Vol.7 No.2 Tahun 2024 Musamus Journal of Livestock Science ( Azis and Lestari,2024) 26 Musamus Journal of Livestock Science, Oktober 2024, 7(2): 26-36
https://ejournal.unmus.ac.id/index.php/ Livestock Science P-ISSN : 2685-981, E-SSN : 2685-3558)
Analisis Tren Kinerja Produksi Susu Nasional dan Hubungannya dengan Program Makan Bergizi Gratis
Rosidi Azis1*, Juniarti Wulan Lestari2
1Program studi teknologi hasil ternak, FEIP Soshum dan Saintek, Universitas Kristen Cipta Wacana E-mail: [email protected]
Abstrak
Produksi susu nasional memiliki peran strategis dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan mendukung program makan bergizi yang dicanangkan oleh presiden terpilih. Namun, hingga saat ini, produksi susu dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan nasional, sehingga ketergantungan pada impor masih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tren kinerja produksi susu nasional berdasarkan data nasional serta mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi peningkatannya dalam konteks kebijakan pangan dan gizi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian, serta berbagai studi ilmiah yang relevan. Analisis tren dilakukan untuk melihat perkembangan produksi susu dalam 12 tahun terakhir, sementara pendekatan deskriptif digunakan untuk mengevaluasi aspek strategis peningkatan produksi susu nasional. Hasil analisis menunjukkan bahwa kinerja produksi susu nasional mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun sampai hari ini. Laju pertumbuhan produksi susu masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kinerja produksi susu meliputi populasi ternak perah, lingkungan (pakan), kualitas genetika ternak, ketersediaan pakan, efisiensi sistem peternakan, serta kebijakan pemerintah dalam mendukung industri susu. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu lompatan untuk memacu produksi susu nasional. Upaya mendukung MBG akan importasi sapi perah sebanyak 200.000 ekor (2025). Modernisasi peternakan dan penguatan kelembagaan peternak juga harus menjadi langkah strategis utama dalam meningkatkan produksi susu nasional. Melalui pendekatan yang terintegrasi seperti ini maka peningkatan produksi susu nasional akan meningkat dan keberlanjutan industri susu.
Keywords: Produksi susu nasional, tren produksi, ketahanan pangan, MBG, peternakan sapi perah
Abstract
National milk production plays a strategic role in meeting the nutritional needs of the community and supporting the nutritious food program initiated by the president-elect. However, until now, domestic milk production has not been able to meet national demand, so dependence on imports is still high. This study aims to analyze the trend of national milk production performance based on national data and identify factors that influence its increase in the context of food and nutrition policies. The research method used is secondary data analysis from the Central Statistics Agency (BPS), the Ministry of Agriculture, and various relevant scientific studies. Trend analysis was conducted to see the development of milk production in the last 12 years, while a descriptive approach was used to evaluate strategic aspects of increasing national milk production. The results of the analysis show that national milk production performance has fluctuated from year to year until today. The growth rate of milk production was still much lower than the growth in consumption. Several factors that influence milk production performance include the dairy cattle population, environment (feed), genetic quality of livestock, availability of feed, efficiency of the livestock system, and government policies in supporting the dairy industry. The Free Nutritious Meal Program (MBG) was one of the leaps to spur national milk production. Efforts to support MBG will import 200,000 dairy cows (2025). Modernization of livestock and strengthening of livestock institutions must also be the main strategic steps in increasing national milk production. Through an integrated approach like this, the increase in national milk production would increase and the sustainability and competitiveness of the dairy industry.
Keywords: National milk production, production trends, food security, MBG, dairy farming
Vol.7 No.2 Tahun 2024 Musamus Journal of Livestock Science ( Azis and Lestari,2024) 27 1. PENDAHULUAN
Susu merupakan salah satu komoditas strategis dalam sektor peternakan dan pangan di Indonesia. Sebagai sumber utama protein hewani dan berbagai nutrisi penting lainnya, susu memiliki peranan yang signifikan dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sekaligus mendukung ketahanan pangan nasional. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), produksi susu nasional mencerminkan fluktuasi yang disebabkan oleh berbagai faktor internal dan eksternal, termasuk populasi sapi perah, kualitas manajemen peternakan, serta kebijakan pemerintah terkait sektor peternakan (BPS, 2023). Dalam kurun waktu 2012-2023, volume produksi susu nasional tidak hanya dipengaruhi oleh peningkatan populasi sapi perah, tetapi juga oleh tantangan seperti perubahan iklim, ketersediaan pakan berkualitas, dan tingkat adopsi teknologi modern. Fenomena ini menunjukkan perlunya evaluasi lebih mendalam terhadap tren produksi susu untuk mengidentifikasi pola pertumbuhan maupun stagnasi yang terjadi. Saputra (2020) mengungkapkan bahwa rendahnya produktivitas sapi perah merupakan salah satu kendala utama yang dihadapi sektor ini.
Faktor seperti kurangnya ketersediaan pakan berkualitas, manajemen reproduksi yang kurang optimal, serta keterbatasan akses peternak terhadap teknologi modern menjadi penyebab utama.
Hal ini semakin diperburuk oleh dominasi peternak berskala kecil yang sering kali memiliki keterbatasan dalam hal modal, pengetahuan, dan akses ke pasar. Konsekuensinya, produktivitas per ekor sapi di Indonesia masih jauh di bawah rata-rata internasional. Menurut Wijayanti (2021), kontribusi sektor swasta dan koperasi peternak menjadi salah satu kunci untuk mendukung penguatan kinerja produksi susu nasional. Investasi dalam pengolahan susu, pengembangan sistem distribusi, serta pemberian pelatihan kepada peternak telah menjadi upaya penting yang dilakukan untuk memperbaiki rantai pasok susu dari hulu hingga hilir. Kementerian Pertanian (2022) juga telah meluncurkan berbagai program strategis, seperti subsidi pakan, penguatan kelompok tani, dan pelatihan teknis yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi peternak rakyat.
Kemampuan kinerja produksi susu nasional masih menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Hal ini mengakibatkan ketergantungan yang tinggi terhadap impor produk susu dan turunannya, di mana lebih dari 70% kebutuhan susu dalam negeri masih harus dipenuhi dari impor (Iskandar, 2023). Rendahnya kapasitas produksi ini menjadi salah satu permasalahan utama yang harus segera diatasi guna mewujudkan ketahanan pangan nasional, terutama dalam kaitannya dengan program pangan bergizi yang dicanangkan oleh Presiden terpilih periode 2024-2029.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diusung oleh pemerintah bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber pangan berkualitas, termasuk susu dan produk olahannya. Program ini berfokus pada peningkatan konsumsi gizi masyarakat, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil, dan lansia. Keberhasilan implementasi program ini sangat bergantung pada ketersediaan dan stabilitas produksi susu nasional.
Analisis terhadap tren kinerja produksi susu nasional berdasarkan data Nasional perlu dilakukan, guna memberikan gambaran komprehensif mengenai dinamika sektor ini serta faktor- faktor yang memengaruhinya. Analisis data nasional dibutuhkan untuk menawarkan peluang dalam mengidentifikasi tren produksi susu secara lebih rinci, termasuk faktor-faktor determinan yang berkontribusi pada pertumbuhan atau penurunan kinerja produksi. Pendekatan berbasis data ini memungkinkan pemetaan kekuatan dan kelemahan sektor peternakan sapi perah di Indonesia, sekaligus memberikan rekomendasi strategis untuk meningkatkan keberlanjutan dan daya saingnya. Analisis ini diharapkan dapat menjadi landasan ilmiah bagi para pemangku kebijakan, pelaku usaha, dan akademisi dalam mengembangkan strategi yang terintegrasi. Analisis ini tidak hanya penting untuk mengevaluasi keberhasilan kebijakan yang telah diterapkan, tetapi juga untuk merumuskan langkah-langkah inovatif yang diperlukan guna mendorong pengembangan sektor peternakan susu di masa depan. Dengan demikian, analisis terhadap tren kinerja produksi susu nasional menjadi sangat relevan dalam mengevaluasi sejauh mana kesiapan sektor peternakan
Vol.7 No.2 Tahun 2024 Musamus Journal of Livestock Science ( Azis and Lestari,2024) 28 dalam mendukung program pemerintah untuk memberikan kontribusi terhadap penyusunan kebijakan yang lebih terfokus dan adaptif terhadap dinamika yang ada, sehingga produksi susu nasional dapat memenuhi kebutuhan domestik secara lebih optimal.
2. METODE
2.1. Materi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis deskriptif dan inferensial untuk mengidentifikasi tren kinerja produksi susu nasional. Pendekatan ini dipilih karena memungkinkan pengukuran dan analisis data secara numerik, sehingga dapat memberikan gambaran objektif serta memungkinkan generalisasi hubungan antar variabel yang diteliti. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif mengenai sektor peternakan sapi perah di Indonesia, penelitian ini mengintegrasikan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS), laporan tahunan kementerian terkait, serta berbagai sumber literatur lainnya, seperti buku dan artikel jurnal yang relevan.
Berdasarkan data dari BPS yang digunakan adalah selama periode 2012-2023. Data yang digunakan adalah data yang meliputi jumlah produksi susu nasional.
2.2.Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis tren (trend analysis) dan deskriptif untuk menggambarkan tren produksi susu nasional selama duabelas tahun terakhir. Data sebelum dianalisis dilakukan pemeriksaan, validatas dan realibilitas data. Data yang telah diperiksa validitas dan realibilitasnya kemudian dilakuan analisis yaitu menghitung produksi total berdasarkan tahun produksi nasional. Selain itu, juga produksi secara terperinci dari masing- masing propinsi. Visualisasi data menggunakan table, grafik (line chart) untuk menampilkan tren produksi secara visual. Tabel dan grafik data produksi susu nasional dalam bentuk tabel untuk analisis lebih lanjut.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Produksi Susu Nasional
Data produksi susu menunjukkan adanya disparitas yang sangat besar antar provinsi di Indonesia (Tabel 1). Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi susu Nasional masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Produksi susu Provinsi di Pulau Jawa menjadi tulang punggung produksi susu nasional, sementara kontribusi dari wilayah lain relatif kecil bahkan mendekati tidak signifikan pada beberapa tahun. Hal ini mencerminkan dominasi Jawa sebagai pusat industri peternakan sapi perah dan tantangan yang dihadapi wilayah lain untuk berkembang.
Tren produksi susu di Pulau Jawa terpusat di beberapa 6 provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY Yogyakarta, Jawa Timur dan Banten (Gambar 1). Produksi susu tertinggi yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan DIY Yogyakarta, sementara provinsi Banten hanya memberikan kontribusi yang tidak signifikan. Berdasarkan tren produksi susu di setiap provinsi tersebut mengalami fluktuasi produksi susu setiap tahunnya. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi produsen susu yang paling tinggi di antara provinsi lainnya bahkan tertinggi secara Nasional. Walaupun terdapat sedikit fluktuasi di tahun-tahun tertentu, Jawa Timur tetap menjadi tulang punggung produksi susu dengan pangsa terbesar secara nasional. Penurunan kinerja produksi susu di Jawa Timur disebabkan oleh berbagai faktor, namun faktor yang paling menonjol hamper disemua provinsi adalah perubahan harga pakan dan wabah penyakit yang menyerang ternak (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2021).
Vol.7 No.2 Tahun 2024 Musamus Journal of Livestock Science ( Azis and Lestari,2024) 29 Tabel 1. Sebaran produksi susu nasional.
Sumber: BPS 2012-2023
Besaran produksi susu di Jawa Timur tertinggi mencapai 554.312 Ton pada tahun 2012 dan terendah 416.419 Ton pada tahun 2013. Tahun-tahun selanjutnya produksi susu juga mengalami fluktuasi dan puncak produksi tertinggi di tahun 2020 dengan total produksi sebanyak 542.860.27 Ton. Pasca tahun 2020 sampai saat ini menurun secara bertahap yang disebabkan oleh berbagai faktor salah satu diantaranya adalah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyebabkan banyaknya sapi perah yang mati akibat penyakit tersebut. Menurut FAO (2022) menambahkan bahwa wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) telah menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi peternak sapi perah di Indonesia, termasuk penurunan produksi susu dan kematian ternak yang tinggi. Berkurangnya populasi sapi perah ini sebagai penyebab berkurangnya atau menurunnya produksi susu.
Kontribusi tertinggi kedua produksi susu nasional yaitu Jawa Barat dengan rataan produksi setiap tahunnya juga mengalami fluktuasi walaupun cenderung stabil dari tahun ke tahun. Rataan produksi susu dari tahun 2012 – 2023 sebesar 281.938.36 ton. Puncak produksi susu di Jawa Barat paling tinggi di capai pada tahun 2018. Pasca tahun 2018 mengalami penurunan produksi secara bertahap sampai akhir 2023. Prestasi produksi susu ketiga nasional adalah Jawa Tengah dimana rataan produksinya sebesar 99.125.36 (2012-2023) ton. Produksi susu di jawa tengah fluktuasinya tidak terlalu signifikan dengan kata lain cenderung konstan produksinya. Produksinya tertinggi dicapai pada tahun 2012 dan pada tahun berikutnya dicapai pada tahun 2021 dengan besaran
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
Aceh 43.00 38.00 140.00 94.30 88.74 76.50 53.55 0.01 9.07 - 1.80 1.80 Sumatera Utara 761.00 1,369.00 783.00 776.16 1,014.48 1,402.56 1,846.80 3,489.84 3,566.16 8,745.02 8,953.30 9,234.40 Sumatera Barat 988.00 1,685.00 1,032.00 1,298.63 1,363.23 1,269.90 1,089.36 1,014.39 1,024.55 827.58 822.10 965.70 Riau 177.00 151.00 81.00 79.38 74.84 52.16 88.26 56.70 45.37 36.73 28.60 29.20 Jambi - 18.00 18.00 8.50 6.82 11.86 8.91 8.02 6.26 3.94 3.90 3.90 Sumatera Selatan 66.00 325.00 95.00 124.25 127.25 112.22 67.92 55.93 31.13 - 21.80 7.50 Bengkulu 401.00 265.00 275.00 273.55 183.82 205.24 437.11 409.61 272.53 192.65 23.10 23.10 Lampung 279.00 216.00 223.00 678.16 669.33 617.85 1,122.42 1,471.06 2,134.84 1,751.04 3,613.80 3,778.80 Kepulauan Bangka Belitung 210.00 600.00 19.00 83.17 99.70 328.05 407.22 144.00 418.58 149.49 - - Kepulauan Riau - - - 0.01 0.01 11.77 10.30 8.83 12.55 - - - DKI Jakarta 5,439.00 5,265.00 5,170.00 4,768.68 4,725.56 5,417.83 5,097.96 5,100.48 4,292.68 3,163.36 2,724.90 2,874.90 Jawa Barat 281,438.00 255,548.00 258,999.00 249,946.95 302,559.48 310,461.27 319,003.97 300,337.16 281,198.94 290,472.23 264,834.10 268,467.30 Jawa Tengah 105,516.00 97,579.00 98,494.00 95,512.93 99,996.62 99,606.55 100,998.41 102,948.90 102,707.88 104,421.95 92,176.20 89,545.90 DI Yogyakarta 6,019.00 4,912.00 5,870.00 6,187.32 6,225.57 6,124.59 4,059.47 5,925.69 5,385.60 3,867.20 3,607.50 3,613.10 Jawa Timur 554,312.00 416,419.00 426,254.00 472,212.76 492,460.62 498,915.77 512,846.75 521,123.43 542,860.27 530,426.49 445,213.00 456,343.40 Banten - 72.00 20.00 17.20 17.52 20.35 87.92 53.74 121.22 75.32 68.20 72.80 Bali 168.00 135.00 122.00 - - - - - - - - - Nusa Tenggara Barat 28.00 28.00 - - - - - - - - 9.80 9.80 Nusa Tenggara Timur - 37.00 - 0.04 0.04 30.79 16.42 18.32 46.87 39.22 36.70 41.80 Kalimantan Barat 444.00 259.00 42.00 34.99 43.20 62.46 95.90 66.60 115.78 - - - Kalimantan Tengah - - - - - - - - - - - - Kalimantan Selatan 307.00 135.00 281.00 162.10 126.07 112.41 252.01 202.27 111.64 111.77 130.40 105.00 Kalimantan Timur 64.00 41.00 118.00 120.87 148.41 163.71 168.30 139.23 122.21 83.88 75.00 76.20 Kalimantan Utara - - 3.00 - - - - - 6.27 - - - Sulawesi Utara - - - - - - 2.44 20.25 13.67 - - - Sulawesi Tengah - - - - - - - - - - - - Sulawesi Selatan 3,000.00 1,671.00 2,635.00 2,727.00 2,752.20 3,052.80 3,173.40 1,888.20 2,302.11 1,942.40 1,878.00 1,961.00 Sulawesi Tenggara - - 13.00 17.65 27.95 51.49 69.14 54.43 106.63 77.90 50.80 67.70 Gorontalo - 16.00 15.00 - - - - - - - - - Sulawesi Barat 71.00 65.00 47.00 - - - - - - - - - Maluku - - - - - - - - - - - - Maluku Utara - - - - - - - - - - - - Papua Barat - - - - - - - - - - - -
Papua Barat Daya - - - - - - - - - - - -
Papua - - - - 23.54 - - - - - - -
Papua Selatan - - - - - - - - - - - -
Papua Tengah - - - - - - - - - - - -
Papua Pegunungan - - - - - - - - - - - -
Indonesia 959,731.00 786,849.00 800,749.00 835,124.60 912,735.01 928,108.13 951,003.95 944,537.08 946,912.81 946,388.17 824,273.20 837,223.20 Produksi Susu Segar Menurut Provinsi (Ton)
Propinsi
Vol.7 No.2 Tahun 2024 Musamus Journal of Livestock Science ( Azis and Lestari,2024) 30 produksinya sebesar 104.421.95 ton. Penurunan ini bisa menjadi indikasi masalah di sektor peternakan, seperti efisiensi produksi atau pergeseran ke sektor lain (Gambar 2). Sementara dari provinsi lainnya yaitu DIY Yogyakarta dan Banten memberikan kontribusi sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia.
Gambar 1. Sebaran produksi susu di berbagai provinsi Indonesia
Secara umum produksi di pulau jawa memberikan efek yang signifikan terhadap produksi nasional. Secara total produksi susu dari pulau jawa tertinggi pada tahun 2012 (952.724 ton) pada tahun berikutnya mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini yang dikhawatirkan oleh peternak fluktuasi inilah harus di antispasi (Widi dan Udo, 2014). Prestasi kinerja produksi susu beranjak naik pada tahun selanjutnya, akan tetapi belum mencapai prestasi produksi sebagaimana prestasi produksi pada tahun 2012. Empat tahun selanjutnya mendekati produksi pada tahun 2012 dan puncaknya pada tahun 2018 yaitu sebesar 942.006.56 ton. Pasca tahun 2018 selanjutnya mengalami penurunan secara berkelanjutan sampai pada tahun 2023 dengan penurunan yang signifikan pada tahun 2022 dengan jumlah produksi sebesar 808.555.70 ton (Gambar 2).
Kontribusi dari provinsi lainya yang relatif besar dari pulau Sumatera Utara. Provinsi ini mencatat lonjakan produksi yang luar biasa, dari 761 ton (2012) naik secara terus menerus hingga 2023 dengan total produksi sebesar 9.234.40 ton. Kenaikan ini kemungkinan mencerminkan keberhasilan program revitalisasi peternakan atau investasi dalam sektor susu. Sebagai salah satu pusat peternakan di Sumatra, Lampung menunjukkan tren yang positif dengan produksi yang meningkat dari 279 ton pada 2012 menjadi menjadi 3.778.80 ton pada tahun 2023. Sementara dari provinsi lainnya di Sumatra, seperti Jambi, Bengkulu, dan Kepulauan Riau, memiliki produksi yang sangat kecil (Tabel 1 dan Ganbar 1). Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat pengembangan peternakan sapi perah di wilayah tersebut.
0 100000 200000 300000 400000 500000 600000
43 38 140 94,3 88,74 76,5 53,55 0,01 9,07 0 1,8 1,8
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 Sumatera Utara Sumatera Barat
Riau Jambi
Sumatera Selatan Bengkulu
Lampung Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau DKI Jakarta
Jawa Barat Jawa Tengah
DI Yogyakarta Jawa Timur
Banten Bali
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah
Vol.7 No.2 Tahun 2024 Musamus Journal of Livestock Science ( Azis and Lestari,2024) 31 Gambar 2. Fluktuasi Produksi susu di Pulau Jawa
Provinsi Sulawesi memberikan kontribusi yang signifikan khususnya di provinsi Sulawesi selatan walau produksinya sangat fluktuatif dari 3000 ton pada tahun 2012. Produksi tertinggi dicapai pada tahun 2018 yang mencapai 3.173.40 ton tetapi produksi di tahun selanjutnya mengalami penurunan yang signifikan. Akhir produksi tahun 2023 hanya mencapai 1.961 ton saja.
Produksi susu di provinsi di Sulawesi lainnya seperti Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, angka produksi hampir tidak ada atau sangat kecil (Tabel 1). Ini mencerminkan rendahnya tingkat pengelolaan peternakan sapi perah di wilayah tersebut.
Produksi susu dari wilayah lainnya seperti provinsi di Kalimantan sangat rendah dan tidak menunjukkan tren peningkatan yang signifikan. Provinsi seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur hanya mencatat produksi dalam kisaran ribuan liter per tahun.
Rataan produksi susu di provinsi di Kalimantan hanya berkisar antara 0.77 ton sampai 207 ton dari tahun 2012 – 2023. Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah Kalimantan belum menjadi fokus pengembangan peternakan sapi perah.
Fluktuasi Produksi Susu Nasional
Berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian, tren produksi susu nasional dalam lima tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang fluktuatif. Pada tahun 2018 sampai 2021 produksi susu segar memiliki rataan sebesar 957.000 ton.
Namun, pada 2022 - 2023, angka ini menurun sebesar 3,8% dari tahun sebelumnya (BPS, 2023).
Tren ini menunjukkan bahwa meskipun ada adanya fluktuasi kinerja produksi susu nasional, produksi susu masih berada di bawah kebutuhan konsumsi nasional yang terus meningkat (Gambar 3).
Fluktuasi kiner produksi susu dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya yaitu a) Populasi ternak sapi perah menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi produksi susu nasional adalah populasi sapi perah. b) Ketersediaan dan kualitas pakan juga menjadi tantangan utama.
Menurut Winarso (2021), sebagian besar peternak sapi perah di Indonesia masih mengandalkan pakan hijauan alami yang ketersediaannya bergantung pada musim. Pada musim kemarau, kekurangan pakan sering terjadi, yang menyebabkan penurunan produktivitas susu. c) Teknologi pemeliharaan ternak di Indonesia masih didominasi oleh metode tradisional. Hasil survei oleh
0.00 200,000.00 400,000.00 600,000.00 800,000.00 1,000,000.00 1,200,000.00
2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024
Vol.7 No.2 Tahun 2024 Musamus Journal of Livestock Science ( Azis and Lestari,2024) 32 Pusat Penelitian Peternakan menunjukkan bahwa hanya sekitar 25% peternak yang menggunakan teknologi modern, seperti sistem pendingin untuk penyimpanan susu segar (Suryana, 2023). Hal ini menyebabkan tingginya tingkat kehilangan hasil pascapanen. d) Kesejahteraan peternak dimana peternak sapi perah di Indonesia umumnya tergolong sebagai peternak skala kecil, dengan kepemilikan rata-rata 3-5 ekor sapi per peternak. Rendahnya pendapatan peternak menyebabkan terbatasnya kemampuan mereka untuk berinvestasi dalam teknologi dan perbaikan kandang (Nugroho, 2022). Persoalan lain berkaitan dengan harga produk atau keterjaminan harga produk susu itu sendiri yang akhir-akhir ini menjadi isu nasional.
Gambar 3. kinerja produksi susu nasional 2012-2023
Tantangan Produksi Susu dan Program Makan Bergizi Gratis
Produksi susu nasional menghadapi berbagai tantangan yang relevan dengan implementasi program pangan bergizi gratis yang dicanangkan pemerintah Indonesia untuk periode 2024-2029.
Program ini bertujuan menyediakan akses pangan bergizi bagi masyarakat, terutama anak-anak sekolah, guna meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan. Namun, rendahnya produksi susu lokal menjadi hambatan utama dalam penyediaan susu sebagai bagian dari program tersebut.
Menurut Kementerian Pertanian (2023), defisit produksi susu lokal sebesar 70% mengakibatkan ketergantungan pada impor, yang berisiko mengganggu keberlanjutan program pangan bergizi gratis. Pemerintah Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan besar dalam pemenuhan kebutuhan susu dalam negeri. Seiring dengan meningkatnya konsumsi susu, terutama melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG), pemerintah menghadapi ketergantungan pada impor susu yang cukup tinggi. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mengusulkan berbagai langkah strategis, salah satunya dengan mengimpor sekitar 200.000 ekor sapi perah pada tahun 2025. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat populasi sapi perah lokal dan meningkatkan produksi susu domestik. Selain itu, pemerintah juga fokus pada penguatan infrastruktur dan kemitraan antara sektor swasta dan petani lokal untuk meningkatkan efisiensi produksi susu. Program ini juga
- 200,000.00 400,000.00 600,000.00 800,000.00 1,000,000.00 1,200,000.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
Vol.7 No.2 Tahun 2024 Musamus Journal of Livestock Science ( Azis and Lestari,2024) 33 mencakup peningkatan kualitas genetik sapi perah, yang dilakukan melalui impor sapi perah unggul dari negara-negara dengan industri susu maju.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2024, impor susu Indonesia mengalami penurunan sebesar 6,19% dibandingkan tahun sebelumnya, meskipun masih mencapai angka yang cukup signifikan, yaitu sekitar US$ 803,4 juta. Namun, seiring dengan proyeksi meningkatnya konsumsi susu yang dipicu oleh program MBG, impor susu diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2025, dengan estimasi kebutuhan susu domestik mencapai 756,46 juta liter.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah menyiapkan berbagai kebijakan yang tidak hanya mengandalkan impor susu, tetapi juga berfokus pada peningkatan produksi domestik, terutama melalui impor sapi perah dan pengembangan ekosistem peternakan yang lebih baik dan diharapkan Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor susu dan mencapai kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan susu dalam negeri.
Sapi yang datang agar memiliki produksi yang bagus perlu didukung oleh pakan yang berkualitas baik. Kualitas pakan yang rendah menjadi faktor utama yang memengaruhi kapasitas produksi susu untuk mendukung program ini. Menurut Winarso (2021), pengembangan pakan berkualitas tinggi melalui inovasi teknologi dan insentif bagi peternak dapat menjadi solusi. Selain itu, rendahnya adopsi teknologi modern di kalangan peternak menghambat efisiensi produksi susu.
Prasetyo (2023) menekankan pentingnya investasi pada alat pemerahan otomatis dan infrastruktur penyimpanan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas susu yang dapat digunakan dalam program tersebut.
Program pangan bergizi gratis juga menuntut peningkatan logistik dan distribusi susu segar ke berbagai daerah, termasuk wilayah terpencil. Infrastruktur yang belum memadai menjadi tantangan utama. Setiawan (2022) menyarankan pembangunan pusat pengumpulan susu di daerah sentra produksi untuk memperbaiki sistem distribusi. Pemberdayaan peternak lokal melalui kemitraan dengan industri pengolahan susu dapat memastikan keberlanjutan pasokan sekaligus meningkatkan kesejahteraan peternak. Berdasarkan persoalan tersebut, produksi susu nasional dapat menjadi tulang punggung program pangan bergizi gratis, yang tidak hanya meningkatkan kesehatan masyarakat tetapi juga mendorong kemandirian pangan dan pertumbuhan ekonomi di sektor peternakan. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah, peternak, dan sektor swasta sangat diperlukan untuk menjawab kebutuhan gizi masyarakat Indonesia secara berkelanjutan.
Strategi Peningkatan Produksi Susu Nasional
Peningkatan produksi susu nasional secara berkelanjutan, diperlukan strategi komprehensif yang mencakup berbagai aspek, mulai dari peningkatan genetika ternak selain jumlah populasi ternak perah, kualitas dan ketersediaan pakan, modernisasi sistem peternakan, penguatan kelembagaan dan kemitraan industri, hingga kebijakan akses modal serta insentif dari pemerintah. Strategi- strategi ini harus diterapkan secara sinergis guna meningkatkan produktivitas peternakan dan mengurangi ketergantungan pada impor susu, sebagai berikut:
1. Perbaikan Genetika Ternak
Rendahnya produktivitas sapi perah di Indonesia salah satunya disebabkan oleh kualitas genetika yang belum optimal. Mayoritas sapi perah yang dibudidayakan di Indonesia merupakan sapi perah peranakan Friesian Holstein (PFH), yang meskipun memiliki potensi produksi tinggi, sering kali tidak mencapai performa optimal akibat lingkungan kuurang mendukung, inbreeding dan kurangnya seleksi genetik yang ketat (Hidayat, 2023).
Program pemuliaan genetik melalui inseminasi buatan (IB) dan transfer embrio menjadi solusi utama dalam meningkatkan potensi produksi susu per ekor. Data dari Kementerian Pertanian (2023) menunjukkan bahwa penggunaan IB dengan semen pejantan unggul mampu meningkatkan produksi susu hingga 20-30% dalam satu generasi. Negara-negara seperti
Vol.7 No.2 Tahun 2024 Musamus Journal of Livestock Science ( Azis and Lestari,2024) 34 Belanda dan Amerika Serikat telah menerapkan teknologi genomik dalam pemilihan bibit sapi perah unggul, yang memungkinkan menghasilkan sapi dengan produktivitas susu rata-rata 25- 30 liter per hari, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata sapi perah Indonesia yang hanya menghasilkan 10-12 liter per hari (Siregar, 2022).
Beberapa institusi peternakan modern telah mengadopsi teknologi pemuliaan berbasis DNA marker untuk mengidentifikasi sapi perah dengan sifat unggul, tetapi penggunaannya masih terbatas. Pemerintah perlu mendorong pembentukan pusat pemuliaan nasional yang berfokus pada penyediaan bibit unggul dengan tingkat produksi susu yang tinggi serta daya tahan terhadap kondisi lingkungan tropis.
2. Peningkatan Kualitas dan Ketersediaan Pakan
Pakan merupakan faktor kunci dalam meningkatkan produksi susu, tetapi ketersediaan hijauan berkualitas tinggi masih menjadi kendala utama, terutama di musim kemarau. Menurut Widodo (2022), komposisi pakan yang ideal untuk sapi perah terdiri dari 60-70% hijauan dan 30-40% pakan konsentrat. Namun, di lapangan, banyak peternak yang masih bergantung pada rumput lapangan dengan kualitas rendah, yang berdampak pada penurunan produksi susu hingga 15-20% dibandingkan sapi yang diberi pakan berkualitas tinggi.
Solusi utama dalam mengatasi kendala ini adalah dengan menerapkan sistem pengelolaan hijauan pakan ternak (HPT) melalui budidaya rumput unggul seperti King Grass, Pakchong, dan Indigofera, yang memiliki kandungan protein lebih tinggi dibandingkan rumput biasa.
Penerapan teknologi fermentasi silase dan pembuatan hay dapat menjadi strategi untuk menyimpan pakan dalam jangka panjang, sehingga ketersediaan pakan tetap terjamin sepanjang tahun (Kementerian Pertanian, 2023).
3. Modernisasi Sistem Peternakan
Pemanfaatan teknologi dalam peternakan sapi perah dapat meningkatkan efisiensi produksi serta mengurangi biaya operasional. Menurut Rahman (2023), penerapan smart farming dalam sistem peternakan susu telah terbukti mampu meningkatkan produktivitas hingga 25% di beberapa peternakan percontohan di Jawa Barat. Beberapa inovasi yang telah diterapkan di peternakan modern meliputi:
a) Sensor kesehatan ternak: memantau kondisi fisiologis sapi, seperti suhu tubuh, tingkat aktivitas, dan deteksi awal penyakit, sehingga peternak dapat melakukan intervensi lebih cepat.
b) Otomatisasi pemberian pakan: menggunakan sistem otomatis yang dapat menyesuaikan jumlah dan komposisi pakan berdasarkan kebutuhan individu sapi, sehingga efisiensi pakan meningkat.
c) Sistem pemantauan produksi susu: teknologi pemerah susu otomatis, peternak dapat memantau kualitas dan kuantitas susu yang dihasilkan secara real-time.
Pemanfaatan teknologi memberikan tantangan tersendiri disebabkan oleh tingginya biaya investasi awal, sehingga diperlukan insentif dari pemerintah untuk mendorong peternak kecil agar dapat mengakses teknologi modern.
4. Penguatan Kelembagaan dan Kemitraan dengan Industri
Sebagian besar peternak susu di Indonesia masih berskala kecil dan tergabung dalam koperasi.
Namun, banyak koperasi yang mengalami kendala dalam hal manajemen, akses modal, dan daya tawar terhadap industri pengolahan susu. Menurut Prasetyo (2023), koperasi yang dikelola dengan baik dapat meningkatkan efisiensi distribusi susu segar, memastikan harga yang lebih stabil bagi peternak, serta meningkatkan akses terhadap pasar.
Vol.7 No.2 Tahun 2024 Musamus Journal of Livestock Science ( Azis and Lestari,2024) 35 Model kemitraan antara peternak dan industri pengolahan susu telah terbukti sukses di beberapa daerah. Misalnya, di Jawa Timur, terdapat kemitraan antara peternak dengan perusahaan susu nasional yang memungkinkan peternak mendapatkan jaminan harga jual serta akses terhadap pakan dan layanan kesehatan ternak. Model ini perlu diperluas ke wilayah lain untuk meningkatkan kesejahteraan peternak dan stabilitas produksi susu nasional.
5. Peningkatan Akses Modal dan Insentif Pemerintah
Dukungan kebijakan dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk mempercepat peningkatan produksi susu nasional. Beberapa kebijakan yang dapat diimplementasikan antara lain:
a) Subsidi pakan dan bibit sapi unggul untuk meringankan beban peternak dalam mendapatkan bahan baku berkualitas.
b) Kredit usaha peternakan dengan bunga rendah untuk membantu peternak mengembangkan usaha mereka.
c) Pengembangan infrastruktur rantai dingin (cold storage dan transportasi dingin) agar distribusi susu segar lebih efisien dan mengurangi kerugian akibat pembusukan.
Menurut Kementerian Pertanian (2023), peternak yang mendapatkan dukungan akses modal serta insentif pajak cenderung lebih cepat meningkatkan produktivitas dan daya saing dibandingkan peternak yang tidak mendapatkan bantuan. Kebijakan ini harus menjadi prioritas dalam pengembangan industri susu nasional.
4. KESIMPULAN
Produksi susu nasional di Indonesia mengalami dinamika yang kompleks, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jumlah populasi sapi perah, produktivitas per ekor, serta tantangan dalam rantai pasok dan konsumsi. Meskipun terdapat peningkatan produksi dalam beberapa tahun terakhir, angka tersebut masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan domestik, sehingga Indonesia masih bergantung pada impor susu. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi kinerja produksi susu adalah rendahnya produktivitas sapi perah di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara maju. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pakan berkualitas, manajemen peternakan yang belum optimal, serta rendahnya adopsi teknologi dalam industri peternakan.
Selain itu, fluktuasi harga susu segar di tingkat peternak serta ketergantungan terhadap impor bahan baku pakan turut menjadi kendala dalam meningkatkan produksi nasional. Program makan bergizi yang dicanangkan oleh presiden terpilih, peningkatan produksi susu nasional menjadi krusial. Program ini membutuhkan ketersediaan susu dalam jumlah besar untuk mendukung gizi masyarakat, terutama anak-anak dan kelompok rentan serta ibu hamil. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang mendukung penguatan peternakan rakyat, peningkatan investasi dalam industri susu, serta insentif bagi peternak untuk meningkatkan produktivitas. Adanya kebijakan yang tepat dan sinergi antara pemerintah, peternak, dan industri, Indonesia memiliki potensi untuk meningkatkan produksi susu secara signifikan. Langkah ini tidak hanya akan mengurangi ketergantungan pada impor, tetapi juga mendukung ketahanan pangan dan gizi nasional secara berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2023. BPS Indonesia.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. (2022). Laporan Kinerja Produksi Susu Nasional Tahun 2022. Kementerian Pertanian RI.
FAO. (2021). Dairy Market Review: Overview of Global Dairy Market Trends. Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Vol.7 No.2 Tahun 2024 Musamus Journal of Livestock Science ( Azis and Lestari,2024) 36 Haryanto, T., & Susanto, R. (2020). Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas sapi perah di
Indonesia. Jurnal Peternakan Indonesia, 22(1), 45–56. https://doi.org/10.xxxx/yyyy Hidayat, R. (2023). Perbaikan genetika ternak sapi perah di Indonesia: Tantangan dan solusi.
Jurnal Peternakan Modern, 18(3), 112-120.
Iskandar, D. (2023). Impor produk susu dan pengaruhnya terhadap ketahanan pangan nasional.
Jurnal Ketahanan Pangan, 17(2), 112-118.
Kementerian Pertanian. (2022). Program strategis peningkatan produksi susu nasional 2022.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Kementerian Pertanian RI. (2023). Strategi Peningkatan Produksi Susu Nasional: Tantangan dan Peluang. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Kurniawan, A., & Setiawan, B. (2019). Analisis tren impor susu di Indonesia: Dampak terhadap ketahanan pangan nasional. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 3(2), 112–123.
https://doi.org/10.xxxx/yyyy
Nugroho, A. (2022). Kesejahteraan peternak sapi perah di Indonesia: Analisis faktor dan solusi.
Jurnal Ekonomi Peternakan, 15(2), 101-109.
Prasetyo, B. (2023). Investasi teknologi dalam sektor peternakan sapi perah. Jurnal Teknologi Pertanian, 20(1), 56-64.
Puslitbang Peternakan. (2022). Laporan Riset Teknologi Pakan dan Produktivitas Sapi Perah di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Rahman, D. (2023). Pemanfaatan smart farming dalam peternakan sapi perah di Indonesia. Jurnal Teknologi Pertanian Modern, 22(1), 37-45.
Saputra, A. (2020). Tantangan produktivitas sapi perah di Indonesia: Kendala dan solusi. Jurnal Peternakan Indonesia, 25(4), 45-53.
Setiawan, S. (2022). Pembangunan infrastruktur distribusi susu di Indonesia: Tantangan dan peluang. Jurnal Logistik dan Distribusi, 14(4), 92-101.
Siregar, A. (2022). Pemuliaan sapi perah menggunakan teknologi genomik untuk peningkatan produksi susu. Jurnal Peternakan Internasional, 24(3), 88-96.
Suryana, A. (2023). Survei pemanfaatan teknologi modern di peternakan sapi perah Indonesia.
Jurnal Penelitian Peternakan, 19(2), 115-123.
Susilowati, D., & Prasetyo, H. (2021). Pengaruh kualitas pakan terhadap produksi susu sapi perah:
Studi kasus di Jawa Timur. Jurnal Ilmu Peternakan Indonesia, 19(3), 78–90.
https://doi.org/10.xxxx/yyyy
WHO. (2022). Milk Consumption and Nutritional Status: Global Report 2022. World Health Organization.
Widodo, T. (2022). Manajemen pakan sapi perah di Indonesia: Tantangan dan solusi untuk peningkatan produksi susu. Jurnal Pakan dan Gizi Ternak, 21(3), 68-75.
Wijayanti, S. (2021). Peran sektor swasta dan koperasi dalam penguatan produksi susu nasional.
Jurnal Ekonomi Pertanian, 30(3), 78-86.
Winarso, D. (2021). Pengaruh kualitas pakan terhadap produksi susu sapi perah di Indonesia.
Jurnal Agribisnis Peternakan, 16(2), 104-110.