergantungan antar organisasi akan menimbulkan keinginan untuk berkerjasama dan berkompromi, untuk mencapai consensus dan tujuan bersama (Mursalim et al., 2019)

Konsep Collaborative Governance mengarahkan pemerintah pada proses kolaborasi bersama untuk melibatkan dan mendengarkan suara publik secara bersama untuk dapat memutuskan kebijakan dan tindakan yang perlu dirancang bersama. Karena dengan konsep tersebut, Kolaborasi pemerintah dalam pembangunan perlu melibatkan masyarakat. Studi tentang kolaborasi pemerintah dan pemangku kepentingan pada prinsipnya adalah menuju pada konsep kolaborasi, yang menyisaratkan bahwa kedudukan pemerintah sebagai pelaksana harus menyertakan kehadiran masyarakat dan pemangku kepentingan seperti para investor ataupun lembaga-lembaga yang memiliki modal yang berfokus pada pembangunan destinasi wisata maupun masyarakat secara umum yang berperan pada tugas dan kemampuannya masing-masing guna mencapai suatu tujuan kebijakan pembangunan ke arah yang lebih baik.

Hubungan kolaboratif pemerintah dan aktor laiinya menjadi suatu konsep pelaksanaan pemerintah yang baik dengan melibatkan elemen partisipasi masyarakat (Wanna, 2008), dan proses collaborative governance merupakan suatu proses partisipasi dan kegiatan kerja sama guna menentukan keputusan atau proses dengan tujuan menyelesaikan masalah publik dan melaksanakan pembangunan yang dilakukan oleh beberapa lembaga public terkait lainnya yang memiliki keterlibatan baik secara langsung maupun tidak langsung.(Mafaza & Setyowati, 2020).

(6)

38 | Administratio, Vol. 13 (1) 2022: 33-48

Wisata dan Ekonomi Kreatif

Konsep perkembangan pariwisata dan ekonomi kreatif secara langsung akan mempengaruhi beberapa aspek pembangunan nasional, diantaranya adalah aspek pembangunan masyarakat, pembangunan ekonomi nasional maupun pembangunan daerah. Konsep pembangunan industri pariwisata dan ekonomi kreatif akan terus maju dan berkembang secara dinamis dan berkelanjutan dengan menyesuaikan kondisi perkembangan strategis pembangunan baik dalam tingkat pembangunan lokal maupun tingkat pembangunan global,(Noviarita et al., 2021). Dalam paparan lain dijelaskan bahwa Industri pariwisata dan ekonomi kreatif menjadi suatu instrument penting dalam mendukung kesuksesan pembangunan masyarakat yang secara tidak langsung akan mampu meningkatkan pola fikir masyarakat untuk meningkatkan sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), karena seiring dengan meningkatnya industri pariwisata pada setiap daerah di lingkungan masyarakat maka secara langsung akan menimbulkan dampak ekonomi terhadap lingkungan di sekitarnya.

Ketertarikan masyarakat atau wisatawan terhadap bbjek destinasi wisata merupakan inti utama dari pembangunan pariwisata berkelanjutan. Pada proses pengembangannya, daya tarik destinasi wisata sebaiknya dibangun dengan sinergisitas yang baik seperti menyesuaikan dengan tingkat ketertarikan masyarakat terhadap destinasi lainnya mapun ciri khas yang berbeda pula, tentu hal ini harus diimbangi dengan pembangunan fasilitas wisata, fasilitas umum, aksesibilitas/sarana prasarana yang baik, dan pada kenyataanya tidak kalah penting untuk diperhaikan bahwa pembangunan pariwisata haruslah berbasis pada pemberdayaan masyarakat sekitar. Proses pemberdayaan masyarakat harus mengadopsi sistem yang utuh dan berkelanjutan.

Potensi tersebut sekaligus dapat menjadi variabel penunjang pembangunan pariwisata dan ekonomi kreatif.

Perencanaan Pariwisata Kolaboratif

Proses Perencanaan pariwisata dan kolaborasi menjadi suatu konsep penting yang perlu dipertimbangkan, bentuk dari proses perencanaan yang multi sektor dan multi membutuhkan proses perencanaan kolaboratif sebagai salah satu proses perencanaan awal dalam melakukan kolaborasi strategis baik secara hirarki seperti kedudukan tanggungjawab pemerintah Provinsi dengan Kabupaten atau Kota, maupun pada lembaga sektor di berbagai kelembagaan dan kementrian. Proses kolaborasi pemerintah menggambarkan suatu konsep perkembangan tahapan pengelolaan dengan keterbukaan. Gray dalam Ansell dan Gash (2007) memaparkan tiga proses tahapan perencanaan kolaborasi di antaranya terkait dengan Penentuan masalah atau (problem Setting), Penentuan Tujuan (Direction Setting), serta Implementasi (Implementation). Pada kajian literatur yang sudah dilaksanakan dijelaskan bahwa proses kolaborasi yang terjadi bersifat tidak teratur dan tidak linear dan kolaborasi seringkali dipandang sebagai bentuk proses yang hanya bergantung pada pencapaian komunikasi, kepercayaan, komitmen, saling memahami, dan hasil.

(7)

Perencanaan Kolaboratif dimaksudkan agar perencanaan kolaboratif antar stakeholder (collaborative planning) dapat terwujud maka harus mempertimbangkan berbagai aspek dan proses seperti: (a) pihak-pihak yang terlibat pada proses tersebut bersedia membuka diri untuk memunculkan kepercayaan (trust), yang nantinya akan berkolaborasi bersama, dalam artian semua pihak yang terlibat harus jujur, terbuka, dan saling menghargai tugas pokok dan fungsi secara bertanggungjawab, sehingga tidak muncul konflik pada proses kedepan (b) Menjaga sinergisitas antar stakeholder namun dalam hal ini bukan berarti tidak ada persaingan antar lembaga atau kompetisi, namun kompetsi yang dimaksud adalah usaha untuk memunculkandaya dorong dan semangat mencapai tujuan bersama.(c) Setiap pihak yang berkomitmen untuk melakukan kolaborasi harus memposisikan dirinya sama atau ada kesederajatan kelembagaan untuk saling bertanggungjawab pada pencapaian tujuan, namun tetap pada peran dan tugas masing-masing. (Persada, 2018).

C. METODE

Metode penelitian ini dilakukan dengan pendekatan metode pendekatan penelitian kualitatif, dengan pendekatan deskriptif. Metode pendekatan deskriptif tersebut menjabarkan suatu fenomena dan masalah sesuai temuan dengan data dan fakta yang didapatkan dilapangan pada suatu objek fenomena yang dikaji, dengan menggunakan metode peneliti tersebut, peneliti bermaksud untuk menggali fakta lebih dalam tentang bagaimana proses-proses tahapan dan hasil dari sistem kolaborasi dalam pembangunan destinasi wisata, dengan jalan memaparkan data melalui kata-kata dan data, metode ini melihat fenomena dengan memperkaya proses pengumpulan melalui studi pustaka seperti pengumpulan artiketl dan naskah ilmiah yang mebahas tentang pembangunan wisata, dan dokumen, buku atau artikel yang memuat pembahasan tentang pembangunan dan pengembangan industri pariwisata, serta dokumen- dokumen yang berkaitan, pemaparan data tersebut juga diperkuat dengan kegiatan pengamatan atas fenomena yang terjadi melalui media, dan alat pendukung lainnya, metode pengumpulan data melalui kegiatan-kegiatan pengumpulan data tersebut, di analisis secara mendalam sesuai fakta pengamatan dilapangan yang berkaitan dengan proses Collaborative Governance dalam pengembangan sektor pariwisata di provinsi lampung.

Metode penelitian kualitatif tersebut memiliki kelebihan dalam penyajian data secara deskriptif yang lebih detail dan mendalam. data yang di teliti dalam naskah penelitian ini adalah data kolaborasi stakeholder dalam pengembangan ddestinasi pariwisata baik pemerintah pihak swasta mapupun masyarakat, penelitian ini melakukan pencarian data dengan menggali informasi pada naskah laporan disparekraf pemerintah provinsi lampung, dan pemerintah daerah yang berkoolaobrasi dengan pemerintah provinsi guna mengembangkan potensi wisata daerah.

data tersebut menggambarkan pandangan realistis terhadap fenomena dan masalah yang sedang maupun telah terjadi dan dialami oleh subjek penelitian yang dalam hal ini tidak bisa diukur dengan hanya secara numerik saja namun, penyajian data ini juga memberikan kesempatan pada partisipan atau responden penelitian untuk mendeskripsikan secara jelas dan objektif dalam perspektifnya terhadap fenomena yang diteliti, proses pengumpulan data dilakukan secara fleksibel sesuai dinamika di lapangan dalam sistem kolaborasi pengembangan destinasi wisata dan ekonomi kreatif masyarakat, proses pengumpulan data dilakukan dengan bahasa partisipan menyesuaikan dengan pendekatan sosial responden sehari-hari atas apa kegiatan pada fenomena kajian objek yang di teliti, dengan terminologi yang dan dapat diperuntukan secara mendalam.

Serta dalam metode penelitian ini akan menggambarkan suatu fenomena dan fokus riset yang

(8)

40 | Administratio, Vol. 13 (1) 2022: 33-48

nyata yang selalu merespon terhadap perubahan yang terjadi baik selama proses penelitian berlangsung.

D. HASILDANPEMBAHASAN

Pengembangan industri wisata daerah dan ekonomi kreatif dalam konsep collaborative governance diwujudkan dalam konsep kerjasama dengan semua pihak dan lapisan masyarakat, dalam komitmen kegiatan Krakatau Festival Lampung 2021. Pemerintah Provinsi Lampung menggelar Krakatau Festival 2021, dengan misi membangkitkan perekonomian melalui sektor pariwisata dan ekonomi kreatif dengan melibatkan semua sektor dan elemen masyarakat, Gelaran Lampung Krakatau Festival (LKF) 2021 kali ini dilaksanakan secara hybrid, yakni untuk luar jaringan (luring) di Hotel Novotel, dan secara daring melalui akun Instagram dan YouTube Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung. Pelaksanaan LKF 2021 di tengah pandemi Covid-19 secara luring dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan 5M.

dan untuk diketahui, LKF 2021 ini merupakan gelaran even ke 30, yang digelar secara rutin setiap tahunnya.

Tahun 2021 ini, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung ingin meningkatkan kembali jumlah kunjungan wisatawan ke Lampung. Upaya ini guna memulihkan dan meningkatkan kembali roda perekonomian masyarakat melalui sektor pariwisata dan ekonomi kreatif yang sangat terdampak adanya pandemi Covid-19. Tujuan lainnya yang tak kalah penting dalam LKF 2021 ini adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk berwisata di Lampung dengan selalu menerapkan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah.

Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung, Edarwan menjelaskan, tujuan pelaksanaan Lampung Krakatau Festival tahun 2021 adalah “Wisdom to Victory” yang artinya (Bijaksana untuk Berjaya). konsep ini menggambarkan bahwa dalam kondisi sekarang dimana semua sektor sempat terpuruk akibat pandemi Covid-19, harus mempunyai keyakinan untuk tetap berjuang dan berbuat yang terbaik untuk kebangkitan sektor kepariwisataan dan ekonomi kreatif Provinsi Lampung.

Komitmen pada kegiatan tersebut, merupakan salah satu upaya pemeritah dalam melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak, dalam hal ini juga selain stakeholder terkait pemerintah provinsi lampung juga melibatkan para blogger dan influencer untuk mempromosikan pariwisata, seni, dan budaya provinsi Lampung. Wakil Gubernur Lampung Chusniah Chalim (Nunik) mengatakan, sebelum datangnya pandemi Covid-19, Provinsi Lampung sedang gencar mempromosikan ekonomi kreatif. "Namun dengan munculnya fenomena pandemi Covid-19, yang awalnya hanya berdampak pada sektor kesehatan, ternyata efek dominannya merambah ke berbagai sektor, termasuk pariwisata dan ekonomi kreatif.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Sandiaga Salahuddin Uno dalam video sambutannya berharap event Lampung Krakatau Festival dapat membangkitkan kembali sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di lampung. Sehingga kedepannya dapat meningkatkan ekonomi daerah, serta membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung dalam laporannya juga memaparkan, tujuan dari komitmen pembangunan wisata dan ekonomi kreatif dengan melakukan, Promosi potensi wisata lampung oleh semua kalangan dan lapisan masyarakat serta, memperkenalkan dan mengangkat seni kebudayaan daerah, dengan tujuan meningkatkan kunjungan wisata, memulihkan ekonomi dan mengembalikan kepercayaan masyarakat agar datang dan berwisata kembali ke Lampung.

Festival Krakatau ini selalu masuk dalam Calendar of Events Pariwisata Lampung dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI, sebagai bentuk komitmen

(9)

pemerintah dalam memajukan pariwisata dan ekonomi kreatif di lampung. Komitmen dalam kegiatan ini merupakan langkah dalam melakukan Kolaborasi pemerintah dengan melibatkan semua lapisan masyarakat termasuk para konten kreator dan penggiat media sosial, sebagaimana berjalannya proses kolaborasi yang menggambarkan jejaring kolaboratif dimana terdapat fenomena perbedaan keragaman latar belakang, saling ketergantungan satu sama lain, artinya terkadang beberapa elemen cendrung menunggu perintah serta proses dialog otentik didalamnya.

Saling ketergantungan akan menimbulkan keinginan untuk berkompromi, untuk akhirnya bisa mencapai consensus (Mursalim et al., 2019). Konsep collaborative governance adalah suatu model kolaborasi pemerintahan yang dilakukan antar stakeholder, konsep kolaborasi antar pemrintah provinsi lampung dalam komitmen pengembangan destinasi wisata dan ekonomi kreatif, diwujudkan pada komitmen pembangunan pengembangan wisata pada setiap daerah di provinsi lampung baik dalam destinasi wisata buatan maupun pelestarian alam yang nantinya tentu akan berimplikasi baik terhadap kehidupan masyarakat lokal baik dalam peningkatan secara ekonomi, sosial dan budaya.

Implikasi pengembangan dan pembangunan destinasi wisata terhadap peningkatan indeks pertumbuhan ekonomi pada masyarakat tentu tidak lepas dari pengaruh pembangunan destinasi wisata dan keberadaan atau kunjungan wisatawan yang datang berkunjung. Ketika ada wisatawan yang datang tentunya secara dinamis akan terjadi perputaran ekonomi pada daerah destinasi wisata tersebut, dalam hal ini besar kecilnya perputaran ekonomi yang terjadi di wilayah objek wisata di lampung tergantung bagaimana pemerintah dan masyarakat serta stakeholder terkait, dalam mengelola objek wisatanya termasuk dalam hal ini juga mempertimbangkan bagaimana komitmen dalam mempromosikan destinasi wisata tersebut agar dapat dikenal oleh masyarakat secara luas. Hal tersebut diperkuat dengan konsep yang menyatakan bahwa suatu konsep pembangunan berwawasan pariwisata akan bertahan dalam sebuah komunitas atau lingkungan tertentu, harus mendasarkan pada beberapa perinsip pokok utama diantaranya seperti keterlibatan masyarakat, masyarakat sekitar pembangunan titik objek wisata harus dilibatkan dalam pengembangan pariwisata dan rencana pengembangan pariwisata juga harus memperhatikan pendapat atau masukan dari masyarakat sebagai bentuk representative kepedulian terhadap lingkungan, dan pelibatan masyarakat juga harus berdampak pada tingka ekonomi rumah tangga dengan merekrut masyarakat menjadi pegawai yang bekerja pada destinasi objek wisata tersebut, masyarakat harus dilatih menjadi pegawai yang berkualitas dengan berbagai program pendidikan dan latihan.(Intan Nurul Azizah, 2017). pelaksanaan pembangunan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta meningkatkan daya saing daerah (Tongkotow et al., 2021)

Provinsi Lampung adalah salah satu provinsi yang memiliki potensi kekayaan alam yang indah, selain objek wisata alam atau yang dikenal sebagai kawasan ecowisata mapupun objek wisata buatan yang dibangun sebagai bentuk pengembangan destinasi objek wisata, potensi tersebut kemudian menjadi salah satu aspek sumber pendapatan yang mendukung perekonomian utama masyarakat, sebagai bagian dari dampak pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan. Pembangunan industry pariwisata dan ekonomi kreatif yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung manjadi salah satu bagian yang terus menerus dipersiapkan, dalam rangka menjadikan Lampung sebagai salah satu asset pembangunan destinasi wisata nasional. Hal tersebut diwujudkan dengan banyaknya objek destinasi wisata daerah yang dibangun dan di kelola diberbagai daerah provinsi lampung. Pembangunan tersebut tentu berdampak pada aspek pembangunan daerah yang menjadi asset atau bahkan icon pembangunan

(10)

42 | Administratio, Vol. 13 (1) 2022: 33-48

daerah pariwisata dan destinasi objek wisata unggulan yang terdapat di semua kabupaten pada Provinsi Lampung. Peran pemerintah daerah dalam pengembangan pariwisata lampung harus memiliki alur koordinasi yang jelas, hal tersebut guna mendukung porses kolaborasi antar lembaga yang terkait dan bertanggungjawab, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada alur peranan SKPD berikut ini :

Gambar 1. Peran SKPD

Sumber : Persada (2018)

Sesuai dengan konsep dan alur kolaborasi pada gambar di atas, digambarkan bahwa langkah-langkah utama yang harus diperaktekkan dalam kerangkapembangunan dan pengembangan destinasi sektor pariwisata pada daerah adalah menyusun agenda atau rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah, dengan melakukan kolaborasi dengan SKPD atau stakeholder terkait, sebagaimana yang digambarkan pada skema kordinasi SKPD dalam pengembangan pariwisata di Provinsi Lampung, dimana pada skema tersebut digambarkan bagaimana komitmen pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif menjadi tujuan utama dari semua proses kolaborasi pemerinta, walaupun dalam hal ini setiap SKPD memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing sesuai dengan kemampuan dan tanggungjawab organisasi, namun semua komponen tersebut mengarah pada satu tujuan utama untuk sama-sama mencapai relefansi tujuan pengembangan pariwisata di lampung, yang selanjutnya digunakan sebagai bahan arahan/panduan dalam mengembangkan program pembangunan kepariwisataan secara menyeluruh, bertanggung jawab, dan berkelanjutan. Konsep kolaborasi tersebut sesuai dengan peran bagi para perancang peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah, baik para perancang fungsional maupun para akademisi yang menekuni legislatif drafting pada setiap tanggungjawab, untuk mengenalkan ragam metode inkorporasi konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan (NiGusti Ayu., 2016).

Faktor Keberhasilan Collaborative Governance a). Komitmen

Komitmen dalam konsep kolaborasi dalam pengembangan dan pembangunan terutama pada sector wisata dan ekonomi kreatif daerah menjelaskan bahwa pada dasarnya komitmen tersebut berkaitan dengan proses kerjasama yang didalamnya dipengaruhi dari proses pembentukan jaringan bersama, Komitmen antar pihak yang terlibat dalam upaya membangun kerjasama tersebut menunjukan adanya alasan mengapa sebuah jaringan ini harus ada, karena komitmen

(11)

merupakan suatu kesepakan untuk mencapai tujuan yang bersama yang positif. Proses Collaborative Governance yang dijalankam dalam proses pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif di provinsi lampung, lemahnya komitmen dalam sebuah kerja sama tentu akan mempengaruhu proses jaringan organisasi dari masing-masing stakeholders tersebut, yang mengakibatkan terhambatnya tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena proses kerja sama sangatlah penting, di lihat dari bentuk kerja sama yang dilakukan pada setiap daerah jalinan kerjasama untuk mengembangkan pembangunan objek destinasi wisata pada setiap daerah di provinsi lampung memang sudah berjalan, namun dalam perakteknya peneguhan prinsip komitmen antar pihak yang bertanggungjawab belum terjadi dengan maksimal, karena berbagai macam aspek dan hambatan, baik dari segi keterjangkauan akses, anggaran, maupun hambatan yang timbul dari minimnya pendapat daerah terutama dari aspek pariwisata akibat adanya kebijakan pandemi Covid-19.

b). Kepercayaan

Kepercayaan antar stakeholder dan pihak terkait tentu tidak lepas dari jaringan struktur dan komitmen bersama, proses terbentuknya kerjasama untuk berkoitmen dan saling percaya merupakan hal yang sulit untuk di ukur, karena dalam peraktiknya tingkat kepercayaan masyarakat, pemerintah dan pihak terkait harus di jaga melalui proses-proses jalinan komunikasi dan keterbukaan yang baik. Transparansi anggaran dan pembangunan menjadi salah satu hal yang cukup sensitive oleh karenannya perlu adanya batasan tanggungjawab dan pengawasan oleh pemerintah, untuk saling menjaga kepercayaan dalam pengembangan destinasi wisata padada setiap daerah. Tingkat kepercayaan dalam proses kerja sama sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan proses kolaborasi, selain itu pihak stakeholders juga harus mampu mempercayakan informasi-informasinya secara terbuka untuk terbentuknya suatu tujuan bersama. Collaborative governance dalam pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif dilampung harus di bangun secara perlahan dengan satu tujuan pengembangan bersama. Selain itu pada saat penentuan pengambilan keputusan juga harus melibatkan seluruh pihak yang terkait guna menjaga tingkat kepercayaan pada setiap perwakilan elemen organisasi dan masyarakat, contoh kecilnya jika ada keputusan untuk menyetujui akan dilaksanakan kegiatan pengembangan daerah destinasi wisata yang akan mengorbankan lahan/ mempengaruhi stabilitas penduduk sekitar maka masyarakat sekitar melalui keterwakilan masyarakat harus memiliki keterlibatan aktif, guna menyuarakan aspirasi baik soal penggantian lahan, dampak ekonomi dan lainnya. Hal ini dinilai sangat membantu dalam proses pemngembangan destinasi wisata karena bukan hanya setuju dalam kalimat namun masyarakat juga mampu terlibat dan melakukan kegiatan yang dibutuhkan atau pengembangan ekonomi melalui UMKM, seperti ikut membantu pembangunan dan mengisi penjualan oleh-oleh, hasil alam, hasil pertanian daerah ataupun industri kecil. Adanya kepercayaan dari masing-masing stakeholders tersebut juga secara perlahan akan sangat membantu dalam keberjalanan pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif daerah lingkungan sekitar destinasi wisata tersebut.

c). Tata kelola yang baik

Proses administrasi dan tatakelola pengembangan sector pariwisata menjelaskan bahwa dalam tata kelola administrasi meliputi actor siapa saja yang masuk dalam proses kerjasama dan kolaborasi baik secara individu maupun kelompok termasuk keterlibatan anggota organisasi stakeholder yang bertanggungjawab, ketegasan aturan-aturan yang ditetapkan menjadi suatu sistem dan prosedur yang harus dijaga, namun kebijakan dalam penguatan aturan dan sanksi

(12)

44 | Administratio, Vol. 13 (1) 2022: 33-48

yang diberikan juga harus mewakili keterlibatan sistem tatakelola secara utuh. Kebebasan dalam menjalankan kolaborasi dalam suatu pembangunan, serta pengelolaan jaringan Collaborative governance harus menegaskan proses tata kelola yang baik dimana didalamnya terdapat beberapa pihak yang bertanggungawab hal tersebut juga harus menekankan keterlibatan pemerintah desa sebagai pengawas dan perwakilan pemerintah pada jenjang pengelolaan sistem administrasi yang terdapat pada titik destinasi wisata, Dinas Pariwisata dan ekonomi kreatif provinsi lampung bersama jajaran dan stakeholder terkait harus memberikan sosialisasi dan pelatihan bagi masyarakat maupun pihak private dalam asset pengelolaan pribadi seperti pemilik home stay, home industry serta gabungan kelompok yang berafiliasi pada lingkungan sekitar daerah wisata tersebut. dengan proses tatakelola yang baik dalam pengembangan destinasi wisata maka pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi juga harus mampu membatasi dan mengontrol ruang gerak administrasi dari masing-masing pihak.

d). Akuntabilitas

Akuntabilitas dalam proses kolaborasi pengembangan industri pariwisata sangatlah penting guna menjelaskan bahwa pembagian dan pengelolaan manajemen administrasi dan tatakelola yang dilakukan secara bersama-sama dan serta adanya proses pembuatan keputusan yang akan disepakati bersama. dengan kata lain nilai akuntabilitas harus dimunnculkan guna melihat komitmen tanggungjawab bersama pada setiap lembaga dan stakeholder yang terkait. Komitmen yang terlihat dalam kolaborasi pada pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif daerah Provinsi Lampung memperlihatkan bahwa mereka tidak memiliki komitmen yang cukup kuat untuk mencapai tujuan bersama. Hal tersebut tentu dipebgaruhu oleh berbagaimacam factor dan latar belakang kepentingan kelembagan namun dalam hal ini proses dan kegiatan tersebut tentu menjadi tugas dan tantangan yang harus diselesaikan, dimana setiap kegiatan dinas pariwisata harus melibatkan segala aspek pendukung dan pihak yang berkolaborasi, nilai-nilai keterbukaan dan akuntabilitas bersama harus dijaga seiring dengan proses kerjasama yang akan dijalankan, selain itu promosi yang dilakukan dinas pariwisata di website resminya juga masih kurang.

e). Sumber daya

Ketersediaan sumber daya baik dalam bentuk keuangan, teknis, manusia maupun sumber daya alam yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan bersama. Akses sumber daya dalam proses pelaksanaan collaborative governance dalam pengelolaan pariwisata, pemberian sosialisasi dan penanaman pola fikir kepada masyarakat sekitar sebagai SDM yang terlibat langsung juga harus menjadi elemen pendukung bukan malah menjadi factor penghambat dalam pengembangan objek destinasi wisata. Pengetahuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada lingkungan masyarakat sekitar destinasi wisata, selain itu baik fasilitas dan relokasi tempat wisata juga harus mewakili kelayakan infrastruktur pengelolaan destinasi wisata, proses kolaborasi antara pemerintah, private sebagai pengelola dan masyarakat harus berjalan dengan baik dimana satu sama lainnya harus memiliki timbal balik untuk saling mendukung dan mendapatka hasil dari perubahan pengembangan destinasi wisata seperti dukungan akan industry kreatif munculnya home stay atau tempat tinggal bagi para wisatawan, termasuk dalam hal ini dalam peningkatan UMKM masyarakat sekitar pada titik destinasi wisata daerah yang di dukung, dengan kemampuan sumberdaya yang dimiliki.

Proses Perencanaan Kolaborasi

Komitmen terhadap proses kolaborasi ini berkaitan dengan komitmen kerjasama masing- masing stakeholders, bawasannya mereka saling memiliki sikap saling ketergantungan dan saling

(13)

keterbukaan untuk mengekplorasi keuntungan bersama. Komitmen ini sangat berpengaruh terhadap sikap dan prilaku para stakeholders agar mampu mencapai tujuan. dengan efektif dan efisien (Tilano & Suwitri, 2019). Proses pembentukan komitmen dibentuk mulai dari tahapan perencanaan yang menekankan bahwa komitmen para stakeholders yang terlibat harus memiliki sikap tanggungjawab dalam mencapai tujuan bersama terhadap proses yang sebelumnya telah disepakati dalam musyawarah. Komitmen yang dimaksud dalam hal ini adalah komitmen dalam proses kolaborasi guna pengembangan destinasi wisata dan ekonomi kreatif di Provinsi Lampung.

Pihak Pemerintah Provinsi Lampung terutama Disparekraf harus memiliki komitmen yang kuat dengan seluruh stakeholder yang terkait, untuk mengembangkan destinasi dan objek wisata daerah ini dengan meningkatkan kepercayaan masyarakat melalui proses komunikasi yang baik, dan bersama-sama berkomitmen untuk memajukan dan tetap pada pencapaian tujuan pembangunan daerah wisata. Masyarakatnya sendiri sebagai elemen partisipan yang penting pada peraktiknya masih banyak yang belum ikut berpartisipasi dalam pengembangan destinasi wisata di daerah asalnya, karena dalam hal ini banyak pemuda dan masyarakat yang memilih untuk pergi dan merantau dalam mencari pekerjaan yang lebih terjamin. Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung juga, harus dapat mengayomi masyarakat, dimana setiap kegiatan dinas pariwisata tidak hanya hanya datang saat acara berlangsung, namun masyarakat harus diberdayakan dan terlibat aktif dalam pembangunan destinasi wisata daerah.

Proses perencanaan serta proses penyusunan strategi kebijakan dalam pembangunan dan pengembangan objek pariwisata diawali dengan proses komitmen bersama dari setiap lembaga terkait, dalam proses perencanaan kolaborasi yang akan melibatkan banyak aspek dan elemen masyarakat. Salah satu faktor utama dalam bidang pembangunan pariwisata harus bersifat multisektor yang menyeluruh, artinya setiap kegiatan ataupun keputusan dalam proses perencanaan pada bidang pariwisata akan menyangkut berbagai pihak, mulai dari pembangunan lingkungan hidup, kondisi fisik daerah dan infrastruktur, transportasi, serta keamanan dan kenyamanan yang menunjang seluruh program dan kegiatan di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif. Keterlibatan dari pihak-pihak internal dan eksternal pada Dinas Pariwisata dalam penyusunan dan rencana strategis haruslah didorong dengan efektif, dan keterlibatan para stakeholder dalam hal ini harus memiliki koordinasi yang baik, dimana dalam penyusunan rencana strategis para stakeholder memberikan masukan-masukan serta permasalahan yang dialami dalam dunia pariwisata. Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung juga membentuk tim internal yang beranggotakan para aparatur dinas sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Tim perencana ini terdiri dari perwakilan masing-masing bidang dan juga bagian sekretariat yang diberi wewenang dalam menyusun rencana strategis bersama dengan keterlibatan para stakeholder. Kepala Dinas, para aparatur, dan stakeholder bekerjasama dalam perencanaan dan pada tahap awal ini membentuk kesepakatan-kesepakatan.

Proses kesepakatan rencana pembangunan wisata, melalui proses kolaborasi yang baik, dengan adanya proses kolaborasi pariwisata tersebut dapat memberikan kesadaran bagi masyarakat sekitar untuk bersama-sama bersinergi dengan pemerintah menata lingkungan budaya dan sosialnya agar dapat terjaga dan terkendali dengan baik dan berkelanjutan.

Sebagaimana tujuan keinginan melakukan Collaborative Governance muncul karena para aktor menyadari adanya keterbatasan yang mereka miliki. Kemudian, aktor tersebut perlu menyatakan keinginan dan kesedian mereka dalam menjalin hubungan atau komitmen yang lebih erat dengan aktor lainnya (Alamsyah et al.,2020). Sebagaimana diketahui bahwa setiap daerah memiliki keterbatasan dalam pengelolaan dan pengembangan sektor pembangunan, baik terkait

(14)

46 | Administratio, Vol. 13 (1) 2022: 33-48

permasalahan anggaran, faktor geografis dan kemampuan SKPD dalam melakukan perencanaan pembangunan oleh karena itu, skema alur pembangunan pada setiap daerah harus di fokuskan pada satu titik tujuan besar yang menyeluruh. Provinsi Lampung. Dalam kehidupan di negara moderen saat ini, kegiatan pembangunan termasuk pembangunan kepariwisataan tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya sebuah kebijakan yang baik pula (Noverman Duadji et al., 2021).

Pengembangan sekor pariwisata dan ekonomi kreatif di Provinsi Lampung dalam beberapa tehun terakhir sedang menjadi sorotan baik dalam pengembangan pariwisata nasional hal tersebut dibuktikan dengan munculnya beberapa destinasi wisata baru seperti destinasi desa wisata pada Kabupaten Lampung Timur lebih tepatnya pada Desa Wisata Wana Kecamatan Melinting, dan Kabupaten Pesawaran tepatnya di Desa Wisata Harapan Jaya dan Kabupaten Lampung Barat tepatnya pada Desa Wisata Rigis Sumber Jaya, dan Desa wisata yang masuk dalam Anugerah Desa Wisata tahun 2021 yang diselenggarakan oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, pada Kabupaten Lampung Selatan tepatnya di Desa Wisata Way Kalam (Noviarita et al., 2021). Beberapa anugerah dan penghargaan tersebut menjadi salah satu bentuk apresiasi pemerintah dalam memberikan dukungan terhadap pembangunan pariwisata dan ekonomi kreatif serta menjadi salah satu motivasi pada setiap pembangunan destinasi wisata daerah. Karena dalam hal ini tahapan kinerja pembangunan destinasi pariwisata nasional, bukan hanya mengukur dan mengevaluasi nilai perolehan pertumbuhan ekonomi saja. Namun dalam hal ini proses pembangunan juga harus mempertimbangkan segala aspek atas kontribusinya terhadap pembangunan kesejahteraan masyarakat, pengurangan angka kemiskinan, kepedulian pelestarian terhadap lingkungan, pengembangan sosial dan budaya kea ah yang lebih baik.

E. PENUTUP

Provinsi Lampung merupakan provinsi yang banyak memiliki aset kekayaan dan keindahan alam, yang dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Sehingga dalam proses pembangunan destinasi wisata, Pemerintah Provinsi Lampung banyak memfokuskan pembangunan pada setiap daerah destinasi wisata, sebagai salah satu objek atau icon ciri khas daerah. Pemerintah Provinsi Lampung terus mempersiapkan Lampung menjadi salah satu tempat destinasi wisata terbaik di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya berbagai pengembangan dan pembangunan destinasi objek wisata terdapat di semua kabupaten pada Provinsi Lampung.

Pembangunan dan pengembangan destinasi objek wisata yang baik diperlukan pendekatan kreatif dan inovatif dengan memunculkan karakter budaya dan geografis pariwisata secara multidimensional agar mampu menjadi daya tarik pariwisata secara luas. Salah satu bentuk pendekatan inovatif yang dilakukan oleh pemerintah provinsi lampung melalui Disparekraf ialah t dengan melakukan perencanaan kolaboratif pada semua stakeholder dan elemen lapisan masyarakat guna mendukung komitmen dalam pembangunan objek wisata di Provinsi Lampung.

Konsep kolaborasi pemerintah tersebut sebagaimana yang terdapat pada konsep collaborative governance. Pendekatan kolaborasi ini akan menghasilkan inovasi-inovasi kebijakan dan pembangunan yang berkesinambungan untuk prioritas pembangunan destinasi objek pariwisata yang berkualitas, proses pembangunan ini tentu harus didukung dengan proses perumusan kebijakan yang baik serta mampu membangun pembentukan konsep mekanisme kelembagaan secara operasional.

(15)

Pembangunan destinasi wisata dan ekonomi kreatif pada tingkatan kota maupun daerah Provinsi Lampung, harus menjadi salah satu elemen yang penting dari suatu proses kolaborasi pemerintah dalam perencanaan pembangunan yang berkesinambungan, dengan mengedepankan faktor dan elemen kesuksesan kolaborasi, sebagaimana hasil enalisis fakta temuan dilapangan yang diantara lain adalah Komitmen, Kepercayaan, Tatakelola, Akuntabilitas dan Sumberdaya dimana indikator tersebut merupakan elemen yang penting untuk dilakukan dalam mensukseskan kolaborasi pembangunan, Karena dengan melakukan tahapan kolaborasi akan meningkatkan indeks pembangunan perekonomian daerah dan akan mendukung industri UMKM pada setiap objek destinasi wisata tersebut. Dalam hal ini, komitmen menjadi faktor yang paling penting dalam konsep collaborative governance, oleh karenanya Pemerintah, Swasta dan masyarakat harus memiliki komitmen bersama dalam mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif di Provinsi Lampung.

REFERENSI

Alamsyah, D., Mustari, N., Hardi, R., & Mone, A. (2020). Collaborative Governance dalam Mengembangkan Wisata Edukasi di Desa Kamiri Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara. FisiPublik : Jurnal Ilmu Sosial Dan Politik, 4(2), 112–127.

https://doi.org/10.24903/fpb.v4i2.748

Berliandaldo, M., Chodiq, A., & Fryantoni, D. (2021). Kolaborasi dan Sinergitas Antar Stakeholder dalam Pembangunan Berkelanjutan Sektor Pariwisata Di Kebun Raya Cibinong. INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis Dan Manajemen Indonesia, 4(2), 221–234.

https://doi.org/10.31842/jurnalinobis.v4i2.179

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung, L. (2016). Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung Rencana Aksi DISPAREKRAF Provinsi Lampung Tahun 2016.

Noverman Duadji, Kagungan, D, Meutia, I.F. (2021). Model Kebijakan Pengembangan Industri Pariwisata Bahari Melalui Kebijakan Kerjasama Antar Daerah Di Propinsi Lampung

“Kolaborasi Model Pentahelix Dalam Kebijakan Pengembangan Industri Pariwisata Di Kabupaten Pesawaran.” 8.

Intan Nurul Azizah, H. A. F. (2017). Kajian Peran Masyarakat Sekitar Dalam Mendukung Pariwisata Taman Nasional Way Kambas Yang Berkelanjutan. 1–12.

Krisnadwipayana, U., Astra, M., & Luhur, U. B. (2019). COLLABORATIVE GOVERNANCE DALAM KKN BIDANG PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF DI KECAMATAN TEBAS, SAMBAS. 171–187.

Mafaza, A., & Setyowati, K. (2020). Collaborative Governance Dalam Pengembangan Desa Wisata. Jurnal Kebijakan Publik, 11(1), 7. https://doi.org/10.31258/jkp.11.1.p.7-12

Mursalim, S. W., Hasibuan, A., Sulaiman, oris krianto, Mulyanie, E., Husna, R. A., Apriandi, I., Maiti, Bidinger, Suryana, A., Iskandar, A., Hernawan, D., Dengo, S., Rahmadanita, A., Santoso, E. B., Wasistiono, S., Marisa, H., Andree, Sarbini, A., Kusuma, A. R., … Theory, P. (2019). Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. In Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 2, Issue 2).

https://kominfo.kotabogor.go.id/asset/images/web/files/buku-2.-masterplan-smart-city-kota- bogor.pdf

Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati, SH, MKn, LLM, Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH., MH, I

(16)

48 | Administratio, Vol. 13 (1) 2022: 33-48

Ketut Sudiarta, SH., M. (2016). Penerapan Konsep Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism) Dalam Hukum Kepariwisataan Di Indonesia. Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Noviarita, H., Kurniawan, M., & Nurmalia, G. (2021). Pengelolaan Desa Wisata Dengan Konsep Green Economy Dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Akuntansi Dan Pajak, 22(02).

Persada, C. (2018). Perencanaan Pariwisata Dalam Pembangunan Wilayah Berkelanjutan. 1–

123. http://repository.lppm.unila.ac.id/id/eprint/13278

Sururi, A. (2018). Collaborative Governance Sebagai Inovasi Kebijakan Strategis (Studi Revitalisasi Kawasan Wisata Cagar Budaya Banten Lama). Humanika, 25(1).

https://doi.org/10.14710/humanika.v25i1.18482

Tongkotow, N. F., Waworundeng, W., & Kimbal, A. (2021). Collaborative Goverannace Dalam Pengelolaan Wisata Pantai Lakban di Kecamtan Ratatotok. Jurnal Governance, 1(1), 1–11.

Yasintha, P. N. (2020). Collaborative Governance Dalam Kebijakan Pembangunan Pariwisata Di Kabupaten Gianyar. Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial, 4(1), 1.

https://doi.org/10.38043/jids.v4i1.2219

Referensi

Dokumen terkait

Independensi bank sentral digambarkan oleh penerapan dari konsep peran ideal bagi bank sentral dalam pengelolaan ekonomi nasional secara makro agar efektif, yang

Gambar 1 Flowchart Alur Pengujian Penelitian Berdasarkan ilustrasi pada Gambar 1, dalam langkah awal pengujian penelitian perlu dilakukan pengumpulan informasi mengenai

Penelitian Terdahulu Dari penelitian sebelumnya, penelitian pertama yakni Keberlanjutan Pengelolaan Sampah Domestik di Kampung Menoreh, Kelurahan Sampangan, Semarang oleh Abadi 2013

Dari pelaksanaan program misi dagang tersebut dilakukan pertemuan di Sulawesi Utara tepatnya di Hotel Luwansa Manado dengan persetujuan penandatanganan 25 nota kesemapahaman MoU oleh

Conceptual Framework In this case, the co-production implemented at Pasardesa.id includes Co-planning by village-level institutions, especially PTC-19, which designs a data collection

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2018 UNIVERSITAS LAMPUNG Sasaran Indikator Kinerja Target 1 2 3 Meningkatnya kualitas Rasio Afirmasi 20 % pembelajaran dan mahasiswa pendidikan tinggi

Pengalaman tersebut digambarkan dalam enam tema yaitu : 1 herbal merupakan terapi komplementer pilihan utama; 2 teman merupakan sumber informasi dalam menentukan jenis terapi

Berdasarkan langkah pertama sampai dengan kelima, pohon masalah secara keseluruhan dapat digambarkan pada Gambar berikut: Akibat atau Pengaruh Masalah Utama Akibat atau Pengaruh