Penegakan hukum merupakan bagian dari sistem hukum yang tidak dapat dipisahkan dari substansi hukum dan budaya hukum. Penegakan hukum Menurut Notie Handhaving Mileurecht adalah pemantauan dan penerapan (atau ancaman) penggunaan instrumen. Unsur mendasar dalam penegakan hukum pidana haruslah proses pencarian fakta yang tidak memihak dan kepatuhan terhadap penyelesaian atau penyelesaian masalah, yang harus dilakukan secara adil dan merata.
Penerapan hukum sebagai suatu proses pada hakikatnya adalah pelaksanaan diskresi yang melibatkan pengambilan keputusan yang tidak tepat.
Ketentuan Hukum Pidana Terhadap Kebakaran Hutan Dan Lahan
Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 par. 3 huruf d diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp lima miliar rupiah.” Barangsiapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan pasal 50 ayat 3 huruf d diancam dengan pidana penjara. pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp satu miliar lima ratus juta rupiah.” Setiap orang yang membakar tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat 1 huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh).
Kejahatan Korporasi
Menurut J.C Smith dan Brian Hogan, perusahaan adalah suatu badan hukum yang tidak mempunyai keberadaan fisik sehingga tidak dapat melakukan perdagangan atau mempunyai wasiat kecuali melalui direksi atau karyawannya. Direksi atau karyawan juga merupakan badan hukum yang berbeda dalam suatu perusahaan, karena segala bentuk tanggung jawab hukum perusahaan adalah melalui vicarious liabilitas. Jika fokus hukum pidana hanya pada individu maka tujuan tersebut tidak akan efektif. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk selalu menekan dan menentang kriminalisasi perusahaan.
Kejahatan terhadap korporasi merupakan kejahatan korporasi yang dalam hal ini dapat dikatakan “kejahatan korporasi itu jelas, dilakukan untuk kepentingan korporasi, bukan melawan”. Kejahatan terhadap korporasi adalah kejahatan terhadap korporasi, sering juga disebut kejahatan pegawai, merupakan kejahatan yang dilakukan. 65 Tongat, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Reformasi, UPT Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2008, Hal.
Usaha ini hanyalah sekedar saran untuk melakukan kejahatan atau sebagai kedok untuk menyembunyikan kejahatan tersebut.66. Kejahatan yang dilakukan oleh perusahaan sangat beragam dan pada prinsipnya identik dengan bidang atau bentuk kegiatannya. Ciri-ciri kejahatan kerah putih pada umumnya dan kejahatan korporasi pada khususnya adalah sebagai berikut: 1.
Pertanggungjawaban Pidana
Menurut Simons, tanggung jawab dalam hukum pidana adalah keadaan psikologis tertentu dari orang yang melakukan tindak pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga orang yang melakukan perbuatan tersebut dapat dipersalahkan atas perbuatan tersebut. .69 . Dalam hukum pidana dikenal suatu asas penting yaitu tiada kesalahan tanpa kesalahan atau tiada pidana tanpa kesalahan, atau keine strafe ohne schuld atau actus non facit reum nisi mens sir rea. Dengan asas ini diperoleh penjelasan bahwa belum tentu ada pertanggungjawaban pidana yang mengikuti suatu tindak pidana yang telah terjadi.
Asas ini (geen straf zonder schuld) menjelaskan bahwa adanya suatu tindak pidana belum tentu diikuti dengan pidana bagi pelakunya, karena tindak pidana tersebut hanya mengacu pada perbuatan yang dilarang secara aktif atau akibat yang dilarang secara pasif. pelaku pelanggaran diancam pidana, dan orang tersebut dipidana apabila terbukti melakukan perbuatan yang dilarang undang-undang dengan sengaja atau karena kelalaiannya. 71 Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Pidana Lingkungan, PT. b) Apabila pelaku dapat menentukan kemauannya terhadap perbuatannya. Perencanaan adalah suatu kesengajaan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh undang-undang.
Yang dimaksud dengan dikehendaki atau diketahui adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harus menginginkan (menghendaki) perbuatan itu dan harus menyadari atau memahami (mengetahui) akibat dari perbuatan itu.72. Dalam bentuk ini disengaja, karena orang yang melakukan perbuatan itu bermaksud untuk mencapai suatu akibat tertentu, maka ia harus mengetahui atau yakin sekali bahwa dengan perbuatannya itu, selain akibat yang diinginkan (disengaja sebagai kesengajaan) akan terjadi akibat lain. . Intensionalitas di sini diarahkan pada perbuatan itu, atau pada akibat perbuatan itu, atau pada unsur-unsur lain dari norma pidana yang bersangkutan.
Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi
Kalaupun tidak menginginkan akibat, perbuatan itu tetap dilakukan, sehingga orang tersebut harus menanggung risiko yang mungkin timbul. Tanggung jawab pidana diperluas kepada mereka yang memberi perintah atau pengurus suatu badan hukum yang bukan pelaku tindak pidana secara fisik (fysieke daderschaps). Hal ini memberikan ruang yang lebih luas bagi penerapan asas geen straf zonder schuld, karena kesalahan individu yang dilakukan oleh pengelola atau pengurus perusahaan yang memberi perintah atau menjadi pengambil kebijakan suatu badan hukum atau melaksanakan perintah (pelaku alam) dianggap berasal dari kesalahan pihak tersebut. perusahaan. .
Selain itu, pihak-pihak yang dianggap mewakili korporasi adalah mereka yang menjalankan tanggung jawab pokok dalam korporasi, meskipun orang tersebut tidak secara tegas disebut sebagai direktur atau pengurus suatu korporasi, namun dengan bukti lebih lanjut nampaknya yang bersangkutan juga mempunyai wewenang untuk mengarahkan pikiran dan kehendak korporasi, sehingga segala pengetahuan dan tindakan dapat dianggap sebagai pengetahuan dan tindakan korporasi.
Kebijakan Hukum Pidana
Landasan Hukum Yang Melarang Pembakaran Hutan dan Lahan Dalam rangka untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia sebagai
Salah satu wujud eksistensi negara dalam perlindungan hutan dan lahan adalah dengan adanya larangan pembakaran hutan dan lahan, hal ini terlihat pada beberapa undang-undang yang mengaturnya sebagai berikut :.
Dasar Hukum Nasional
Untuk memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat, pada prinsipnya seluruh hutan dan kawasan hutan dapat dimanfaatkan dengan memperhatikan sifat, sifat, dan kerentanannya serta mengubah fungsi pokoknya (konservasi, lindung, dan produksi). fungsi) tidak diperbolehkan. Berkaitan dengan menjaga kelangsungan fungsi dasar hutan dan kondisi hutan, upaya restorasi dan reklamasi hutan dan tanah juga dilakukan dengan tujuan untuk memulihkan kualitas hutan dan kesejahteraan masyarakat. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah memperkuat prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berbasis tata kelola yang baik dengan mewajibkan integrasi aspek transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan keadilan.
Wujud tata kelola yang baik dimulai dari proses perumusan dan pelaksanaan instrumen pencegahan dan penegakan hukum terhadap kerusakan lingkungan hidup 83. Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan prinsip tanggung jawab negara, prinsip keberlanjutan dan prinsip kelestarian lingkungan hidup. keadilan. Selain itu, pengelolaan lingkungan hidup harus mampu memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan budaya berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi lingkungan hidup, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal dan lingkungan hidup.
Oleh karena itu, kebijakan, rencana dan/atau program pembangunan harus dijiwai dengan kewajiban untuk melindungi lingkungan hidup dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Undang-undang ini mewajibkan pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) untuk memastikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi landasan dan terintegrasi dalam pembangunan suatu daerah. Penegakan hukum pidana diharapkan dapat memberikan efek jera dan juga meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan akan betapa pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bagi kehidupan generasi sekarang dan mendatang.
Tahun 1982 Tentang Ketentuan Pokok Lingkungan Hidup, dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Lingkungan Hidup memuat konsep dan prinsip yang sama dengan Deklarasi Stockholm tahun 1972. a) Deklarasi Rio tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan (Deklarasi Rio 1992). Deklarasi Rio dilaksanakan pada tanggal 3 – 14 Juni 1992 di Rio De Janeiro, Brazil.Deklarasi Rio dibuat untuk menangani permasalahan lingkungan hidup global yang banyak dibicarakan di seluruh dunia. Deklarasi Rio terdiri dari pembukaan dan 27 prinsip yang dianggap sebagai hukum internasional dalam pembangunan berkelanjutan, yang dianggap sebagai konsep yang lebih spesifik dan tepat dibandingkan prinsip-prinsip yang sudah ada.
Deklarasi Rio memuat prinsip-prinsip yang dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu hukum, politik, ekonomi, dan kebijakan publik. Kerja sama pertama di bidang hukum lingkungan hidup antar negara ASEAN bertujuan untuk menjamin perlindungan lingkungan hidup dan kelestarian sumber daya alam ASEAN. Perjanjian ini juga melarang pembakaran di kawasan hutan dan lahan sebagai penyebab pencemaran asap.
Kesepakatan ASEAN dalam perjanjian tersebut adalah untuk mengatasi permasalahan pencemaran asap yang terjadi sejak tahun 1982. Dalam perjanjian ini, mitigasi kebakaran hutan dan lahan harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan melalui upaya nasional yang disetujui dan kerja sama regional dan internasional yang intensif. Secara politis, Indonesia sebenarnya sudah menunjukkan komitmennya dalam memerangi kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan polusi asap, meski masih banyak kekurangan dalam implementasinya.
Kebakaran Hutan dan Lahan
- Selayang Pandang Tentang Provinsi Kalimantan Tengah
- Definisi Kebakaran Hutan dan Lahan
- Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan
- Faktor Penyebab Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan dan lahan adalah peristiwa terbakarnya hutan dan/atau tanah secara alami atau karena ulah manusia sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan politik. Kebakaran hutan atau kebakaran gambut adalah kebakaran permukaan yang mana api tersebut membakar bahan bakar yang ada di atas permukaan seperti semak belukar, pepohonan, kemudian api menyebar secara perlahan dan tidak merata di bawah permukaan (kebakaran tanah), membakar material organik melalui pori-pori gambut dan menembus permukaan tanah. akar semak atau pohon. yang bagian atasnya terbakar. 93 Bagus Ary Wibowo, Strategi Pengendalian Kebakaran Hutan di Taman Nasional, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor, 2008, hal.
Kebakaran permukaan memakan bahan bakar yang terdapat di lantai atau permukaan hutan berupa serasah, ranting tumbang, batang kayu yang tergeletak di lantai hutan, semak belukar, dan sebagainya di bawah kanopi pohon dan di permukaan tanah (Surface Fuels). Oleh karena itu, akibat kebakaran hutan dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu kerugian ekologis, ekonomi, dan sosial: 95. Kebakaran hutan mengganggu lima proses ekologi hutan, yaitu suksesi alami, proses produksi dan dekomposisi bahan organik, siklus hara, proses hidrologis, dan proses dekomposisi bahan organik. siklus dan pembentukan tanah.
95 Ina Lidiawati, dikutip dari Popi Tuhulele, Kebakaran Hutan di Indonesia dan Proses Penegakan Hukum Sebagai Komitmen Mengatasi Dampak Perubahan Iklim, Jurnal Supremasi Hukum, Vol. Dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap kesejahteraan pedesaan, termasuk penghidupan dan perdamaian masyarakat lokal. Kebakaran hutan terjadi karena beberapa faktor yaitu penyebab manusia dan faktor alam itu sendiri.
Bentuk penggunaan lahan yang rentan terhadap kebakaran mencakup bekas konsesi hutan dan kawasan yang terdapat alang-alang. 97 Bambang Hero Saharjo, dikutip dalam Popi Tuhulele, Kebakaran Hutan di Indonesia dan Proses Penegakan Hukum Sebagai Komitmen Mengatasi Dampak Perubahan Iklim”, Jurnal Supremasi Hukum, Vol.