JURNAL ILMIAH PERIKANAN DAN KELAUTAN JIPK
JIPK. Volume 11. No 1. April 2019 DOI=10.20473/jipk.v11i1.11911
Available online at https://e-journal.unair.ac.id/JIPK/index
Research Article
Fortifikasi Kalsium dan Fosfor pada Crackers dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Calcium and Phosfor Fortification of Crackers by Using Milkfish Bone (Chanos chanos)
Mohammad Fadnan Akhmadi1, Imra1*, Diana Maulianawati2
1Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Borneo Tarakan
2Program Studi Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Borneo Tarakan,
ARTICLE INFO
Received: February 10, 2019 Accepted: March 19, 2019
*) Corresponding author:
E-mail: [email protected] Kata Kunci:
Bandeng, Fosfor, Kalsium, Prok- simat, Cracker, Tepung Tulang Keywords:
Milkfish, Phosphorus, Calcium, Proximate, Bone Flour
Abstrak
Kalsium dan fosfor merupakan unsur yang penting yang dibutuhkan untuk perkemban- gan dan pertumbuhan. Tulang bandeng diketahui memiliki kandungan kalsium dan fos- for yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui proksimat dan kandungan kalsium dan fosfor pada crackers yang difortifikasi dengan tepung tulang ikan bandeng.
Fortifikasi crackers tepung tulang ikan bandeng menggunakan 4 perlakuan yakni pres- to, kukus, segar dan kontrol. Analisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, lemak, protein dan karbohidrat menggunakan metode AOAC (2005) dan analisis kandungan fosfor dan kalsium menggunakan metode AAS. Kandungan kalsium dan fosfor crak- ers tepung tulang masing-masing berkisar 88916-119730 mg/kg dan 2,2 mg/kg - 7,4 mg/kg. Nilai proksimat meliputi kadar air 12,26 – 14,42%, kadar abu 16,12 – 21,67%, protein 0,626 – 7,304%, lemak 4,0 – 4,8% dan karbohidrat 37,64 – 41,88%. Fortifikasi tepung tulang bandeng meningkatkan nilai proksimat, kalsium, dan fosfor pada crackers
Abstract
Calcium and phosphorus are important elements needed for development and growth.
Milkfish is known to have high calcium and phosphorus content. The aim of study was to determine the proximate, and the content of calcium and phosphorus in crackers fortification with milkfish bone flour. Cracker fortification with milkfish bone flour consists of four treatments were presto, steamed, fresh and control. Proximate analysis includes water, ash, fat, protein and carbohydrates using the method (AOAC 2005) and analysis of phosphorus and calcium content using the AAS method. Calcium and phosphorus content bone flour crackers range respectively 88916-119730 mg/kg and 2.2 mg/kg – 7.4 mg/kg.
Moisture content 12.26 – 14.42%, ash content 16.12 – 21.67%, protein 0.626- 7.304%, fat 4.0 – 4.8% and carbohydrates 37.64 – 41.88%. Fortification of milkfish flour increases the proximate, calcium, and phosphorus value in crackers.
Cite this as: M. Fadnan A., Imra., & Diana, M. (2019). Fortifikasi Kalsium dan Fosfor pada Crackers dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Bandeng (Chanos chanos). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 11(1):49-54. http://doi.org/10.20473/jipk.v11i1.11911
Fadnan et al., / JIPK, 11(1): 49-54
1. Pendahuluan
Bandeng merupakan salah satu komoditas perikanan unggul untuk memenuhi kebutuhan gizi dengan harga yang relatif murah dan digemari masyarakat Indonesia. Zat gizi yang terkandung dalam ikan bandeng diantaranya protein, lemak, vitamin dan mineral. Kandungan protein ikan bandeng berkisar 20-24%, asam amino glutamat 1,39%, asam lemak tidak jenuh 31-32% dan memiliki kandungan mineral makro dan mikro yakni Ca, Mg, Na, K, Fe, Zn, Cu dan Mn (Hafiludin, 2015). Umumnya, ikan bandeng dikonsumsi dalam banyak bentuk produk olahan dimana salah satu olahan yang banyak diminati dan merupakan prospek usaha yakni bandeng tanpa duri (Batari).
Batari sangat diminati dan menjadi peluang usaha perikanan yang menjanjikan, karena masyarakat lebih bisa menikmati ikan bandeng tanpa khawatir tulang duri yang terdapat pada bandeng.
Tarakan merupakan Kota di Kalimantan Utara yang memiliki produksi budidaya ikan bandeng cukup tinggi pada tahun 2013 sebesar 5.400 ton dan peluang untuk dikembangkan sebagai industri batari. Di Kota Tarakan, terdapat 15 industri batari dengan produksi 100-150 kg/perhari per industri. (Kantor Pelayanan dan Perizinan Kota Tarakan, 2018).
Industri batari menghasilkan limbah yang cukup banyak. Limbah yang dihasilkan sekitar 30 kg/hari dan pada umumnya limbah tulang ini hanya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). Hal tersebut tentunya semakin lama akan menimbulkan dampak pencemaran lingkungan dan akan merugikan bagi masyarakat sekitar. Limbah industri batari dapat berupa limbah cair serta limbah padat dalam bentuk jeroan, tulang, dan duri. Tulang merupakan komponen dari ikan yang diketahui memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang cukup tinggi. Kadar kalsium pada tulang ikan bandeng sebesar 39,24% (Trilaksani, 2006), sehingga limbah tulang duri berpeluang untuk dimanfaatkan menjadi bahan pakan dan pangan berkalsium tinggi.
Crackers atau biskuit merupakan jenis pangan olahan yang sangat diminati oleh berbagai kalangan usia. Crackers biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan atau saat sarapan. Crackers memiliki kandungan karbohidrat dan gula sederhana yang cukup tinggi, namun kandungan kalsium dari beberapa jenis produk crackers yang beredar di pasaran sangat rendah, tercatat kandungan kalsium dari crackers yang diperjual belikan saat ini hanya
dapat memenuhi 5-8% AKG kalsium per takaran saji. Bahan utama crackers adalah tepung terigu yang berasal dari gandum, sehingga menyebabkan crackers mengandung karbohidrat yang tinggi dan rendah kalsium.
Fortifikasi suatu bahan pangan dengan cara penambahan atau substitusi bahan yang mengandung kalsium diharapkan dapat mengatasi rendahnya kandungan kalsium pada crackers. Pada penelitian ini untuk membuktikan bahwa penambahan atau substitusi bahan dasar tepung terigu dengan tepung tulang ikan bandeng (Channos channos) yang kaya kalsium dapat meningkatkan kandungan kalsium pada crackers. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan proksimat serta kalsium dan fosfor crackers dengan fortifikasi tepung tulang ikan bandeng.
2. Material dan Metode
2.1 Material
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah tulang duri bandeng yang diperoleh dari industri batari yang ada di Kota Tarakan (Gambar 1). Alat yang digunakan meliputi Macro Kjeldahl (Gerhardt 10-0035), Classic Soxhlet Apparatus (Gerhardt), Oven (Memert), Chamber Furnace (FALC Italia), presto preasure (Oxone OX-1110), steamer (Oxone).
Gambar 1. Limbah tulang bandeng tanpa duri
2.2 Pembuatan Tepung Tulang
Limbah tulang bandeng tanpa duri yang telah dikumpulkan kemudian dicuci bersih dan direbus selama 30 menit untuk menghilangkan lemak dan sisa daging yang menempel. Proses selanjutnya, dilakukan dengan
tiga perlakuan yakni metode kukus, presto dan perlakuan sampel segar (tanpa presto maupun pengukusan) (Modifikasi metode Dwiyitno, 1995). Metode presto yaitu dengan melakukan perebusan sampel tulang dan metode kukus dengan pengukusan masing-masing 250 g selama 2 jam. Untuk perlakuan sampel segar setelah proses perebusan langung dilakukan dengan proses perendaman dengan NaOH 1,5N selama 2 jam suhu 60oC bersamaan dengan sampel presto dan kukus.
Proses selanjutnya, dilakukan pencucian menggunakan kain saring dengan air mengalir. Sampel yang telah dicuci kemudian dikeringkan suhu 65oC selama 48 jam.
Tulang yang telah kering kemudian dihaluskan, diayak lalu ditimbang untuk mendapat rendemen tepung tulang.
2.3 Pembuatan Cracker Tepung Tulang
Crackers dibuat dengan mengacu metode Artama (2003) yang dimodifikasi. Tepung tulang ikan bandeng dicampurkan dengan bahan tepung terigu, margarin, garam, susu, gula, soda kue dan air dingin.
Tepung tulang ditambahkan sebesar 10% menggantikan tepung terigu. Bahan-bahan yang telah dicampur diaduk hingga kalis. Selanjutnya adonan dicetak dan dilakukan pemanggangan pada suhu 200oC selama 10 menit.
2.4 Analisis Proksimat
Tepung tulang limbah bandeng tanpa duri yang telah dibuat kemudian dilakukan analisis proksimat yang meliputi: pengujian kadar air, kadar abu, kadar lemak, protein dan karbohidrat (AOAC 2005), dan pengujian mineral meliputi kalsium dan fosfor (Ratnawati et al., 2014).
2.5 Pengujian Kadar Kalsium
Penetapan kadar kalsium dilakukan dengan mengukur sampel yang sudah didestruksi secara basah menggunakan Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS) pada panjang gelombang 420 nm. Kandungan kalsium diuji mengacu metode (Ratnawati et al., 2014) yang dimodifikasi. Analisis kadar kalsium sampel dilakukan dengan menimbang 0,1 gram sampel halus dan dipindahkan ke dalam labu Kjeldahl volume 100 ml. Destruksi sampel dilakukan dengan penambahan 15 ml asam klorida (HCl). Larutan didestruksi sampai berwarna jernih kemudian didinginkan. Volume hasil penyaringan ditera hingga 100 ml dan siap diukur pada AAS (Ratnawati et al., 2014).
2.6 Pengujian Kadar Fosfor
Kandungan fosfor dideteksi menggunakan spektrofotometer U-VIS, dimana metode uji mengacu
(Ratnawati et al., 2014) yang dimodifikasi. Sampel ditimbang sebanyak 5 g ditambahkan 20 ml HNO3 pekat, kemudian dididihkan selama 5 menit dan didinginkan, lalu ditambahkan 5 ml asam sulfat (H2SO4) pekat.
Larutan dipanaskan dan disempurnakan (digestion) dengan penambahan HNO3 setetes demi setetes sampai larutan tidak berwarna, dilanjutkan dengan pemanasan hingga timbul asap putih dan didinginkan. Ke dalam gelas piala ditambahkan 15 ml akuades dan dididihkan kembali selama 10 menit. Sebanyak 10 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml.
Kemudian di dalam labu takar ditambahkan 40 ml akuades dan 25 ml pereaksi vanadatmolibdat dan diencerkan sampai tanda tera. Nilai absorbans larutan t e r s e b u t diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm (Ratnawati et al., 2014).
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Kandungan Proksimat Formulasi Crackers
Crackers dibuat dari formulasi tepung tulang ikan bandeng dengan empat perlakuan yakni presto, kukus, segar dan kontrol (tanpa penambahan tepung tulang) (Gambar 2). Hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 1.
Hasil uji proksimat menunjukkan bahwa kadar protein crackers tepung tulang ikan berkisar antara 2,29 -7,30% (Tabel 1). Kadar protein terendah diperoleh pada kontrol yaitu tanpa penambahan tepung tulang, sedangkan kadar protein tertinggi diperoleh pada penambahan tepung tulang dengan perlakuan kukus.
Hasil analisis menunjukkan perlakuan penambahan tepung tulang ikan dapat meningkatkan kadar protein crackers yang dihasilkan dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Putra et al., (2015) menyatakan proses pembuatan tepung dari tulang ikan masih mengandung kadar protein karena deproteinase yang tidak sempurna.
Tabel 1 menunjukan kadar lemak pada crakers tepung tulang ikan berkisar antara 4,0% - 4,8%. Crackers pada perlakuan kontrol yaitu tanpa penambahan tepung tulang ikan memiliki kadar lemak terendah, sedangkan kadar lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan presto dan segar. Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung tulang ikan dapat meningkatkan kadar lemak dalam crackers yang dihasilkan.
Kandungan lemak dalam crackers yang masih cukup tinggi, dapat dipengaruhi oleh proses pengolahan tepung tulang ikan, yaitu waktu perebusan tulang kurang lama serta suhu yang kurang terkontrol pada saat proses pembuatan tepung tulang, dan juga penggunaan
Fadnan et al., / JIPK, 11(1): 49-54
margarin pada proses pembuatan crackers. Margarine diketahui memiliki kandungan lemak yang tinggi. Nabil (2005) menyatakan bahwa proses pemanasan yang sesuai pada pengolahan akan meghilangkan kandungan lemak dalam bahan.
Sampel Kadar air
(%) Kadar abu
(%) Protein
(%) Lemak (%) Karbohidrat (%)
Presto 14,42 16,18 6,12 4,80 40,65
Kukus 14,21 19,33 7,30 4,20 37,64
Segar 14,23 2,67 2,29 4,80 39,14
Kontrol 12,26 16,12 0,63 4,00 41,88
Gambar 2. Tepung dan crackers dari tulang ikan bandeng
Kadar air crackers pada setiap perlakuan penambahan tepung tulang ikan berkisar antara 14,21- 14,42% (Tabel 1). Kandungan kadar air yang rendah dari biskuit memiliki pengaruh yang baik terhadap suatu produk, semakin rendah kadar air maka produk tidak mudah rusak sehingga meningkatkan masa simpan (Musa dan Lawal, 2013). Kadar air terendah diperoleh dari crackers dengan perlakuan tanpa penambahan tepung tulang, sedangkan kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan presto. Kadar air yang tinggi pada perlakuan presto karena pada proses pengolahan dengan cara presto masih membutuhkan air untuk menghancurkan dan mendapatkan tulang ikan yang lebih lunak, sehingga
seluruh tulang ikanharus terendam. Tepung tulang ikan bandeng dengan pengolahan presto memiliki kapasitas hidroskopis yang lebih tinggi (Abeshu and Abhra, 2017). Kandungan air tepung ikan bandeng dengan cara presto atau kukus tidak berbeda signifikan, hal ini sesuai
dengan pendapat Cano-estrada et al., (2017) bahwa pada proses kukus dan presto kandungan air pada ikan lebih dari 60%.
Kadar abu pada tepung tulang ikan berkisar antara 16,18-21,67%. Nilai kadar abu terendah diperoleh pada crackers dengan perlakuan tanpa penambahan tepung tulang ikan, sedangkan nilai rata-rata kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan penambahan tepung tulang segar. Kandungan kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang cukup tinggi dalam suatu bahan pangan, semakin tinggi nilai kadar abu maka semakin tinggi mineral yang dihasilkan (Musa dan Lawal, 2013).
Kandungan kadar abu dengan perlakuan penambahan tepung tulang menunjukkan nilai kadar abu yang cukup tinggi, maka dapat disimpulkan crackers yang dihasilkan dengan penambahan tulang ikan memiliki mineral yang tinggi. Hal ini dikarenakan tulang ikan mengandung mineral yang cukup tinggi, meliputi kalsium dan fosfor. Bagian utama tepung ulang 75%
mengandung kadar abu (Hemung, 2013). Unsur utama dari tulang ikan terdiri dari kalsium, sodium, stronsium, fitat, klorida, hidroksid, dan sulfat.
Kadar karbohidrat pada crackers tulang ikan bandeng berkisar antara 37,64-41,88%. Kadar karbohidrat terendah diperoleh pada perlakuan penambahan tepung tulang kukus, sedangkan kadar karbohidrat tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa penambahan tepung tulang. Kadar karbohidrat pada kontrol cukup tinggi diduga karena perlakuan kontrol tanpa penambahan tepung tulang. Pembuatan crakers dibuat dengan menggunakan tepung terigu dalam jumlah yang besar. Tepung terigu mengandung gula atau karbohidrat yang cukup tinggi. Berkurangnya jumlah Tabel 1. Nilai proksimat crackers dari tepung tulang limbah bandeng tanpa duri
tepung terigu yang merupakan sumber pati dengan kadar karbohidrat tertinggi seiring banyaknya tepung tulang yang ditambahkan, sehingga makin tinggi tepung tulang yang ditambahkan ke dalam adonan, maka kandungan karbohidratnya semakin rendah (Putra et al. 2015).
Perlakuan Kadar kalsium (mg/kg) Kadar fosfor
Presto 19574,00 7,40
Kukus 4452,00 5,10
Segar 2159,40 2,20
Kontrol 855,85 0,4
3.2 Kandungan Kalsium Crackers
Hasil analisis kalsium menggunakan AAS menunjukkan kadar kalsium yang diperoleh pada setiap perlakuan penambahan tepung tulang berkisar antara 4452-19574 mg/kg. Perlakuan tanpa penambahan tepung tulang ikan, memiliki kadar kalsium terendah yaitu sebesar 855.85 mg/kg, Perlakuan penambahan tepung tulan ikan dengan cara pengolahan presto memiliki kadar kalsium tertinggi sebesar 19574 mg/kg (Tabel 2).
Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung tulang ikan dengan konsentrasi tertentu, dapat meningkatkan kadar kadar kalsium crackers yang dihasilkan. Pada penelitian ini, kadar kalsium meningkat seiring dengan penambahan tepung tulang ikan. Hal ini diduga karena tepung tulang ikan bandeng merupakan sumber mineral tertinggi pada bahan baku pembuatan crackers. Fortifikasi crackers dengan tepung tulang ikan bandeng juga menghasilkan kadar kalsium yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan fortifikasi menggunakan daun Moringa oliefera dan Ipomea batatas, tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan tepung ikan lemuru (Sardinela longiceps) (Owusu et al., 2011; Kustiani et al., 2017;
Artama, 2003). Putra et al., (2015) menyatakan bahwa tulang ikan mengandung mineral kalsium sehingga mempengaruhi nilai kalsium suatu produk yang dibuat dengan tepung tulang ikan.
3.3 Kandungan Fosfor Crackers
Fosfor merupakan mineral penting yang dibutuhkan oleh tubuh. Fosfor berfungsi sebagai penyusun struktur gigi dan tulang yakni pengendapan fosfor pada matriks tulang dengan jumlah kedua
terbanyak setelah kalsium (Andriany, 2008). Hasil uji menunjukkan bahwa kandungan fosfor dalam crackers pada setiap perlakuan baik kontrol dan dengan penambahan tepung tulang ikan bandeng berkisar antara 2,2 - 7,4 mg/kg. Kadar fosfor terendah diperoleh pada
perlakuan kontrol yaitu tanpa penambahan tepung tulang ikan sebesar 0,4 mg/kg. Crackers dengan penambahan tepung tulang ikan dengan pengolahan secara presto memiliki kadar fosfor tertinggi sebesar 7,4 mg/kg (Tabel 2).
Perbedaan kandungan fosfor pada setiap perlakuan menunjukkan bahwa crackers yang difortifikasi dengan tepung tulang ikan memiliki kandungan fosfor lebih tinggi dibandingkan dengan crackers tanpa penambahan tepung tulang ikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan tepung tulang ikan berpengaruh terhadap kadar fosfor crackers yang dihasilkan. Hal ini diduga karena tepung tulang ikan bandeng merupakan sumber mineral kalsium dan fosfor pada bahan baku crackers.
Kandungan fosfor pada cracker tepung tulang diketahui lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Hapsoro et al., (2017) yang menunjukkan kandungan fosfor 1,08%
pada produk cokies yang diformulasi dengan tepung cangkang rajungan.
4. Kesimpulan
Fortifikasi tepung tulang bandeng dari limbah baduri dapat meningkatkan nilai kandungan kalsium, fosfor, dan proksimat terutama protein pada crackers dibandingkan kontrol. Penggunaan tepung tulang ikan bandeng dapat dijadikan sebagai salah satu bahan alternatif untuk fortifikasi pangan, sehingga dapat meningkatkan nilai gizi dari produk yang dihasilkan.
Daftar Pustaka
[AOAC] Association of Official Analytical and chemist.
(2005). Official Methods of Analysis. Virginia:
Inc. Arlingkton.
Abesu, Y., & Abrha, E. (2017). Evaluation of proxi- mate and mineral composition profile for dif- Tabel 2. Kandungan kalsium dan fosfor sampel crackers
Fadnan et al., / JIPK, 11(1): 49-54
ferent food barley varieties grown in central highlands of Ethiopia. World Journal of Food Science and Technology, 1(3): 97-100.
Andriany, P. (2008). Nutrisi pada pertumbuhan gigi pra-erupsi. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 8 (1): 57-60
Artama, T. (2003). Pembuatan crackers dengan penam- bahan tepung ikan lemuru (Sardinella longi- ceps). Jurnal Matematika, Sains dan Teknologi, 4(1): 13-23.
Cano-Estrada, A., Castaneda-Ovando, A., Ramirez-Go- dinez, J., & Contreras-Lopez, E. (2017). Prox- imate and fatty acid composition in raw and cooked muscle tissue of farmed rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) Fe with commercial fishmeal. Journal of Food and Preservation, 42(8):1-9.
Dwiyitno. (1995). Pengaruh Metode Pengolahan dan Jenis Ikan terhadap Kualitas Tepung Ikan un- tuk Pangan. Skripsi yang tidak dipublikasikan.
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Hafiludin, H. (2015). Analisis kandungan gizi pada ikan bandeng yang berasal dari habitat yang berbe- da. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Ma- rine Science and Technology, 8(1): 37-43.
Hapsoro, M. T., Dewi, E. N., & Amalia, U. (2017).
Pengaruh penambahan tepung cangkang Ra- jungaan (Portunus pelagicus) dalam pembua- tan cookies kaya kalsium. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan 6(3): 20-27 Hemung, B. (2013). Properties of Tilapia bone powder
and Its calcium bioavailability based on trans- glutaminase assay. International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics, 3(4):306-309.
KPPT Kota Tarakan. (2018). Kantor Pelayanan dan Per- izinan Kota Tarakan. Diakses Oktober 2018, dari http://www.kppttarakan.id/.
Kusharto, C. M., & Damayanthi, E. (2017). Pengem- bangan crackers sumber protein dan mineral dengan penambahan tepung daun kelor (Morin- ga oleifera) dan tepung badan-kepala ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Nutri-Sains: Jur- nal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, 1(1): 22-38.
Musa, A., & Lawal, T. (2013). Proximate composition of ten types of biscuits and their susceptibility to tribolium castaneum herbst (Tenebrionidae:
Bostrichidae) in Nigeria. Food Sci Quality Management, 14: 33-40.
Nabil, M. (2005). Pemanfaatan limbah tulang ikan tuna (Thunnus sp.) sebagai sumber kalsium dengan metode hidrolisis protein. Buletin Teknologi Hasil Perikanan, 9 (2): 34-45.
Owusu, D., Oduro, I., & Ellis, W. O. (2011). Develop- ment of crackers from cassava and sweetpota- to flours using Moringa oleifera and Ipomoea batatas leaves as fortificant. American Journal of Food and Nutrition, 1(3):114-122.
Putra, M. R. A., Nopianti, R., & Herpandi. (2015). For- tifikasi tepung tulang ikan gabus (Channa stria- ta) pada kerupuk sebagai sumber kalsium. Jur- nal Teknologi Hasil Perikanan, 4(2):128 -139.
Ratnawati, S. E., Tri, W. A., & Johannes, H. (2014).
Penilaian hedonic dan perilaku konsumen ter- hadap snack yang difortifikasi tepung cang- kang kerang simping (Amusium sp.). Jurnal Perikanan, 15(2): 88-103.
Trilaksani, W., Salamah, E., & Nabil, M. (2006). Pe- manfaatan limbah tulang ikan tuna (Thunnus sp.) sebagai sumber kalsium dengan metode hidrolisis protein. Buletin Teknologi Hasil Peri- kanan, 9(2): 34-45.