• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus Albacares) sebagai Suplemen dalam Pembuatan Biskuit (Crackers)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus Albacares) sebagai Suplemen dalam Pembuatan Biskuit (Crackers)"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS)

Oleh :

Nurul Maulida

C34101045

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2005

(2)

NURUL MAULIDA (C34101045). Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Suplemen dalam Pembuatan Biskuit (Crackers). Dibimbing Oleh DJOKO POERNOMO dan

KOMARIAH TAMPUBOLON.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali potensi pemanfaatan limbah tulang ikan madidihang dalam pembuatan tepung tulang, mengetahui pengaruh penambahan tepung tulang ikan madidihang dalam pembuatan biskuit (crackers), menganalisa sifat fisik, kimia dan sensori serta mengetahui penerimaan panelis terhadap biskuit (crackers) yang telah diberi tepung tulang ikan madidihang.

Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan tepung tulang ikan madidihang yang direndam dalam larutan jeruk nipis, dengan perlakuan lama waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis yaitu 0, 2, 4, dan 6 jam dengan konsentrasi larutan jeruk nipis 1 : 9 (125 ml : 1125 ml). Tepung tulang yang diperoleh dilakukan uji sensori dan dipilih tepung tulang dengan perlakuan terbaik untuk dijadikan suplemen dalam pembuatan biskuit (crackers). Sedangkan penelitian utama dilakukan pembuatan biskuit (crackers) dengan perlakuan penambahan tepung tulang dengan konsentrasi 0, 10, 20, dan 30 % dari tepung terigu.

Hasil uji sensori pada penelitian pendahuluan diperoleh tepung tulang ikan madidihang terbaik dengan perlakuan perendaman larutan jeruk nipis 6 jam. Rendemen tepung tulang yang diperoleh adalah 65,8 %. Derajat putih berkisar

antara 64,87-76,08 %. Kadar air dan kadar abu hasil analisis berkisar antara 2,55-3,51 % dan 65.61-67.94 %. Kadar protein berkisar antara 16,60-17,51 %.

Kadar lemak berkisar antara 3,51-6,26 %. Kadar kalsium berkisar antara 2,42-2,53 %.

Hasil uji sensori pada penelitian utama adalah panelis menyukai biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 %. Kadar air dan kadar abu hasil analisis berkisar antara 0,74-2,55 % dan 2,37-19,74 %. Kadar protein berkisar antara 9,67-11,09 %. Kadar lemak berkisar antara 13,50-17,24 %. Kadar kalsium berkisar antara 0,00-7,42 %. Kadar karbohidrat berkisar antara 51,19-71,91 %. Kadar serat kasar berkisar antara 1,96-5,04 %. Nilai pH berkisar antara 5,52-5,56. Tingkat kekerasan berkisar antara 5,27-13,76 mm/detik/gr. Kandungan energi yang terkandung dalam biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang berkisar antara 404,28-447,80 kal.

(3)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Nurul Maulida

C34101045

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(4)

Nama : Nurul Maulida

NRP : C34101045

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Djoko Poernomo, B.Sc Ir. Hj. Komariah Tampubolon, MS

NIP. 131 288 097 NIP. 130 355 555

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi

NIP. 130 805 031

(5)

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 Desember 1982 sebagai anak ke sembilan dari pasangan Bapak Raden Mohammad Sulaeman dan Ibu Marhaeni. Penulis menjalankan pendidikan di SMU Negeri 6 Bogor pada tahun 1998 hingga tamat tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan di terima pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjalani aktivitas studi di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2003 dan pelatihan HACCP tahun 2004.

(6)

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya, sehingga penulis tetap diberi kekuatan dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Suplemen dalam

Pembuatan Biskuit (Crackers). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Ibu Ir. Hj. Komariah Tampubolon, MS selaku dosen pembimbing yang telah sangat membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Bapak Ir. Heru Sumaryanto, M.Si dan Ibu Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji tamu dalam sidang penulis yang telah memberikan saran dan kritiknya.

3. Ayah dan Ibunda tercinta atas doa, cinta, kasih sayang, dorongan dan semangat untuk penulis selama menjalani studi di IPB.

4. Untuk kakak-kakakku yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat kepada penulis.

5. Teman-teman THP 38, atas kerjasama dan kebersamaan yang indah selama ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih belum sempurna, karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2005

(7)

v

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... xi

1. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1 Deskripsi Ikan Madidihang ... 3

2.2 Limbah Hasil Perikanan ... 4

2.3 Tepung Ikan... 5

2.4 Tepung Tulang Ikan Madidihang ... 6

2.5 Kalsium ... 7

2.6 Biskuit (Crackers)... 9

2.7 Bahan Dasar (tepung terigu)... 9

2.8 Bahan Tambahan ... 10

2.8.1 Lemak ... 10

2.8.2 Air... 11

2.8.3 Garam ... 11

2.8.4 Ragi... 11

2.8.5 Gula ... 11

2.9 Proses Pembuatan Biskuit (Crackers)... 12

2.10 Jeruk Nipis... 13

3. METODOLOGI PENELITIAN... 14

3.1 Waktu dan Tempat ... 14

3.2 Bahan dan Alat ... 14

3.2.1 Bahan... 14

3.2.2 Alat ... 14

3.3 Metode Penelitian... 15

3.3.1 Penelitian pendahuluan... 15

(8)

vi

3.4.2.2 Derajat putih tepung tulang ikan madidihang... 23

3.4.2.3 Kekerasan ... 23

3.5 Rancangan Percobaan... 24

4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 26

4.1 Penelitian Pendahuluan ... 26

4.1.1 Rendemen ... 26

4.1.2 Derajat putih ... 26

4.1.3 Uji sensori tepung tulang ikan madidihang ... 27

4.1.3.1 Aroma ... 28

4.1.3.2 Warna ... 29

4.1.4. Analisis kimia tepung tulang ikan madidihang ... 31

4.1.4.1 Kadar air ... 31

(9)

vii

4.2.2.5 Kadar karbohidrat ... 51

4.2.2.6 Kadar kalsium... 52

4.2.2.7 Kadar serat kasar ... 53

4.2.2.8 pH ... 54

4.2.3 Tingkat kekerasan biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang ... 55

4.2.4 Kandungan energi biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang ... 56

4.2.5 Kontribusi biskuit (crackers) terhadap kecukupan kalsium ... 57

4.2.6 Penentuan harga produk ... 58

4.2.6.1 Harga tepung tulang ikan madidihang... 59

4.2.6.2 Harga biskuit (crackers) ... 59

5. KESIMPULAN... 60

5.1 Kesimpulan... 60

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA... 61

(10)

viii

Nomor Halaman

1. Kandungan nutrisi dalam tepung ikan ... 5

2. Daftar kebutuhan kalsium... 8

3. Syarat mutu biskuit (crackers) (SNI 01-2973-1992)... 9

4. Formulasi bahan biskuit (crackers)... 12

5. Komposisi biskuit(crackers) dengan berbagai campuran bahan ... 17

6. Nilai rata-rata hasil uji sensori tepung tulang ikan madidihang ... 28

7. Nilai rata-rata hasil uji sensori terhadap biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang pada berbagai tingkat konsentrasi... 38

8. Biaya pembuatan tepung tulang ikan madidihang... 58

9. Harga per gram kalsium tepung tulang ikan madidihang dan tepung terigu... 59

10. Biaya pembuatan satu resep biskuit (crackers) ... 59

(11)

PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS)

Oleh :

Nurul Maulida

C34101045

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2005

(12)

NURUL MAULIDA (C34101045). Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Suplemen dalam Pembuatan Biskuit (Crackers). Dibimbing Oleh DJOKO POERNOMO dan

KOMARIAH TAMPUBOLON.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali potensi pemanfaatan limbah tulang ikan madidihang dalam pembuatan tepung tulang, mengetahui pengaruh penambahan tepung tulang ikan madidihang dalam pembuatan biskuit (crackers), menganalisa sifat fisik, kimia dan sensori serta mengetahui penerimaan panelis terhadap biskuit (crackers) yang telah diberi tepung tulang ikan madidihang.

Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan tepung tulang ikan madidihang yang direndam dalam larutan jeruk nipis, dengan perlakuan lama waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis yaitu 0, 2, 4, dan 6 jam dengan konsentrasi larutan jeruk nipis 1 : 9 (125 ml : 1125 ml). Tepung tulang yang diperoleh dilakukan uji sensori dan dipilih tepung tulang dengan perlakuan terbaik untuk dijadikan suplemen dalam pembuatan biskuit (crackers). Sedangkan penelitian utama dilakukan pembuatan biskuit (crackers) dengan perlakuan penambahan tepung tulang dengan konsentrasi 0, 10, 20, dan 30 % dari tepung terigu.

Hasil uji sensori pada penelitian pendahuluan diperoleh tepung tulang ikan madidihang terbaik dengan perlakuan perendaman larutan jeruk nipis 6 jam. Rendemen tepung tulang yang diperoleh adalah 65,8 %. Derajat putih berkisar

antara 64,87-76,08 %. Kadar air dan kadar abu hasil analisis berkisar antara 2,55-3,51 % dan 65.61-67.94 %. Kadar protein berkisar antara 16,60-17,51 %.

Kadar lemak berkisar antara 3,51-6,26 %. Kadar kalsium berkisar antara 2,42-2,53 %.

Hasil uji sensori pada penelitian utama adalah panelis menyukai biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 %. Kadar air dan kadar abu hasil analisis berkisar antara 0,74-2,55 % dan 2,37-19,74 %. Kadar protein berkisar antara 9,67-11,09 %. Kadar lemak berkisar antara 13,50-17,24 %. Kadar kalsium berkisar antara 0,00-7,42 %. Kadar karbohidrat berkisar antara 51,19-71,91 %. Kadar serat kasar berkisar antara 1,96-5,04 %. Nilai pH berkisar antara 5,52-5,56. Tingkat kekerasan berkisar antara 5,27-13,76 mm/detik/gr. Kandungan energi yang terkandung dalam biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang berkisar antara 404,28-447,80 kal.

(13)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Nurul Maulida

C34101045

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(14)

Nama : Nurul Maulida

NRP : C34101045

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Djoko Poernomo, B.Sc Ir. Hj. Komariah Tampubolon, MS

NIP. 131 288 097 NIP. 130 355 555

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi

NIP. 130 805 031

(15)

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 Desember 1982 sebagai anak ke sembilan dari pasangan Bapak Raden Mohammad Sulaeman dan Ibu Marhaeni. Penulis menjalankan pendidikan di SMU Negeri 6 Bogor pada tahun 1998 hingga tamat tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan di terima pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjalani aktivitas studi di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2003 dan pelatihan HACCP tahun 2004.

(16)

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya, sehingga penulis tetap diberi kekuatan dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Suplemen dalam

Pembuatan Biskuit (Crackers). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Ibu Ir. Hj. Komariah Tampubolon, MS selaku dosen pembimbing yang telah sangat membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Bapak Ir. Heru Sumaryanto, M.Si dan Ibu Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji tamu dalam sidang penulis yang telah memberikan saran dan kritiknya.

3. Ayah dan Ibunda tercinta atas doa, cinta, kasih sayang, dorongan dan semangat untuk penulis selama menjalani studi di IPB.

4. Untuk kakak-kakakku yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat kepada penulis.

5. Teman-teman THP 38, atas kerjasama dan kebersamaan yang indah selama ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih belum sempurna, karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2005

(17)

v

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... xi

1. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1 Deskripsi Ikan Madidihang ... 3

2.2 Limbah Hasil Perikanan ... 4

2.3 Tepung Ikan... 5

2.4 Tepung Tulang Ikan Madidihang ... 6

2.5 Kalsium ... 7

2.6 Biskuit (Crackers)... 9

2.7 Bahan Dasar (tepung terigu)... 9

2.8 Bahan Tambahan ... 10

2.8.1 Lemak ... 10

2.8.2 Air... 11

2.8.3 Garam ... 11

2.8.4 Ragi... 11

2.8.5 Gula ... 11

2.9 Proses Pembuatan Biskuit (Crackers)... 12

2.10 Jeruk Nipis... 13

3. METODOLOGI PENELITIAN... 14

3.1 Waktu dan Tempat ... 14

3.2 Bahan dan Alat ... 14

3.2.1 Bahan... 14

3.2.2 Alat ... 14

3.3 Metode Penelitian... 15

3.3.1 Penelitian pendahuluan... 15

(18)

vi

3.4.2.2 Derajat putih tepung tulang ikan madidihang... 23

3.4.2.3 Kekerasan ... 23

3.5 Rancangan Percobaan... 24

4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 26

4.1 Penelitian Pendahuluan ... 26

4.1.1 Rendemen ... 26

4.1.2 Derajat putih ... 26

4.1.3 Uji sensori tepung tulang ikan madidihang ... 27

4.1.3.1 Aroma ... 28

4.1.3.2 Warna ... 29

4.1.4. Analisis kimia tepung tulang ikan madidihang ... 31

4.1.4.1 Kadar air ... 31

(19)

vii

4.2.2.5 Kadar karbohidrat ... 51

4.2.2.6 Kadar kalsium... 52

4.2.2.7 Kadar serat kasar ... 53

4.2.2.8 pH ... 54

4.2.3 Tingkat kekerasan biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang ... 55

4.2.4 Kandungan energi biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang ... 56

4.2.5 Kontribusi biskuit (crackers) terhadap kecukupan kalsium ... 57

4.2.6 Penentuan harga produk ... 58

4.2.6.1 Harga tepung tulang ikan madidihang... 59

4.2.6.2 Harga biskuit (crackers) ... 59

5. KESIMPULAN... 60

5.1 Kesimpulan... 60

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA... 61

(20)

viii

Nomor Halaman

1. Kandungan nutrisi dalam tepung ikan ... 5

2. Daftar kebutuhan kalsium... 8

3. Syarat mutu biskuit (crackers) (SNI 01-2973-1992)... 9

4. Formulasi bahan biskuit (crackers)... 12

5. Komposisi biskuit(crackers) dengan berbagai campuran bahan ... 17

6. Nilai rata-rata hasil uji sensori tepung tulang ikan madidihang ... 28

7. Nilai rata-rata hasil uji sensori terhadap biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang pada berbagai tingkat konsentrasi... 38

8. Biaya pembuatan tepung tulang ikan madidihang... 58

9. Harga per gram kalsium tepung tulang ikan madidihang dan tepung terigu... 59

10. Biaya pembuatan satu resep biskuit (crackers) ... 59

(21)

ix

Nomor Halaman

1. Ikan madidihang ... 3

2. Diagram alir proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang... 16

3. Diagram alir proses pembuatan biskuit (crackers)... 18

4. Tepung tulang ikan madidihang hasil penelitian ... 27

5. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman

10. Histogram kadar lemak tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis ... 35

11. Histogram kadar kalsium tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis ... 37

12. Biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang ... 38

13. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap rasa biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang ... 39

(22)

x

(23)

xi

Nomor Halaman

1a. Format uji sensori skala hedonik tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis... 66 3b. Data hasil uji sensori aroma biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang... 71 3c. Data hasil uji sensori teksturbiskuit (crackers) tepung dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang ... 72 3d. Data hasil uji sensori penampakan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang ... 73 3e. Data hasil uji sensoriwarna biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang... 74 3f. Data hasil uji sensorikerenyahan biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang ... 75 4a. Data hasil uji Kruskal wallis terhadap uji sensori dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang ... 76 4b. Data hasil uji multiple comparison terhadap uji sensori

(24)

xii

6b. Data hasil uji multiple comparison terhadap uji sensori biskuit

(crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang ... 80 7a. Data kadar air biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang ... 81 7b. Data kadar abu biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang ... 81 7c. Data kadar protein biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang ... 81 7d. Data kadar lemak biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang ... 81 7e. Data kadar karbohidrat biskuit (crackers)dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang... 82 7f. Data kadar kalsium biskuit(crackers)dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang ... 82 7g. Data kadar serat kasar biskuit(crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang... 82 7h. Data nilai pH biskuit(crackers)dengan penambahantepung tulang ikan madidihang ... 82 7i. Data kekerasan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang ... 83 7j. Data kandungan energi biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang... 83 8a. Analisis ragam kadar air biskuit(crackers)dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang... 83 8b. Analisis ragam kadar abu biskuit(crackers)dengan penambahan

(25)

xiii

8h. Analisis ragam nilai pH biskuit(crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang... 85 8i. Analisis ragam tingkat kekerasan biskuit (crackers) dengan penambahantepung tulang ikan madidihang ... 85 9a. Analisis ragam kadar air biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang... 85 9b. Analisis ragam kadar abu dengan penambahantepung tulang ikan madidihang ... 86 9c. Analisis ragam kadar protein dengan penambahantepung tulang ikan madidihang ... 86 9d. Analisis ragam kadar lemak dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang ... 86 9e. Analisis ragam kadar kalsium dengan penambahantepung tulang ikan madidihang ... 86 10a. Data hasil uji lanjut BNJ dengan penambahantepung tulang ikan madidihang ... 87 10b. Data hasil uji lanjut BNJ biskuit (crackers) dengan penambahan

(26)

1.1 Latar Belakang

Usaha industri perikanan dewasa ini meningkat dengan pesat, baik usaha penangkapan maupun pengolahan. Dalam usaha pengolahan ikan hampir selalu dihasilkan limbah berupa padatan dan cairan yang secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak kurang baik terhadap lingkungan karena menimbulkan pencemaran. Limbah padat yang berasal dari usaha industri perikanan cukup besar, pada umumnya berkisar antara 30-60% (Anonymous, 1992). Jika dilihat produksi ikan madidihang tahun 2004 adalah 25.698.072 kg (www.dkp.go.id, 2005) maka limbah padat yang berupa tulang

sebesar 3,6 – 7,2 kg. Pemanfaatan limbah padat potensial yang dihasilkan tersebut paling banyak dibuat tepung ikan.

Pemanfaatan tulang berupa tulang ikan madidihang selama ini diekspor

dalam bentuk utuh ke negara Jepang, Hongkong dan Taiwan (Humaniora, 2002). Di Indonesia belum ada perusahaan-perusahaan makanan

yang memanfaatkan tulang ikan madidihang sebagai suplemen dalam bentuk mineral kedalam produk yang dijualnya. Keberadaan mineral kalsium di dalam tubuh sangat penting sekali sebagai pendukung kekuatan tulang bagi balita, ibu hamil dan orang dewasa.

Dilihat dari sudut pandang pangan dan gizi, tulang ikan sangat kaya akan kalsium yang dibutuhkan bagi manusia bahkan unsur utama dari tulang ikan adalah kalsium, fosfor dan karbonat. Manusia dewasa membutuhkan asupan kalsium 750-1000 mg/hari (Widya Karya Pangan dan Gizi LIPI, 2004). Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, bengkok dan rapuh, yang dinamakan osteoporosis (Almatsier, 2003).

(27)

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini diantaranya yaitu :

1. Menggali potensi limbah tulang ikan madidihang dalam pembuatan tepung tulang ikan madidihang.

2. Mengetahui pengaruh penambahan tepung tulang ikan madidihang dalam pembuatan biskuit (crackers) dan menganalisis sifat fisik, kimia, serta pengujian secara sensori.

(28)

2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Madidihang (Thunnus albacares)

Menurut Syafei et al (1989), ikan madidihang diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Osteichthyes

Sub kelas : Actinopterygii Ordo : Percomorphi

Subordo : Scombroidei Famili : Scombridae

Genus : Thunnus sp

Spesies : Thunnus albacares

Ikan madidihang dari jenis Thunnus albacares yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ikan Madidihang (Thunnus albacares)

Genus ini terdiri dari beberapa spesies antara lain Thunnus albacares yang paling banyak didapati di perairan Indonesia. Jenis ini dikenal dengan sebutan madidihang atau Yellowfin tuna. Badan memanjang, bulat seperti cerutu. Termasuk jenis ikan buas dan bersifat predator. Panjang tubuh dapat mencapai 195 cm, namun umumnya 50-150 cm. Albacore memiliki sirip belakang dengan warna kuning gelap. Albacore merupakan binatang pemakan daging oportunis yang hidup dengan binatang berkulit keras yang planktonik, ikan cumi-cumi dan ikan yang kecil.

(29)

(Dirjen Perikanan, 1990). Produk madidihang kemas yang banyak dipasarkan adalah fillet, steak, daging lumat, daging asap dan lain-lain

2.2 Limbah Hasil Perikanan

Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber aktifitas manusia, maupun proses alam dan belum mempunyai nilai ekonomis, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi negatif karena penanganan untuk membuang atau membersihkan memerlukan biaya yang cukup besar disamping dapat mencemari lingkungan. Penanganan limbah yang kurang baik merupakan masalah didalam usaha suatu industri termasuk industri perikanan yang menghasilkan limbah pada proses penangkapan, penanganan, pengangkutan, distribusi, dan pemasaran ikan. Limbah perikanan dapat berupa ikan yang terbuang, tercecer, dan sisa olahan yang menghasilkan cairan dari pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk (Jenie dan Rahayu, 1993).

Menurut Winarno (1985), limbah perikanan diartikan sebagai bahan-bahan yang merupakan buangan suatu proses pengolahan untuk memperoleh hasil utama dan hasil samping, sedangkan hasil samping perikanan yaitu hasil utama perikanan baik melalui proses tertentu maupun tidak. Jenis limbah hasil samping dapat dikelompokkan secara umum menjadi 4 kelompok (Winarno, 1985) :

(1). Hasil samping pada penangkapan suatu spesies atau sumber daya misalnya ikan rucah pada penangkapan udang dan ikan cucut pada penangkapan tuna. (2). Sisa pengolahan seperti bagian kepala, tulang, sisik, sirip, isi perut, dan

daging merah.

(3). Surplus dari tangkapan. (4). Sisa distribusi.

Umumnya industri fillet tuna menghasilkan limbah industri yang cukup besar. Dari limbah tersebut ada yang dapat dijadikan bahan untuk pakan hewan

dan juga digunakan untuk produksi tepung ikan (fish meal) (Subangsihe, 1996 yang diacu Lestari, 2001). Perkembangan industri pengolahan

(30)

2.3 Tepung Ikan

Tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang terkandung di dalam tubuh ikan. Tepung ikan digunakan sebagai makanan hewan dan pupuk tanaman. Ada pula tepung ikan yang dibuat secara khusus untuk bahan makanan manusia. Untuk membuat tepung ikan sebenarnya dapat digunakan semua jenis ikan, tetapi hanya ikan pelagis dan demersal saja yang banyak digunakan dan sisa-sisa ikan dari pabrik-pabrik pengolahan ikan sebagai bahan baku pembuatan tepung ikan (Murniyati dan Sulaeman, 2000). Komposisi tepung ikan tidak saja tergantung pada spesies ikan yang digunakan, tetapi juga dipengaruhi oleh bentuk dan kualitas bahan baku yang digunakan. Adapun kandungan nutrisi dalam tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi dalam tepung ikan Komponen nutrisi Persentase jumlah (%)

Protein 60 – 75

Lemak 6 – 14

Kadar air 4 – 12

Kadar abu 6 - 18

Sumber : Afrianto dan Liviawaty (1989)

Sebagian besar abu dan mineral dalam tepung ikan berasal dari tulang-tulang ikan. Kadar mineral tepung akan tinggi bila bahan mentahnya berasal dari sisa-sisa ikan berupa kepala dan tulang-tulang. Pasir, tanah liat dan benda-benda asing lainnya sering pula dijumpai pada tepung ikan yang dikeringkan dengan sinar matahari atau dari pabrik-pabrik kecil. Tepung ikan sebagai sumber kalsium dan fosfat dalam makanan penting sekali untuk pembentukan tulang. Di dalam tepung ikan juga mengandung trace element (Zn, I, Fe, Cu, Mn, Co). Selain itu, jumlah kandungan yodium pada tepung ikan juga mencukupi kebutuhan (Moeljanto, 1992). Tepung ikan yang berasal dari kepala dan tulang offal mengandung lebih banyak mineral sedangkan tepung ikan tersebut berasal dari isi

(31)

2.4 Tepung Tulang Ikan Tuna

Distribusi garam-garam mineral dalam daging ikan juga tidak merata. Tulang banyak mengandung garam mineral dari garam fosfat, seperti kalsium fosfat dan kreatin fosfat. Sarkoplasma banyak mengandung garam-garam potasium, kalsium, magnesium, dan klor. Potasium dan kalsium merupakan bagian dari protein kompleks (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Tepung tulang ikan tuna merupakan sumber kalsium dan fosfor yang baik, dapat diperoleh dengan berbagai cara sebagai berikut (Anggorodi, 1985) :

(1). Pengukusan. Tulang dikukus kemudian dikeringkan dan digiling untuk menghasilkan tepung tulang.

(2). Pemasakan dengan uap dibawah tekanan. Tulang dimasak dengan tekanan kemudian diarangkan dalam bejana tertutup sehingga didapat tulang dalam bentuk lunak dan dapat digiling menjadi tepung.

(3). Abu tulang yang diperoleh dari pembakaran tulang.

Protein tepung tulang yang diperoleh dengan pengukusan mutunya lebih rendah karena kandungan gelatinnya tinggi (Anggorodi, 1985). Tepung tulang yang diperoleh dengan cara pemasakan dengan tekanan dan pengeringan atau disebut steam bone meal rata-rata mengandung 30,14 % kalsium dan 14,53 % fosfor. Tepung tulang yang diperoleh dengan pengukusan akan kehilangan protein. Selain itu kandungan fosfor serta kalsiumnya rendah. Komposisi tepung tulang ini terdiri dari 26 % protein, 5 % lemak, 22,96 % kalsium, dan 10,25 %

fosfor (Morrison, 1958).

(32)

2.5 Kalsium

Mineral merupakan bagian dari unsur pembentuk tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Disamping itu mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktifitas enzim-enzim. Mineral digolongkan kedalam mineral makro dan mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier, 2003).

Tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium daripada mineral lain. Diperkirakan 2 % dari berat badan orang dewasa atau sekitar 1,0 - 1,4 kg terdiri dari kalsium (Winarno, 1997). Dari jumlah ini, 99 % berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit {(3Ca3(PO4)2Ca(OH)2}. Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan

kalsium plasma pada konsentrasi kurang lebih 2,25-2,60 mmol/l (9 - 10,4 mg/100 ml). Kelebihan kalsium dapat berakibat buruk pada fungsi ginjal

(Almatsier, 2003). Kalsium pada tubuh terdapat paling banyak di tulang dengan jumlah lebih dari 99 %. Kebutuhan tubuh akan kalsium dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium (Muhilal dan Karyadi, 1996). Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Ikan yang dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang

baik. Serealia, seperti kacang-kacangan dan hasil olahannya, tahu dan tempe, dan sayuran hijau merupakan kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini banyak mengandung zat yang dapat menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat dan oksalat. Kebutuhan kalsium akan terpenuhi bila memakan makanan dengan menu seimbang tiap hari (Almatsier, 2003).

(33)

berwarna. Disamping itu, osteoporosis lebih banyak terjadi pada perokok dan peminum alkohol. Kekurangan kalsium dapat pula menyebabkan osteomalasia pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena kekurangan vitamin D dan ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal. Di samping itu, dapat menyebabkan konstipasi (susah buang air besar) (Almatsier, 2003). Keperluan kalsium dalam tubuh manusia berbeda menurut usia dan jenis kelamin. Kebutuhan kalsium tubuh orang Indonesia per hari yang ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (2004) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Daftar kebutuhan kalsium dalam tubuh manusia Kelompok Umur Kebutuhan Ca (mg/hari)

(34)

2.6 Biskuit (crackers)

Biskuit (crackers) adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman. Bentuk biskuit (crackers) pipih yang rasanya lebih mengarah ke rasa asin dan relatif renyah serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis (Manley, 2001). Syarat mutu biskuit biskuit (crackers) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat mutu biskuit

Kriteria Persyaratan

Air Maksimum 5%

Protein Minimum 6%

Lemak Minimum 9,5%

Karbohidrat Minimum 70%

Abu Maksimum 2*

Logam berbahaya Negatif Serat kasar Maksimum 0,5% Energi (Kal/100 g) Minimum 400

Jenis tepung Terigu

Bau dan rasa Normal, tidak tengik

Warna Normal

Sumber : SNI 01-2973-1992

Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat biskuit (crackers) adalah tepung terigu, lemak dan garam. Biasanya biskuit (crackers) dibuat dengan sedikit atau tidak ditambah gula, cukup lemak dan relatif sedikit air yang ditambahkan (Faridi, 1994).

2.7 Bahan Dasar (tepung terigu)

(35)

24-36 % (Astawan, 2002). Berdasarkan kandungan gluten (protein), tepung terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan 3 macam sebagai berikut :

a. Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya 12 - 13 %. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan roti. Contohnya :

terigu Cakra Kembar.

b. Medium hard flour. Terigu jenis ini mengandung protein 9,5-11 %. Tepung ini banyak digunakan untuk macam-macam kue, serta biskuit. Contohnya : terigu Segitiga Biru.

c. Soft flour. Terigu ini mengandung protein sebesar 7-8,5 %. Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biskuit. Contohnya : terigu Kunci Biru.

Tepung terigu yang digunakan untuk pembuatan biskuit (crackers) yaitu tepung terigu dengan kandungan protein antara 8,5–10%, sehingga biskuit (crackers) yang dihasilkan lebih tipis dan renyah (Faridi, 1994). Jenis ini biasanya digunakan untuk membuat kue atau produk sejenis yang menghasilkan struktur mudah patah yang diinginkan (Potter dan Hotchkiss, 1995).

2.8 Bahan Tambahan

2.8.1 Lemak

Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit (crackers). Di dalam adonan lemak memberikan fungsi shortening dan pemberi flavor. Selama pengadukan adonan, lemak akan mengelilingi tepung terigu

sehingga jaringan gluten di dalamnya akan diputus dan karakteristik biskuit (crackers) setelah pemanggangan menjadi tidak keras dan lebih cepat meleleh di mulut (Manley, 1983).

(36)

2.8.2 Air

Air mempunyai fungsi yang memungkinkan terbentuknya gluten, mengontrol suhu adonan dan mengatur pemanasan atau pendinginan adonan. Air juga berfungsi untuk melarutkan garam, menahan dan menyebarkan bahan-bahan bukan tepung secara seragam, membasahi dan mengembangkan pati, serta membantu kegiatan enzim (Anonim, 1981 yang diacu Artama, 2001).

2.8.3 Garam

Garam yang ditambahkan kedalam adonan umumnya sebanyak 1 % sampai 2,5 % dari berat tepung terigu. Penambahan garam selain untuk menguatkan flavor juga mempengaruhi sifat adonan. Secara tidak langsung hal ini dapat mempengaruhi warna kulit bagian luar dan tingkat keremahan biskuit (crackers) (Matz, 1992).

2.8.4 Ragi

Ragi adalah sumber penting penyediaan enzim. Enzim dihasilkan oleh sel-sel yang hidup baik nabati atau hewani. Ragi terdiri dari sejumlah kecil enzim termasuk protease, lipase, invertrase, maltase, dan zymase. Enzim yang penting dalam ragi adalah invertrase, maltase, dan zymase. Ragi berfungsi untuk memperingan adonan dan memberikan aroma serta rasa. Dalam proses pembuatan roti dan adonan yang manis, ragi akan menguraikan gula sederhana yang menghasilkan CO2 dan akohol (Potter dan Hotchkiss, 1995).

2.8.5 Gula

(37)

2.9 Proses Pembuatan Biskuit (Crackers)

Bahan-bahan non lemak dicampur merata terlebih dahulu dan ditambah air sehingga terbentuk adonan, kemudian lemak ditambahkan kedalam adonan. Proses fermentasi selama 30 menit untuk menghasilkan adonan yang elastis mengembang dan mempunyai daya renggang yang baik (Manley, 1983).

Gas yang dihasilkan merupakan hasil fermentasi, semakin lama proses fermentasi, maka semakin banyak gas yang dihasilkan. Hal ini akan berpengaruh terhadap pengembangan adonan dan kelembutan tekstur biskuit (crackers). Setelah itu adonan dibuat lembaran-lembaran dan laminasi dengan menggunakan campuran tepung terigu dan lemak sebagai tepung pengisi diantara lembaran-lembaran adonan (Manley, 1983).

Adonan kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan dan dipanggang. Tekstur dan pengembangan biskuit (crackers) terbaik diperoleh dari pemanggangan dengan suhu bertingkat. Peningkatan suhu harus dilakukan dengan cepat pada awal pemanggangan dan kemudian suhunya diturunkan untuk mengeringkan biskuit (crackers) tanpa menimbulkan kegosongan. Selama pemanggangan, laminasi akan terangkat dan terpisah-pisah sehingga menghasilkan biskuit (crackers) yang mempunyai struktur berlapis-lapis (Manley, 1983). Formula bahan pembuatan biskuit (crackers) menurut resep Primarasa dapat dilihat pada Tabel 4 :

Tabel 4. Formula bahan biskuit (crackers)

Bahan Komposisi

Tepung terigu 200 gram

Margarin 125 gram

Telur 1 butir

Kuning telur 20 gram

Ragi 3 gram

Garam 2 gram

(38)

2.10 Jeruk nipis

Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) adalah sejenis buah jeruk yang banyak mengandung air, tapi air buahnya sangat masam sekali, walau aromanya sangat sedap. Jeruk ini merupakan bahan penting untuk pembuatan asam sitrat. Daun, bunga, dan buah menghasilkan minyak terbang. Varietasnya yang terkenal ada 3 macam. Yaitu Citrus aurantium subspes aurantifolia var. fusca yang umum dikenal sebagai jeruk nipis, C. aurantium subspes. Aurantifolia var. Limetta (banyak diusahakan di Meksiko), dan C. aurantium subspes. aurantifolia var. Bergamia yang lebih dikenal sebagai jeruk bergamot penghasil minyak bergamot. Kulit jeruk nipis adalah lapisan luar dari kulit jeruk nipis Citrus aurantifolia subspes aurantifolia var fusca yang berupa kepingan-kepingan atau pita-pita yang licin. Baunya khas aromatik, rasanya pahit (Sarwono, 2001).

Komposisi kandungan kimia jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia yang bemanfaat misalnya: limonen, linalin asetat, geranil asetat, fellandren dan sitral. Di samping itu jeruk nipis mengandung asam sitrat 100 gram buah jeruk nipis mengandung: vitamin C 27 miligram, kalsium 40 miligram, fosfor 22 miligram, hidrat arang 12,4 gram, vitamin B1 0,04 miligram, zat besi 0,6 miligram, lemak 0,1 gram, kalori 37 gram, protein 0,8 gram, dan air 86 gram. Jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia antara lain limonen, linalin asetat, geranil asetat, fellandren, sitral dan asam sitrat (www.iptek.net.id).

(39)

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan April hingga Juni 2005. Bertempat di Laboratorium Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan, Laboratorium Organoleptik Hasil Perikanan Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Biokimia Depertemen Teknologi Pangan dan Gizi Fateta IPB, Laboratorium Nutrisi Makanan Departemen Ilmu Nutrisi Makanan Ternak, Laboratorium FTDC PAU Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen

Pertanian Cimanggu Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan untuk pembuatan biskuit (crackers) adalah limbah tulang ikan madidihang yang berasal dari TPI Muara Baru Jakarta, tepung terigu merk segitiga biru, margarin merk blue band, ragi merk fermipan, air, garam, gula halus, dan jeruk nipis yang diperoleh dari pasar Anyar, Bogor. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis kimiawi yaitu heksan, H2SO4 pekat, HCl, kertas saring, kertas pH, kertas Whatman 42, NaOH, HNO3, aquadest, asam borat, NaCl, HCl, H2SO4, Na2S2O5, tablet kjeldahl pelarut lemak.

3.2.2 Alat

Alat untuk pembuatan tepung tulang ikan madidihang, yaitu : pisau, panci, kompor, autoclave, hammer meal, oven, ayakan, dan blender. Dalam pembuatan biskuit (crackers), alat yang digunakan adalah loyang, cetakan, oven, dan timbangan kue.

(40)

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu : penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

3.3.1 Penelitian pendahuluan

Tujuan dari penelitian pendahuluan adalah untuk menghasilkan tepung tulang ikan madidihang yang tidak anyir dengan perlakuan perendaman didalam larutan jeruk nipis. Dalam penelitian pendahuluan terlebih dahulu dilakukan pembuatan tepung tulang ikan madidihang yang direndam larutan jeruk nipis. Jeruk nipis yang digunakan untuk 1 kg tulang ikan madidihang sebanyak 5 liter larutan jeruk nipis. Perbandingan antara jumlah air perasan jeruk nipis dengan jumlah air yang digunakan adalah 500 ml : 4500 ml (1 : 9 v/v) dengan waktu perendaman yang berbeda-beda yaitu 0, 2, 4 dan 6 jam (Irawati, 2001). Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan juga penghitungan berat awal (bentuk limbah tulang) dan berat akhir (saat sudah menjadi tepung tulang ikan madidihang) sebagai dasar perhitungan rendemen, derajat putih, serta uji sensori yang meliputi bau/aroma dan warna dari tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan. Hasil pengamatan sensori dengan menggunakan 30 orang panelis ini dipakai untuk menentukan waktu perendaman terbaik yang dapat menghasilkan tepung tulang ikan madidihang tidak amis.

Proses pembuatan tepung tulang adalah sebagai berikut: tulang ikan dicuci untuk dibersihkan dari kotoran dan darah, tahap selanjutnya perebusan selama

12 jam (4 jam pertahap) sehingga mudah dipotong. Selesai direbus tulang ikan dicuci dengan air. Tulang ikan direndam dengan larutan jeruk nipis (1:9 v/v) selama 0, 2, 4 dan 6jam. Tulang ikan dicuci dengan air. Tahap selanjutnya tulang

(41)

Limbah tulang ikan madidihang

Pembersihan, pencucian dan pengecilan ukuran

Perebusan selama 12 jam (4 jam pertahap) suhu 100°C

Pencucian dengan air

Waktu perendaman : Perendaman air jeruk nipis ( 1 : 9 v/v) * 0, 2, 4 dan 6 jam

Pencucian dengan air

Pemanasan (autoclave)selama 1 jam pada suhu 121°C

Pengeringan dengan oven suhu ± 60ºC, selama 5 jam

Penggilingan dengan hammer mill *

Pengayakan dengan ayakan berukuran 100 mesh

Tepung tulang ikan madidihang

Uji sensori Rendemen Derajat putih Uji proksimat Uji kalsium

Gambar 2. Skema proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang (* Modifikasi Nurdiani, 2003)

3.3.2 Penelitian utama

(42)

1. Tepung terigu 200 gram dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang 0 %, sehingga tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan adalah 0 gram.

2. Tepung terigu 180 gram dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang 10 %, sehingga tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan adalah 20 gram.

3. Tepung terigu 160 gram dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang 20 %, sehingga tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan adalah 40 gram.

4. Tepung terigu 140 gram dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang 30 %, sehingga tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan adalah 60 gram.

Prosedur pembuatan biskuit (crackers) sebagai berikut: air dan garam diaduk merata (adonan 1). Tepung terigu, tepung tulang ikan madidihang, ragi fermipan, gula halus dan margarin dicampur dan diaduk merata (adonan 2). Adonan yang pertama dan adonan yang kedua dicampur lalu diuleni dengan tangan sehingga menjadi licin. Selanjutnya dilakukan pemeraman adonan (aging) selama 30 menit. Selesai aging dilakukan pencetakan adonan setebal 3 mm diatas loyang yang telah dilapisi margarin. Langkah terakhir adalah proses

pemanggangan (oven) bersuhu 160°C selama 15 menit serta didinginkan pada suhu kamar. Formula biskuit (crackers) dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan diagram alir pembuatan biskuit (crackers)dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 5. Formula biskuit (crackers) dengan berbagai campuran bahan

Konsen

Sumber : Modifikasi Resep Primarasa (2004)

(43)

Air dan garam diaduk* Tepung terigu, ragi, margarin,

merata (adonan 1) tepung tulang ikan madidihang (0, 10, 20 dan 30 %), dan gula halus* dicampur dan diaduk rata (adonan 2).

Pencampuran adonan 1 dan 2 lalu di aduk dengan tangan hingga licin

Pemeraman adonan (aging) selama 30 menit

Pencetakan adonan setebal 3 mm (ukuran panjang 2,57 cm dan lebar 2,57 cm)

diatas loyang yang telah dilapisi mentega

Pemanggangan (oven) bersuhu 160° selama 15 menit *

Pendinginan pada suhu kamar

Uji Kimia : Biskuit (crackers) Uji Fisik :

Uji kadar air Uji kekerasan/kerenyahan Uji kadar abu Uji sensori

Uji kadar lemak Uji kadar protein Uji kadar karbohidrat Uji kadar kalsium Uji kadar serat Uji pH

(44)

3.4 Pengamatan

3.4.1 Analisis kimia

3.4.1.1 Analisis kadar air ( AOAC, 1995)

Cawan kosong yang digunakan dikeringkan dalam oven selama 15 menit atau sampai diperoleh berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3-4 jam pada suhu 105-110ºC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

%

Keterangan : B = Berat sampel (gram)

B1= Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan B2= Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan

3.4.1.2 Analisis kadar abu (AOAC, 1995)

Pengukuran kadar abu ditentukan dengan alat tanur. Cawan porselin dipanaskan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel dimasukkan dalam cawan porselin lalu dibakar sampai tidak berasap lagi lalu diabukan dalam tanur suhu 600ºC sampai berwarna putih (semua contoh menjadi abu) dan berat konstan. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut :

(45)

3.4.1.3 Analisis kadar protein (AOAC, 1995)

Ditimbang sejumlah kecil contoh (1-2 gram) lalu dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Setelah itu ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2.0 ± 0.1 ml H2SO4 dan kemudian contoh dididihkan sampai cairan jernih. Larutan jernih ini lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu kjeldahl dicuci dengan air (1-2) ml kemudian air cucian dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-NaS2O3.

Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan

H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2 % dan 1 bagian metilen biru 0,2 % dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3. Setelah itu isi erlenmeyer diencerkan sampai 50 ml dan dititrasi dengtan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Dilakukan pula terhadap blanko.

sampel

3.4.1.4 Analisis kadar lemak(AOAC, 1995)

Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi soxhlet. Pertama kali labu lemak yang akan digunakan dikeringkan di dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Contoh sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring, setelah itu kertas saring yang berisi contoh tersebut dimasukkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor diletakkan diatasnya dan abu lemak diletakkan dibawahnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih.

(46)

dalam oven pada suhu 105ºC hingga mencapai berat tetap dan setelah itu didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak didalamnya ditimbang dan berat lemak dapat diketahui.

3.4.1.5 Analisis kadar karbohidrat by difference (AOAC, 1995)

Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu dengan menggunakan rumus :

3.4.1.6 Analisis kadar kalsium (AOAC, 1995)

Penetapan kadar kalsium dilakukan dengan mengukur sampel yang sudah didestruksi secara basah pada Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS) dengan menggunakan panjang gelombang 420 nm. Sampel didestruksi dengan campuran asam lalu dipisahkan dengan residunya.

Larutan stok standar kalsium 1000 ppm dibuat dengan cara menimbang 2,4974 gram CaCO3 kemudian dilarutkan dengan asam nitrat 1:4 sampai 1 liter. Larutan standar dibuat dari larutan stok 1000 ppm. Seri larutan standar yang digunakan adalah 0, 2, 5, 10 dan 20 ppm dengan volume 100 ml. Larutan standar tersebut kemudian diukur absorbansinya dengan AAS. Dari nilai absorbansi yang dihasilkan AAS pada seri larutan standar diperoleh hubungan antara konsentrasi

dengan absorban, melalui persamaan garis lurus y = a + bx. Y sebagai absorban dan x sebagai konsentrasi.

Analisis kadar kalsium sampel dilakukan dengan menimbang 0,1 gram sampel halus yang kemudian dimasukkan kedalam labu kjeldhal 100 ml dan ditambahkan 10-13 ml campuran asam yang terdiri dari HNO3, HclO4, dan HCl (perbandingan 6 : 6 : 1), larutan didestruksi sampai berwarna jernih kemudian didinginkan. Setelah dingin campuran hasil destruksi disaring dengan kertas saring whatman. Pada saat penyaringan, labu kjeldahl dan corong dibilas dengan

(47)

air bebas ion sebanyak 4 kali. Volume hasil penyaringan ditera hingga 100 ml dan siap diukur pada AAS dengan panjang gelombang 420 nm.

ppm Ca = (absorban sampel – absorban blanko) x ml aliquot x FP Bobot sampel (g)

% Ca = ppm Ca x 100 % 1000000

3.4.1.7 Analisis kadar serat kasar (SNI 01-2973-1992)

Ditimbang dengan teiliti 2-5 gram contoh yang telah bebas dari lemak, kemudian dimasukan kedalam erlenmeyer 750 ml. Lalu ditambahkan dengan 100 ml H2SO4 1,25%. Didihkan selama 30 menit menggunakan pendingin tegak. Setelah itu ditambahkan lagi 200 ml NaOH 3,25% dan didihkan selama 30 menit. Dalam keadaan panas, larutan disaring dengan menggunakan corong Buchner berisi kertas saring yang telah diketahui bobotnya (yang telah dikeringkan pada suhu 105°C selama 30 menit). Kertas saring dicuci berturut-turut dengan air panas, H2SO41,25%, air panas dan alkohol 96%. Kertas saring dan isinya diangkat dan dimasukkan kedalam cawan pijar yang telah diketahui

bobotnya, lalu dikeringkan pada 105°C selama 1 jam hingga bobot tetap.

%

Keterangan : A = bobot cawan + kertas saring + sampel B = bobot abu + cawan

C = bobot kertas saring

3.4.1.8 Analisis energi (kal/100 gram) (SNI 01-2973-1992)

(48)

3.4.1.9 Analisis derajat keasaman metode pH metri (AOAC, 1995)

Sampel dihaluskan, lalu ditimbang sebanyak 1 g dalam gelas piala. Ditambahkan 10 ml akuades pH 7, lalu dilakukan pengadukan. Setelah larut, dilakukan pengukuran pH dengan cara memasukkan pH meter yang telah dikalibrasi dengan akuades pH 7 kedalam larutan sampel. Didiamkan beberapa menit hingga didapat pH tetap.

3.4.2 Analisis Fisik

3.4.2.1 Rendemen

Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input dan output. Rendemen dihitung berdasarkan berat basah.

% 100

Re = ×

B A ndemen

Keterangan : A = berat akhir tepung tulang ikan madidihang B = berat awal tulang ikan madidihang

3.4.2.2 Analisis derajat putih tepung tulang ikan madidihang

Sampel berupa tepung tulang dimasukkan kedalam cawan whiteness meter hingga padat dan penuh. Kemudian cawan berisi sampel beserta cawan berisi standar (dapat berupa white plate atau serbuk BaSO4) dimasukkan kedalam sistem Kett Whiteness Meter. Derajat keputihan diukur dengan membandingkan warna sampel dengan warna kontrol, ditunjukkan oleh jarum meteran pada monitor.

3.4.2.3 Kekerasan biskuit (crackers) (Ranggana, 1986)

(49)

3.5 Rancangan percobaan (Steel dan Torrie, 1991)

Data hasil analisis yang diperoleh, diolah untuk mengetahui respon percobaan terhadap produk. Rancangan percobaan untuk uji hasil analisis fisiko kimia adalah Rancangan Acak Lengkap Tunggal (1 faktor yaitu konsentrasi tepung tulang ikan dengan 3 kali ulangan). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Package For Social Science (SPSS) pada komputer. Berdasarkan hasil analisis rancangan acak lengkap apabila hasil yang didapat berbeda nyata maka dilanjutkan uji lanjut BNJ untuk melihat perbedaan antar perlakuan.

Model Rancangan : Yik = µµ + Ai + εεik

Keterangan :

Yik = respon percobaan karena pengaruh faktor A taraf ke-i, ulangan ke-k

µ = nilai tengah umum / rataan

Ai = pengaruh taraf ke-i faktor A (i = 1, 2, 3)

εik = kesalahan percobaan karena pengaruh faktor A taraf ke-i pada ulangan ke-k

Data hasil uji sensori disusun dalam score sheet kemudian dihitung dengan menggunakan statistik non parametrik, metode Kruskal wallis dengan rumus sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991).

3( 1)

ni = banyaknya pengamatan n = total data

Ri = jumlah pangkat bebas dalam contoh ke-I

(50)

Jika hasil uji Kruskal wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata selanjutnya dilakukan uji lanjut multiple comparison dengan rumus sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991).

6 / ) 1 (

2

/ n k

Z R

Rij〉〈 α p +

Keterangan :

Ri = rata-rata ranking perlakuan ke-i Rj = rata-rata nilai ranking perlakuan ke-j k = banyaknya ulangan

(51)

4.1 Penelitian Pendahuluan

4.1.1 Rendemen

Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan rendemen berdasarkan persentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses. Semakin besar rendemennya maka semakin tinggi pula nilai ekonomis produk

tersebut, begitu pula nilai efektivitas dari produk tersebut (Hadiwiyoto, 1994 yang diacu Amiarso, 2003).

Berat awal tulang ikan madidihang basah adalah 12 kg, kemudian tulang

tersebut dibersihkan dari daging yang masih menempel sehingga beratnya menjadi 3 kg. Setelah proses penepungan tepung tulang ikan madidihang yang diperoleh

sebanyak 1975 gram. Rendemen tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan adalah 65,8 %. Rendemen tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kualitas filleting ikan tersebut. Kualitas yang baik dapat dilihat dari sedikitnya daging ikan yang masih menempel pada tulang. Semakin baik kualitas filleting maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan.

4.1.2 Derajat putih

(52)

menurun pH mengakibatkan warna tepung tulang ikan lebih terang (Soeparno, 1994 yang diacu Nasution, 2000). Selain itu dalam larutan jeruk nipis terdapat alpha hydroxy acid (AHA) yang berfungsi untuk memberikan efek pencerahan (Puri, 2002).

Angka yang diperoleh dari derajat putih tepung tulang ikan madidihang terbilang kecil jika merujuk pada angka derajat putih tepung terigu yang berada pada kisaran 80%-90 %. Selain itu tepung yang dijual komersil biasanya menggunakan pemutih karena kesukaan konsumen terhadap warna tepung yang putih (Buckle et al, 1987). Hasil pembuatan tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares) hasil penelitian

4.1.3 Uji sensori tepung tulang ikan madidihang

Uji sensori aroma dan warna dilakukan untuk menentukan berapa lama sebenarnya waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis terbaik yang menghasilkan tepung tulang ikan madidihang yang tidak berbau anyir. Perlakuan

ini meliputi kontrol (tanpa perendaman dalam larutan jeruk nipis), 2, 4 dan 6 jam. Berdasarkan uji sensori ini, dipilih satu tepung tulang ikan madidihang terbaik yaitu dengan perendaman 6 jam yang nantinya akan dijadikan suplemen dalam pembuatan biskuit (crackers).

(53)

Tabel 6. Nilai rata-rata hasil uji hedonik tepung tulang ikan madidihang

Perlakuan Aroma Warna

Kontrol (tanpa perendaman larutan jeruk nipis) 4,93 5,20 Perendaman larutan jeruk nipis selama 2 jam 5,00 5,50 Perendaman larutan jeruk nipis selama 4 jam 5,13 5,60 Perendaman larutan jeruk nipis selama 6 jam 5,77 6,43

4.1.3.1 Aroma

Aroma merupakan sesuatu yang berhubungan dengan indera penciuman manusia. Aroma dari suatu bahan akan mempengaruhi kesukaan panelis terhadap bahan tersebut. Pada umumnya aroma yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus (Winarno, 1997).

Dari hasil uji sensori terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang diperoleh nilai rata-rata antara 4,93 sampai 5,77. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang berkisar dari kategori netral hingga kategori agak suka. Nilai kesukaan tertinggi terhadap aroma tepung tulang

ikan madidihang terdapat pada tepung tulang dengan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam dengan nilai 5,77 dan nilai kesukaan terendah

terdapat pada tepung tulang ikan madidihang tanpa perendaman dalam larutan jeruk nipis dengan nilai 4,93. Histogram nilai rata-rata aroma tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 5.

4.93 5.00 5.13 5.77

1 3 5 7

0 jam 2 jam 4 jam 6 jam

Waktu perendaman dengan larutan jeruk nipis

Tingkat kesukaan

(54)

Gambar 5 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang mengalami kenaikan seiring dengan semakin lama waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis. Semakin lama waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis maka bau amis pada tepung tulang yang diperoleh akan hilang. Hal ini menunjukkan bahwa larutan jeruk nipis mengandung minyak atsiri “Limonen” yang berfungsi untuk menghilangkan bau amis ikan pada tepung tulang ikan tersebut (Rukmana, 1996).

Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan jeruk nipis pada tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang. Hasil uji Kruskal wallis dapat dilihat pada Lampiran 4a. Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan bahwa aroma tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam berbeda nyata terhadap kontrol, perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 2 jam dan perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam. Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan yang bervariasi terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang pada semua perlakuan. Hal ini diduga karena variasi waktu perendaman yang dilakukan ternyata cukup memberikan perbedaan nyata terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang, sehingga dapat terlihat oleh panelis bahwa semakin lama waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis maka bau anyir pada tepung tulang ikan madidihang semakin hilang. Hasil uji lanjut multiple comparison dapat dilihat pada Lampiran 4b.

4.1.3.2 Warna

(55)

5.20 5.50 5.60

Waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis

Tingkat kesukaan

Gambar 6. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap warna tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis

Gambar 6 menunjukkan bahwa panelis menyukai warna tepung tulang ikan madidihang yang direndam larutan jeruk nipis selama 6 jam (pH 5,33) dibandingkan dengan tanpa perendaman di dalam jeruk nipis (pH 7,03), perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 2 jam (pH 5,65), dan perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam (pH 5,58). Tepung tulang ikan madidihang yang diperoleh tanpa perendaman di dalam larutan jeruk nipis berwarna putih kecoklatan. Dengan meningkatnya waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis, warna tepung tulang ikan madidihang lebih cerah. Diduga disebabkan oleh pH tepung tulang ikan madidihang yang lebih rendah dengan adanya perendaman di dalam larutan jeruk nipis. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (1994) yang diacu Nasution (2000), penurunan pH mengakibatkan warna tepung tulang ikan lebih terang. Selain itu dalam larutan jeruk nipis terdapat alpha hydroxy acid (AHA) yang berfungsi untuk memberikan efek pencerahan (Puri, 2002).

(56)

larutan jeruk nipis selama 4 jam. Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan yang bervariasi terhadap warna tepung tulang ikan madidihang pada semua perlakuan. Hal ini diduga karena variasi waktu perendaman yang dilakukan ternyata cukup memberikan perbedaan nyata terhadap warna tepung tulang ikan madidihang, sehingga dapat terlihat oleh panelis semakin lama waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis, maka warna tepung tulang ikan madidihang semakin bagus. Hasil uji lanjut multiple comparison dapat dilihat pada Lampiran 4b.

4.1.4 Analisis kimia tepung tulang ikan madidihang

4.1.4.1 Kadar air

Air merupakan komponen utama dalam bahan makanan yang sangat mempengaruhi tekstur, rupa maupun cita rasa dalam makanan. Daya tahan bahan hasil olahan juga sangat berkaitan dengan kandungan air karena hal tersebut sangat mempengaruhi perkembangbiakan mikroorganisme dalam produk olahan (Winarno, 1997).

Berdasarkan hasil analisis diperoleh kadar air tepung tulang ikan madidihang berkisar antara 2,55 – 3,76 %. Kadar air terendah dihasilkan pada pembuatan tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam dengan nilai sebesar 2,55 %, sedangkan kadar air tertinggi pada tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam yaitu 3,76 %. Hasil analisis kadar air tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 7.

3.51 3.60 3.76

2.55

0 1 2 3 4

0 jam 2 jam 4 jam 6 jam

Waktu perendaman di dalam jeruk nipis

Kadar air (%)

(57)

Kadar air pada perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam meningkat dan kadar air pada perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam menurun. Kadar air meningkat pada waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam yang disebabkan penyerapan larutan jeruk nipis-nya belum stabil sedangkan pada perlakuan perendaman lebih dari 4 jam mengalami penurunan yang disebabkan proses penyerapannya lebih cepat. Kemudian setelah mengalami proses perendaman, keempat perlakuan tersebut mengalami autoclave selama 1 jam. Pada perlakuan perendaman lebih dari 4 jam, terjadi proses yang lebih cepat penguapannya dibandingkan ketiga perlakuan lainnya karena evaporasi sari jeruk bekerja lebih optimal sehingga kadar air turun menjadi 2,55 pada perlakuan perendaman 6 jam (Ahza dan Slamet, 1997). Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan jeruk nipis berpengaruh nyata terhadap kadar air tepung tulang ikan madidihang (Lampiran 9a). Sedangkan dari hasil uji lanjut BNJ perlakuan perendaman 6 jam berbeda nyata terhadap perendaman di dalam larutan jeruk nipis dengan perlakuan x11 (kontrol), perlakuan x12 (perendaman 2 jam), dan perlakuan x13 (perendaman 4 jam) (Lampiran 10a).

4.1.4.2 Kadar abu

Abu merupakan salah satu komponen dalam bahan makanan. Komponen ini terdiri dari mineral-mineral seperti kalium, fosfor, natrium, magnesium, kalsium, besi, mangan, dan tembaga (Winarno, 1995). Mineral merupakan salah

satu zat gizi esensial yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil

(58)

akhirnya dapat meningkatkan kadar abu bahan. Hasil analisis kadar abu tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 8.

67.94

Waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis

Kadar abu (%)

Gambar 8. Histogram kadar abu tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis

Terjadinya peningkatan kadar abu pada perlakuan 6 jam karena setelah mengalami perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam, dilakukan proses peremahan menggunakan autoclave selama 1 jam. Dalam proses tersebut, proses evaporasi sari jeruk yang mempunyai total padatan tertinggi berlangsung lebih cepat sehingga kandungan air dalam tulang ikan madidihang mengalami

banyak penguapan yang mengakibatkan kadar abu meningkat menjadi 67,72% (Adil dan Asep, 1997).

Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perendaman jeruk nipis berpengaruh nyata terhadap kadar abu tepung tulang ikan madidihang

(Lampiran 9b). Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan jeruk nipis 4 jam dan perendaman di dalam larutan jeruk nipis 2 jam berbeda nyata dengan perendaman kontrol dan perendaman 6 jam (Lampiran 10a)

4.1.4.3 Kadar protein

(59)

Hubungan waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis dengan protein adalah protein akan terhidrolisa apabila dicampurkan dengan asam, alkali kuat atau enzim proteolitik dan juga pemanasan (perebusan). Protein terhidrolisa melalui proses pemecahan protein secara bertahap menjadi molekul-molekul

peptida yang sederhana dan asam-asam amino (Kirk dan Othmer, 1953 yang diacu Murtiningrum, 1997). Hasil analisis kadar

protein tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 9.

16.84 17.51 17.45 16.60

4 9 14

0 jam 2 jam 4 jam 6 jam

Waktu perendaman dengan larutan jeruk nipis

Kadar protein (%)

Gambar 9. Histogram kadar protein tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis

Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan

jeruk nipis berpengaruh nyata terhadap kadar protein tepung tulang ikan madidihang (Lampiran 9c). Berdasarkan uji lanjut BNJ (Lampiran 10a), menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan jeruk nipis 4 jam dan perendaman di dalam larutan jeruk nipis 2 jam berbeda nyata dengan perendaman kontrol dan perendaman 6 jam.

4.1.4.4 Kadar lemak

Bila lemak bersentuhan dengan udara untuk jangka waktu lama maka akan terjadi perubahan yang dinamakan proses ketengikan (Almatsier, 2003), sehingga lemak harus dikeluarkan semaksimal mungkin dari tepung tulang ikan demi mengurangi resiko ketengikan.

(60)

tulang ikan madidihang dengan perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam. Nilai kadar lemak dari perlakuan kontrol, perlakuan 2 jam, perlakuan 4 jam dan sampai perendaman di dalam larutan jeruk nipis perlakuan 6 jam mengalami kenaikan dan penurunan. Hal ini disebabkan dalam suasana asam terjadi hidrolisis lemak yang menghasilkan asam lemak dan gliserol. Pada saat proses pemasakan di autoclave, asam lemak ini larut dalam air yang mengakibatkan berkurangnya kadar lemak tepung tulang ikan madidihang. Penurunan kadar lemak tersebut sangat mempengaruhi daya awet bahan. Bila kadar lemak bahan tinggi akan mempercepat ketengikan akibat terjadinya oksidasi lemak (Ketaren, 1986). Kadar lemak tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 10.

6.26

4.11 4.53 3.51

0 2 4 6 8

0 jam 2 jam 4 jam 6 jam

Waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis

Kadar lemak (%)

Gambar 10. Histogram kadar lemak tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis

Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan jeruk nipis berpengaruh nyata terhadap kadar lemak tepung tulang ikan madidihang (Lampiran 9d). Berdasarkan uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan jeruk nipis 2 jam, 4 jam, 6 jam berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 10a).

Rekapitulasi proksimat hasil dari penelitian ini adalah kadar air 2,55 – 3,76 %, kadar abu 65,61 – 67,94 %, kadar protein 16,60 – 17,51 % dan

Gambar

Gambar 1. Ikan Madidihang (Thunnus albacares)
Tabel 3. Syarat mutu biskuit
Gambar 2. Skema proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang (* Modifikasi Nurdiani, 2003)
Gambar 3. Skema proses pembuatan biskuit (crackers)( *Modifikasi Primarasa, 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

DAYA TERIMA DAN KOMPOSISI PROKSIMAT TEPUNG TULANG IKAN LELE YANG MENGALAMI PROSES PERENDAMAN DALAM LARUTAN

Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Patin ( Pangasius sp) sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor dalam Pembuatan Biskuit2. Dibimbing oleh JOKO SANTOSO dan

Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengaruh substitusi tepung tulang ikan lele (Clarias batrachus) pada pembuatan biskuit terhadap kadar kalsium, tingkat kekerasan biskuit

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian terapi tepung tulang ikan tuna madidihang (Thunnus albacares) dapat mempengaruhi

Penentuan kadar protein yang terkandung dalam biskuit dikerjakan dengan menggunakan metode volumetri dan diawali dengan pembuatan larutan baku primer dan larutan

Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Patin (Pangasius sp ) sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor dalam Pembuatan Biskuit.. [skripsi] Pascasarjana

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Siswanti et al ., (2017) bahwa tepung tulang ikan yang ditambahkan dalam pembuatan stik rumput laut dapat meningkatkan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tulang ikan cucut yang diperoleh dari pasar ikan di Pasar Senen, Jakarta, bahan untuk proses perlakuan tepung tulang ikan cucut seperti