• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN LAHAN DAN INDIKATOR KESEHATAN HIDROLOGI DAS REJOSO, JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN LAHAN DAN INDIKATOR KESEHATAN HIDROLOGI DAS REJOSO, JAWA TIMUR"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

http://jtsl.ub.ac.id 289

ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN LAHAN DAN INDIKATOR KESEHATAN HIDROLOGI DAS REJOSO, JAWA TIMUR Analysis of the Relationship between Land Cover and Hydrological

Health Indicators of Rejoso Watershed, East Java

Sisilia Wariunsora1, Zaenal Kusuma2, Didik Suprayogo2*

1 Program Magister Pengelolaan Tanah dan Air, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran No 1, Malang

2 Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran No 1, Malang

* Penulis korespondensi: [email protected]

Abstrak

Meningkatnya kekhawatiran mengenai pengelolaan sumberdaya air dan kelestarian lingkungan, pemahaman tentang perubahan penggunaan lahan dan kesehatan hidrologi DAS sangat penting untuk pengambilan keputusan yang tepat. Studi ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap ketahanan kesehatan hidrologi di DAS Rejoso, Jawa Timur menggunakan teknik penginderaan jauh dan perangkat sistem informasi geografis untuk mengkarakterisasi beragam tipe tutupan lahan. Citra satelit Landsat ETM 7+ digunakan untuk menggambarkan kelas tutupan lahan. Indikator kesehatan hidrologi seperti transmisi air, ketersediaan air selama musim kemarau, dan penyangga kejadian puncak hujan dianalisis secara sistematis sehubungan dengan kondisi perubahan tutupan lahan. Metode statistik regresi digunakan untuk mengukur dampak perubahan tutupan lahan terhadap parameter hidrologi. Hasil studi menunjukkan bahwa luas lahan hutan di DAS Rejoso cenderung meningkat dari tahun 2011 hingga 2021, disi lain luas lahan agroforestri cenderung menurun diiringi dengan meningkatnya lahan tegal. Secara umum kesehatan hidrologi DAS Rejoso dari tahun ke tahun menurun. Meningkatnya areal hutan, agroforestri, pemukiman dan tambak memberikan respon positif terhadap kesehatan hidrologi DAS. Di sisi lain, peningkatan tegal dan sawah mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan hidrologi DAS.

Kata kunci : daerah aliran sungai, kesehatan hidrologi, penggunaan lahan, sumberdaya air

Abstract

With increasing concerns regarding water resource management and environmental sustainability, understanding land use change and the hydrological health of watersheds is critical for informed decision- making. This study aimed to explore the effect of land use changes on hydrological health resilience in the Rejoso watershed, East Java, using remote sensing techniques and geographic information system tools to characterize the various land cover types. Landsat ETM 7+ satellite imagery was used to describe land cover classes. Hydrological health indicators such as water transmission, water availability during the dry season, and peak rainfall buffer events were systematically analyzed in relation to land cover change conditions.

Regression statistical methods were used to measure the impact of land cover changes on hydrological parameters. The study results showed that the area of forest land in the Rejoso watershed tended to increase from 2011 to 2021; on the other hand, the area of agroforestry land tended to decrease along with the increase in upland land. In general, the hydrological health of the Rejoso watershed is decreasing from year to year. The increase in forest area, agroforestry, settlements, and ponds provides a positive response to the hydrological health of the watershed. On the other hand, the increase in moorland and rice fields has a negative impact on the hydrological health of the watershed.

Keywords: hydrological health, land use, watershed, water resources

(2)

http://jtsl.ub.ac.id 290 Pendahuluan

Daerah aliran Sungai (DAS) berperan penting dalam siklus hidrologi melalui pengumpulkan, penyimpanan, dan pengangkutan air, serta mempengaruhi kualitas dan kuantitas sumber daya air dalam skala lanskap (Dunne dan Leopold, 1978;

Bruijnzeel, 2004). Tutupan lahan, yang meliputi hutan, lahan tanaman semusim, kawasan perkotaan/pedesaan, lahan basah (sawah dan tambak), dan tutupan permukaan lainnya, sangat mempengaruhi fungsi hidrologi DAS ( Weng, 2002;

Gergel dan Turner, 2017; Wu et al., 2017).

Menganalisis hubungan antara tutupan lahan dan indikator fungsi hidrologi sangat penting untuk pengelolaan penyehatan DAS yang berkelanjutan dan perencanaan sumber daya air (Bruijnzeel, 2004;

Muhammed et al., 2021).

Di DAS Rejoso Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur (Indonesia), banyak pemangku kepentingan yang tergantung fungsi hidrologi DAS di lereng gunung yang padat penduduknya untuk memenuhi kebutuhan air mereka (Leimona et al., 2018). Kelompok ini mencakup masyarakat lokal, petani pengguna air irigasi, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), dan industri air minum dalam kemasan (Leimona et al., 2018). Infrastruktur besar direncanakan untuk mengalirkan air dari Sumber Air Umbulan ke Surabaya dan daerah pusat perkotaan sekitarnya (Pradypna et al., 2020). Namun, DAS Rejoso ini telah mengalami deforestasi progresif, perubahan penggunaan/tutupan lahan di semua ketinggian, dan praktik pertanian yang tidak berkelanjutan karena pertumbuhan penduduk yang pesat dan tekanan antropogenik (Amaruzaman et al., 2018).

Untuk memperbaiki hidrologi kesehatan DAS, peningkatan tutupan kanopi pohon hingga

>55% di dataran tinggi dan >80% di bagian tengah DAS memenuhi syarat sebagai penggunaan lahan yang 'ramah infiltrasi' di wilayah DAS Rejoso (Suprayogo et al., 2020). Hubungan antara perubahan penggunaan lahan dan hidrologi DAS merupakan interaksi yang kompleks dan dinamis yang secara signifikan mempengaruhi kuantitas, kualitas, dan waktu aliran air dalam suatu DAS (Öztürk et al., 2013; Beyene et al., 2018;).

Perubahan-perubahan ini dapat memberikan dampak yang besar terhadap karakteristik hidrologi suatu DAS, sehingga berdampak terhadap aliran air sungai melalui lanskap tersebut (Adhami et al., 2019). Perubahan penggunaan lahan dapat mengubah karakteristik permukaan suatu wilayah sehingga mempengaruhi keseimbangan antara

limpasan dan infiltrasi (Beyene et al., 2018). Analisis hubungan antara perubahan penggunaan lahan dan kesehatan hidrologi DAS membantu dalam perencanaan penggunaan lahan, dimana informasi ini memberi dasar pertimbangan alokasi kawasan untuk pembangunan, konservasi, dan pertanian berdasarkan karakteristik hidrologisnya (Dibaba et al., 2020). Mengingat kondisi DAS Rejoso saat ini, yaitu peningkatan populasi, pemahaman yang buruk tentang parameter hidrologi, dan perencanaan penggunaan lahan yang memadai dalam mempertimbangkan kesehatan hidrologi DAS, maka studi ini dirancang untuk menyelidiki dan menilai perubahan penggunaan lahan terhadap indikator kesehatan DAS antara tahun 2011 sampai dengan tahun 2021 untuk menentukan dampak hidrologi terhadap transmisi air, tingkat penyangga pada kondisi hujan maksimum, dan pelepasan air secara bertahap dalam sistem sungai saat musim kemarau sebagai indikator hidrologi kesehatan DAS yang dikembangkan oleh van Noordwijk et al.

(2011).

Bahan dan Metode Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di DAS Rejoso, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur dengan luas DAS sebesar 622 km2. Secara geografis DAS Rejoso terletak antara 7037’113.35" hingga 7055’118.63" Lintang Selatan, dan antara 112048’132.51" hingga 113055’155" Bujur Timur (Gambar 1). Lahan sawah dan pertanaman tebu di tegalan merupakan tutupan lahan yang dominan di wilayah dataran rendah, agroforestri kompleks mendominasi di wilayah tengah DAS, dan tegal dengan tanaman hortikultura dan hutan produksi pinus banyak terdapat di wilayah dataran tinggi DAS dengan jenis tanah dominan Andisols (Amaruzaman et al., 2018).

Inceptisols merupakan tanah yang dominan di daerah dataran tinggi bagian tengah hingga dataran rendah DAS; sebagian kecil Entisols terdapat di daerah dataran rendah (Suprayogo et al., 2020).

DAS Rejoso merupakan wilayah dari 17 kecamatan:

Bugul Kidul, Gading Rejo, Gondang Wetan, Grati, Kejayan, Kraton, Lekok, Lumbang, Nguling, Pasrepan, Pohjentrek, Purworejo, Puspo, Rejoso, Tosari, Tutur, dan Winongan, di mana kecamatan tersebut tersebar mulai dari lereng bawah, tengah dan atas Gunung Bromo-Tengger, Jawa Timur (Khasanah et al., 2021). Mata air artesis Umbulan terletak di daerah aliran sungai bagian dataran rendah (Kecamatan Winongan).

(3)

http://jtsl.ub.ac.id 291 Gambar 1. Peta lokasi penelitian DAS Rejoso.

Alat dan bahan

Alat yang digunakan adalah data citra satelit Landsat ETM 7+ tahun 2011 dan citra satelit Landsat OLI 8 tahun 2013, 2015, 2017, 2019 dan 2021 dengan Path 118 dan Row 65 yang diperoleh dari website resmi USGS https://earthexplorer.usgs.gov/. Data curah hujan (mm hari-1) dan data debit (m3 detik-1) DAS Rejoso sebanyak 11 tahun yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum SDA Provinsi Jawa Timur yaitu tahun 2011 sampai 2021. Peta wilayah Kabupaten Pasuruan diperoleh dari peta RBI skala 1:50.000, peta DAS dan jaringan sungai yang diolah dari data DEM. Software Microsoft Excel, ArcMap 10.3, dan Envi 5.3.

Analisis perubahan tutupan lahan

Analisis perubahan tutupan lahan dilakukan mengunakan software Envi 5.3 dan ArcMap 10.3, meliputi tahap pra-pengolahan citra (koreksi radiometrik, koreksi geometrik, layer stacking, combine band, pemotongan citra, interpretasi citra), dan tahap pengolahan data citra Landsat (image classification dan uji akurasi). Analisis perubahan tutupan lahan menggunakan metode supervised classification berdasarkan training sample area (region of interest) dengan menggunakan alogaritma maximum likehood. Training sample area dibuat berkisar antara 20 sampai 40 training sampel yang dibangun berdasarkan luas DAS Rejoso. Alogaritma maximum likelihood merupakan alogaritma yang berpedoman

pada nilai piksel yang sudah dikategorikan objeknya atau dibuat dalam training sample untuk masing- masing objek tutupan lahan. Uji akurasi Kappa menggunakan matriks kesalahan (confusion matrix) bertujuan untuk mengetahui keakuratan perubahan tutupan lahan yang dihasilkan dari image classification (Muhammad et al., 2016). Keakuratan dengan nilai koefisien Kappa 0.61-0.80 dinyatakan kuat dan

>0.80 dinyatakan sangat kuat (Kunz, 2017).

Analisis indikator kesehatan DAS

Analisis hidrologi menggunakan input data curah hujan (mm hari-1) dan data debit (m3 detik-1) DAS Rejoso sebanyak 11 tahun yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum SDA Provinsi Jawa Timur yaitu tahun 2011 sampai 2021. Analisis data indikator kesehatan DAS menggunakan kriteria dan metode indikator hidrologi DAS (van Noordwijk et al., 2011) yang terdiri atas enam indikator yaitu water transmition (TWY), fraksi debit minimum terhadap total debit sungai, fraksi debit maksimum terhadap total debit sungai, buffering indicator (BI), relative buffering indicator (RBI), dan buffering peak event (BPE). Water transmition (TWY) dihitung dengan persamaan:

TWY = Q A x P

dimana: TWY: Total hasil air atau debit sungai per unit hujan, Q: Debit sungai (cm3 detik-1), P: curah hujan (mm hari-1), A: Luasan DAS (km2).

(4)

http://jtsl.ub.ac.id 292 Fraksi debit minimum terhadap total debit sungai

(FracQmin) dihitung dengan persamaan:

FracQmin = Qmin x 12 Q total

dimana: Qmin adalah debit minimum sungai di musim kemarau, dan Q total adalah debit total sungai selama setahun.

Fraksi debit maksimum terhadap total debit sungai (FracQmax) dihitung dengan persamaan:

FracQmax = Qmax x 12 Q total

dimana: Qmax adalah debit maksimum sungai di musim hujan.

Untuk indikator kemampuan DAS dalam menyangga curah hujan dinyatakan dengan Buffering Indicator (BI) yang dihitung dengan persamaan:

BI =(PabAvg − (QabAvg A ))

PabAvg =(1 − QabAvg) A x PabAvg dimana: PabAvg = ∑ max (P – Pmean,0) dan QabAvg

= ∑ max (Q – Qmean,0)

Untuk indikator penyangga DAS yang lain adalah Relative Buffering Indicator (RBI) yang dihitung dengan persamaan:

RBI = 1 − (Pmean

Qmean x QabAvg PabAvg)

Untuk indikator penyangga DAS pada saat terjadiu hujan ekstrim dinyatakan dengan Buffering Peak Event (BPE) yang dihitung dengan persamaan:

BPE = 1 − max (Daily Q − Qmean) A x max (Daily P − Pmean)

Satuan debit yang digunakan untuk analisis indikator ini adalah dalam satuan mm hari-1.

Analisis hubungan perubahan tutupan lahan terhadap indikator kesehatan DAS

Analisis hubungan perubahan tutupan lahan dan indikator kesehatan DAS menggunakan uji korelasi untuk mengukur hubungan antara dua variabel, sejauh mana jenis tutupan lahan mempengaruhi indikator kesehatan DAS. Apabila nilai r mendekati nilai +1 atau – 1, maka dapat dikatakan bahwa semakin kuatnya hubungan/korelasi yang terjadi.

Sebaliknya, apabila nilai r mendekati 0, maka semakin lemahnya hubungan/korelasi yang terjadi.

uji hubungan dianalisis menggunakan program Microsoft Excel

Hasil dan Pembahasan Perubahan penggunaan lahan

Di DAS Rejoso, luas lahan hutan cenderung meningkat dari tahun 2011 hingga 2021 (Gambar 2A), disi lain luas lahan agroforestri cenderung menurun (Gambar 2B). Kedua tutupan lahan tersebut memiliki potensi untuk dapat menyehatkan hidrologi DAS. Luas tutupan lahan tegalan yang berpotensi menurunkan kesehatan DAS cenderung meningkat (Gambar 2C). Lahan dengan tutupan pemukiman cenderung tidak mengalami perubahan (Gambar 2D, sedang lahan sawah dan tambak cenderung menurun (Gambar 2E dan 2F).

Penurunan luasan agroforestri dan peningkatan tegalan dapat menyebabkan berkurangnya tutupan vegetasi. Penurunan tutupan vegetasi dapat mengakibatkan peningkatan limpasan permukaan dan erosi tanah (Rachman et al., 2020), sehingga berdampak negatif terhadap keseimbangan hidrologi di daerah aliran sungai (Hidayat et al., 2008; Du et al., 2022). Pepohonan dalam sistem agroforestri meningkatkan infiltrasi air dengan memecah kepadatan tanah dan mendorong berkembangnya pori-pori makro. Hal ini berkontribusi terhadap pengisian ulang air bawah tanah. Berkurangnya lahan agroforestri dapat menyebabkan penurunan infiltrasi air, sehingga berpotensi mempengaruhi pengisian ulang air bawah tanah (Tomar et al., 2021). Berkurangnya lahan agroforestri dapat menyebabkan pola aliran sungai menjadi lebih bervariasi, dengan meningkatnya aliran puncak dan berkurangnya aliran dasar (Viola et al., 2014; Guzha et al., 2018).

Hal ini dapat berdampak pada ekosistem perairan dan ketersediaan air di hilir. Berkurangnya lahan agroforestri dan meningkatnya lahan tegalan dapat meningkatkan kerentanan daerah aliran sungai terhadap banjir, terutama pada saat curah hujan tinggi, karena berkurangnya kapasitas untuk menyerap dan memperlambat air (Kasuni, 2017).

Kondisi indikator kesehatan hidrologi DAS Kondisi kesehatan hidrologi DAS Rejoso dengan indikator total hasil air per unit hujan yang menunjukan kemampuan DAS dalam mentransmisi air dalam sistem sungai dari tahun 2011 hingga 2021 menunjukkan kecendungan menurun (Gambar 3A). Demikian pula ketersedian air dalam sistem sungai di musim kemarau yang diindikasikan Fraksi debit minimum terhadap total debit sungai juga mengalami penurunan (Gambar 3B). Akibat menurunnya luasan agroforestri dan

(5)

http://jtsl.ub.ac.id 293 meningkatnya lahan tegalan dapat menyebabkan

resiko terjadinya aliran puncak/banjir dalam kondisi hujan intensitas tinggi dengan indikator fraksi debit maksimum terhadap total debit sungai juga meningkat (Gambar 3C). DAS Rejoso dari tahun 2011 hingga 2021 masih memiliki kemampuan tinggi dalam menyangga curah hujan

sehingga tidak menyebabkan limpasan dan selanjutnya menjadi debit sungai saat terjadinya hujan lebat. Ini diindikasikan bahwa buffering indikator (Gambar 3.D), relatif buffering indikator (Gambar 3.E) dan buffering peak event (Gambar 3F) masih tinggi (diatas 0.95) dan cenderung sedikit menurun di tahun 2021.

Gambar 2. Perubahan tutupan lahan DAS Rejoso dari tahun 2011 hingga 2021 untuk tutupan lahan (A) Hutan. (B) Agroforestri, (C) Tegalan, (D) Pemukiman, (E) Sawah, dan (F) Tambak.

Gambar 3. Kondisi Indikator Kesehatan Hidrologi DAS Rejoso dari tahun 2011 hingga 2021 untuk (A) Total hasil air per unit hujan, (B) Fraksi debit minimum terhadap total debit sungai, (C) Fraksi debit

maksimum terhadap total debit sungai, (D) Buffering indicator, (E) Relatif buffering indicator, dan (F) Buffering peak event.

(6)

http://jtsl.ub.ac.id 294 Analisis hubungan tutupan lahan dan

indikator kesehatan hidrologi DAS

Hubungan total hasil air/debit sungai tahunan per unit hujan (TWY) dengan luas lahan hutan (Gambar 4A), tegalan (Gambar 4C) sangat lemah (R2 yang sangat rendah), sedang dengan agroforestri (Gambar 4B), pemukiman (Gambar 4D) dan tambak (Gambar 4F) berkorelasi positif, sedang dengan sawah berkorelasi negatif (Gambar 4E).

Hubungan fraksi debit minimum terhadap total debit sungai dengan luas lahan hutan (Gambar 5A),

tegalan (Gambar 5C) sangat lemah (R2 yang sangat rendah), sedang dengan agroforestri (Gambar 5B), pemukiman (Gambar 5D) dan tambak (Gambar 5F)berkorelasi positif, sedang dengan sawah berkorelasi negatif (Gambar 5E). Hubungan fraksi debit maksimum terhadap total debit sungai dengan luas lahan hutan (Gambar 6A), pemukiman (Gambar 6D), dan sawah (Gambar 6E) sangat lemah (R2 yang sangat rendah), sedangkan dengan agroforestri (Gambar 6B) dan tambak (Gambar 6F) berkorelasi negatif, sedang dengan dan tegal (Gambar 6C) berkorelasi positif.

Gambar 4. Hubungan antara luas tutupan lahan dan total hasil air/debit sungai tahunan per unit hujan (TWY) untuk lahan (A) Hutan, (B) Agroforestri, (C) Tegal, (D) Pemukiman, (E) Sawah, dan (F) Tambak

di DAS Rejoso.

Gambar 5. Hubungan antara luas tutupan lahan dan fraksi debit minimum terhadap total debit sungai untuk lahan (A) Hutan, (B) Agroforestri, (C) Tegal, (D) Pemukiman, (E) Sawah, dan (F) Tambak

di DAS Rejoso. .

(7)

http://jtsl.ub.ac.id 295 Gambar 6. Hubungan antara luas tutupan lahan dan fraksi debit maksimum terhadap total debit sungai

untuk lahan (A) Hutan, (B) Agroforestri, (C) Tegal, (D) Pemukiman, (E) Sawah, dan (F) Tambak di DAS Rejoso.

Hubungan antara buffering indikator (BI) dan luas lahan hutan (Gambar 7A), pemukiman (Gambar 7D) dan sawah (Gambar 7E) sangat lemah (R2 yang sangat rendah). Hubungan antara buffering indikator (BI) dengan agroforestri (Gambar 7B) dan tambak (Gambar 7F) adalah positif, sedang dengan tegal (Gambar 7C) berkorelasi negatif. Hubungan antara

relative buffering indikator (RBI) dengan luas lahan hutan (Gambar 8A), tegal (Gambar 8C), dan sawah (Gambar 8E) sangat lemah (R2 yang sangat rendah).

Hubungan antara relative buffering indikator (RBI) dengan agroforestri (Gambar 8B), pemukiman (Gambar 8D) dan tambak (Gambar 8F) berkorelasi positif.

Gambar 7. Hubungan antara luas tutupan lahan dan buffering indikator (BI) untuk lahan (A) Hutan, (B) Agroforestri, (C) Tegal, (D) Pemukiman, (E) Sawah, dan (F) Tambak di DAS Rejoso.

Hubungan antara buffering peak event (BPE) dengan luas lahan agroforestri (Gambar 9B), sangat lemah (R2 yang sangat rendah). Hubungan antara buffering peak event (BPE) dengan hutan (Gambar 9A), tegal (Gambar 9C), pemukiman (Gambar 9D) dan berkorelasi negatif, sedang dengan sawah (Gambar

7E) dan tambak (Gambar 9F) berkorelasi positif.

Hubungan antara buffering peak event (BPE) dan luasan hutan agak janggal, secara teori semestinya berkorelasi postif. Ini dimungkinkan karena tingkat penyangga DAS Rejoso sudah tinggi, sehingga perubahan yang ada relatif kecil.

(8)

http://jtsl.ub.ac.id 296 Gambar 8. Hubungan antara luas tutupan lahan dan relative buffering indikator (RBI) untuk lahan (A) Hutan,

(B) Agroforestri, (C) Tegal, (D) Pemukiman, (E) Sawah, dan (F) Tambak di DAS Rejoso.

Gambar 9. Hubungan antara luas tutupan lahan dan buffering peak event (BPE) untuk lahan (A) Hutan, (B) Agroforestri, (C) Tegal, (D) Pemukiman, (E) Sawah, dan (F) Tambak di DAS Rejoso.

Perubahan penggunaan lahan dapat mempunyai dampak yang signifikan terhadap total hasil air sungai (Gambar 4). Perubahan penggunaan lahan, seperti pengembangan kawasan pemukiman, perubahan lahan agroforestri dan hutan menjadi tegal dapat mengubah proses hidrologi DAS (Afonso de Oliveira Serrão et al., 2022) serta memberi dampak positif dan negatif (Dos Santos et al., 2018). Misalnya, perubahan agroforestri menjadi tegal dapat meningkatkan limpasan permukaan dan mengurangi infiltrasi (Huang et al., 2015), sehingga menyebabkan perubahan waktu dan besarnya aliran sungai (Harifa et al., 2014). Liu et al. (2018) menyatakan bahwa perubahan tutupan lahan dapat

mempengaruhi infiltrasi air dan tingkat aliran air dalam DAS. Ada hal yang menarik dalam di wilayah ini bahwa dengan semakin meningkatnya kawasan pemukiman akan berdampak menurunkan fungsi kesehatan hidrologi DAS, namun tidak di DAS Rejoso. Hal ini dimungkinkan karena kawasan pemukiman pedesaan di desa desa yang tersebar di DAS Rejoso relatif dikelilingi dengan vegetasi pepohonan sehingga memungkinkan meningkatnya infiltrasi tanah. Fungsi vegetasi pepohonan pada pemukiman berfungsi dalam mengendalikan infiltrasi tanah (Azizah dan Utami, 2021). Zadeh dan Sepaskhah (2016) menyatakan bahwa vegetasi pepohonan yang tinggi mempunyai kemampuan

(9)

http://jtsl.ub.ac.id 297 yang sangat baik dalam meningkatkan kapasitas

infiltrasi dan meyimpan air. Selain itu, Perubahan tutupan lahan mempengaruhi laju evapotranspirasi.

Alih fungsi agroforestri menjadi tegal, misalnya, sering kali mengurangi tutupan vegetasi, sehingga menyebabkan penurunan transpirasi dan peningkatan limpasan permukaan. Penutupan lahan dapat mempengaruhi ketersediaan air tanah akibat perubahan nilai laju infiltrasi yang masuk ke dalam tanah (Putri et al., 2022). Perubahan hasil air dapat berdampak langsung ke kehidupan masyarakat yang bergantung pada sungai untuk pasokan air, pertanian, dan aktivitas lainnya. Peningkatan limpasan air dapat menyebabkan banjir yang lebih sering dan parah, sementara penurunan aliran dapat mempengaruhi ketersediaan air untuk irigasi dan penggunaan air perkotaan.

Perubahan penggunaan lahan dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap aliran dasar sungai, terutama pada musim kemarau (Gambar 5). Peningkatan luasan lahan hutan, agroforestri dan tambak memberikan dampak aliran dasar mengacu pada bagian aliran sungai yang berasal dari pelepasan air secara perlahan dari akuifer, mata air, dan sumber air tanah lainnya.

Perubahan penggunaan lahan dapat mempengaruhi proses alami yang berkontribusi terhadap aliran dasar, dan perubahan ini dapat mempunyai konsekuensi langsung dan tidak langsung terhadap aliran sungai selama musim kemarau. Perubahan penggunaan lahan dari lahan hutan dan agroforestri menjadi tegal akan meningkatkan aliran air pada musim kemarau. Perubahan penggunaan lahan memberi dampak pada aliran dasar di musim kemarau, bergantung pada proses-proses yang saling bersaing, khususnya perubahan antara evapotranspirasi dan infiltrasi (Ode et al., 2014).

Pergeseran lahan agroforestri menjadi tegal dapat mengurangi tutupan vegetasi yang berperan penting dalam mengatur aliran air. Pepohonan dan tanaman berkontribusi terhadap pengisian ulang air tanah dengan meningkatkan permeabilitas tanah dan mengurangi limpasan permukaan. Penyebab utamanya adalah evapotranspirasi dan kapasitas infiltrasi tanah. Perubahan penggunaan lahan ini mengganggu proses-proses ini, menyebabkan penurunan aliran dasar (Simonovic dan Li, 2004) . Perubahan penggunaan lahan merupakan faktor penting yang mempengaruhi siklus hidrologi dan, akibatnya, mempengaruhi pola banjir.

Mengubah lanskap agroforestri menjadi kawasan tegal untuk pertanaman tanaman semusim, akan mengubah interaksi curah hujan dengan permukaan tanah, sehingga berdampak pada pembentukan dan

waktu puncak arus serta risiko banjir secara keseluruhan. Perubahan penggunaan lahan dan meningkatnya intensitas curah hujan berpengaruh dalam pembentukan limpasan permukaan dan meningkatkan aliran air sungai saat musim hujan (Merz et al., 2021). Dengan meluasnya agroforestri dan lahan tambak dapat menurunkan peluang terjadinya banjir sedang penambahan luasan pertanaman tanaman semusim di lahan tegal dapat menstimulir peluang terjadinya banjir (Gambar 6).

DAS bertindak sebagai penyangga alami, mengatur aliran air dan mengatur proses hidrologi (Friedrichsen et al., 2021). Namun, perubahan penggunaan lahan di DAS dapat berdampak signifikan terhadap kapasitas penyangganya, sehingga menyebabkan perubahan pola aliran sungai, masalah kualitas air, dan peningkatan risiko banjir. Peningkatan luasan agroforestri dan lahan tambak memberikan kemampuan penyangga DAS Rejoso (Gambar 7 dan Gambar 8) dan lahan sawah dan tambak dapat memberikan kontribusi positif terhadap buffering peak event (BPE) (Gambar 9).

Mengganti bentang alam dengan permukaan yang lebih rendah kemampuan infiltrasinya seperti lahan tegal akan menurunkan kemampuan lahan dalam menyerap curah hujan. Hal ini menyebabkan peningkatan limpasan permukaan, menyebabkan lonjakan aliran sungai yang cepat selama terjadinya hujan dan mengurangi aliran dasar selama musim kemarau.

Perubahan tutupan lahan tidak hanya mempengaruhi proses infiltrasi dan laju aliran permukaan, tetapi juga menyebabkan timbulnya erosi bahkan sedimentasi (Polykretis et al., 2023).

Praktek budidaya tanaman semusim di lahan tegal dapat meningkatkan erosi tanah. Hal ini karena lahan tegal memiliki kerapatan antar tanaman yang kurang rapat sehingga tanah mudah dihancurkan oleh daya perusak hujan (Sitorus et al., 2023).

Disamping itu, perubahan tutupan lahan dari hutan dan padang rumput menjadi lahan pertanian dan tegalan menyebabkan endapan sedimen sebesar 6272 mg L-1 dari maksimum beban sedimen yang diharapkan sebesar 3.000 mg L-1 (Kusena et al., 2022). Sedimen yang terkikis ini terbawa ke aliran sungai, menurunkan kualitas air, menyumbat saluran air, dan menggangu kehidupan akuatik.

Konsekuensi perubahan penyangga dapat meningkatnya risiko banjir. Berkurangnya infiltrasi dan cepatnya limpasan menyebabkan puncak aliran yang lebih tinggi saat hujan ekstrim, meningkatkan risiko banjir bandang dan merusak infrastruktur.

Erosi dan sedimentasi akibat perubahan penggunaan lahan mencemari saluran air,

(10)

http://jtsl.ub.ac.id 298 berdampak pada kehidupan akuatik dan

mengurangi kegunaan air untuk minum, rekreasi, dan irigasi. (Yalin, 1977) menyebutkan bawah sedimen yang berlebihan berdampak pada kualitas air, baik yang dikonsumsi manusia atau untuk kebutuhan air besih lainnya. Perubahan pola aliran sungai dan penurunan kualitas air membahayakan ekosistem perairan, mengganggu jaring makanan dan mengurangi keanekaragaman hayati. Demikian pula dengan meningkatnya beban sedimen dan perubahan pola aliran dapat mengganggu kestabilan dasar sungai dan tepian sungai, menyebabkan erosi selokan dan perubahan struktur fisik sungai. Untuk itu strategi Peningkatan kapasitas buffering perlu dirancang. Melindungi hutan, agroforestri lahan tambak, dan lanskap alam lainnya di dalam daerah aliran sungai membantu menjaga kapasitas infiltrasi, menyangga aliran sungai, dan meningkatkan kualitas air. Memulihkan lahan terdegradasi di tegalan dan upaya restorasi ekologi lainnya dapat membantu memulihkan kapasitas penyangga yang hilang dan memitigasi dampak negatif perubahan penggunaan lahan. Di kawasan pemukiman dengan menerapkan infrastruktur hijau: memasukkan ruang hijau seperi pekarangan bernuansa agroforestri di kawasan pemukiman dapat membantu dan menyerap air hujan masuk kedalam tanah sehingga mengurangi limpasan dan meningkatkan kualitas air.

Di lahan tegalan, mempromosikan metode pertanian berkelanjutan, seperti penanaman penutup tanah dan pengurangan pengolahan tanah, dapat meminimalkan erosi tanah dan melindungi kualitas air. Di kawasan sempadan sungai juga dibutuhkan adanya stabilisasi tepian sungai dengan menerapkan langkah-langkah seperti bioteknologi dan revetment tepian sungai dapat menstabilkan tepian sungai, mengurangi erosi, dan memperbaiki habitat. Menurut Guse et al. (2015) dan Remondi et al. (2016), tutupan lahan bervegetasi dapat meningkatkan penyimpanan dan infiltrasi air secara signifikan. Keanekaragaman spesies vegetasi dan strata dapat mempengaruhi laju infiltrasi ke dalam tanah (Zhu et al., 2020). Menurut Liu et al. (2018), keanekaragaman jenis tanaman meningkatkan infiltrasi tanah melalui perbaikan struktur tanah, meningkatkan stabilitas tanah serta porositas tanah.

Tutupan lahan dengan vegetasi tanaman yang tinggi, umumnya mempunyai stuktur tanah yang baik dan pori-pori yang lebih banyak, sehingga infiltrasi ke tanah lebih tinggi. Secara keseluruhan pengaruh perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung berpengaruh pada proses infiltrasi air ke dalam tanah disebabkan oleh variasi struktur tanah

dan karakteristik pori-pori tanah akibat dari perubahan kondisi dekat permukaan tanah (Zhu et al., 2023). Selain itu, kanopi dan seresah tanaman berfungsi menghalangi percikan air langsung ke tanah sehingga memperlambat proses erosi (Zhu et al., 2020). Selain itu, penggunaan lahan dengan sistem berteras dapat berkontribusi menurunkan erosi dalam yakni sistem teras bangku berperan mengurangi panjang dan kemiringan lereng sehingga meminimalkan kecepatan aliran permukaan (Sitorus et al., 2023).

Kesimpulan

Luas lahan hutan di DAS Rejoso cenderung meningkat dari tahun 2011 hingga 2021, sedangkan luas lahan agroforestri cenderung menurun. Kedua tutupan lahan tersebut memiliki potensi menyehatkan hidrologi DAS Rejoso. Luas tutupan lahan tegalan yang berpotensi menurunkan kesehatan DAS Rejoso cenderung meningkat.

Lahan pemukiman cenderung tidak mengalami perubahan sedang lahan sawah dan tambak cenderung menurun. Kondisi kesehatan hidrologi DAS Rejoso dengan indikator total hasil air per unit hujan menunjukkan kecendungan menurun.

Demikian pula ketersedian air dalam sistem sungai di musim kemarau yang diindikasikan Fraksi debit minimum terhadap total debit sungai juga mengalami penurunan. Akibat menurunnya luasan agroforestri dan meningkatnya lahan tegalan dapat menyebabkan resiko terjadinya aliran puncak/banjir dalam kondisi hujan intensitas tinggi dengan indikator fraksi debit maksimum terhadap total debit sungai juga meningkat. DAS Rejoso dari tahun 2011 hingga 2021 masih memiliki kemampuan tinggi dalam menyangga curah hujan sehingga tidak menyebabkan limpasan dan selanjutnya menjadi debit sungai saat terjadinya hujan lebat. Ini diindikasikan bahwa buffering indikator, relative buffering indikator dan buffering peak event masih tinggi (di atas 0.95) dan cenderung sedikit menurun di tahun 2021.Meningkatnya areal hutan, agroforestri, pemukiman dan tambak memberikan respon positif terhadap kesehatan hidrologi DAS Rejoso. Di sisi lain, peningkatan tegal dan sawah mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan hidrologi DAS Rejoso.

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dinas Pekerjaan Umum SDA Provinsi Jawa Timur atas dukungan data penelitian.

(11)

http://jtsl.ub.ac.id 299 Daftar Pustaka

Adhami, M., Sadeghi, S.H., Duttmann, R. and Sheikhmohammady, M. 2019. Changes in watershed hydrological behavior due to land use comanagement scenarios. Journal of Hydrology 577:124001.

Afonso de Oliveira Serrão, E., Silva, M.T., Ferreira, T.R., Paiva de Ataide, L.C., Assis dos Santos, C., Meiguins de Lima, A.M., de Paulo Rodrigues da Silva, V., de Assis Salviano de Sousa, F. and Cardoso Gomes, D.J.

2022. Impacts of land use and land cover changes on hydrological processes and sediment yield determined using the SWAT model. International Journal of Sediment Research 37(1):54-69, doi:10.1016/j.ijsrc.2021.04.002.

Amaruzaman, S., Khasanah, N., Tanika, L., Dwiyanti, E., Lusiana, B., Leimona, B. and Janudianto, N. 2018.

Landscape Characteristics of Rejoso Watershed:

Assessment of Land Use - Land Cover Dynamic.

Farming System and Community Resilience. Forests, Trees and Agrofirestry, CGIR.

Azizah, N. dan Utami, S. 2021. Keanekaragaman jenis tumbuhan di taman cerdas Kota Samarinda. Bioma: Berkala Ilmiah Biologi 23(1):18-24, doi:10.14710/bioma.23.1.18-24.

Beyene, S.K., Kemal, A. and Pingale, S.M. 2018. Impact of land use/land cover change on watershed hydrology: a case study of Upper Awash Basin, Ethiopia. Ethiopian Journal of Water Science and Technology 1:4-27.

Bruijnzeel, L.A. 2004. Hydrological functions of tropical forests: not seeing the soil for the trees? Agriculture, Ecosystems and Environment 104(1):185-228.

Dibaba, W.T., Demissie, T.A. and Miegel, K. 2020.

Watershed hydrological response to combined land use/land cover and climate change in highland Ethiopia: Finchaa Catchment. Water 12(6):1801.

Dos Santos, V., Laurent, F., Abe, C. and Messner, F.

2018. Hydrologic response to land use change in a large basin in eastern Amazon. Water (Switzerland) 10(4):1-19, doi:10.3390/w10040429.

Du, X., Jian, J., Du, C. and Stewart, R. 2022.

Conservation management decreases surface runoff and soil erosion. International Soil and Water Conservation Research 10(2):188-196.

Dunne, T. and Leopold, L.B. 1978. Water in Environmental Planning. Freeman, San Francisco.

Friedrichsen, C.N., Hagen-Zakarison, S., Friesen, M.L., McFarland, C.R., Tao, H. and Wulfhorst, J.D. 2021.

Soil health and well-being: Redefining soil health based upon a plurality of values. Soil Security 2:100004, doi:10.1016/j.soisec.2021.100004.

Gergel, S.E. and Turner, M.G. 2017. Learning Landscape Ecology: A Practical Guide to Concepts and Techniques. Springer.

Guse, B., Pfannerstill, M. and Fohrer, N. 2015. Dynamic Modelling of Land Use Change Impacts on Nitrate Loads in Rivers. 575–592, doi:10.1007/s40710-015- 0099-x.

Guzha, A., Rufino, M.C., Okoth, S., Jacobs, S. and Nóbrega, R. 2018. Impacts of land use and land cover change on surface runoff, discharge and low flows: Evidence from East Africa. Journal of Hydrology: Regional Studies 15:49-67.

Harifa, A.C., Sholichin, M. dan Prayogo, T.B. 2014.

Analisa pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap debit sungai sub DAS Metro dengan menggunakan program Arcswat. Teknik Pengairan 8(1):1-14.

Hidayat, Y., Sinukaban, N., Pawitan, H. and Tarigan, S.D. 2008. Impact of rainforest conversion on surface runoff and soil erosion in nopu upper catchment of Central Sulawesi. Journal of Tropical Soils 13(1):59-65.

Horton, A.J., Nygren, A., Diaz-Perera, M.A. dan Kummu, M. 2021. Flood severity along the Usumacinta River, Mexico: Identifying the anthropogenic signature of tropical forest conversion. Journal of Hydrology 10:100072.

Huang, Y., Nian, P. and Zhang, W. 2015. The prediction of interregional land use differences in Beijing: a Markov model. Environmental Earth Sciences, 73(8), 4077-4090, doi:10.1007/s12665-014-3693-8.

Kasuni, S.M. 2017. Impacts of expansion of agriculture and land use change on flow regime of Thiba river, Kenya. University Repository.

Khasanah, N., Tanika, L., Pratama, L.D.Y., Leimona, B., Prasetiyo, E., Marulani, F., Hendriatna, A., Zulkarnain, M. T., Toulier, A. and Van Noordwijk, M. 2021. Groundwater-extracting rice production in the Rejoso Watershed (Indonesia) reducing urban water availability: characterisation and intervention priorities. Land 10(6):586.

Kissinger, G., Herold, M. and De Sy, V. 2012. Drivers of deforestation and forest degradation. A synthesis report for REDD+ Policymakers 48(10.1016).

Kunz, A. 2017. Misclassification and Kappa-statistic:

Theoretical Relationship snd Consequences in Application.

Kusena, W., Chemura, A., Dube, T., Nicolau, M.D. and Marambanyika, T. 2022. Landuse and landcover change assessment in the Upper Runde sub- catchment, Zimbabwe and possible impacts on reservoir sedimentation. Physics and Chemistry of

the Earth 126:103105,

doi:10.1016/j.pce.2021.103105.

Leimona, B., Khasanah, N., Lusiana, B., Amaruzaman, S., Tanika, L., Hairiah, K., Suprayogo, D., Pambudi, S. and Negoro, F. 2018. A business case: co-investing for ecosystem service provisions and local livelihoods in Rejoso watershed. World Agroforestry Centre: Bogor, Indonesia.

Liu, M., Adam, J.C., Richey, A.L., Zhu, Z., Myneni, R.B.

2018. Factors controlling changes in evapotranspiration, runoff, and soil moisture over the conterminous U.S.: accounting for vegetation dynamics. Journal of Hydrology 565:123-137, doi:10.1016/j.jhydrol.2018.07.068.

(12)

http://jtsl.ub.ac.id 300 Merz, B., Blöschl, G., Vorogushyn, S., Dottori, F., Aerts,

J.C.J.H, Bates, P., Bertola, M., Kemter, M., Kreibich, H., Lall, U. and Elena Macdonald, E. 2021. Causes, impacts and patterns of disastrous river floods.

Nature Reviews Earth & Environment 2:592–609, doi:10.1038/s43017-021-00195-3.

Muhammad, A.M., Rombanf, J.A. dan Saroinsong, F,B.

2016. Identifikasi tutupan lahan di KPHP Poigar dengan metode maximum likelihood. Cocos 7):1-8.

Muhammed, H.H., Mustafa, A.M. and Kolerski, T. 2021.

Hydrological responses to large-scale changes in land cover of river watershed. Journal of Water and Land Development(50).

Ode, L.A., Dan, A. dan Marwah, S. 2014. Dampak penggunaan lahan terhadap sumber daya air: Studi literatur dan hasil penelitian. Jurnal Agroteknos 4(2):134-145.

Öztürk, M., Copty, N.K. and Saysel, A.K. 2013.

Modeling the impact of land use change on the hydrology of a rural watershed. Journal of Hydrology 497:97-109.

Polykretis, C., Grillakis, M.G., Manoudakis, S., Seiradakis, K.D. and Alexakis, D.D. 2023. Spatial variability of water-induced soil erosion under climate change and land use/cover dynamics: From assessing the past to foreseeing the future in the Mediterranean island of Crete. Geomorphology 439, doi:10.1016/j.geomorph.2023.108859.

Pradypna, F., Marsono, B. and Soedjono, E. 2020. A study of drinking water supply and demand in Surabaya in the year 2039. IOP Conference Series:

Earth and Environmental Science.

Putri, E.L., Fitriani, N., Hermawan, B. dan Herman, W.

2022. Pola frekuensi kebutuhan air irigasi pada beberapa penggunaan lahan dengan teknologi otomatisasi monitoring pengendalian kelembaban tanah berbasis sensor dielektrik. Jurnal Solum 19(2):53-61, doi:10.25077/jsolum.19.2.53-61.2022.

Rachman, L., Hidayat, Y., Tarigan, S., Sitorus, S., Fitri, R.

and Ain, A. 2020. The effect of agroforestry system on reducing soil erosion in upstream Ciliwung Watershed. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science.

Remondi, F., Burlando, P. and Vollmer, D. 2016.

Exploring the hydrological impact of increasing urbanisation on a tropical river catchment of the metropolitan Jakarta, Indonesia. Sustainable Cities

and Society 20:210-221,

doi:10.1016/j.scs.2015.10.001.

Simonovic, S.P. and Li, L. 2004. Sensitivity of the Red River basin flood protection system to climate variability and change. Water Resources

Management 18(2):89-110,

doi:10.1023/B:WARM.0000024702.40031.b2.

Singh, J., Karmakar, S., PaiMazumder, D., Ghosh, S. and Niyogi, D. 2020. Urbanization alters rainfall extremes over the contiguous United States.

Environmental Research Letters 15(7):074033.

Sitorus, T.A., Sumarniasih, M.S. dan Trigunasih, N.M.

2023. Analisis tingkat erosi dan perencanaan konservasi berbasis sistem informasi geografis di Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Agrotrop: Journal on Agriculture Science 13(2):256, doi:10.24843/ajoas.2023.v13.i02.

Suprayogo, D., van Noordwijk, M., Hairiah, K., Meilasari, N., Rabbani, A.L., Ishaq, R.M. and Widianto, W. 2020. Infiltration-friendly agroforestry land uses on volcanic slopes in the Rejoso Watershed, East Java, Indonesia. Land 9(8):240.

Tomar, J.M.S., Ahmed, A., Bhat, J.A., Kaushal, R., Shukla, G. and Kumar, R. 2021. Potential and opportunities of agroforestry practices in combating land degradation. Agroforestry-Small Landholder’s Tool for Climate Change Resiliency and Mitigation.

van Noordwijk, M., Widodo, R., Farida, A., Suyamto, D., Lusiana, B., Tanika, L. and Khasanah, N. 2011.

GenRiver and FlowPer: Generic River and Flow Persistence Models: User Manual Version 2.0. World Agroforestry Centre.

Viola, M., Mello, C., Beskow, S. and Norton, L. 2014.

Impacts of land-use changes on the hydrology of the Grande river basin headwaters, Southeastern Brazil.

Water Resources Management 28:4537-4550.

Weng, Q. 2002. Land use change analysis in the Zhujiang Delta of China using satellite remote sensing, GIS and stochastic modelling. Journal of Environmental Management 64(3):273-284.

Wu, S., Zhang, X. and She, D. 2017. Joint occurrence of water quality indexes in relation to river streamflow in the heavily polluted Huai River Basin, China.

Water Science and Technology: Water Supply 17(6):1602-1615.

Yalin, M.S. 1977. Mechanics of sediment transport. 2nd ed. Pergamon Press, Oxford, UK. 360 pp.

Zadeh, M.K. and Sepaskhah, A.R. 2016. Effect of Tree Roots on Water Infiltration Rate into the Soil. Iran Agricultural Research 35(1):13-20.

Zhu, P. zong, Zhang, G. hui, Zhang, B. jun, dan Wang, H. xiao. 2020. Variation in soil surface roughness under different land uses in a small watershed on the Loess Plateau, China. Catena, 188(September 2019), 104465, doi:10.1016/j.catena.2020.104465.

Zhu, P., Zhang, G., Wang, C., Chen, S., dan Wan, Y.

2023. Variation in soil infiltration properties under different land use/cover in the black soil region of Northeast China. International Soil and Water

Conservation Research,

doi:10.1016/j.iswcr.2023.07.007

Zhu, P., Zhang, G., Wang, H., dan Xing, S. 2020. Soil infiltration properties affected by typical plant communities on steep gully slopes on the Loess Plateau of China. Journal of Hydrology, 590(August), 125535, doi:10.1016/j.jhydrol.2020.125535

Zope, P., Eldho, T., dan Jothiprakash, V. 2016. Impacts of land u se–land cover change and urbanization on flooding: A case study of Oshiwara River Basin in Mumbai, India. Catena 145:142-154.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dianalisis dengan menggunakan metode AHP, pendapatan masyarakat dan kegiatan stake holder yang terkait dalam kriteria ekonomi menjadi penyebab perubahan tutupan lahan di

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan model simulasi hidrologi DAS yang dapat digunakan untuk mengetahui penggunaan lahan yang paling optimal untuk menekan fluktuasi debit

Model simulasi hidrologi GenRiver telah digunakan untuk mempelajari perubahan aliran sungai sebagai akibat adanya alih guna lahan, dan selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk

DAS Blongkeng potensial menjadi kawasan konservasi lahan dan air di Kabupaten Magelang, disebabkan mempunyai intensitas curah hujan rerata bulanan dan tahunan yang

Laju pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi (2,03% tahun -1 ), akan berdampak pada perubahan tipe dan komposisi tutupan lahan di DAS. Adanya alih fungsi

Perubahan penggunaan lahan dari periode tahun pengamatan tersebut akan dianalisis pengaruhnya terhadap kondisi hidrologi DAS seperti debit aliran, volume aliran,

Setelah dianalisis dengan menggunakan metode AHP, pendapatan masyarakat dan kegiatan stake holder yang terkait dalam kriteria ekonomi menjadi penyebab perubahan tutupan lahan di

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh tutupan lahan dan curah hujan terhadap sifat fisik tanah serta debit mata air yang terletak di kawasan Hutan Cempaka, Kecamatan Prigen,