SKRIPSI
ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI BORE PILE DENGAN HASIL UJI PEMBEBANAN LANGSUNG
(LOADING TEST) PADA PROYEK JALAN TOL BINJAI-PANGKALAN BRANDAN
( STUDI KASUS )
Disusun Oleh:
HELDINATI RAJAGUKGUK 212318171
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK DAN KOMPUTER
UNIVERSITAS HARAPAN MEDAN
2023
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE DENGAN HASIL UJI PEMBEBANAN LANGSUNG
(LOADING TEST) PADA PROYEK JALAN TOL BINJAI-PANGKALAN BRANDAN
SKRIPSI
Disusun Oleh :
HELDINATI RAJAGUKGUK 212318171
Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Sipil
Menyetujui, Pembimbing
(Kartika Indah Sari, S.T., M.T) (Ir. Darlina Tanjung, M.T)
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK DAN KOMPUTER
UNIVERSITAS HARAPAN MEDAN
2023
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Heldinati Rajagukguk
NPM : 212318171
Jurusan Program Studi : S1 Teknik Sipil
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa laporan ini benar benar merupakan hasil karya penulis sendiri, bukan merupakan pengambil tulisan atau pikiran orang lain.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Medan, September 2023 Yang membuat pernyataan
Heldinati Rajagukguk
ABSTRAK
Pondasi bored pile berfungsi untuk memikul dan menahan beban yang bekerja diatasnya yaitu beban konstruksi atas ke lapisan tanah yang keras tanpa terjadi penurunan yang berlebihan. Besarnya daya dukung dari suatu pondasi tiang dapat diketahui juga dari Pengujian loading test. Studi ini untuk menghitung dan membandingkan daya dukung tiang bor dari data Standard Penetration Test (SPT) memakai metode Reese and Wright dan menghitung kapasitas tiang bor dari hasil loading test dengan metode Davisson, metode Mazurkiewich dan metode Chin.
Hasil perhitungan daya dukung pondasi terdapat perbedaan nilai baik dilihat dari penggunaan metode maupun perbedaan titik yang ditinjau. Daya dukung pondasi bored pile tunggal dari titik Standard Penetration Test (BH-3A P.1) dikedalaman 52 meter dengan metode yang digunakan Reese and Wright kohesif sebesar 2972,55 Ton dan non kohesif sebesar 1987,84. Daya dukung pondasi bored pile tunggal dari titik Standard Penetration Test (BH-4A P.2) dikedalaman 49 meter dengan metode yang digunakan Reese and Wright kohesif sebesar 3085,87 Ton dan non kosesif sebesar 1954,12 Ton. Daya dukung ultimit berdasarkan hasil dari daya dukung loading test pada titik P1 dengan kedalaman 52 meter menggunakan metode Davisson sebesar 1755 Ton, metode Mazurkiewich sebesar 1630 Ton, metode Chin sebesar 16799 Ton. Daya dukung ultimit berdasarkan hasil dari daya dukung loading test pada titik P2 dengan kedalaman 49 meter menggunakan metode Davisson sebesar 1910 Ton, metode Mazurkiewich sebesar 1908 Ton, metode Chin sebesar 2915 Ton. Besar efisiensi dengan menggunakan Metode sederhana sebesar 0,530, metode Converse Laberre sebesar 0,655, metode Los Angeles sebesar 0,800, metode Seiler–keeney sebesar 0,800.
Kata kunci : Pondasi,Loading test, SPT.
iii
ABSTRACT
The bored pile foundation serves to carry and hold the load that works on it, namely the upper construction load to the hard soil layer without excessive subsidence. The amount of carrying capacity of a pile foundation can also be known from the loading test testing. This study is to calculate and compare the bearing capacity of bored piles from Standard Penetration Test (SPT) data using the Reese and Wright method and calculate the capacity of bored piles from the loading test results with the Davisson method, Mazurkiewich method and Chin method. The results of the calculation of the carrying capacity of the foundation there are differences in values both seen from the use of methods and differences in points reviewed. The bearing capacity of a single bored pile foundation from the Standard Penetration Test point (BH-3A P.1) at a depth of 52 meters with the method used by Reese and Wright is cohesive at 2972.55 tons and non-cohesive at 1987.84. The bearing capacity of a single bored pile foundation from the Standard Penetration Test (BH-4A P.2) point at a depth of 49 meters with the method used by Reese and Wright is cohesive at 3085.87 tons and non-cohesive at 1954.12 tons. The ultimate carrying capacity is based on the results of the loading test carrying capacity at point P1 with a depth of 52 meters using the Davisson method of 1755 tons, the Mazurkiewich method of 1630 tons, the Chin method of 16799 tons.. The ultimate carrying capacity is based on the results of the loading test carrying capacity at point P2 with a depth of 49 meters using the Davisson method of 1910 tons, the Mazurkiewich method of 1908 tons, the Chin method of 2915 tons. The efficiency using the simple method is 0.530, the Converse Laberre method is 0.655, the Los Angeles method is 0.800, the Seiler–keeney method is 0.800.
Keywords: Foundation, Loading test, SPT.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Skripsi ini dengan judul “Analisis Daya Dukung Pondasi Bore Pile Dengan Hasil Uji Pembebanan Langsung (Loading Test) Pada Proyek Jalan Tol Binjai–Pangkalan Brandan”. Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan pendidikan meraih gelar sarjana (S1) di Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Komputer Universitas Harapan Medan.
Dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan berupa materi, moral dan motivasi dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini tepat waktu. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Sriadhi, S.T., M.Pd., M.Kom., Ph.D selaku Rektor Universitas Harapan Medan.
2. Bapak Dodi Siregar, S.Kom., M.Kom., selaku Dekan Fakultas Teknik dan Komputer Universitas Harapan Medan.
3. Ibu Kartika Indah Sari, S.T., M.T selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Komputer Universitas Harapan Medan.
4. Ibu Ir. Darlina Tanjung M.T selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta saran kepada penulis untuk menyusun dan menyelesaikan Skripsi ini.
5. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Komputer Universitas Harapan Medan.
6. Bapak dan Ibu penulis, serta Kakak Meli Rajagukguk, Kakak Pelti Rajagukguk, Adek Irma Rajagukguk, Adek Siti Rajagukguk dan Rikkot Rajagukguk yang selalu memberikan dukungan, doa, dan materi, sehingga penulis mampu menyelesaikan Skripsi ini.
7. Paman Anto, paman Tina, serta keluarga yang selalu memberikan dukungan moral, doa, dan material, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
v
8. Elly Ria Silaban, Parlin Simanullang, Bagus Tanjung, Norita Simanjuntak, Dwi diva yang selalu membantu dan mendukung saya untuk terus mampu menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.
9. Teman-teman seperjuangan penulis angkatan 2018 Teknik Sipil yang telah mendukung selama masa perkuliahan yang memberikan bantuan, dan hiburan dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Rekan-rekan Survey dan Pemetaan angkatan 2018 yang telah mendukung selama masa perkuliahan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna untuk menyempurnakan segala kekurangan dalam penulisan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca.
Medan, 21 September 2023
Heldinati Rajagukguk
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR NOTASI ... ...xiii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Batasan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat penelitian ... 3
1.6 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAHA ... 5
2.1 Defenisi Tanah ... 5
2.2 Klasifikasi Tanah ... 7
2.2.1 USCS (Unified Soil Classification System) ... 9
2.3 Penyelidikan tanah ... 11
2.3.1 Pengujian Kerucut Statis (Cone Penetration Test) atau Sondir ... 12
2.3.2 Pengujian SPT (Standart Penetration Test)... 13
2.4 Pengertian Pondasi ... 15
2.5 Macam-Macam Pondasi ... 16
2.5.1 Pondasi Dangkal ... 16
2.5.2 Pondasi Dalam ... 18
vii
2.6 Penggolongan Pondasi Tiang Pancang ... 20
2.6.1 Tiang Pancang ... 21
2.7 Penggolongan Pondasi Bored Pile ...22
2.7.1 Pondasi Bored Pile ... 23
2.7.2 Metode Pelaksanaan Pondasi Tiang Bor ... 26
2.8 Pengujian Penetration ... 28
2.9 Daya Dukung Pondasi Tiang Bor ... 29
2.10 Loading test (uji pembebanan) ... 32
2.10.1 Pengertian Loading Test ... 32
2.10.2 Tujuan Compressive Loading Test ... 33
2.10.3 Sistem pembebanan ... 35
2.10.4 Pengukuran penurunan ... 36
2.10.5 Macam-macam Pengujian ... 36
2.11 Interpretasi Method ... 39
2.11.1 Metode Davisson (1973) ... 39
2.11.2 Metode Mazurkiewicz (1972) ... 40
2.11.3 Metode Chin (1971) ... 42
2.12 Efisiensi Grup Tiang ... 43
2.13 Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang Grup ... 45
2.14 Penelitian Terdahulu
...
46BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 48
3.1 Lokasi Penelitian ... 48
3.2 Data Umum Proyek ... 48
3.3 Data Teknis Proyek ... 49
3.4 Bagan Alir Penelitian ... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52
4.1 Deskripsi Umum ... 52 4.2 Daya Dukung Pondasi Bored pile Tunggal Bardasarkan
Data SPT
4.3 Daya Dukung Pondasi Bored Pile Tunggal Bardasarkan
viii
Data SPT... 65
4.4 Daya Dukung berdasarkan Data Uji Pembebanan (Loading Test) pada titik P1 ... 77
4.5 Daya Dukung Berdasarkan Data Uji Pembebanan (Loading Test) pada titik P2 ... 80
4.6 Efisiensi Kelompok Pondasi Bored pile ... 83
4.7 Daya Dukung Kelompok pondasi Bored pile pada titik P1 ...85
4.8 Daya Dukung Kelompok pondasi Bored pile pada titik P2 ... 87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 91
5.1 Kesimpulan ... 91
5.2 Saran ... 92
DAFTAR PUSTAHA LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sistim Klasifikasi Tanah (ASTM D 2487-66T) ...8
Tabel 2.2 Kepadatan Lapisan Tanah Berdasarkan Hasil Sondir ...13
Tabel 2.3 Hubungan Nilai N dan Kerapatan Relatif ( Dr ) Tanah Pasir ...14
Tabel 2.4 Uji Pembebanan Vertikal dilaksanakan 4 (empat) cycle ...38
Tabel 4.1 Daya Dukung Pondasi Bored pile Tunggal pada titik SPT BH-3A P1 dengan metode Reese and Wright ...63
Tabel 4.2 Daya Dukung Pondasi Bored pile Tunggal pada titik SPT BH-4A P2 dengan metode Reese and Wright ...75
Tabel 4.3 Hubungan beban, penurunan dan perbandingan metode Chin pada titik P1...79
Tabel 4.4 Hubungan beban, penurunan dan perbandingan penurunan beban metode Chin pada titk P2 ...82
Tabel 4.5 Nilai Efisisensi Pile P1 dan P2 ...85
Tabel 4.6 Hasil daya dukung kelompok P1 ...86
Tabel 4.7 Hasil daya dukung kelompok P2 ...88
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tiga Fase Elemen Tanah ...6
Gambar 2.2 Alat Pengujian Statis 12 Gambar 2.3 Tabung belah standar pengujian SPT ...14
Gambar 2.4 Pondasi Telapak ...17
Gambar 2.5 Pondasi Memanjang ...18
Gambar 2.6 Pondasi Rakit ... 18
Gambar 2.7 Pondasi Sumuran ... 20
Gambar 2.8 Pondasi Tiang ...20
Gambar 2.9 Pondasi Tiang Pancang ...22
Gambar 2.10 Jenis-jenis Bored Pile ... 24
Gambar 2.11 Langkah Pelaksanaan Pondasi Tiang Bor Metode Kering ...26
Gambar 2.12 Langkah Pelaksanaan Pondasi Tiang Bor Metode Basah ...27
Gambar 2.13 Langkah Pelaksanaan Pondasi Tiang Bor Metode Casing...28
Gambar 2.14 Daya dukung ujung bored pile pasiran ...30
Gambar 2.15 Tanahan Selimut Ultimit vs SPT ...31
Gambar 2.16 Faktor adhesi ...32
Gambar 2.17 Sistem pembebanan dengan reaksi dongkrak Hidrolik ...35
Gambar 2.18 Arloji pengukur ...36
Gambar 2.19 Penentuan Qu dengan metode Davisson ...40
Gambar 2.20 Grafik hubungan penurunan metode Mazurkiewicz ...41
Gambar 2.21 Grafik penurunan menurut Metode Chin ...42
Gambar 2.22 Jarak antar Tiang ...44
Gambar 2.23 Pola Susunan Tiang kelompok ...46
Gambar 3.1 Lokasi Proyek Pembangunan Jembatan ...48
Gambar 3.2 Gambar Detail Tiang bor ...49
Gambar 3.3 Bagan Aliran Penelitian ...51
Gambar 4.1 Detail kelompok tiang P1 ...52
Gambar 4.2 Detail Tiang Bor Tunggal SPT dimensi 150 cm ...53
Gambar 4.3 Grafik Daya Dukung pada titik SPT BH-3A P1 ...64
Gambar 4.4 Detail kelompok tiang P2 ...65
xi
Gambar 4.5 Detail Tiang bor Tunggal SPT dimensi 150 cm ...65
Gambar 4.6 Grafik Daya Dukung pada titik SPT BH-4A P2 ...76
Gambar 4.7 Kurva Beban Ultimit dengan metode Davisson ...78
Gambar 4.8 Kurva Beban Ultimit dengan metode Mazurkiewich ...78
Gambar 4.9 Kurva Beban Ultimit dengan metode Chin ...79
Gambar 4.10 Kurva Beban Ultimit dengan metode Davisson ...81
Gambar 4.11 Kurva Beban Ultimit dengan metode Mazurkiewich ...81
Gambar 4.12 Kurva Beban Ultimit dengan metode Chin ...82
Gambar 4.13 Detail Kelompok Tiang ...83
xii
DAFTAR NOTASI
Dr
D Qu
Qi
Qp
QS
SF
c ø qp
AP
Cu
fs
L P
∝ E Q C1
Eg
m n s k Bg
W Ws
Ww
V VS
= Kerapatan relatif
= Kedalaman tiang
= Daya dukung ultimit tiang tunggal (ton)
= Daya dukung ijin tiang (ton)
= Daya dukung ujung tiang (ton)
= Daya dukung selimut tiang (ton
= Faktor keamanan untuk bored pile
= kohesi
= sudut geser dalam (ton)
= Tahanan ujung per satuan luas (ton/ m2 )
= Luas penampang tiang bor m (¿¿2)
¿
= Kohesi tanah (ton/ m2 )
= Gesekan selimut tiang per satuan luas (ton/ m2 )
= panjang tiang (m)
= keliling penampang tiang (m)
= Faktor adhesi
= Modulus elastis tiang (Mpa)
= Beban yang bekerja pada tiang
= Kemiringan garis lurus
= Efisiensi kelompok tiang
= Jumlah tiang pada deretan baris
= Jumlah tiang pada deretan kolom
= Jarak antar pusat ke pusat tiang
= permeabilitas
= Lebar kelompok tiang
= Berat tanah total
= Berat butiran padat
= Berat air
= Volume tanah total
xiii
= Volume butiran padat
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jembatan adalah suatu konstruksi yang mempunyai peranan penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dapat diartikan fungsi jembatan adalah menyambung/menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh karena sungai, rawa, danau, selat, saluran, lembah, dan perlintasan lainnya. Pembangunan jembatan ini harus diperhatikan seefektif dan seefisien mungkin, sehingga pembangunan jembatan dapat memenuhi keamanan dan kenyamanan bagi para pengguna jalan.
Sebelum melakukan suatu pembangunan konstruksi yang pertama dilakukan atau dikerjakan dilapangan adalah pekerjaan pondasi (struktur bawah). Pondasi adalah komponen struktur terendah dari bangunan yang meneruskan beban bangunan ke tanah atau batuan yang berada di bawahnya. Dapat juga diartikan pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah atau bagian yang terletak dibawah permukaan tanah yang berfungsi memikul beban bagian kontruksi lain yang diatasnya. Pondasi juga suatu pekerjaan yang sangat penting dalam suatu pekerjaan teknik sipil, karena pondasi inilah yang memikul dan menahan suatu beban yang bekerja diatasnya yaitu beban konstruksi atas. Pondasi ini akan menyalurkan tegangan-tegangan yang terjadi pada beban struktur atas kedalam lapisan tanah yang keras yang dapat memikul beban konstruksi tersebut dan apabila kekuatan tanah tidak mampu memikul beban pondasi maka penurunan yang berlebihan atau keruntuhan dari tanah akan terjadi.
Pondasi sebagai struktur bawah secara umum dapat dibagi dalam 2 (dua) jenis, yaitu pondasi dalam dan pondasi dangkal. Pemilihan jenis pondasi tergantung kepada jenis struktur atas apakah termasuk konstruksi beban ringan atau beban berat dan juga tergantung pada jenis tanahnya. Untuk konstruksi beban ringan dan kondisi tanah cukup baik, biasanya dipakai pondasi dangkal, tetapi
1
untuk konstruksi beban berat biasanya jenis pondasi dalam adalah pilihan yang tepat.
2
Pondasi bored pile adalah pondasi tiang yang pemasangannya dilakukan dengan mengebor tanah pada awal pekerjaan kemudian diisi dengan tulangan dan di cor dengan beton. Daya dukung bored pile diperoleh dari daya ujung (end bearing capacity) yang diperoleh dari tekanan pada ujung tiang dan daya dukung gesek atau selimut (friction bearing capacity) diperoleh dari daya dukung gesek antara bored pile dan tanah disekelilingnya.
Bored pile berinteraksi dengan tanah untuk menghasilkan daya dukung yang mampu memikul dan memberikan keamanan pada struktur atas. Untuk menghasilkan daya dukung yang akurat maka diperlukan suatu penyelidikan tanah yang akurat juga. Penyelidikan Standard Penetrasi Test (SPT) bertujuan untuk mendapatkan gambaran lapisan tanah berdasarkan jenis dan warna tanah melalui pengamatan secara visual, sifat-sifat tanah, karakteristik tanah. Untuk mengetahui daya dukung dari masing-masing pondasi tiang selama pekerjaan pemancangan maka dilakukan pengujian beban tiang statis terhadap gaya aksial (loading test).
Dengan pengujian ini akan dapat diperkirakan besarnya beban maksimum (ultimate) dan penurunan (settlement) dari masing-masing tiang tunggal sehingga dapat direncanakan daya dukung pondasi tersebut mendekati kenyataan yang sebenarnya. Daya dukung tiang tunggal sangat dipengaruhi oleh keseragaman sifat tanah, oleh karena itu nilai daya dukung tiang dapat sangat bervariasi meskipun terletak pada suatu lokasi bangunan yang sama.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang, maka diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Berapakah besar daya dukung pondasi tiang tunggal bored pile dengan menggunakan metode Reese & Wright berdasarkan data SPT (Standar Penetration Test)?
2. Berapakah besar daya dukung pondasi tiang tunggal bored pile berdasarkan rumus dari metode Davisson, metode Mazurkiewich dan metode Chin dari data Loading Test?
3
3. Berapakah efisiensi tiang kelompok dengan menggunakan metode sederhana, metode converse-labera, metode Los Angeles, dan metode Sailer-Keeney?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan suatu peryataan atau statement tentang apa yang ingin kita cari atau yang ingin kita tentukan. Dalam hal ini yang menjadi tujuan penelitian adalah:
1.Untuk mengetahui besarnya daya dukung pondasi tiang tunggal bored pile berdasarkan metode Reese & Wright dari data Standar Penetration Test (SPT).
2.Untuk mengetahui besarnya daya dukung Pondasi Tiang tunggal bored pile berdasarkan metode Davisson, Mazurkiewich dan Chin dari data Loading Test.
3.Untuk mengetahui besarnya efisiensi tiang kelompok dengan mengunakan metode sederhana, metode Converse-Labera, metode Los Angeles dan metode Sailer-Keeney.
1.4 Batasan Penelitian
Untuk membatasi lingkup permasalahan dan mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Perhitungan daya dukung tiang tunggal pondasi bored pile ini dengan menggunakan metode Reese & Wright dari data standart penetration test.
2. Tidak membahas perhitungan gaya horizontal dan gaya vertikal jembatan.
3. Tidak menghitung dan menganalisa penurunan tiang pondasi.
4. Tidak membahas perhitungan struktur atas yang merupakan bagian yang menerima beban langsung meliputi beban mati (dead load) dan beban hidup (live load) jembatan.
1.5 Manfaat penelitian
Dalam melakukan penelitian ini terdapat beberapa manfaat yang diperoleh sebagai berikut:
4
1.
Untuk memberikan manfaat dan informasi secara lebih detail tentang kapasitas dukung pondasi pada jembatan.2.
Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai perhitungan daya dukung pondasi bored pile.3.
Mengetahui perbedaan metode analitik kapasitas daya dukung tiang dari data standart peneration test dan Loading test.4.
Proses loading test dapat mewakili dalam perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi tiang terhadap tanah.1.6 Sistematika Penulisan
Untuk memperjelas tahapan yang dilakukan dalam studi ini, penulisan tugas akhir ini dikelompokkan ke dalam 5 (lima) sub bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Membahas tentang latar belakang, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Merupakan kajian sebagai literature serta hasil studi yang relevan dengan pembahasan ini. dalam hal ini diuraikan hal – hal mengenai jenis – jenis pondasi tiang bored pile dan beberapa metode perhitungan daya dukung pondasi dalam, serta beberapa parameter soil investigation.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang metode – metode yang dipakai dalam penelitian ini yaitu lokasi penelitian, pengumpulan data, pengelolaan data, data umum dan teknis proyek dan diagram alir penyusun skripsi.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Menguraikan tentang perhitungan daya dukung bored pile bersadarkan data penyelidikan tanah serta uji pembebanan langsung (loading test).
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5
Berisi kesimpulan sesuai dengan analisa terhadap penelitian ini dan beberapa saran untuk penelitian lebih lanjut yang lebih baik di masa yang akan datang.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAHA
2.1 Defenisi Tanah
Dalam pandangan Teknik Sipil tanah adalah himpunan mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak diatas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relative lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap- ngendap diantara partikel-partikel (Hardiyatmo,2010). Ruang diantara partikel- partikel dapat berisi air, udara ataupun keduanya.
Tanah selalu mempunyai peranan penting pada suatu lokasi pekerjaan konstruksi karena tanah adalah pondasi pendukung suatu bangunan atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul atau bendungan, atau kadang- kadang sebagai sumber penyebab gaya luar pada bangunan seperti tembok/dinding penahan tanah. Dalam perencanaan atau pelaksanaan bangunan, perlu mengenai pengertian yang mendalam mengenai fungsi-fungsi serta sifat tanah jika dilakukan pembebanan terhadapnya.
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Braja M.Das,1995).
Tanah merupakan material geologi yang berada pada bagian kerak bumi yang digunakan sebagai media bekerja untuk mendirikan suatu struktur atau konstruksi, baik itu konstruksi gedung, konstruksi jembatan maupun konstruksi lainnya. Tanah berasal dari pelapukan batuan yang prosesnya data secara fisik maupun kimia. Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang diantara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya tanah dikatakan dalam kondisi jenuh, bila rongga terisi udara
dan air tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Tanah kering adalah tanah yang tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol.
8
Tanah terdiri dari 3 Fase elemen tanah yaitu udara, air dan butiran tanah seperti pada gambar 2.1 berikut ini:
(Sumber: Braja M Das, 1995)
Secara umum dari hasil survey lapangan dan test laboratorium tanah memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Permaebilitas tanah
b. Kemampuan dan konsolidasi tanah c. Kekuatan tegangan geser tanah d. Klasifikasi tanah
Secara umum tanah dapat diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan sifat lekatnya yaitu tanah kohesif dan tanah non kohesif (granular) dan tanah organik.
sifat-sifat sebagai berikut:
1. Tanah kohesif adalah tanah yang mempunyai sifat kelekatan antara butir- butirnya seperti tanah lempung.
2. Tanah non kohesif adalah tanah yang tidak mempunyai atau sedikit sekali lekatan antara butir-butirnya yang hampir tidak mengandung lempung misalnya pasir.
3. Tanah organik adalah tanah yang sifatnya sangat dipengaruhi oleh bahan-bahan organik (sifat tidak baik) seperti sisa-sisa hewan maupun tumbuhan.
Gambar 2.1 Fase elemen tanah
2.2 Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem penggolongan yang sistematis dari jenis-jenis tanah yang mempunyai sifat-sifat yang sama kedalam kelompok- kelompok dan sub kelompok berdasarkan pemakaian menurut Das,1995.
Klasifikasi tanah diperlukan antara lain sebagai berikut:
1. Perkiraan hasil eksplorasi tanah (persiapan bor-log tanah dan peta tanah).
2. Perkiraan standart kemiringan lereng dari penggalian tanah atau tebing.
3. Perkiraan pemilihan bahan (penentuan tanah yang harus disingkirkan, pemilihan tanah dasar, bahan tanah timbunan).
4. Perkiraan muai dan susut.
5. Pemilihan jenis konstruksi dan peralatan untuk konstruksi (pemilihan cara penggalian dan rancangan penggalian).
6. Perkiraan kemampuan peralatan untuk konstruksi.
7. Rencana pekerjaan.
Untuk memperoleh hasil klasifikasi yang objectif, biasanya tanah ini secara sepintas dibagi dalam tanah berbutir kasar, dan berbutir halus berdasarkan suatu hasil analisa mekanis. Selanjutnya, tahap klasifikasi tanah berbutir halus diadakan berdasarkan percobaan konsistensi. Dibeberapa negara terdapat berbagai metode klasifikasi tanah yang ditentukan dalam buku pedoman untuk peraturan perencanaan, tapi mengingat batas ukuran diameter butir untuk kerikil, pasir, lanau (silt) dan lempung (clay) sering berbeda dari nagara ke negara yang lain dan dari waktu ke waktu, maka sebelumnya harus diperhatikan batas ukuran yang dipergunakan. Jadi bila mana menggunakan suatu metode klasifikasi tanah sangat perlu dimengerti dasar-dasar metode klasifikasi tersebut.
Meskipun ukuran butir tanah menyajikan cara yang sangat baik dalam mengklasifikasikan tanah, tetapi masih juga mempunyai kekurangan yaitu hanya sedikit sekali hubungan antara ukuran butir dan sifat-sifat fisik bagi tanah butir halus, misalnya karakteristik konsistensi dan plastisitas dari fraksi halus tanah yang ada.Sistem klasifikasi tanah mengikuti Unified Soil Classification sistem (USCS) dibuat berdasarkan sifat-sifat teknis material yaitu ukuran butiran, gradasi, plastisitas, kompresibilitas.
Tabel 1.1 menunjukkkan nama, tanda dan standart yang diklasifikasikan berdasarkan “Unified Standart Classification System.”
(Sumber: Ir.L.Taulu dkk, 1980)
Tabel 1.1 Sistim klasifikasi tanah (ASTM D 2487-66T)
Klasifikasi golongan tanah berbutir kasar ditandai dengan kelompok seperti:
GW, GP, GM, GC, SW, SP, SM dan SM. dan tanah berbutir halus ditandai dengan simbol ML, CL, OL, ME, CH, dan OH diperoleh dengan cara menggambarkan batas cair dan indeks plastisitas tanah yang bersangkutan pada bagan plastisitas. Batu kerikil dan pasir dikenal sebagai golongan bahan-bahan yang berbutir kasar atau tidak kohesif sedangkan lanau dan lempung di kenal sebagai golongan bahan-bahan yang berbutir halus/kohesif. Adapun sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan adalah sistem klasifikasi tanah USCS (Unified Soil Classification Sistem).
2.2.1 USCS (Unified Soil Classification System)
Sistem klasifikasi tanah ini diusulkan oleh (Arthur Cassagrande,1998), sistem ini didasarkan pada sifat tekstur tanah dan sistem ini menempatkan tanah dalam tiga kelompok :
A. Tanah berbutir kasar B. Tanah berbutir halus C. Tanah organis
Tanah berbutir kasar adalah tanah yang mempunyai persentase lolos saringan No.200 < 50% sedangkan tanah berbutir halus adalah tanah dengan persentase lolos saringan No.200 > 50%.
Tanah ini dibagi dengan simbol-simbol tertentu yaitu:
1.
Simbol komponen:a)
Kerikil : G (Gravel)b)
Pasir : S (Sand)c)
Lanau : M (Mo)d)
Lempung : C (Clay)e)
Organis : O (Organic)f)
Humus : Pt (Peat)2. Simbol Gradasi :
a) Bergradasi baik : W (Well graded) b) Bergradasi buruk : P (Poorly graded)
3. Simbol Batas Cair :
Tinggi : H (High), Rendah : L (Low) A. Tanah Berbutir Kasar
Tanah berbutir kasar dibagi lagi atas:
a) Kerikil dan tanah kerikilan (G) b) Pasir dan tanah kepasiran (S)
Yang termasuk dalam kerikil adalah tanah yang mempunyai persentase lolos saringan No.4 > 50% termasuk kelompok pasir. Baik pasir maupun kerikil dibagi lagi dalam 4 kelompok yaitu:
1. Kelompok GW dan SW adalah tanah kerikilan dan kepasiran bergradasi baik dengan butiran halus yang sedikit atau tanpa butiran halus yang non plastis (lolos saringan No.200 < 5%).
2. Kelompok GP dan SP adalah tanah kerikilan dan kepasiran bergradasi buruk dengan butiran halus sedikit yang non plastis.
3. Kelompok GM dan SM adalah mencakup tanah kerikil atau pasir kelanauan (lolos saringan No.200 > 12%) dengan plastisitas rendah atau non plastis.
Dalam kelompok ini bisa termasuk baik yang bergradasi baik maupun yang bergradasi buruk.
4. Kelompok GC dan SC adalah mencakup tanah kerikil atau kepasiran dengan butiran halus (lolos saringan No.200 < 12%) lebih bersifat lempung dengan plastisitas rendah sampai tinggi.
B. Tanah berbutir halus
Tanah berbutir halus disebut lanau (M) yang berasal dari bahasa Swedia dan lempung (C) yang di dasarkan pada batas cair dan indeks plastis juga tanah organis (O) termasuk dalam fraksi ini. lanau, lempung dan tanah organis dibagi lagi menjadi batas cair yang rendah (L) dan tinggi (H), garis pembagi antara batas cair yang rendah dan tinggi ditentukan sebagai berikut ini:
1. Kelompok ML dan MH adalah tanah yang diklasifikasikan sebagai lanau pasiran, lanau lempung atau lanau anorganis dengan plastisitas relatif rendah.
2. Juga termasuk tanah jenis butiran lepas, bubur batu, tanah yang mengandung mika juga beberapa jenis lempung.
3. Kelompok CH dan CL terutama adalah lempung anorganis. Kelompok CH adalah lempung dengan plastisitas sedang sampai tinggi mencakup lempung gemuk, lempung jumbo. Lempung dengan plastisitas rendah yang diklasifikasikan CL biasanya adalah lempung kurus, lempung pasir, atau lempung lanau.
4. Kelompok OL dan OH adalah tanah yang ditunjukan sifat-sifatnya dengan adanya bahan organik, lempung dan lanau organis termasuk kedalam kelompok ini dan mereka mempunyai plastisitas berkisar pada kelompok ML dan MH.
C. Tanah organis tinggi
Tanah ini tidak dibagi lagi tapi diklasifikasikan dalam satu kelompok.
Biasanya mereka sangat mudah ditekan dan tidak mempunyai sifat sebagai bahan bangunan yang di inginkan, tanah khusus dari kelompok ini adalah humus, tanah lumpur dengan tekstur organis yang tinggi. Komponen umum dari tanah ini adalah partikel daun, rumput, dahan atau bahan-bahan yang regas lainnya.
2.3 Penyelidikan Tanah
Penyelidikan tanah diperlukan untuk menentukan stratifikasi (pelapisan) tanah dan karakteristik teknis tanah sehingga perancangan dan konstruksi pondasi dapat dilaksanakan dengan ekonomis. Bergantung pada maksud dan tujuannya, penyelidikan tanah dapat dilakukan dengan cara- cara sebagai berikut:
1. Menggali lubang uji (test-pit) 2. Pengeboran
3. Pengujian secara langsung di lapangan (in-situ test)
Dari data-data yang diperoleh serta sifat-sifat teknis tanah yang dipelajari, kemudian digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tipe dan kedalaman pondasi, menganalisis daya dukung, mengetahui kedalaman muka air tanah, dan memprediksi besarnya penurunan yang terjadi. Untuk memperkirakan
daya dukung lapisan tanah tersebut dapat dilakukan dengan melakukan percobaan seperti SPT (Standard Penetration Test), Sondir, Boring dan lain sebagainya.
Untuk mendapatkan data yang cukup teliti dan lengkap harus dilakukan penyelidikan tanah yang terperinci, yang berarti tidak hanya berdasarkan satu jenis percobaan saja dan sebaiknya penyelidikan tersebut diperoleh dengan membandingkan beberapa percobaan. Untuk mendapatkan data yang teliti tergantung pada ketepatan pemilihan alat yang dipakai misalnya sondir tidak tepat digunakan pada lapisan tanah yang mengandung lapisan kerikil dan batuan.
Sedangkan boring tidak dapat dilaksanakan pada lapisan tanah yang lunak dan mudah lepas, yang akan mengalami keruntuhan yang dapat menutupi lubang yang telah ada. Adapun penyelidikan tanah yang biasa dilakukan untuk pekerjaan perencaan konstruksi pondasi yaitu pengujian kerucut statis (Cone Penetration Test) atau yang biasa disebut sebagai pengujian sondir, pengujian SPT (Standart Penetration Test), serta pengujian laboratorium sampel tanah yang diambil dari lapangan.
2.3.1 Pengujian Kerucut Statis ( Cone Penetration Test ) atau Sondir
Pengujian kerucut statis (sondir) sangat berguna untuk memperoleh nilai variasi kepadatan tanah pasir yang tidak padat. (Hardiyatmo,2011:72) Pengujian
kerucut statis atau sondir ini tidak efektif jika digunakan pada tanah-tanah berkerikil dan berbatu karena akan mengalami kesulitan dalam menembus tanah.
Alat ini terdiri dari kerucut baja yang terletak diujung yang mempunyai sudut kemiringan 60 ° dan berdiameter 35,7 mm atau yang mempunyai luas penampang 10 cm. Pengujian ini dilakukan dengan cara mendorong kerucut baja ke dalam tanah dengan kecepatan 10 mm/detik dan kemudian dilakukan pembacaan tahanan kerucut statis atau tahanan konus pada arloji pengukur yang dibaca pada tiap-tiap penetrasi sedalam 20 cm. Data yang dikumpulkan ialah tahanan ujung (qc)dan tahanan gesek selimut (qs). Data yang diperoleh dari uji penetrasi kerucut (Cone Penetration Test) dapat digunakan untuk menetapkan kapasitas daya dukung dan dapat digunakan untuk memperkirakan klasifikasi tanah dalam rentang di mana pengujian tersebut dapat diterapkan (Bowles, 1988:141).
Hubungan antara kekuatan atau kepadatan tanah dengan hasil pengujian penetrasi sondir dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.2 Kepadatan Lapisan Tanah Berdasarkan Hasil Sondir Konsistensi Conus Resistance
Kg/ cm2
Friction Ratio (FR)%
Sangat Lepas < 20 2.0
Lepas 20 - 40 2.0
Setengah Lepas 40 - 120 2.0
Padat 120 - 200 4.0
Sangat Padat > 200 4.0
(Sumber : Hardiyatmo, 1996)
2.3.2 Pengujian SPT (Standart Penetration Test)
Pengujian SPT (Standart Penetration Test) dilakukan karena sulitnya memperoleh contoh tanah tak terganggu pada tanah granuler. Pada pengujian ini, sifat-sifat tanah ditentukan dari pengukuran kerapatan relatif secara langsung di lapangan. Pengujian untuk mengetahui estimasi nilai kerapatan relatif yang sering digunakan adalah pengujian penetrasi standar atau bisa disebut pengujian SPT (Standard Penetration Test).
Gambar 2.2 Alat Pengujian Statis (Sumber: Hardiyatmo,1996)
Pengujian ini dilakukan menggunakan alat uji berupa sebuah tabung yang dapat dibelah atau yang disebut sebagai Standart Split Barrel Sampler. Pengujian SPT dilakukan sewaktu melakukan pengeboran inti, jika kedalaman pengeboran telah mencapai lapisan tanah yang akan diuji. Mata bor dilepas dan diganti dengan alat yang disebut tabung belah standar (standard split barrel sampler).
Setelah tabung ini dipasang bersama dengan pipa bor, alat diturunkan sampai ujungnya menumpu lapisan tanah dasar, dan kemudian dipukul dari atas.
Pukulan yang diberikan oleh alat pemukul yang beratnya 63,5 kg (140 pon), yang ditarik naik turun dengan tinggi jatuh 76,2 cm (30 inci).
Sumber: Hardiyatmo, 1996)
Nilai SPT diperoleh dari jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk penetrasi tabung belah standar sedalam 30,48 cm yang didefinisikan sebagai nilai-N.
Hubungan N dengan kerapatan relatif ( Dr ) yng diusulkan Terzaghi dan Peck (1948), untuk tanah pasir, seperti pada Tabel berikut:
Gambar 2.3 Tabung belah standar pengujian SPT (Sumber: Hardiyatmo,1996)
Tabel 2.3 Hubungan nilai N dan kerapatan relatif ( Dr ) tanah pasir
Nilai N Kerapatan relatif
<4 Sangat tidak padat
4-10 Tidak padat
10-30 Kepadatan sedang
30-50 padat
>50 Sangat padat
(Sumber : Hardiyatmo, 1996)
Adapun kelebihan dan kekurangan pengujian SPT di uraikan sebagai berikut:
a. Kelebihan
1. Dapat diperoleh nilai N dan contoh tanah (terganggu).
2. Dapat digunakan pada sembarang jenis tanah dan batuan lunak.
3. Uji SPT pada pasir, hasilnya dapat digunakan langsung untuk memprediksi kerapatan relatif dan kapasitas daya dukung tanah.
b. Kekurangan
1. Sampel dalam tabung SPT diperoleh dalam kondisi terganggu.
2. Nilai N yang diperoleh merupakan data sangat kasar, bila digunakan untuk tanah lempung.
3. Derajat ketidak pastian hasil uji SPT yang diperoleh bergantung pada kondisi alat dan operator.
4. Hasil tidak dapat dipercaya dalam tanah mengandung banyak kerikil.
2.4 Pengertian Pondasi
Pondasi adalah konstruksi yang paling terpenting pada suatu bangunan.
Semua kontruksi yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah harus didukung oleh pondasi. Pondasi ialah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban yang ditopang oleh pondasi dan beratnya sendiri kedalam tanah dan batuan yang terletak di bawahnya (Bowles,1977).
Jadi Pondasi merupakan bagian bangunan yang menghubungkan bangunan dengan tanah, yang menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban berguna, dan gaya-gaya luar terhadap gedung seperti tekanan angin, gempa bumi,
dan lain-lain. Dalam merencanakan suatu pondasi sangatlah dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:
a.
bangunan yang didukung.b.
Jenis tanah dan daya dukungnyac.
Bahan penyusun pondasi.d.
Alat dan tenaga kerja pembuat.e.
Lokasi dan situasi pondasi yang dibuat.f.
Biaya pembuatan pondasi.Dalam merencanakan pondasi sebaiknya berdasarkan hasil investigasi penyelidikan tanah (Soil Investigation), yaitu suatu usaha penyelidikan tanah untuk mengetahui karakteristik tanah pada setiap lapisan, serta jenis dan kekuatan tanah tersebut. Dari hasil penyelidikan tanah (Soil Investigation) dapat diketahui beberapa parameter tanah, antara lain:
a.
Jenis dan kekuatan tanah serta kedalamannya.b.
Kedalaman dan muka air tanah.c.
Perkiraan penurunan (Settlement) di kemudian hari.d.
Perkiraan beban maksimum yang diijinkan.e.
Dari data yang di dapat diharapkan dapat menentukan jenis pondasi yang akan digunakan.2.5 Macam-Macam Pondasi
Pondasi dapat digolongkan berdasarkan dimana beban itu di topang oleh tanah. Pondasi bangunan ada dua bagian yaitu pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation):
2.5.1 Pondasi Dangkal
Pondasi dangkal adalah struktur bangunan paling bawah yang berfungsi meneruskan beban bangunan ke lapisan tanah yang berada relatif dekat dengan permukaan tanah. Pada awalnya yang dikategorikan dalam pondasi dangkal adalah pondasi yang memiliki kedalaman (D) lebih kecil atau sama dengan
dimensi lebar pondasi dengan kedalaman kurang dari 3 meter. Kedalaman pondasi dangkal ini bukan aturan yang baku, tetapi merupakan sebagai pedoman. Karena dalam perkembangannya, pondasi masih dianggap dangkal meskipun kedalaman pondasi mencapai 3 (tiga) sampai 4 (empat) kali lebar pondasi.
Secara fisik umumnya pondasi dangkal berupa pondasi tapak dengan bentuk empat persegi panjang, bujur sangkar, atau lingkaran (setempat dan menerus).
Untuk pondasi bangunan rumah tinggal dan gedung bertingkat biasa (ordinary low rise building), karena beban bangunan relatif tidak besar maka biasanya cukup digunakan pondasi dangkal atau yang disebut pondasi langsung (spread footing).
Apabila kedalaman alas pondasi (Df) dibagi lebar terkecil alas pondasi (B) kurang dari 4 (empat), (Df / B < 4) dan apabila letak tanah baik (kapasitas daya dukung ijin tanah > 2,0 kg/cm²) maka digunakan pondasi ini. Pondasi dangkal umumnya tidak cocok dalam tanah kompresif yang lemah atau sangat buruk, seperti tanah urug dengan kepadatan yang buruk. pondasi dangkal juga tidak cocok untuk jenis tanah gambut, lapisan tanah muda , dan lain-lain.
Pondasi dangkal dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Pondasi telapak yaitu pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom.
2. Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak sisinya akan terhimpit satu sama lainnya.
3. Pondasi rakit (raft foundation) yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak atau digunakan bila susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat disemua arahnya, sehingga bila dipakai pondsi telapak, sisi-sisinya berhimpit satu sama lainnya.
Adapun gambar tipe pondasi dangkal sebagai berikut:
Gambar 2.4 Pondasi Telapak (Sumber: Braja M.Das,1941) Gambar 2.5 Pondasi Memanjang
(Sumber: Braja M.Das,1941)
2.5.2 Pondasi Dalam
Pondasi dalam adalah pondasi yang didirikan pada permukaan tanah dengan kedalaman tertentu dimana daya dukung dasar pondasi dipengaruhi oleh beban struktural dan kondisi permukaan tanah, pondasi dalam biasanya dipasang pada kedalaman lebih dari 3 meter di bawah elevasi permukaan tanah. Pondasi dalam dapat dijumpai dalam bentuk pondasi tiang pancang, dinding pancang, pondasi kompensasi. Pondasi dalam dapat digunakan untuk mentransfer beban lapisan yang lebih dalam untuk mencapai kedalaman yang tertentu sampai didapat jenis tanah yang mendukung daya beban struktur bangunan sehingga jenis tanah yang tidak cocok didekat permukaan tanah dapat dihindari.
Apabila lapisan atas berupa tanah lunak dan terdapat lapisan tanah yang keras yang dalam, maka dibuat pondasi tiang pancang yang dimasukan kedalam sehingga mencapai tanah keras (Df/B > 10 m), tiang–tiang tersebut disatukan oleh pile cap. Pondasi ini juga dipakai pada bangunan dengan bentangan yang cukup lebar (jarak antara kolom 6m) dan bangunan bertingkat. Yang termasuk dalam pondasi ini antara lain; pondasi tiang pancang, pondasi sumuran, pondasi bored pile, dan lain-lain.
Persyaratan stabilitas dan deformasi seperti :
1.
Kedalaman harus memadai untuk menghindarkan pergerakan tanah lateral dan bawah pondasi, khusus untuk pondasi tapak dan rakit.2.
Kedalaman harus berada dibawah daerah perubahan volume musiman yang disebabkan oleh pembekuan, pencairan, dan pertumbuhan tanaman.3.
Sistem harus aman terhadap penggulingan, rotasi, penggelinciran atau pergeseran tanah.4.
Sistem harus aman terhadap korosi atau kerusakan yang disebabkan oleh bahan berbahaya yang terdapat didalam tanah.Gambar 2.6 Pondasi Rakit (Sumber: Braja M.Das,1941)
5.
Pergerakan tanah keseluruhan (umumnya penurunan) dan pergerakan diferensial harus dapat ditolelir oleh elemen pondasi dan elemen bangunan atas.Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak jauh dari permukaan, seperti:
1. Pondasi sumuran (pier foundation) yaitu pondasi yang merupakan peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam, dimana pondasi sumuran nilai kedalaman (Df) dibagi lebarnya (B) lebih besar 4 sedangkan pondasi dangkal Df/B ≤ 1.
2. Pondasi tiang (pile foundation) digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman yang normal tidak mampu mendukung bebannya dan tanah kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat dalam. Pondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih panjang dibanding dengan pondasi sumuran (Bowles, 1991).
Adapun gambar tipe Pondasi Dalam sebagai berikut :
Gambar 2.7 Pondasi Sumuran (Sumber: Braja M.Das,1941)
Gambar 2.8 Pondasi Tiang (Sumber: Braja M.Das,1941)
2.6 Penggolongan Pondasi Tiang Pancang
Tiang pancang saat ini banyak digunakan di Indonesia sebagai pondasi bangunan, seperti jembatan, gedung bertingkat, pabrik atau gedung-gedung industri, menara, dermaga, bangunan mesin-mesin berat, dan lain-lain. Bangunan- bangunan tersebut merupakan konstruksi-konstruksi yang memiliki dan menerima beban yang relatif berat. Penggunaan tiang pancang untuk konstruksi biasanya bertitik tolak pada beberapa hal mendasar seperti anggapan adanya beban yang besar sehingga pondasi langsung jelas tidak dapat digunakan, kemudian jenis tanah pada lokasi yang bersangkutan relatif lunak (lembek) sehingga pondasi langsung tidak ekonomis lagi untuk dipergunakan. Mengingat pembuatan pondasi tiang pancang dibandingkan dengan pembuatan pondasi lain, pondasi ini mempuyai beberapa keuntungan sebagai berikut:
1. Waktu pelaksanaannya relatif cepat.
2. Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.
3. Kekuatan tiang yang dihasilkan dapat diandalkan karena tiang dibuat dipabrik dengan pemeriksaan kualitas yang ketat.
4. Pelaksanaannya lebih mudah.
Pondasi tiang juga mempunyai kelemahan sebagai berikut:
1. Pemancangan sulit dilakukan apabila diameter tiang terlalu besar.
2. Harga pondasi tiang mahal.
3. Pada pelaksanaan pemancangan tiang menimbulkan getaran dan kebisingan pada daerah sekitar yang berpenduduk padat.
4. Bila panjang tiang pancang kurang, maka dilakukan penyambungan, Penyambungan ini sulit dan memerlukan alat penyambung khusus.
Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain tipe dari tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri-ciri topografinya, alasan teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun.
Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material yang digunakan dan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah.
2.6.1 Tiang Pancang
Pondasi tiang pancang adalah pondasi yang menggunakan tiang beton jadi (pre cast) yang langsung ditancapkan ke dalam tanah dengan menggunakan mesin pemancang. Karena ujung tiang pancang lancip menyerupai paku, oleh karena itu tiang pancang tidak memerlukan proses pengeboran. Pemancangan tiang dapat dilakukan dengan memukul kepala tiang dengan palu atau getaran dengan penekanan secara hidrolik. Pekerjaan pemancangan biasanya memperhitungkan kondisi lingkungan di mana konstruksi tersebut akan dibangun.
Pondasi tiang pancang dipergunakan pada tanah-tanah lembek, tanah be- rawa, dengan kondisi daya dukung tanah (sigma tanah) kecil, kondisi air tanah tinggi dan tanah keras pada posisi yang sangat dalam. Berdasarkan bahan yang digunakan pada pembuatan tiang pancang, maka tiang pancang dibagi menjadi beberapa jenis:
a) Tiang pancang kayu b) Tiang pancang beton c) Tiang pancang pra tegang
Gambar 2.9 Pondasi Tiang Pancang (Sumber: Braja M.Das,1941)
2.7 Penggolongan pondasi Bored Pile
Pondasi bored pile dapat dibagi menjadi 3 kategori sebagai berikut:
1. Tiang perpindahan besar (large displacement pile).
Tiang perpindahan besar (large displacement pile) yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan volume tanah yang relatif besar. Termasuk dalam tiang perpindahan besar adalah tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang (pejal atau berlubang), tiang baja bulat (tertutup pada ujungnya).
2. Tiang perpindahan kecil (small displacement pile)
Tiang perpindahan kecil (small displacement pile) adalah sama seperti tiang kategori pertama hanya volume tanah yang dipindahkan saat pemancangan relative kecil, contohnya: tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton prategang berlubang dengan ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, tiang ulir.
3. Tiang tanpa perpindahan (non displacement pile)
Tiang tanpa perpindahan (non displacement pile), terdiri dari tiang yang dipasang di dalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah.
Termasuk dalam tiang tanpa perpindahan adalah bored pile, yaitu tiang beton yang pengecorannya langsung di dalam lubang hasil pengeboran tanah (pipa baja diletakkan di dalam lubang dan dicor beton), (H.C.
Hardiyatmo, 2002).
Berdasarkan penyaluran beban ke tanah, pondasi bored pile dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Pondasi bored pile dengan tahanan ujung (end bearing pile). Tiang ini meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang kelapisan tanah pendukung.
2. Pondasi bored pile dengan tahanan geseran (friction pile). Tiang ini meneruskan beban ke tanah melalui tahanan geser selimut tiang.
3. Kombinasi Friction dan end bearing capacity.
2.7.1 Pondasi Bored Pile
Pondasi bored pile yang dibangun adalah bentuk pondasi dalam yang dibangun di dalam permukaan tanah, pondasi di tempatkan sampai kedalaman yang di butuhkan dengan sistem pengeboran atau pengerukan tanah yang kemudian diisi dengan material beton dengan memberikan penulangan terlebih dahulu. Sistem pengeboran dapat dilakukan dengan cara manual atau hidrolik.
Besar diameter dan kedalaman galian dan juga sistem penulangan beton bertulang didesain berdasarkan daya dukung tanah dan beban yang akan di pikul. Tiang ini biasanya dipakai pada tanah yang stabil dan kaku, sehingga memungkinkan untuk membentuk lubang yang stabil dengan alat bor. Jika tanah mengandung air, pipa besi dibutuhkan untuk menahan dinding lubang dan pipa ini ditarik ke atas pada waktu pengecoran beton. Pada tanah yang keras atau batuan lunak, dasar tiang dapat dibesarkan untuk menambah tahanan dukung ujung tiang.
Ada berbagai jenis pondasi bored pile yaitu:
1. Bored pile lurus untuk tanah keras.
2. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel.
3. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium.
4. Bored pile lurus untuk tanah berbatu-batuan.
Gambar 2.10 Jenis-jenis Bored Pile (Sumber: Braja M.Das,1941)
Ada beberapa alasan digunakannya pondasi bored pile dalam konstruksi:
1. Bored pile tunggal dapat digunakan pada tiang kelompok atau pile cap.
2. Kedalaman tiang dapat divariasikan.
3. Bored pile dapat didirikan sebelum penyelesaian tahapan selanjutnya.
4. Ketika proses pemancangan dilakukan, getaran tanah akan mengakibatkan kerusakan pada bangunan yang ada di dekatnya, tetapi dengan penggunaaan pondasi bored pile hal ini dapat dicegah.
5. Pada Pondasi bored pile pancang, proses pemancangan pada tanah lempung akan membuat tanah bergelombang dan menyebabkan pondasi bored pile sebelumnya bergerak ke samping. Hal ini tidak terjadi pada konstruksi pondasi bored pile.
6. Selama pelaksanaan pondasi bored pile tidak ada suara yang ditimbulkan oleh alat pancang seperti yang terjadi pada pelaksanaan pondasi bored pile pancang.
7. Karena dasar dari pondasi bored pile dapat diperbesar, hal ini memberikan ketahanan yang besar untuk gaya keatas.
8. Permukaan diatas dimana dasar bored pile didirikan dapat diperiksa secara langsung.
9. Pondasi bored pile mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap beban lateral.
Beberapa kelemahan dari pondasi bored pile :
1. Keadaan cuaca yang buruk dapat mempersulit pengeboran dan pengecoran, dapat diatasi dengan cara menunda pengeboran dan pengecoran sampai keadaan cuaca memungkinkan atau memasang tenda sebagai penutup.
2. Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah berupa pasir atau tanah berkerikil maka menggunakan bentonite sebagai penahan longsor.
3. Pengecoran beton sulit bila dipengaruhi air tanah karena mutu beton tidak dapat dikontrol dengan baik maka diatasi dengan cara ujung pipa tremie berjarak 25-50 cm dari dasar lubang pondasi.
4. Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan tanah, sehingga mengurangi kapasitas dukung tanah terhadap tiang, maka air yang mengalir langsung dihisap dan dibuang kembali kedalam kolam air.
5. Akan terjadi tanah runtuh (ground loss) jika tindakan pencegahan tidak dilakukan, maka dipasang casing untuk mencegah kelongsoran.
6. Karena diameter tiang cukup besar dan memerlukan banyak beton dan material, untuk pekerjaan kecil mengakibatkan biayanya sangat melonjak maka ukuran tiang bored pile disesuaikan dengan beban yang dibutuhkan.
7. Walaupun peneterasi sampai ke tanah pendukung pondasi dianggap telah terpenuhi, kadang-kadang terjadi bahwa tiang pendukung kurang sempurna karena adanya lumpur yang tertimbun di dasar, maka dipasang pipa paralon pada tulangan bored pile untuk pekerjaan base grouting.
2.7.2 Metode Pelaksanaan Pondasi Tiang Bor
Pada saat ini ada tiga metode dasar pengeboran (variabel-variabel tempat proyek mungkin juga memerlukan perpaduan beberapa metode), yaitu:
a. Metode Kering (Dry Hole Method)
Cara ini sesuai dengan jenis tanah kohesif dan pada tanah dengan muka air tanah yang berada pada kedalaman di bawah dasar lubang bor atau jika permeabilitas tanahnya sangat kecil, sehingga pengecoran beton dapat dilakukan sebelum pengaruh air kecil. Pada metode kering yang pertama dilakukan adalah sumuran digali dan dasarnya dibentuk lonceng jika perlu. Kemudian sumuran diisi sebagian dengan beton dan kerangka tulangan dipasang dan setelah itu sumuran telah selesai dikerjakan. Kerangka tulangan tidak boleh dimasukkan sampai mencapai dasar sumuran karena diperlukan pelindung beton minimum, tetapi kerangka tulangan diperpanjang sampai akhir mendekati kedalaman penuh dari pada hanya mencapai kira-kira setengahnya saja.
Metode ini membutuhkan tanah tempat proyek yang tak berlekuk (kohesif) dan permukaan air di bawah dasar sumuran atau jika permeabilitasnya cukup rendah, sumuran bila digali (mungkin juga dipompa) dan dibeton sebelum sumuran terisi air cukup banyak sehingga bisa mempengaruhi kekuatan beton.
Rangkaian pelaksanaan dapat dilihat pada gambar 2.11.
b. Metode Basah
Metode basah umumnya dilakukan bila pengeboran melewati muka air tanah, sehingga lubang bor biasanya longsor bila dindingnya tidak ditahan. Agar lubang tidak longsor, di dalam lubang bor diisi dengan larutan tanah lempung atau polimer, jadi pengeboran dilakukan dalam larutan.
Jika kedalaman yang diinginkan telah tercapai, lubang bor dibersihkan dan tulangan yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam lubang bor yang masih berisi cairan bentonite (polimery). Adukan beton dimasukkan ke dalam lubang bor dengan pipa tremi, larutan bentonite akan terdesak dan terangkat ke atas oleh adukan beton. Larutan yang keluar dari lubang bor, ditampung dan dapat digunakan lagi untuk pengeboran di lokasi selanjutnya.
Gambar 2.11 Langkah Pelaksanaan Pondasi Tiang Bor Metode Kering (Sumber : Fleming, Weltman, Randolph dan Elson, 2009)
Gambar 2.12 Langkah Pelaksanaan Pondasi Tiang Bor metode basah
c . Metode Casing
Casing diperlukan karena tanah atau deformasi lateral dalam lubang bor dapat terjadi. Perlu dicatat bahwa slurry perlu dipertahankan sebelum casing masuk. Dalam kondisi tertentu, casing harus dimasukkan dengan menggunakan alat penggetar (vibrator).Pengguna casing harus cukup panjang dan mencakup seluruh bagian tanah yang dapat runtuh akibat penggalian dan juga diperlukan bila terdapat tekanan artesis. Casing juga dibutuhkan pada pengecoran di atas tanah atau di tengah- tengah air, misalnya pada pondasi untuk dermaga atau jembatan.
Pada metode ini, casing dipakai pada proyek yang mungkin terjadi lekukan atau deformasi lateral yang berlebihan terhadap rongga sumur (sharf cavity).
Perlu kita ingat bahwa sebelum casing dimasukkan, suatu adonan spesi encer (slurry) digunakan untuk mempertahankan lubang. Setelah casing dipasang, adonan dikeluarkan dan sumur diperdalam hingga pada kedalaman yang diperlukan dalam keadaan kering. Bergantung pada kebutuhan site dan proyek, sumuran di bawah casing akan dikurangi paling tidak sampai ID casing kadang- kadang 25 sampai 50 mm kurangnya untuk jarak ruang bor tanah (auger) yang lebih baik.
Gambar 2.13 Langkah Pelaksanaan Pondasi Tiang Bor Metode Casing
2.8 Pengujian Penetration
Dilakukan untuk mengetahui daya dukung tanah secara langsung dilapangan. Pengujian penetrasi ini dilakukan dengan dua metode yaitu:
1. Metode pengujian statis
Metode pengujian statis umumnya dilakukan dengan alat sondir (Dutch Static Penetrometer) yaitu berupa konus pada ujung alat sondir yang ditekan masuk kedalam lapisan tanah. Besar gaya yang diperoleh diukur dengan alat pengukur tekanan (Manometer gauge) yang menunjukkan nilai tahanan konus dalam kg/ cm2 . Nilai konus yang diperoleh adalah nilai dari kepadatan relative (relative density) dari lapisan-lapisan tanah yang diukur.
2. Metode pengujian dinamis
Metode pengujian dinamis dilakukan dengan alat SPT (Standard Penetration Test), cara kerjanya adalah tabung silinder contoh standar dipukul masuk kedalam tanah menggunakan alat penumbuk seberat 140 proud (63,5 Kg) yang dijatuhkan dari ketinggian 30 inchi (76 cm) yang dihitung sebagai nilai N dengan satuan pukulan per kaki (Blows per foot). Pengujian dengan metode penetrasi statis lebih sesuai digunakan di Indonesia yang lapisan tanahnya terdiri dari lapisan tanah pasir/lanau atau lempung/lunak. Hasil metode penetrasi statis biasanya hasilnya lebih tepat dari pada hasil pengujian penetrasi dinamis (SPT).
2.9 Daya Dukung Pondasi Tiang Bor
Daya dukung aksial suatu pondasi dalam pada umumnya terdiri atas dua bagian yaitu daya dukung akibat gesekan sepanjang tiang dan daya dukung ujung (dasar) tiang, sebagaimana diformulasikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
Qu = Qp + QS ... (1) Qi = Qu / SF ... (2) Dimana:
Qu = Daya dukung ultimit tiang (ton).
Qi = Daya dukung ijin tiang (ton) Qp = Daya dukung ujung tiang (ton).
QS = Daya dukung selimut tiang (ton)
SF = Faktor Keamanan untuk bored pile 2,5 sampai 4,0
Berdasarkan sumber data yang digunakan pada dasarnya terdapat dua cara untuk memperkirakan daya dukung aksial tiang. Cara pertama adalah dengan menggunakan data uji lapangan, yaitu dengan menggunakan uji SPT (Standard Penetration Test). Cara kedua yaitu dengan menggunakan parameter-parameter kuat geser tanah, yaitu yang didapat dari hasil pengujian di laboratorium yaitu nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (
ø
).Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi bored pile pada tanah pasir dan silt didasarkan pada data uji lapangan SPT (Standard Penetration Test) dihitung berdasarkan metode Reese & Wright (1977) yaitu sebagai berikut:
a . Daya dukung ujung pondasi bored pile (end bearing)
Qp = qp x Ap ... (2.3) Dimana:
Qp = Daya dukung ujung tiang (ton)
qp = Tahanan Ujung per satuan luas (ton/ m2 ) Ap = Luas penampang tiang bor m
(¿¿2)
¿ Untuk tanah kohesif:
Cu = NSPT.2/3.10 ... (2.4) qp = 9 . Cu ... (2.5) Dimana:
Cu = kohesi Tanah (ton/ m2 ) Untuk Tanah Non Kohesif:
Reese & Wright ( 1977) mengusulkan korelasi antara qp dan NSPT Pada gambar dibawah ini :
Dimana, untuk N < 60 maka qp = 7 N (ton/ m2 ) untuk N > 60 maka qp = 400 N (ton/ m2 ) N = nilai rata-rata pukulan SPT
b . Daya Dukung selimut bore pile (skin friction)
Qs = fs . L .p... (2.6) Dimana
qs = Daya dukung ultimit tiang (ton)
fs = Gesekan selimut tiang per satuan luas (ton/ m2 ) L = panjang tiang (m)
P = keliling penampang tiang (m) Untuk Tanah kohesif
fs = ∝ x cu... (2.7) Dimana
∝
= Faktor adhesi ( ∝ = 0,55) cu = kohesi Tanah (ton/ m2 ) Untuk Tanah Non Kohesif
Untuk N < 53 maka f = 0,32.NSPT (ton/m²)
Untuk 53 < N < 100 maka f diperoleh dari korelasi langsung dengan N-SPT (Reese & Wright, 1977) .
Gambar 2.14 Daya dukung ujung bored pile pasiran (sumber : Reese&Wright,1977)
Dalam metode U.S Army Corps, gesek tiang per satuan luas dinyatakan oleh persamaan:
fs
= ∝
x
cu ... (2.8) Dimana :∝
= factor adhesi
cu =kohesi tanah (ton/ m2 ) Dimana :
∝
= factor adhesi
cu =kohesi tanah (ton/ m2 )
Gambar 2.15 Tanahan Selimut Ultimit vs SPT (sumber : Reese&Wright,1977)
Gambar 2.16 Faktor adhesi (sumber: Kulhawy,1991)
2.10
Loading Test (Uji pembebanan)...Load test atau biasa dikenal dengan uji pembebanan merupakan metode pengujian yang bersifat merusak secara keseluruhan komponen-komponen bangunan yang diuji. Pengujian tersebut dilakukan dengan beberapa metode yang salah satunya merupakan metode pengujian beban atau load test.
2.10.1 Pengertian Loading Test
Loading test biasa disebut juga dengan uji pembebanan statik. Cara yang paling dapat diandalkan untuk menguji daya dukung pondasi tiang adalah dengan uji pembebanan statik. Interprestasi dari hasil benda uji pembebanan statik merupakan bagian yang cukup penting untuk mengetahui respon tiang pada selimut dan ujungnya serta besarnya daya dukung ultimitnya. Berbagai metode.
interprestasi perlu mendapat perhatian dalam hal nilai daya dukung ultimit yang diperoleh karena setiap metode dapat memberikan hasil yang berbeda.
Yang terpenting adalah agar dari hasil nilai uji pembebanan statik, seorang praktisi dalam rekayasa pondasi dapat menentukan mekanisme yang terjadi, misalnya dengan melihat kurva beban penurunan, besarnya deformasi plastis tiang, kemungkinan terjadinya kegagalan bahan tiang dan sebagainya Pengujian hingga 200% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap verifikasi daya dukung, tetapi untuk alasan lain misalnya untuk keperluan optimasi dan untuk kontrol beban ultimit pada gempa kuat, seringkali diperlukan pengujian sebesar 250% hingga 300% dari beban kerja.
Pengujian beban statik melibatkan pemberian beban statik dan pengukuran pergerakan tiang beban-beban umumnya diberikan secara bertahap dan penurunan tiang diamati. Umumnya definisi keruntuha