• Tidak ada hasil yang ditemukan

analisis aktifitas fisik dengan stress pada lansia di

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "analisis aktifitas fisik dengan stress pada lansia di"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

Berhasil dipertahankan kelayakannya oleh panel diskusi yang terdiri dari pembimbing dan anggota diskusi sebagai bagian dari persyaratan yang diperlukan untuk menyelesaikan program Sarjana Fisioterapi Terapan pada program studi Fisioterapi Universitas Binawan. Imam Waluyo, SMPh, MBA selaku Ketua Dekan Fakultas Fisioterapi Universitas Binawan beserta seluruh tenaga pengajar dan staf yang telah memberikan pelayanan dan bimbingan terbaik selama penulis menempuh pendidikan S1 Ilmu Terapan Fisioterapi. Slamet Sumarno, SMPh, M. Fissel selaku Ketua Program Studi Fisioterapi Universitas Binawan sekaligus pembimbing kedua yang telah memberikan waktu dan bimbingannya.

Dengan bantuan tersebut, penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Fisioterapi Terapan dari Universitas Binawan. Fakultas Fisioterapi Universitas Binawan merupakan pengalaman penulis, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan kedepannya.

Gambar 5.1 : Peta Desa Puraseda……………………………………….…… 40 Gambar 5.2: Peta Desa Barengkok…………………………………………..
Gambar 5.1 : Peta Desa Puraseda……………………………………….…… 40 Gambar 5.2: Peta Desa Barengkok…………………………………………..

Latar Belakang

Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik mengurangi tingkat stres yang dirasakan (Salmon, 2001) dan pada gilirannya dikaitkan dengan kesehatan fisik yang lebih baik (Cohen, et al., 2007; Haskell et al., 2007). Studi intervensi dan studi prospektif menunjukkan bahwa program olahraga dan aktivitas fisik menghasilkan lebih sedikit stres (Hopkins, Davis, Vantieghem, et al., 2012; Jonsdottir, Rodjer, Hadzibajramovic, et al., 2010; Oaten, Cheng, 2006; Baruth, Wilcox, 2011). Aktivitas fisik bermanfaat dalam melindungi mereka yang mengalami stres terkait usia tinggi (Puterman et al., 2010).

Skala Stres Persepsi (PSS) yang dibuat oleh Cohen et al. 1983) adalah salah satu dari beberapa instrumen untuk mengukur tingkat global stres yang dirasakan, yang berkaitan dengan sejauh mana situasi dalam kehidupan seseorang dinilai sebagai stres. PSS-10 telah ditemukan memberikan prediktor gejala psikologis, gejala fisik, dan pemanfaatan layanan kesehatan yang lebih baik daripada instrumen serupa lainnya (Lee, 2012; Ng, 2013; Chaaya, et al., 2010; Cohen, 1988). Skor PSS juga berkorelasi dengan respon biokimia seperti respon anti-inflamasi (Song et al., 1999), status antibodi (Burns et al., 2002) dan penggunaan antidepresan (Fava et al., 1996).

PSS Fakultas Fisioterapi Universitas Binawan telah digunakan tidak hanya untuk mengukur tingkat stres, tetapi juga untuk mengevaluasi pengaruh intervensi untuk mengurangi stres (Chen et al., 2000) dan telah digunakan sebagai standar acuan untuk memeriksa validitas langkah-langkah stres baru (Levenstein et al., 1993). Adakah hubungan aktivitas fisik dengan stres pada lansia di Desa Barengkok dan Desa Puraseda tahun 2017. Tujuan penelitian ini secara keseluruhan adalah untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan stres pada lansia di Desa Barengkok dan Desa Puraseda tahun 2017.

Mendeskripsikan aktivitas fisik pada lansia di Desa Barengkok dan Desa Puraseda Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor Jawa Barat Tahun 2017.

Lansia

Penelitian yang dilakukan oleh Joshi, Kumar, Avasthi, 2003 menemukan bahwa morbiditas pada lansia berdampak penting pada fungsi fisik dan kesejahteraan psikologis mereka. Sementara itu, Qonitah dan Isfandiari, 2015 mengklaim bahwa lansia yang berusia di atas 60 tahun banyak yang menderita gangguan psikologis atau saraf. WHO, 2013 menyatakan bahwa masalah kesehatan jiwa yang terjadi pada lansia seringkali tidak terdiagnosis oleh tenaga kesehatan atau oleh lansia itu sendiri.

Diagnosis gangguan jiwa sama untuk semua jenis kelamin, namun wanita lebih rentan mengalami gangguan jiwa emosional karena perubahan hormonal dan perbedaan karakteristik wanita yang lebih mengutamakan emosional daripada rasional. Gangguan jiwa emosional lebih sering terjadi pada lansia yang tinggal sendiri, baik karena sudah bercerai maupun belum menikah. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa depresi lebih sering terjadi pada lansia dengan tingkat pendidikan rendah (<9 tahun sekolah).

Jika status ekonomi berada pada tingkat yang sangat rendah sehingga kebutuhan dasar tidak terpenuhi maka akan menimbulkan konflik dalam keluarga yang menyebabkan gangguan mental emosional. Salah satu faktor risiko gangguan jiwa adalah penyakit fisik (kronis), hal ini juga menurut model medis menurut Meyer et.all yang menjelaskan bahwa perubahan perilaku pada gangguan mental-emosional merupakan akibat dari penyakit biologis, perilaku menyimpang berhubungan dengan toleransi responden terhadap stres. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa responden penyalah guna narkoba memiliki risiko gangguan jiwa yaitu kecemasan 13,8 kali dan depresi 18,8 kali.

Secara epidemiologi psikiatri membuktikan bahwa memang ada kaitan antara kenaikan berat badan dan gangguan jiwa.

Stres

Biasanya, telah digunakan untuk menjelaskan bagaimana stres kronis berhubungan dengan fisiologis maladjustment di pertengahan dan kemudian hidup (Seeman, Singer, Rowe, et al., 1997); Namun, semakin banyak bukti juga berimplikasi pada pengalaman masa kecil yang traumatis dan penuh tekanan yang telah berdampak selama beberapa dekade (Danese, McEwen, 2012; Thoits, 2010). Penelitian menunjukkan bahwa stres psikologis kronis berhubungan dengan penyakit kardiovaskular termasuk hipertensi dan kolesterol (Dimsdale, 2008). Sayangnya, paparan stres yang berkepanjangan dapat memengaruhi respons emosional, fisiologis, dan perilaku seseorang dan pada gilirannya menyebabkan masalah medis (Miller et al, 2009).

Ada beberapa bukti bahwa ada hubungan antara olahraga dan kesehatan mental dan khususnya efek olahraga teratur pada tingkat manajemen stres (Salmon, 2001). Penelitian lebih lanjut oleh Seyle (1974) menunjukkan bahwa stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan perubahan fisiologis pada keseimbangan kimia normal otak, menguras hormon dan neurotransmiter tertentu. Mengikuti teori Seyle, Richard Lazarus (1984) mengusulkan model stres proses dua arah yang dikenal sebagai Model Transaksi Stres Kognitif, yang telah terbukti penting dan merupakan teori stres yang paling berpengaruh hingga saat ini.

Stres yang dirasakan dikaitkan dengan penyakit dan kesehatan fisik yang buruk, dengan penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres yang dirasakan tinggi berkontribusi pada perasaan cemas, depresi, proses biologis dan perilaku yang berperan dalam perkembangan beberapa masalah kesehatan fisik (Miller, Chen & Cole , 2009). Penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres yang dirasakan tinggi berhubungan dengan tingkat latihan yang rendah (Ng & Jeffery, 2003). Stres mempengaruhi hippocampus dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa stres dan hormon stres berhubungan dengan gangguan memori (Sauro, Jorgensen, & Pedlow, 2003).

Lebih lanjut mendukung bukti ini telah menunjukkan bahwa aktivitas fisik dikaitkan dengan kesehatan fisik yang lebih baik, terutama pada individu yang mengalami berbagai peristiwa stres yang menghadirkan masalah fisiologis (Brown, 1991; Brown & Siegel, 1988; Carmack et al., 1999; dikutip dalam Rueggeberg, Wrosch & Miller, 2011).

Aktifitas Fisik

IPAQ

Metode: Pasien diminta untuk menjawab secara lisan pertanyaan yang diajukan oleh tim peneliti berdasarkan kondisi pasien. Respon berupa jenis aktivitas fisik (ringan, sedang, berat) dan durasi dalam menit, hari, dan minggu. Ini dianggap sebagai kombinasi berjalan, aktivitas intensitas tinggi, dan aktivitas intensitas sedang yang menghasilkan setidaknya 600 MET-menit/minggu. 7 hari atau lebih melakukan kombinasi jalan kaki, aktivitas intensitas tinggi, dan aktivitas intensitas sedang yang menghasilkan setidaknya 3000 hitungan MET-menit/minggu.

Perhitungan MET-min per minggu = MET level x menit aktivitas x frekuensi per minggu, contoh perhitungan MET-min/minggu selama 30 menit 5x (hari)/minggu. Ketika efek aktivitas fisik dan stres diselidiki, biasanya dalam perspektif peningkatan hasil kesehatan mental melalui olahraga (Edenfield, Blumenthal, 2011). Aktivitas fisik dan olahraga sebenarnya telah ditunjukkan untuk mempromosikan perubahan positif dalam kesehatan mental seseorang dan kemampuan untuk mengatasi stres (Salmon, 2001; Dunn, Trivedi, O'Neal, 2001; Long, 1983).

Selain itu, intervensi olahraga tampaknya memperbaiki status depresi seseorang (Babyak, Blumenthal, Herman, et al., 2000; Craft, Landers, 1998). 1996) menemukan bahwa orang yang menghabiskan lebih dari 3,0 kkal/kg/hari dalam aktivitas fisik selama waktu senggang adalah 78 dan 62% lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami stres sedang dan tinggi. 2000) menemukan bahwa intervensi 16 minggu (olahraga empat kali per minggu, 40 menit) meningkatkan reaktivitas stres. Aktivitas fisik, dan bukan program kebugaran, tampaknya memoderasi efek stres (Long, 1983; Carmack, Boudreaux, Amaral-Melendez, et al., 1999);

Kerangka Konsep

Berdasarkan kajian literatur ditemukan bahwa pada proses penuaan terjadi masalah kesehatan pada lansia seperti stres, depresi, diabetes, penyakit pembuluh darah. Berdasarkan kerangka konseptual seperti grafik di atas, variabel bebasnya adalah aktivitas fisik dan variabel terikatnya adalah stres. 0 : Tidak pernah 1 : Hampir tidak pernah 2 : Kadang-kadang 3 : Sangat sering 4 : Sangat sering Sehingga total nilai terendah pada skala persepsi stres adalah 0 dan tertinggi adalah 40.

Saat menanyakan aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan, dapat diketahui apakah aktivitas tersebut dilakukan minimal 10 menit, baik aktivitas sedang maupun berat, dan juga aktivitas jalan kaki dalam satu hari.

Tabel 3.1 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Hipotesa Penelitian

Desain Penelitian

Sumber Data (Data Induk)

Tempat Dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian

Dimana sampel akan dibagi menjadi empat kelompok yaitu lansia yang mendapatkan intervensi senam lansia, lansia yang mendapatkan intervensi pijat refleksi, lansia yang mendapatkan intervensi senam refleksi + senam lansia, dan lansia yang mendapatkan intervensi herbal dengan masing-masing kelompok. 20 subjek diambil dengan teknik random sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Dari hasil perhitungan sampel di atas dapat diperoleh besar sampel minimal 10 sampel, sehingga jumlah total sampel dari setiap kelompok intervensi dapat dibulatkan menjadi 20 orang.

Kriterian inklusi dan ekslusi

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik random sampling. Data dikumpulkan dari kader di desa Barengkok dan desa Puraseda. Jadi di desa Puraseda ada 12 RW dan di desa Barengkok ada 11 RW dan pemilihan RW dilakukan secara sengaja. Dari Desa Barengkok dipilih 3 RW dengan kriteria sebagai berikut: jumlah lansia terbanyak dan dekat dengan balai pertemuan.

Setelah itu lansia yang rumahnya dekat dengan kampung akan diberikan senam lansia + pijat refleksi dan yang rumahnya jauh dari desa akan dilakukan pijat refleksi. Mendeskripsikan aktivitas fisik pada lansia usia ≥60 tahun di Desa Barengkok dan Desa Puraseda Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor Jawa Barat Tahun 2017. Mendeskripsikan stres pada lansia usia ≥60 tahun di Desa Barengkok dan Desa Puraseda Kabupaten Leuwiliang Kabupaten Leuwiliang Kabupaten, Jawa Barat tahun 2017.

Variabel aktivitas fisik menggunakan instrumen IPAQ dengan metode wawancara yang dikategorikan aktif dan tidak aktif. Analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui status aktivitas fisik lansia dalam hubungannya dengan stres pada lansia di Desa Barengkok dan Puraseda Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor Jawa Barat. Tidak ada hubungan atau hubungan aktivitas fisik dengan stres pada lansia di Desa Barengkok dan Puraseda Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor Jawa Barat.

Ada asosiasi atau hubungan aktivitas fisik dengan stres pada lansia di Desa Barengkok dan Desa Puraseda Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor Jawa Barat.

Etika Penelitian

Gambar

Gambar 5.1 : Peta Desa Puraseda……………………………………….…… 40 Gambar 5.2: Peta Desa Barengkok…………………………………………..
Tabel 3.1 : Definisi Operasional……………………………………………… 26 Tabel 4.1 : Rumus Perhitungan Sampel Variabel…………………………….
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Table 4.1 Rumus Perhitungan Sampel Variabel

Referensi

Dokumen terkait

Our findings showed that testicular weight, testicular diameter, seminiferous tubule diameter, and spermatogenic cell count could be predicted based on the

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BSINIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Patricia Julia Monica Wondal NIM 212018155