ALAT BUKTI SURAT
A. Pengertian Alat Bukti Surat
Pasal 1867 -1894 KUHPerdata ( BW ).
Pengertian alat bukti tertulis atau surat adalah segala
sesuatu yang memuat tanda-tanda baca dimaksud
mencurahkan isi hati dan buah pikiran dipergunakan
sebagai pembuktian.
Menurut pendapat Paton, alat bukti dapat bersifat :
1) Oral : Merupakan kata – kata yang diucapkan dalam persidangan, keterangan saksi, keterangan ahli dan keterangan terdakwa.
2) Documentary : Surat
3) Demonstrative Evidence : Alat bukti yang
bersifat material adalah barang fisik lainnya, misal
Microfilm dan microfiche.
B. Macam – Macam Surat
1) Alat bukti surat yang dibuat atas jabatan/dikuatkan dengan sumbah yaitu : a) Berita Acara
b) Surat yang berbentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum/berwenang, tentang kejadian yang dilihat, didengar dan dialami sendiri, disertai alasan yang tegas/jelas.
c) Surat yang dibuat menurut ketentuan perundang–undangan, gugna pembuktian sesuatu hal.
d) Surat keterangan dari seorang ahli yang berisi pendapat berdasarkan keahliannya.
e) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hunbungannya dengan isi, dengan alat pembuktian yang lain, contoh : Surat ancaman dari terdakwa kepada korban dan surat cerita antar terdakwa dan saksi dalam perkara membawa lari seorang gudis dibawah umur.
2) Macam – Macam Surat Resmi :
a) Acte Ambtelijk: Akta Otentik yang dibuat pejabat umum, Contoh : Berita Acara.
b) Acte Partij: Akta Otentik yang dibuat oleh
para pihak dihadapan pejabat umum,
Contoh : Akta jual beli yang dibuat
dihadapan Notaris.
3) Macam – Macam Surat :
a) Surat Biasa b) Surat Otentik
c) Surat Dibawah Tangan
C. Tata Cara Pemeriksaan Surat
Dalam KUHAP tidak diatur tata cara pemeriksaan dan kekuatan alat bukti surat.
Menurut A. Karim Nasution: Hanya surat - surat yang telah diserahkan dalam perkara lah dimasukan
dalam berkas perkara saja yang bisa dianggap sebagai alat bukti.
Surat sebagai alat bukti harus dibacakan isinya
secara singkat / ringkas dalam persidangan.
D. Kekuatan alat bukti surat dalam hukum acara pidana.
Karena yang dicari dalam hukum acara pidana adalah kebenaran materiil/ kebenaran sejati, maka hakim
bebas menggunakan / mengesampingkan sebuah surat.
Karena surat resmi / Otentik adalah surat yang dikeluarkan oleh pejabat umum yang berwenang berdasarkan UU, maka ia adalah alat bukti sah dan bernilai sempurna. Namun ia tidak dapat berdiri
sendiri. Mengingat ada batas minimum pembuktian
( pasal 183 KUHAP ).
.
Dua hal penting tentang kekuatan alat bukti surat :
1) Dalam perkara perdata, hakim memutus perkara menurut kekuatan bukti dari Akta Otentik yang tidak dilemahkan oleh bukti sangkaan, sedangkan dalam perkara pidana Akta Otentik bisa saja dikesampingkan seandanya tidak ada keyakinan hakim.
2) Pembuktian dalam perkara perdata untuk mencari
kebenaran formal sedangkan dalam perkara
pidana untuk mencari kebenaran materiil.
.
Surat sebagai alat bukti tertulis ada 2 macam :
1) Akta,
Menurut KBBI, akta adalah surat tanda bukti yang berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dan sebagainya) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh pejabat resmi.
Akta dibagi menjadi 2 : a) Akta Otentik
b) Akta dibawah tangan.
2) Surat – surat lain bukan Akta
.
a. Akta Otentik; Menurut Prof. Dr Sudikno S.H “Akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan.
b. Akta di Bawah Tangan; Akta dibawah tangan ialah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat.
c. Surat Bukan Akta. Untuk kekuatan pembuktian dari surat yang bukan akta di dalam HIR maupun KUH Perdata tidak ditemukan secara tegas.
Walaupun surat-surat yang bukan akta ini sengaja dibuat oleh yang bersangkutan, tapi pada asasnya tidak dimaksudkan sebagai alat
pembuktian dikemudian hari. Oleh karena itu surat-surat yang demikian itu dapat dianggap sebagai petunjuk kearah pembuktian.
.
Penggunaan surat yang bukan akta pada asasnya dimajukan oleh pihak lawan si pembuat surat tersebut dan hal itu akan dapat
merupakan keuntungan bagi lain orang sebagaimana yang dibutkan dalam pasal 167 HIR.
Namun terdapat penyimpangan dari ketentuan tersebut yang diatur dalam pasal 7 KUH Dagang. Penyimpangan pasal 7 KUH Dagang
terhadap pasal 167 HIR (pasal 1874 KUH Perdata) dimaksudkan
bahwa menurut pasal 7 KUH Dagang surat bukan akta atau “tulisan itu dapat menguntungkan si pembuatnya.
Pasal 7 KUHD
Untuk kepentingan setiap orang, hakim bebas untuk memberikan kepada pemegang buku, kekuatan bukti sedemikian rupa yang
menurut pendapatnya harus diberikan pada masing-masing kejadian
yang khusus.
.
Pasal 187 KUHAP :
Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :
a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang- undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;
d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
ALAT BUKTI SURAT
ALAT BUKTI PETUNJUK
ALAT BUKTI KETERANGAN TERDAKWA
BARANG BUKTI
PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA
PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI