• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perubahan Tutupan Lahan Di DAS Belawan Periode 2000-2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Perubahan Tutupan Lahan Di DAS Belawan Periode 2000-2011"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN

LAHAN DI DAS BELAWAN PERIODE 2000 – 2011

SKRIPSI

Oleh :

NAJMATUL KHAIRAT 091201003/MANAJEMEN HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRAK

NAJMATUL KHAIRAT: Analisis Perubahan Tutupan Lahan Di DAS Belawan Periode 2000-2011. Dibimbing oleh RAHMAWATY DAN ABDUL RAUF.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Belawan merupakan kawasan yang pemanfaatannya sangat kompleks. Pemanfaatan dan pengelolaan yang kurang memperhatikan aspek kelestarian suatu kawasan DAS akan menimbulkan tekanan bagi kondisi DAS Belawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan dan faktor- faktor yang mempengaruhi perubahan tutupan lahan. Analisis Perubahan luas tutupan lahan dilakukan dengan menggunakan metode

change detection pada tool Arc View GIS. Faktor- faktor penyebab perubahan

tutupan lahan dianlisis dengan menggunakan metode Analitical Hierarchy

Process (AHP).

Hasil penelitian menunjukkan sepanjang tahun 2000-2011 perkebunan dan pertanian lahan kering campuran mengalami pengurangan luas menjadi pertanian lahan kering primer. Hutan mangrove sekunder, pertanian lahan kering campuran dan semak belukar rawa mengalami perubahan menjadi tambak. Pertanian lahan kering dan tanah terbuka juga mengalami perubahan tutupan lahan menjadi sawah. Tingkat perubahan tutupan lahan yang paling dominan di Das Belawan adalah pertanian lahan kering menjadi sawah. Faktor utama penyebab terjadinya perubahan tutupan lahan adalah konversi lahan di kawasan DAS, dan keadaan sosial- budaya seperti faktor pendidikan, pekerjaan dan kebiasaan sehari- hari masyarakat yang tinggal di DAS. Setelah dianalisis dengan menggunakan metode AHP, pendapatan masyarakat dan kegiatan stake holder yang terkait dalam kriteria ekonomi menjadi penyebab perubahan tutupan lahan di DAS Belawan dan alternatif yang ditawarkan terhadap faktor penyebab perubahan tutupan lahan adalah penegakan hukum.

(3)

ABSTRACT

NAJMATUL KHAIRAT : Analysis of Land Cover Change in Belawan watershed period 2000-2011. Under the supervision of RAHMAWATY AND ABDUL RAUF.

Watershed ( DAS ) Belawan is a very complex area utilization . Utilization and management of the less noticed aspects of the sustainability of a watershed area will lead to pressure for Belawan watershed conditions . This studied aims to determined land cover change and the factors that influenced changes in land cover. Changes in land cover extensive analysis performed used change detection methods in Arc View GIS tool . The factors that caused changes in land cover analisis used Analytical Hierarchy Process ( AHP ) .

The results showed plantations throughout the year 2000-2011 and having a mix of dryland farming area reduction into primary dryland agriculture . Secondary mangrove forest , dryland farming and mixed shrub swamp has been changed into the pond . Dryland agriculture and open land is also changing land cover into field . The rate of change of the most dominant land cover in Das Belawan is dryland farming into field . The main factors causing land cover change is the conversion of land in the watershed region , and socio - cultural circumstances as factors of education, employment and daily habits of people living in the watershed . Having analyzed using AHP method , income and activities of stakeholders involved in the economic criteria into the causes of changes in land cover in the watershed Belawan and offered an alternative to the causal factors of land cover change is law enforcement .

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat- Nya Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Perubahan Tutupan Lahan Di DAS Belawan Periode 2000-2011.” Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah membimbing, mendidik, dan memberikan semangat, serta mendukung penulis dalam moril dan materil. Penulis mengucapkan terimakasih keada Rahmawaty,S.Hut.,M.Si.,Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, M.P., selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Sumatera Utara, Dinas Kehutanan Kota Medan, Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Kota Medan, Bappeda Kota medan, akademisi, instansi kecamatan Kota Medan, seluruh staf pengajar, dan pegawai di Program Studi Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa/i yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi mahasiswa Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Oktober 2013

(5)

DAFTAR ISI

Kondisi Penutupan Lahan di Indonesia... 4

Ekosistem DAS ... 5

Penggunaan Lahan ... 6

Pola – Pola Pemanfaatan Lahan ... 8

Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya ... 9

Faktor Fisik Lahan dan Perubahan Penutupan Lahan ... 10

Keterkaitan Faktor sosial, Ekologi dan Ekonomi Terhadap tutupan... 12

Sistem Informasi Geografis... 14

Faktor Dominan Perubahan Tutupan Lahan DAS Belawan ... 54

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 60

(6)
(7)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Jenis Data yang Digunakan ... 21

2. Skala Perbandingan Berpasangan Penilaian Elemen Hierarki ... 26

3. Perbandingan Luasan dan Persentase DAS Belawan 2000 -2011 ... 29

4. Perubahan luas Tutupan DAS Belawan Tahun 2000 - 2006 ... 38

5. Perubahan Luas Tutupan DAS Belawan Tahun 2006 - 2011 ... 43

6. Perubahan Luas Tutupan DAS Belawan Tahun 2000- 2011 ... 49

7. Perbandingan Pembobotan Nilai Berdasarkan Kriteria ... 55

8. Skala Prioritas Perhitungan Kriteria Terhadap Perubahan Lahan ... 56

9. Rekapitulasi Perhitungan Alternatif Pada Kriteria Ekonomi ... 57

(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 20

2. Bagan Analisis Perubahan Tutupan (Change Detection)... 23

3. Bagan Hierarki Perubahan Tutupan DAS Belawan ... 25

4. Penutupan DAS Belawan Tahun 2000, 2006 dan 2011 ... 31

5. Peta Perubahan Tutupan DAS Belawan Tahun 2000 ... 33

6. Peta Perubahan Tutupan DAS Belawan Tahun 2006 ... 34

7. Peta Perubahan Tutupan DAS Belawan Tahun 2011 ... 35

8. Hutan mangrove sekunder – Tambak ... 36

9. Perubahan Tutupan DAS Belawan Tahun 2000- 2006 ... 37

10. Peta PerubahanTutupan DAS Belawan Tahun 2000- 2006. ... 39

11. PerubahanTutupan sawah menjadi Pertanian Lahan Kering. ... 40

12. Perubahan Tutupan DAS Belawan Tahun 2006- 2011 ... 42

13. Peta PerubahanTutupan DAS Belawan Tahun 2006- 2011. ... 44

14. Tipe Tutupan Lahan DAS Belawan Berupa Kebun Sawit ... 46

15. Kondisi DAS Belawan Yang dijadikan Pertambangan Pasir. ... 46

16. Perubahan Tutupan DAS Belawan Tahun 2000- 2011 ... 48

17. Peta PerubahanTutupan DAS Belawan Tahun 2000- 2011. ... 50

18. Jenis Tutupan Pertanian Kering DAS Belawan ... 51

19. Kondisi DAS Bagian Hulu. ... 52

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Titik Ground Check DAS Belawan ... 63

2. Lokasi Penelitian ... 64

3. Tipe Tutupan Lahan DAS Belawan ... 65

(10)

ABSTRAK

NAJMATUL KHAIRAT: Analisis Perubahan Tutupan Lahan Di DAS Belawan Periode 2000-2011. Dibimbing oleh RAHMAWATY DAN ABDUL RAUF.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Belawan merupakan kawasan yang pemanfaatannya sangat kompleks. Pemanfaatan dan pengelolaan yang kurang memperhatikan aspek kelestarian suatu kawasan DAS akan menimbulkan tekanan bagi kondisi DAS Belawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan dan faktor- faktor yang mempengaruhi perubahan tutupan lahan. Analisis Perubahan luas tutupan lahan dilakukan dengan menggunakan metode

change detection pada tool Arc View GIS. Faktor- faktor penyebab perubahan

tutupan lahan dianlisis dengan menggunakan metode Analitical Hierarchy

Process (AHP).

Hasil penelitian menunjukkan sepanjang tahun 2000-2011 perkebunan dan pertanian lahan kering campuran mengalami pengurangan luas menjadi pertanian lahan kering primer. Hutan mangrove sekunder, pertanian lahan kering campuran dan semak belukar rawa mengalami perubahan menjadi tambak. Pertanian lahan kering dan tanah terbuka juga mengalami perubahan tutupan lahan menjadi sawah. Tingkat perubahan tutupan lahan yang paling dominan di Das Belawan adalah pertanian lahan kering menjadi sawah. Faktor utama penyebab terjadinya perubahan tutupan lahan adalah konversi lahan di kawasan DAS, dan keadaan sosial- budaya seperti faktor pendidikan, pekerjaan dan kebiasaan sehari- hari masyarakat yang tinggal di DAS. Setelah dianalisis dengan menggunakan metode AHP, pendapatan masyarakat dan kegiatan stake holder yang terkait dalam kriteria ekonomi menjadi penyebab perubahan tutupan lahan di DAS Belawan dan alternatif yang ditawarkan terhadap faktor penyebab perubahan tutupan lahan adalah penegakan hukum.

(11)

ABSTRACT

NAJMATUL KHAIRAT : Analysis of Land Cover Change in Belawan watershed period 2000-2011. Under the supervision of RAHMAWATY AND ABDUL RAUF.

Watershed ( DAS ) Belawan is a very complex area utilization . Utilization and management of the less noticed aspects of the sustainability of a watershed area will lead to pressure for Belawan watershed conditions . This studied aims to determined land cover change and the factors that influenced changes in land cover. Changes in land cover extensive analysis performed used change detection methods in Arc View GIS tool . The factors that caused changes in land cover analisis used Analytical Hierarchy Process ( AHP ) .

The results showed plantations throughout the year 2000-2011 and having a mix of dryland farming area reduction into primary dryland agriculture . Secondary mangrove forest , dryland farming and mixed shrub swamp has been changed into the pond . Dryland agriculture and open land is also changing land cover into field . The rate of change of the most dominant land cover in Das Belawan is dryland farming into field . The main factors causing land cover change is the conversion of land in the watershed region , and socio - cultural circumstances as factors of education, employment and daily habits of people living in the watershed . Having analyzed using AHP method , income and activities of stakeholders involved in the economic criteria into the causes of changes in land cover in the watershed Belawan and offered an alternative to the causal factors of land cover change is law enforcement .

(12)

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang paling tepat bagi

pembangunan tempat bertemunya kepentingan nasional dengan kepentingan

setempat. Pembangunan ekonomi yang mengolah kekayaan alam Indonesia harus

senantiasa memperhatikan bahwa pengelolaan sumber daya alam di samping

untuk membeli manfaat pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu, sumber daya

alam terutama hutan, tanah, dan air harus tetap dijaga agar kemampuannya untuk

memperbaiki diri selalu terpelihara.

Salah satu DAS yang berada di kota Medan adalah DAS Belawan. Kota

Medan merupakan wilayah yang menarik untuk dianalisis untuk studi ini

dikarenakan kota Medan dengan peruntukan lahan yang kompleks dilalui tiga

DAS besar. Salah satunya yang melintasi langsung mulai dari hulu hingga hilir

sungai adalah Daerah Aliran Sungai Belawan. DAS Belawan sebagian besar

melintasi Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang dengan luasan 40.121,01 Ha.

Interaksi antara masyarakat dan lahan yang menyebabkan terjadinya

perubahan terhadap penggunaan lahan ini memiliki potensi menimbulkan dampak

negatif yang besar terhadap kelangsungan sumberdaya itu. Untuk itu perlu adanya

upaya pemantauan terhadap perubahan lahan agar dampak negatif akibat

perubahan lahan dapat ditanggulangi dan upaya pengelolaan sumber daya tersebut

kedepan bisa direncanakan dengan tetap mengacu kepada optimalisasi manfaat

sumberdaya secara lestari.

(13)

seharusnya agar tidak terjadi degradasi lahan, serta dengan teknologi

penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geogafis (SIG) akan memberikan

kemudahan dalam melakukan pemantauan tehadap perubahan tutupan lahan dan

upaya pengelolaan sumberdaya tersebut secara lestari. Analsis Faktor penyebab

perubahan tutupan lahan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy

Process (AHP) dapat memberikan pemecahan masalah yang berada di DAS

Belawan yang disertai dengan alternatif yang diberikan, sehingga dapat

memperbaiki keadaan DAS Belawan menjadi lebih baik. Oleh sebab itu penelitian

tentang Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Das Belawan Periode 2000 - 2011

ini perlu dilakukan.

Analisis Perubahan Tutupan Lahan DAS Belawan menggunakan periode

tahun 2000, 2006 dan 2011. Data tersebut diperoleh berdasarkan dari hasil data

tahun terakhir yang ada di Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) yaitu pada

tahun 2011 yang dapat dijadikan perbandingan setiap selang lima sampai enam

tahun dari data tahun terakhir. Keterbatasan data yang ada di BPKH menjadikan

selang waktu tutupan lahan yang ingin dianalisis berbeda dari tahun 2000 – 2006

dan dari 2006 – 2011. Analisis perubahan luas tutupan lahan DAS Belawan tahun

2000- 2011 dapat diperoleh dengan membandingkan luas dan perubahan yang

(14)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui perubahan tutupan lahan di DAS Belawan pada tahun 2000 –2011

2. Mengetahui faktor - faktor penyebab perubahan tutupan lahan pada tahun

2000- 2011.

B.Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan

informasi mengenai perubahan tutupan lahan di DAS Belawan pada tahun 2000-

2011 kepada pihak-pihak yang membutuhkan serta dapat digunakan sebagai

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

A.Kondisi Penutupan Lahan DAS

Lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan (situs), yang

diartikan berkaitan dengan jumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah,

topografi, hidrologi dan biologi (Lo, 1995). Penutupan lahan adalah berkaitan

dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi seperti bangunan

perkotaan, danau, salju dan lain-lain. Kegiatan klasifikasi penutupan lahan

dilakukan untuk menghasilkan kelas-kelas penutupan yang diinginkan.

Kelas-kelas penutupan lahan yang diinginkan itu disebut dengan skema klasifikasi atau

sistem klasifikasi (Lillesand dan Kiefer, 1990).

Penggunaan lahan termasuk dalam komponen sosial budaya karena

penggunaan lahan mencerminkan hasil kegiatan manusia atas lahan serta

statusnya (Bakosurtanal, 2007). Adanya aktifitas manusia dalam menjalankan

kehidupan ekonomi, sosial dan budaya sehari-hari berdampak pada perubahan

penutup/penggunaan lahan. Diperkotaan, perubahan umumnya mempunyai pola

yang relatif sama, yaitu bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban.

Perubahan penggunaan lahan yang pesat terjadi apabila adanya investasi di bidang

pertanian atau perkebunan. Dalam kondisi ini akan terjadi perubahan lahan hutan,

semak, ataupun alang-alang menjadi lahan perkebunan. Perubahan yang

dilakukan oleh masyarakat terjadi dalam skala kecil (Sitorus, 2006).

Perubahan vegetasi penutupan lahan mempunyai dampak yang sangat

berarti bagi lestarinya lingkungan sekitar. Perubahan penutupan lahan yang

terjadi, terutama perubahan kawasan hutan menjadi penutupan yang lain, akan

(16)

budaya. Perubahan areal pertanian menjadi kawasan pemukiman atau lahan

terbangun termasuk di dalamnya industri, selain dapat mengurangi daerah resapan

air, juga adanya limbah yang dibuang pabrik-pabrik ataupun limbah rumah

tangga.

Namun dilain pihak adanya kerusakan vegetasi terutama di wilayah hulu

dan ancaman pendangkalan mengakibatkan kondisi ekologis DAS. Akibatnya

pada saat curah hujan tinggi, badan air (sungai) tidak mampu menampung curahan

air hujan sehingga seringkali menyebabkan banjir pada daerah sekitar. Pemerintah

telah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan secara

proporsional dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai dan pulau

yaitu minimal 30% , seperti dituangkan pada pasal 18 UU No. 41 tahun 1999.

Kawasan hutan dimaksud kemudian dideliniasi sesuai dengan fungsinya, yaitu

sebagai hutan konservasi, lindung atau produksi (Dephut, 2008).

B.Ekosistem DAS

Pengertian DAS atau Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan

yang menerima, menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian

menyalurkan ke laut atau danau melalui satu sungai utama. Dengan demikian

suatu DAS akan dipisahkan dari wilayah DAS lain di sekitarnya oleh batas alam

(topografi) berupa punggung bukit atau gunung. Dengan demikian seluruh

wilayah daratan habis berbagi ke dalam uni-unit Daerah Aliran Sungai (DAS)

(Asdak, 1995). Secara Hidrologis wilayah hulu dan hilir merupakan satu

kesatuan organisyang tidak dapat terpisahkan, keduanya memiliki keterkaitan dan

(17)

Dalam mempelajari ekosistem DAS, Daerah Aliran Sungai biasanya

dibagi menjadi daerah hulu tengah dan daerah hilir. Daerah hulu dicirikan sebagai

daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase yang lebih tinggi, merupakan

daerah dengan kemiringan lereng lebih besar (lebih besar dari 15%), bukan

merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase.

Sementara daerah hilir DAS merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase

lebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringan kecil sampai sangat kecil

(kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan air).

Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang sama pentingnya dengan daerah

hilir karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS

(Asdak, 1995).

Saat ini pembangunan wilayah sudah menyatakan perkembangan pesat,

hal ini dapat dilihat beragamnya permasalahan yang terjadi seperti kebutuhan

akan lahan dan kebutuhan akan ruang yang terus meningkat, kurangnya sarana

prasarana, banjir, pemukiman kumuh, yang mempengaruhi perkembangan suatu

wilayah, dan akhirnya mengalami tekanan yang cukup signifikan yang harus

diantisipasi penanganannya begitu juga keadaan yang berada di kawasan Daerah

Aliran Sungai (DAS). Kebutuhan akan lahan yang terus meningkat perlu diatur

dalam perencanaan wilayah demi terciptanya keseimbangan tata ruang yang

cukup untuk kebutuhan.

C.Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land Use) diartikan sebagai setiap bentuk interaksi

(campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan

(18)

golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan

pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas penyediaan air

dan komoditi yang diusahakan dan dimanfaaatkan atau atas jenis tumbuhan dan

tanaman yang terdapat atas lahan tersebut. Penggunaan lahan bukan pertanian

dapat dibedakan ke dalam lahan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi,

pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 2006).

Wijaya (2004) menyatakan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan

penutupan lahan diantaranya adalah pertumbuhan penduduk, mata pencaharian,

aksesibilitas, dan fasilitas pendukung kehidupan serta kebijakan pemerintah.

Tingginya tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah telah mendorong

penduduk untuk membuka lahan baru untuk digunakan sebagai pemukiman

ataupun lahan-lahan budidaya. Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah

berkaitan erat dengan usaha yang dilakukan penduduk di wilayah tersebut.

Perubahan penduduk yang bekerja di bidang pertanian memungkinkan terjadinya

perubahan penutupan lahan. Semakin banyak penduduk yang bekerja di bidang

pertanian, maka kebutuhan lahan semakin meningkat. Hal ini dapat mendorong

penduduk untuk melakukan konversi lahan pada berbagai penutupan lahan.

Saat ini banyak dilakukan usaha dalam pengelolaan DAS yang terkait

perubahan tutupan lahan DAS. Rahmawaty (2011) melakukan observasi tentang

tutupan lahan di DAS Besitang. Observasi mendapatkan hasil bahwa suatu DAS

terkait langsung dengan peran serta manusia, tanah dan vegetasi yang berdampak

langsung dengan keadaan suatu DAS baik itu dalam proses pengiriman air dan

proses sedimen. Tutupan lahan di DAS dilihat dari lingkungan fisik yang

(19)

mempengaruhi potensi penggunaan lahan. Adanya aktivitas manusia seperti

reklamasi dari lahan sungai, pengelolaan vegetasi dan adanya salinisasi tanah

berpengaruh besar terhadap terjadinya perubahan tutupan lahan.

D.Pola - Pola Pemanfaatan Lahan

Manusia sebagai komponen aktif dan pengelola lingkungan akan

menentukan pola dan corak penggunaan lahan pada suatu wilayah. Demikian pula

pertambahan penduduk identik dengan peningkatan kebutuhan. Hal ini akan

menyebabkan bertambah besarnya tekanan kepada sumberdaya lahan dan

perubahan penggunaan lahan ini juga dijumpai di kawasan lindung. Daerah

berbukit dan terjal yang merupakan kawasan lindung yang digunakan penduduk

menjadi areal pertanian tanpa menggunakan masukan agroteknologi yang sesuai.

Tekanan ini akan menyebabkan pola penggunaan lahan dan proporsi lahan untuk

areal pertanian akan bertambah besar sedangkan wilayah lindung akan semakin

berkurang. Sandy (1982) menyatakan bahwa pola pemanfaatan lahan dalam sektor

pertanian yang paling luas diperuntukkan bagi Tanaman Pangan, berupa; Sawah

dan Kebun/Tegalan (15,57% dan 21,29%). Pemanfaatan yang paling sedikit

diperuntukkan bagi sub-sektor perikanan, berupa kolam dan tambak.

Faktor – Faktor yang mendorong terjadinya konversi lahan terhadap

perubahan tutupan lahan adalah:

1. Faktor kependudukan, kebutuhan lahan untuk kegiatan non- pertanian

2. Faktor ekonomi: tingginya land rent yang diperoleh aktifitas sektor non-

(20)

3. Faktor sosial budaya yaitu keberadaan hukum waris yang menyebabkan

terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak memenuhi batas minimum

skala ekonomi usaha yang menguntungkan

4. Otonomi daerah yang mengutamakan pembangunan pada sektor yang

menjanjikan keuntungan jangka pendek lebih tinggi guna meningkatkan

Pendapatan asli Daerah (PAD) yang kurang memperhatikan kepentingan

jangka panjang dan kepentingan nasional yang sebenarnya panting bagi

masarakat secara keseluruhan.

5. Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum (law

enforcement) dari peraturan -peraturan yang ada.

(Djaenudin dkk, 2003).

E.Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya

Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan atau aktivitas

terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan

komersial maupun industri (Munibah, 2008). Sementara menurut Muiz (2009),

perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai suatu proses perubahan dari

penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lain yang dapat bersifat permanen

maupun sementara dan merupakan konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan

dan transformasi perubahan struktur sosial, ekonomi masyarakat yang sedang

berkembang baik untuk tujuan komersial maupun industri.

Pertambahan jumlah penduduk berarti pertambahan terhadap makanan dan

kebutuhan lain yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya lahan. Permintaan

(21)

Demikian pula permintaan terhadap hasil non pertanian seperti kebutuhan

perumahan dan sarana prasarana wilayah. Peningkatan pertumbuhan penduduk

dan peningkatan kebutuhan material ini cenderung menyebabkan persaingan

dalam penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan

pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal,

pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin

meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan

mutu kehidupan yang lebih baik (Mansuri, 1996).

Beberapa kajian dan penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktor

faktor penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan. Nastain dan Purwanto

(2003) menyatakan beberapa hal yang diduga sebagai penyebab proses perubahan

penggunaan lahan antara lain :

1. Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan

2. Meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah hingga

atas di wilayah perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadap

pemukiman (komplek-komplek perumahan)

3. Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian yang pada gilirannya

akan menggeser kegiatan pertanian/ lahan hijau khususnya di perkotaan

4. Terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha dengan

ukuran yang secara ekonomi tidak efisien.

F. Faktor Fisik Lahan dan Perubahan Penutupan Lahan

Faktor fisik yang mempengaruhi penggunaan dan penutupan lahan adalah

faktor-faktor yang terkait dengan kesesuaian lahannya, meliputi faktor-faktor

(22)

pertumbuhan dan budidaya tanaman, kemudahan teknik budidaya ataupun

pengolahan lahan dan kelestarian lingkungan. Faktor fisik ini meliputi kondisi

iklim, sumberdaya air dan perairan, bentuk lahan dan topografi, serta karakteristik

tanah yang secara bersama akan membatasi apa yang dapat dan tidak dapat

dilakukan pada sebidang lahan (Gandasasmita, 2001).

Topografi adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah,

termasuk didalamnya adalah perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Peranan

topografi terhadap penggunaan lahan dibedakan berdasarkan unsur-unsurnya

adalah elevasi dan kemiringan lereng. Peranan elevasi terkait dengan iklim,

terutama suhu dan curah hujan. Elevasi juga berpengaruh terhadap peluang untuk

pengairan. Peranan lereng terkait dengan kemudahan pengelolaan dan kelestarian

lingkungan (Hardjowigeno, 1993).

Tanah merupakan salah satu faktor penentu yang mempengaruhi

penyebaran penggunaan lahan (Barlowe, 1986). Sehubungan dengan fungsinya

sebagai sumber hara, tanah merupakan faktor fisik lahan yang paling sering

dimodifikasi agar penggunaan lahan yang diterapkan mendapatkan hasil yang

maksimal.

Iklim merupakan faktor fisik yang sulit dimodifikasi dan paling

menentukan keragaman penggunaan lahan. Unsur-unsur iklim seperti hujan,

penyinaran matahari, suhu, angin, kelembaban dan evaporasi, menentukan

ketersediaan air dan energi, sehingga secara langsung akan mempengaruhi

ketersediaan hara bagi tanaman. Penyebaran dari unsur-unsur iklim ini bervariasi

menurut ruang dan waktu, sehingga penggunaan lahan juga beragam sesuai

(23)

G.Keterkaitan Antara Faktor Sosial Ekonomi, Dan Ekologi Terhadap

Perubahan Lahan

Kebijakan ataupun penegakan hukum tidak dapat dialihkan dari satu

negara ke negara lain, bahkan dari satu kawasan ke kawasan lain, karena

kebijakan itu merupakan cerminan kehidupan sosial, ekonomi, dan ekologi

budaya setempat, termasuk panutan tradisi, kebiasaan, dan kepercayaan. Ini

berarti bahwa tataguna lahan perlu dirumuskan dengan dua kerangka konteks

yang saling terpadukan, yaitu kerangka konteks biofisik (sumberdaya alami) dan

kerangka sosial-budaya ekonomi (sumberdaya manusia). Dengan tataguna lahan

yang berkhususan tapak (site-specific) dan berkhususan masyarakat (people

specific), penggunaan lahan menjadi ternilai kelayakannya

(Notohadikusumo,2005).

Faktor sosial-budaya masyarakat merupakan salah satu faktor penting

yang ikut memberikan kontribusi bagi penentuan pemanfaatan lahan. Pada

umumnya pola-pola pemanfaatan lahan yang ada di suatu wilayah tidak

bertentangan dengan kondisi sosial-budaya masyarakatnya (Komarsa, 2001).

Faktor sosial budaya yang dimaksud dalam tulisan ini meliputi: tingkat

pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat usia, motivasi, persepsi dan interpretasi,

pandangan/sikap hidup, adat-istiadat, idiologi dan tradisi lokal, hubungan dan

jaringan sosial, institusi lokal.

Dalam rangka memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia yang terus

berkembang dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi,

pengelolaan sumberdaya lahan seringkali kurang bijaksana dan tidak

(24)

kelestariannya semakin terancam. Akibatnya, sumberdaya lahan yang berkualitas

tinggi menjadi berkurang dan manusia semakin bergantung pada sumberdaya

lahan yang bersifat marginal (kualitas lahan yang rendah). Hal ini berimplikasi

pada semakin berkurangnya ketahanan pangan, tingkat dan intensitas pencemaran

yang berat dan kerusakan lingkungan lainnya. Dengan demikian, secara

keseluruhan aktifitas kehidupan cenderung menuju sistem pemanfaatan

sumberdaya alam dengan kapasitas daya dukung yang menurun, dipihak lain

permintaan akan sumberdaya lahan terus meningkat akibat tekanan pertambahan

penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita (Rustiadi, 2001).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Syahrial (2009) di DAS Belawan

kaitannya dengan perencanaan tata ruang adalah peruntukan lahan di DAS

Belawan sangat dipengaruhi oleh desakan ekonomi masyarakat setempat dan

adanya stake holder yang memanfaatkan lahan DAS. Konversi lahan seperti

diadakannya perkebunan atau pun dibukanya kawasan hutan menjadi pertanian

lahan kering seperi tanaman tebu dengan luasan yang luas. Selain itu faktor

pendidikan masyarakat yang masih cenderung rendah mengakibatkan masyarakat

memanfaatkan keahlian yang mereka miliki seperti bertani.

Permintaan lahan untuk peruntukan DAS dalam kegiatan permukiman,

perdagangan, dan jasa lainnya telah mengakibatkan berkurangnya daerah resapan

termasuk ruang terbuka hijau (RTH). Demikian halnya dengan tingginya

permintaan lahan untuk permukiman, perdagangan dan prasarana pendukung

wisata di wilayah hulu telah menimbulkan tingginya perubahan penutupan lahan

dari lahan berpenutupan vegetasi yang baik telah berubah menjadi semak, tegalan

(25)

yang tinggi telah mengakibatkan semakin buruknya kondisi DAS bagian hulu

sebagai daerah resapan air (water recharge) dan sebagai pengendali aliran

permukaan (run-off) yang menjadikan keadaan ekologi di kawasan DAS

terganggu (Djakapermana, 2009).

H.Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem komputer yang memiliki

4 (empat) kemampuan dalam menangani data yang bereferensi geografis yaitu

masukan, keluaran, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data),

analisis dan manipulasi data. Dengan keempat kemampuan tersebut maka Sistem

Informasi Geografis dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah yang rawan

terhadap bencana (Prahasta, 2005).

Sistem Informasi Geografis merupakan suatu sistem informasi yang

berbasis komputer, dirancang untuk bekerja dengan menggunakan data yang

memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Sistem ini merekam,

mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data

yang secara spasial mereferensikan kepada kondisi bumi. Teknologi SIG

mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti query dan analisa

statistik dengan kemampuan visualisasi dan analisa yang unik yang dimiliki oleh

pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan Sistem Informasi

lainnya yang membuatnya menjadi berguna dalam berbagai kalangan untuk

menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang terjadi

(Sukojo dan Diah, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Sinambela (2011), di Kabupaten Toba

(26)

Toba Samosir pada selang waktu 2000 - 2005 - 2010 dengan menggunakan

aplikasi SIG. Hasil yang diperoleh dalam bentuk data dan peta perubahan tutupan

lahan. Perubahan tutupan lahan dapat dilihat dari monogram yang dilihat dari

hasil citra yang telah ditentukan band -nya. Hasil pencitraan tersebut akan

diperoleh tipe tutupan lahan yang berada di Kabupaten Toba Samosir dan tujuan

kedua untuk mengetahui kawasan hutan menurut SK Menhut No. 44 tahun 2005

masih sesuai dengan kondisi di lapangan Tahun 2010.

Dalam pemantauan perubahan secara digital, respon spektral suatu piksel

pada dua waktu akan berbeda jika penutupan lahan berubah dari penutupan lahan

satu menjadi penutupan lahan yang lainnya. Band yang sensitif terhadap

perubahan dapat ditentukan dengan karakteristik reflektansi spektral

masing-masing band terhadap vegetasi, tanah, dan air. Analisis perubahan lahan dapat

dilakukan dengan beberapa metode diantaranya: image overlay, diferensiasi citra

(image differencing), analisis komponen utama (principal component analysis),

dan perbandingan hasil klasifikasi (classification comparison).

I. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analytical Hierarchy Process yang diperkenalkan oleh Thomas Saaty

adalah teori pengukuran yang menyediakan kemampuan untuk menggabungkan

kedua faktor kualitatif dan kuantitatif dalam proses pengambilan keputusan.

Metode pengambilan keputusan multi kritetia untuk penggabungan masalah yang

kompleks dengan menguraikan masalah menjadi Hierarki struktural (Satty dan

Vargas, 2001) dan menyediakan struktur hierarki dengan mengurangi beberapa

variabel keputuasn menjadi serangkaian perbandingan dan mengembangkan

(27)

Penelitian yang dilakukan oleh Ritonga (2012) di Tangkahan yang bertujuan

untuk mengetahui bentuk pemanfaatan gajah jinak yang paling sesuai di

Tangkahan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).

Hasil penelitian yang dilakukan adalah kriteria kesejahteraan dan keamanan

masyarakat sebagai yang paling prioritas karena seluruh responden beranggapan

bahwa kepentingan dari bentuk pemanfaatan gajah jinak yang ada di Tangkahan

sudah seharusnya untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan dan keamanan

masyarakat.

Fasilitas AHP dalam pengambilan keputusan dengan mengadakan

persepsi, perasaan, penilaian dan memiliki nilai sejarah menjadi struktur hierarki

dengan kekuatan yang mempengaruhi keputusan sebuah kasus yang paling umum.

Pada struktur hierarki menunjukkan keterkaitan antara interaksi tujuan, kriteria,

sub kriteria dan alternatif pada seluruh sistem. Untuk tujuan ini, pengukuran

mutlak dan pendekatan pengukuran relatif digunakan dalam penerapan AHP.

Hasil perbandingan umumnya digunakan ketika peringkat alternatif sesuai dengan

standar yang dikembangkan oleh pengalaman ahli (Saaty, 1990). Namun,

perbandingan relatif memerlukan prioritas untuk tujuan hierarki dengan membuat

perbandingan berpasangan secara sistematis.

Dalam Metode AHP dilakukan langkah- langkah sebagai berikut:

Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Dalam tahap ini

untuk menentukan masalah yang akan dipecahkan harus secara jelas, detail dan

mudah dipahami.

(28)

2. Mendefenisikan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah

penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya

elemen yang dibandingkan

3. Menghitung nilai eigen dengan menguji konsistensinya

4. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hierarki

5. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan

Merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen- elemen

pada tingkat hierarki terendah sampai mencapai tujuan.

6. Memeriksa konsistensi hierarki

Konsistensi yang diharapkan adalah mendekati sempurna agar menghasilkan

keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai sempurna,

rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10 %.

Pada struktur hirarkis AHP memberikan informasi untuk menguji antara

interaksi tujuan, kriteria, sub kriteria dan alternatif pada seluruh sistem

1. Dekomposisi yang diterapkan untuk struktur masalah yang kompleks dalam

hirarki

2. Pengambilan keputusan yang diterapkan untuk membangun perbandingan

berpasangan pada semua elemen dalam sebuah hierarki

3. Sintesa prioritas yang diterapkan untuk menghasilkan prioritas keseluruhan

sepanjang Hierarki dengan mempertimbangkan prioritas secara umum

(29)

METODE PENELITIAN

A.Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan

Agustus 2013. Lokasi Penelitian berada di DAS Belawan yang berada antara

Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang (Gambar 1). Analisis data dilaksanakan

di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu, Departemen Kehutanan, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

B.Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Belawan

yangsecara administrasi sebagian besar berada di Kabupaten Deli Serdang dan

kota Medan. Secara geografis Daerah Aliran Sungai (DAS) Belawan berada di

posisi: 98° 29’. 47.868” BT, 98° 42’ 35.496” BT, 03° 50’ 23.676” - 03° 15’

24.036” LU (Gambar 2).

Secara administrasi DAS Belawan berada pada 2 (dua) kabupaten/ kota

yaitu Kabupaten Deli Serdang seluas 38,029.30 Ha (93.23 %) dan Kota Medan

seluas 2,760.69 Ha (6.77 %). Pada data spasial sebagian kecil terdapat di

kabupaten , namun dengan berbagai pertimbangan dileburkan ke kabupaten Deli

Serdang. Batas DAS Belawan secara administrasi adalah:

Sebelah Utara :Daerah Aliran Sungai Asam Kumbang

Sebelah Selatan :Daerah Aliran Sungai Deli

Sebelah Barat :Daerah Aliran Sungai Asam Kumbang dan Wampu

Sebelah Timur :Daerah Aliran Sungai Deli

Kawasan Hutan yang ada di DAS Belawan dapat dikelompokkan menjadi

(30)

(HL), (c) Hutan Produksi (HP), (d) Hutan Produksi Terbatas (HPT), (e) Hutan

Suaka Alam (HSA). Kawasan Hutan yang terdapat di DAS Belawan di uraikan

berdasarkan Sub DAS. Tipe Iklim di DAS Belawan ditentukan berdasarkan

klasifikasi iklim Oldeman dan Schmidt dan Ferguson. Kedua klasifikasi ini

dijadikan pertimbangan dengan alasan Tipe Iklim Oldeman lebih cocok di

kawasan budidaya dan Tipe Iklim Schmidt dan Ferguson cocok untuk kawasan

hutan.

Kondisi Faktual adalah Kondisi pemanfaatan lahan Daerah Aliran Sungai

(DAS) Belawan pada saat sekarang, ini diketahui dengan cara penafsiran Citra

Resolusi Tinggi menggunakan Software SIGdengan pembagian kelas

pemanfaatan sebagai berikut; Pemukiman (perumahan, toko, jalan, dan tempat

umum), hutan (lahan berhutan), mangrove (tanaman bakau), perkebunan

(tanaman perkebunan, dan pertanian non palawija),pertanian (tanaman palawija),

sawah (perladangan, dan sawah), rawa (daerah yang tergenang air permanen/tidak

permanen), tambak (usaha perikanan), lahan terbuka (lahan yang belum

dimanfaatkan/tidak ditumbuhi pohon) dan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap

di Belawan (Bappedas, 2009). Pada umumnya masyarakat yang berada dalam

wilayah Daerah Aliran Sungai Belawan (DAS Belawan) adalah mayoritas petani

dan sebagian Pegawai Negeri (Guru), dan pedagang, sebagian kecil TNI, Polri dan

swasta, dalam kesehariannya masyarakat dilibatkan langsung terhadap

pengelolaan Belawan, ini dikarenakan oleh tempat tinggal, lahan usaha dan

(31)
(32)

C.Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Peta digital

administrasi DAS Belawan dengan skala 1 : 500.000, peta sungai dengan skala 1:

50.000 serta peta perubahan tutupan lahan DAS Belawan dalam kurun waktu

2000 , 2006 dan 2011 dengan perbandingan Skala 1: 250.000. Alat yang

digunakan adalah: komputer (PC atau Work station) beserta pelengkapnya,

perangkat lunak pengolah citra, softwareArc view 3,3, software Expert Choice

2000, Global Positioning System (GPS ) dan kamera Digital.

D.Pengumpulan Data

Pelaksanaan penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan data dan

informasi yang dibutuhkan serta menganalisis data sesuai kebutuhan. Data yang

dikumpulkan pada penelitian berupa data primer dan sekunder (Tabel 1). Data

primer merupakan data yang dikumpulkan dengan cara pengecekan langsung di

lokasi penelitian. Data ini diperoleh dengan mengambil koordinat titik dengan

menggunakan GPS. Data sekunder adalah data yang telah ada sebelumnya, baik

data yang dikeluarkan oleh instansi terkait, penelitian sebelumnya maupun

literatur pendukung lainnya.

Tabel 1. Jenis Data yang Digunakan

No Data Jenis Sumber Skala Tahun 1. Peta Administrasi Sekunder BPKH 1 : 50.000 2010 2. Titik ground Check Primer GPS 1 :500.000 2013 3. Peta DAS Belawan Sekunder BPKH 1 : 50.000 2009 4. Peta Perubahan Tutupan

Lahan DAS Belawan

Sekunder BPKH 1 : 250.000 2000

5. Peta Perubahan Tutupan Lahan DAS Belawan

Sekunder BPKH 1 : 250.000 2006

6. Peta Perubahan Tutupan Lahan DAS Belawan

Sekunder BPKH 1 : 250.000 2011

(33)

1. Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Analasis perubahan tutupan lahan di DAS Belawan ini bertujuan untuk

mengetahui jenis tutupan lahan dari tahun 2000, 2006 dan 2011 sehingga

diperoleh perubahan tutupan lahan setiap tahunnya. Analisis tutupan lahan ini

dilakukan dengan menggunakan proses Change detectionyang terdapat pada SIG

sehingga diperoleh laju/tingkat perubahan lahan setiap waktu (Sumantri,

2006).Kegiatan dalam menganalisis perubahan lahan (2000 - 2011) dapat

digambarkan dalam diagram alir (Gambar 2).

Proses kegiatan dalam menganalisis peta perubahan penutupan lahan

adalah sebagai berikut :

1. Peta perubahan tutupan lahan tahun 2000 dengan peta perubahan tutupan lahan

tahun 2006 dilakukan change detection sehingga diperoleh perubahan tutupan

lahan tahun 2000 dan 2006.

2. Peta perubahan tutupan lahan tahun 2006 dengan peta perubahan tutupan lahan

tahun 2011 dilakukan change detection diperoleh perubahan tutupan lahan

tahun 2006 dan 2011.

3. Peta perubahan tutupan lahan 2000 dengan Peta perubahan tutupan lahan tahun

2011 dilakukan change detection diperoleh perubahan tutupan lahan tahun

2000 dan 2011.

4. Dari setiap perubahan tutupan lahan di buat peta.

Setelah diperoleh hasil tutupan lahan maka dilakukan titik pengamatan

dilapangan untuk memastikan lokasi penelitian yang telah mengalami perubahan

tutupan lahan. Pengambilan titik pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat

(34)

koordinat dengan GPS ini kemudian dilakukan overlaying dengan peta tutupan

lahan di tahun 2011 untuk melihat kesesuaian hasil pengecekan lapangan dengan

hasil change detection. Kemudian ditentukan nilai akurasi hasil ground check di

lapangan, Menurut Danoedoro (1996), nilai akurasi yang mempunyai tingkat

ketelitian ≥ 80% sudah dianggap benar. Rumus untuk menentukan nilai akurasi

adalah :

Jumlah titik yang benar di lapangan

Jumlah seluruh titik yang diambil � 100%

Gambar 2. Diagram alir Analisis perubahan Lahan dengan Change Detection

Peta Tutupan Lahan DAS Belawan

Peta Tahun 2000 Peta Tahun 2006 Peta Tahun 2011

(35)

2. Analisis Faktor Penyebab Perubahan Tutupan Lahan DAS Belawan

Analisis faktor – faktor penyebab perubahan tutupan lahan ini

menggunakan metode AHP.Sofware yang digunakan adalah Expert Choice 2000

serta kuesioner yang dibuat dalam bentuk AHP yang disebarkan kepada setiap

responden terpilih yang terkait dengan perubahan tutupan lahan di Das Belawan.

Responden ahli dipilih secara purposive sampling, karena menurut

Koentjaraningrat (1993) dalam purposive sampling, pemilihan sekelompok subjek

didasarkan atas ciri atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai hubungan yang

erat dengan objek penelitian. Responden yang telah dipilih kemudian dilakukan

wawancara untuk mendukung pembuatan hierarki untuk perubahan tutupan lahan

di DAS Belawan (Gambar 3).

Pada penelitian ini responden ahli ditetapkan berjumlah sepuluh orang

yang terdiri dari :

1. Dinas Kehutanan (1 orang)

2. Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (1 orang)

3. BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan) (1 orang)

4. BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai) (1 orang)

5. BAPPEDA (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) (1 orang)

6. Akademisi (2 orang)

7. Instansi kecamatan (2 orang)

(36)

Sasaran/ goal

Kriteria

Alternatif

Gambar 3. Bagan Hierarki Perubahan Tutupan Lahan DAS Belawan (AHP)

Hasil dari wawancara kepada sepuluh responden terkait dengan perubahan

tutupan lahan di DAS Belawan menghasilan kriteria yaitu sosial, ekonomi dan

ekologi. Keterkaitan tutupan lahan terhadap ketiga kriteria tersebut berpengaruh

besar terhadap perubahan DAS Belawan dan ketiganya saling terkait satu sama

lain. Dari segi sosial aspek yang harus dilihat yaitu harus memperhatikan kriteria

ekonomi dan ekologi begitu juga seterusnya maka dari itu ketiga aspek ini sangat

berpengaruh terhadap perubahan tutupan lahan DAS Belawan.

Hasil alternatif yang disampaikan responden ini juga terkait dengan ketiga

kriteria yang telah ditentukan. Alternatif tersebut dapat dilihat dari kriteria

masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan DAS Belawan, kondisi Belawan baik

di hulu maupun di hilir serta aktifitas- aktifitas yang telah berkembang di kawasan

(37)

Menentukan kriteriauntuk kuesioner dilakukan dengan cara :

a. Menentukan kriteria mana yang lebih penting dan seberapa kali lebih penting

dibanding kriteria lainnya. Intensitas pembandingan ditunjukkan oleh skala

nilai dari 1 sampai 9 atau kebalikan seperti pada Tabel 2.

b. Menyusunnya dalam bentuk matriks pembandingan berpasangan

c. Pembandingan dilakukan dari baris terhadap kolom

Tabel 2. Skala perbandingan berpasangan penilaian elemen – elemen hierarki

Intensitas pentingnya Defenisi

1 Kedua elemen yang dibandingkan sama penting

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dibandingkan elemen lainnya

5 Elemen yang satu sangat penting dibandingkan elemen yang lainnya

7 Satu elemen lebih jelas lebih penting daripada elemen lainnya

9 Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen yang lainnya

2,4,6,8

Kebalikan

Nilai- nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan jika untuk aktifitas I mendapat satu angka dan bila dibandingkan dengan aktivitas j maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i

Analisis AHP dan data yang diperoleh melalui kuisioner responden diproses

dengan menggunakan program komputer Expert Choice 2000. Program Expert

Choice 2000 dirancang untuk proses pengambilan keputusan dalam pemilihan

alternatif strategi. Berikut ini proses penggunaan Expert Choice 2000:

1. Buka file baru dengan memilih menu file kemudian new.

2. Membuat File Name untuk menyimpan data yang dianalisis.

3. Isikan goal atau hasil yang anda inginkan yang menunjukkan inputan

(38)

4. Untuk memasukkan kriteria yang akan dicari bobotnya, maka pilih Edit,

kemudian pilih Insert Child Of Current Node, kemudian akan muncul tampilan

node.

5. Berikutnya masukkan kriteria-kriteria yang akan dinilai bobotnya dan akhiri

dengan esc.

6. Masukkan alternatif-alternatif dengan cara klik ( + A ) dan klik OK.

7. Untuk melakukan pembobotan arahkan kursor ke goal/ tujuan, klik Assessment

dan kemudian klik Pairwise Numerical Comparasion (lambang 3:1) beri bobot

kepentingan dengan membandingkan tiap elemen yang ada di kriteria.

8. Hal yang sama dilakukan dalam pembobotan kepentingan alternatif-alternatif

yang ada. Arahakan kursor ke tiap elemen criteria yang ada. Pada tiap elemen

lakukan pembobotan alternatif dengan cara klik Assessment dan kemudian klik

Pairwise Numerical Comparasion (lambang 3:1)

9. Hasil dari pembobotan harus dengan inconsistency dibawah 0.1. karena ini

berarti penilaian yang dilakukan konsisten. Jika inconsistency lebih dari

0.1,maka harus dilakukan penyebaran kuisioner ulang.

10. Setelah hasil dimasukkan dan inconsistency dibawah 0.1 maka klik tanda

Untuk mengetahui tampilan lain dari hasil pembobotan maka klik tanda

11. Dari hasil diatas maka akan dapat diketahui bobot akhir dari masing-masing

kriteria atau sasaran, sementara itu untuk mengetahui bobot akhir prioritas dari

alternatif, maka klik menu Synthesize lalu pilih With Respect to Goal. Maka

akan ditampilkan hasilnya sekaligus dengan nilai Overall Inconsistency-nya.

Analisis data menggunakan metode AHP dengan batas tingkat

(39)

per individu apabila konsisten, digabungkan dengan rumus rataan geometrik yang

kemudian hasilnya disatukan dalam satu tabel.

RG = n√X1. X2 … Xn

Keterangan:

RG = Rataan geomterik

N = Jumlah responden

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Perubahan Tutupan Lahan di DAS Belawan

Tutupan lahan yang berada di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Belawan secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam dua belas tipe penutupan

lahan, antara lain; Hutan lahan kering primer, semak belukar, perkebunan,

pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campuran, pemukiman, tanah

terbuka, tubuh air, hutan mangrove sekunder, tambak, semak belukar rawa, dan

sawah. Perolehan data pegklasifikasian perubahan tutupan lahan dari tahun 2000,

2006, dan 2011 ini diklasifikasikan dengan membandingkan 2 periode tutupan

lahan sehingga didapati tutupan lahan dari selang tahun yang telah ditentukan.

Selanjutnya hasil pengklasifikasian tersebut diamati setiap perubahan luasan

lahannya untuk mendapatkan perubahan tutupan lahan dari tahun 2000, 2006 dan

2011.

Besarnya luas dan persentase setiap tutupan lahan pada tahun 2000, 2005

dan tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan luasan dan persentase perubahan tutupan lahan DAS Belawan 2000 -2011

Tutupan lahan di DAS Belawan mengalami perubahan dari tahun ke tahun

luas keseluruhan lahan di DAS Belawan adalah 40.121,01 Ha. Tutupan lahan pada Jenis Tutupan Lahan Luas (Ha) Luas (Ha) Luas (Ha)

Tahun 2000 Tahun 2006 Tahun 2011 Hektar Persen Hektar Persen Hektar Persen Hutan lahan kering primer (HLKP) 506,11 506,11 506.11 0 0.00 0 0.00 0 0 Semak Belukar (SB) 569,61 569,61 569.61 0 0.00 0 0.00 0 0 Perkebunan (Pkbn) 3.847,96 3.820,06 3.902,46 -27,89 -0,73 82,39 2.15 54,49 1,42 Pertanian lahan kering (PLK) 9.183,42 9.211,31 23.512,78 27,89 0,30 14.301,46 163,74 14.329,36 164,58 Pemukiman (Pmkn) 4.466,12 4.466,12 4.466,12 0 0.00 0 0.00 0 0 Tanah terbuka (TT) 668,86 668,86 411.18 0 0.00 -254,67 -70,59 -239,24 -66,32 Tubuh air (TA) 292,81 292,81 292,81 0 0.00 0 0.00 0 0 Hutan Mangrove sekunder (HMS) 757,77 690,55 690,55 -67,22 -9,73 0 0.00 -67,22 -9,73 Tambak (Tbk) 2.267,26 2.334,48 2.702,05 67,22 2,96 367,56 15,74 434,78 19,17 Semak Belukar Rawa (SBR) 1.746,93 1.746,93 13.44,46 0 0.00 -402,46 -29,94 -402,46 -29,94 Pertanian lahan kering campuran (PLKC) 14.857,78 14.857,78 0 0 0.00 14.857,78 0.00 14.857,78 0 Sawah (Swh) 1.070,68 1.070,68 1.837,19 0 0.00 766,51 71,59 766,51 71,59

(41)

tahun 2000 didominasi oleh pertanian lahan kering campuran sebesar 14.857,78

Ha kemudian diikuti dengan pertanian lahan kering sebesar 9.183,42 Ha,

Pemukiman sebesar 4.466,124 Ha, perkebunan sebesar 3.847,96 Ha, tambak

sebesar 2.267,26 Ha, semak belukar rawa sebesar 1.746,93 Ha, sawah sebesar

1.070,68 Ha, Hutan mangrove sekunder sebesar 757,77 Ha, tanah terbuka sebesar

668,86 Ha, semak belukar 569,61 Ha, hutan lahan kering primer 506,11 Ha, dan

yang memiliki luas yang yang paling kecil adalah tubuh air sebesar 292,81 Ha.

Hasil penelitian Rahmawaty (2011) di DAS Besitang , terdapat sebelas

tipe tutupan lahan diantaranya 43.451 Ha (43 %) termasuk wilayah hutan,

pertanian lahan kering 22.378 (22 %), perkebunan 17.118 Ha (17 %), sawah 5.410

Ha (5 %), semak 5.029 Ha (5%), tambak 4.559 Ha (5%), tanah terbuka 462 Ha

(0,5%), rawa 373 Ha (0,4 %),badan sungai 1.256 Ha (1 %), hutan primer 1.516

(1,5 %) , Hutan mangrove 5.362 (5,3 %) dan hutan sekunder 36.571 Ha (36,6 %).

Tipe dan luas tutupan lahan DAS Belawan dan DAS Besitang mengalami

perbedaan. Hal ini dikarenakan adanya iklim, relief, tanah, hidrologi dan vegetasi

yang mempengaruhi potensi penggunaan lahan yang berbeda dan ditambah lagi

kebudayaan masyarakat di setiap DAS berbeda sesuai dengan kriteria DAS

masing- masing.

B.Penutupan Lahan Tahun 2000, 2006, dan 2011

Perbandingan Perubahan tutupan lahan di DAS Belawan pada tahun 2000,

2006 dan tahun 2011 pada Gambar 4 menunjukan terjadinya perubahan tutupan

lahan yang sangat besar pada selang tahun yang telah ditentukan. Perubahan yang

(42)

pertanian lahan kering campuran dari periode 2006 – 2011 dan periode 2000 -

2011

Gambar 4. Penutupan Lahan DAS Belawan Tahun 2000, 2006 dan 2011

Pada tahun 2006 belum terlihat jelas perubahan tutupan lahan DAS

Belawan secara signifikan terkait dengan luasannya hanya beberapa luasan

tutupan lahan yang mengalami perubahan dan bahkan luasan dari akibat

perubahan tersebut mengalami penurunan yaitu perkebunan sebesar 3.820,06 Ha,

hutan mangrove sekunder sebesar 690,55 Ha, sedangkan tutupan lahan yang

mengalami peningkatan luasannya yaitu pertanian lahan kering sebesar 9.211,31

Ha dan tambak sebesar 2.33,48 Ha dibandingkan dengan tahun 2006.Perubahan

yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 5.

Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa luasan untuk tahun

2011 terjadi peningkatan terhadap tutupan lahan seperti perkebunan sebesar

3.902,46 Ha, dilanjutkan dengan pertanian lahan kering sebesar 23.512,78 Ha,

tanah terbuka sebesar 690.55 Ha, tambak sebesar 2.702,05 Ha, dan didikuti

dengan tutupan lahan sawah sebesar 1.837,19 Ha yang juga mengalami

-2000000 DAS Belawan tahun 2000 - 2011

(43)

peningkatan. Sementara itu juga terjadi penurunan terhadap tutupan lahan pada

tahun 2011 (Gambar 6) yaitu semak belukar rawa sebesar 1.344,46 Ha.

Selama rentang waktu dari tahun 2000 ke 2006 dan dari 2006 ke 2011

dapat diketahui bahwa masing-masing tipe penutupan lahan mengalami

penambahan maupun pengurangan jumlah luasan. Pada tahun 2011 pertanian

lahan kering (Gambar 7) lebih mendominasi DAS belawan dan menjadikan luasan

untuk pertanian lahan kering dari tahun 2006 hingga tahun 2011 selalu mengalami

peningkatan. Sedangkan tutupan lahan berupa pertanian lahan kering campuran di

tahun 2011 berubah drastis dan untuk luasannya terhitung tidak ada.

Perubahan alih fungsi lahan ini berhubungan dengan pola sosial

masyarakat dan sebagai sarana peningkatan kebutuhan masyarakat setempat yang

berada di skitar DAS Belawan sesuai dengan pernyataan Sandy (1982), bahwa

manusia sebagai komponen aktif dan pengelola lingkungan akan menentukan pola

dan corak penggunaan lahan pada suatu wilayah. Demikian pula pertambahan

penduduk identik dengan peningkatan kebutuhan. Selain itu pola sosial- budaya

masyarakat juga mencerminkan kondisi dan aktifitas yang dilakukan di wilayah

tempat tinggal mereka yang berada di kawasan aliran sungai, hal ini terkait

dengan pernyataan Komarsa, (2001), yang menyatakan bahwa Faktor

sosial-budaya masyarakat merupakan salah satu faktor penting yang ikut memberikan

kontribusi bagi penentuan pemanfaatan lahan. Pada umumnya pola-pola

pemanfaatan lahan yang ada di suatu wilayah tidak bertentangan dengan kondisi

(44)
(45)
(46)
(47)

1. Perubahan Penutupan Lahan Tahun 2000 – 2006

Hasil klasifikasi penutupan lahan pada tahun 2000 dan tahun 2006

menunjukkan bahwa hanya dua tipe tutupan lahan mengalami perubahan luasan

lahan. Hal ini terlihat dari adanya perubahan jumlah luasan tiap tutupan lahan.

Perubahan tutupan lahan hutan mengrove sekunder menjadi tambak yang paling

besar pada tahun 2000 hingga tahun 2006 yaitu sebesar 67,22 Ha dan dilanjut

dengan perubahan tutupan lahan perkebunan menjadi pertanian lahan kering

sebesar 27,89 Ha, perubahan tutupan lahan ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Tabel 4 menunjukkan bahwa perubahan tutupan lahan yang mengalami

perubahan luasan tipe tutupan lahan selain hutan mangrove sekunder menjadi

tambak (Gambar 8) adalah tipe tutupan lahan perkebunan menjadi pertanian lahan

kering sebesar 27.,89 Ha. Perubahan tutupan lahan seperti hutan lahan kering

primer, semak belukar, perkebunan, pertanian lahan kering, pemukiman, tanah

terbuka, tubuh air, semak belukar rawa, pertanian lahan kering campuran dan

sawah tidak mengalami perubahan sama sekali pada tahun 2000 dan pada tahun

2006 seperti Yang terlihat pada Gambar 10. Pengurangan jumlah luas tutupan

lahan hutan mangrove sekunder dan perkebunan disebabakan oleh aktifitas

(48)

Gambar 9. Perubahan tutupan lahan DAS Belawan pada tahun 2000 - 2006

0 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000

Pkbn - PLK HMS - Tbk

Luas (Ha)

(49)

Tabel 4. Perubahan luas tutupan lahan di DAS Belawan periode Tahun 2000-2006

Tutupan Lahan Hutan lahan Semak Perkebunan Pertanian Tanah Tubuh Hutan Semak Pertanian Lhn Total Tahun 2000 Proporsi

Tahun 2000 Kering Belukar Lahan Pemukiman Terbuka Air Mangrove Tambak Belukar Kering sawah Luas (Ha)

Primer Kering Sekunder Rawa Campuran

Hutan lahan kering primer 506,11 506,11 1,26

Semak Belukar 569,61 569,61 1,41

Perkebunan 3.820,06 27,89 0 9,56

Pertanian lahan kering 9.183,42 9.183,42 22,82

Pemukiman 4.466,12 4.466,12 11,09

Tanah terbuka 668,86 668,87 1,66

Tubuh air 292,81 292,81 0,72

Hutan Mangrove sekunder 690,55 67,22 0.00 1,88

Tambak 2.267,26 2.267,26 5,63

Semak Belukar Rawa 1.746,93 1.746,93 4,34

Pertanian lahan kering campuran 14.857,79 14.857,78 36,92

Sawah 1.070,68 1,070.68 2,66

Total Luas 2006 506.11 569,61 3.820,06 9.211,32 4.466,12 668,86 292,81 690,55 2.334,48 1.746,93 14.857,78 1.070,68

40.235,36

100

Perubaha tutupan (ha) 0.00 0.00 -27,89 27,89 0.00 0.00 0.00 -67,22 67,22 0.00 0.00 0.00 Perubahan tutupan (%) 0.00 0.00 -0,73 0,30 0 0 0 -9,73 2,96 0 0 0 Ket: Tanda (+) mengindikasikan adanya penambahan jumlah dan

Tanda ( -) mengindikasikan adanya pengurangan jumlah.

(50)
(51)

Menurut Arsyad (2006), perubahan tutupan lahan terjadi karena adanya

penggunaan lahan (land use) yang didefinisikan sebagai bentuk interaksi (campur

tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya

baik material maupun spiritual. Hasil survei yang telah dilakukan perubahan

tutupan lahan hutan mangrove sekunder menjadi tutupan lahan tambak dan

tutupan lahan perkebunan menjadi pertanian lahan kering disebabkan oleh

aktifitas masyarakat yang ingin mengelola lahan tersebut menjadi sumber

pendapatan masyarakat di sekitar kawasan DAS Belawan.

Selain di dukung dengan tipe perubahan yang terjadi bagian hilir Belawan

yang seharusnya di bagian tersebut harus ada lahan penyangga kehidupan seperti

lahan magrove. Namun karena desakan faktor ekonomi masyarakat setempat

memanfaatkan lahan mangrove menjadi tambak yang sampai saat ini usaha

tambak yang di pakai lebih menguntungkan dan meningkatkan sumber

pendapatan mereka. Perubahan tutupan lahan perkebunan menjadi pertanian lahan

kering dapat dilhat pada Gambar 11.

(a) (b)

(52)

2. Perubahan Penutupan Lahan Tahun 2006 – 2011

Hasil klasifikasi penutupan lahan di DAS Belawan menunjukkan bahwa

selama kurun waktu 5 tahun perubahan tutupan lahan di DAS Belawan semakin

meningkat perubahan luas lahan tipe penutupan lahannya dari kurun waktu pada

tahun 2006 – 2011. Perubahan tutupan lahan yang terbesar adalah tutupan lahan

pertanian lahan kering campuran menjadi pertanian lahan kering dengan luasan

14.778,28 Ha dapat dilihat pada Gambar 12. Sehingga pertambahan untuk luasan

pertanian lahan kering pada tahun 2000 – 2006 seluas 27,89 Ha dan pada tahun

2006 – 2011 menjadi 14.301,46 Ha. Perubahan tutupan lahan dapat dilihat pada

Tabel 5.

Penutupan lahan semak belukar rawa juga mengalami perubahan luasan

lahan menjadi perkebunan yaitu sebesar 63.96 Ha. Sehingga perkebunan

mengalami penambahan jumlah luasan pada periode tahun 2000 – 2006 sebesar

1.070,68 menjadi 1.837,19 Ha pada periode 2006 – 2011. Selain perubahan diatas

tipe tutupan lahan tanah terbuka mengalami perubahan menjadi perkebunan

sebesar 18.43 Ha, dilanjutkan dengan tipe tutupan lahan pertanian lahan kering

campuran menjadi tanah terbuka sebesar 50,45 Ha, dan tipe perubahan tutupan

lahan pertanian lahan kering campuran menjadi tambak sebesar 29,05 Ha,

(53)

Gambar 12. Perubahan tutupan lahan DAS Belawan pada tahun 2006 - 2011

0 2.000.000 4.000.000 6.000.000 8.000.000 10.000.000 12.000.000 14.000.000 16.000.000

PLK -Swh TT - Pkbn TT - Swh SBR - Pkbn SBR - Tbk PLKC - PLK PLKC - TT PLKC - Tbk

Luas (Ha)

(54)

Tabel 5. Perubahan bentuk dan luas tutupan lahan di DAS Belawan periode Tahun 2006-2011

Total Tahun 2006

Tutupan Lahan Hutan lahan Semak Perkebunan Pertanian Tanah Tubuh Hutan Semak Pertanian Lhn

Tahun 2006 Kering Belukar Lahan Pemukiman Terbuka Air Mangrove Tambak Belukar Kering sawah Luas (Ha) Proporsi

Primer Kering Sekunder Rawa Campuran

Hutan lahan kering primer 506,11 506,11 1.25

Semak Belukar 569,61 569,61 1.41

Perkebunan 3.820,06 3.820,06 9.49

Pertanian lahan kering 8.734,49 476,81 9.211,31 22.89

Pemukiman 4.466,12 4.466,12 11.09

Tanah terbuka 18,43 360,73 289,69 668,86 1.66

Tubuh air 292,81 292,81 0.72

Hutan Mangrove sekunder 690,55 690,55 1.71

Tambak 2.334,48 2.334,48 5.8

Semak Belukar Rawa 63,96 338,51 1.344,46 1.746,93 4.34

Pertanian lahan kering campuran 14.778,28 50,45 29,05 0 14.857,78 36.92

Sawah 1.070,68 1.070,68 2.66

Total Luas 2011 506,11 569,61 3.902,46 23.512,78 4.466,12 411,18 292,81 690,55 2.702,05 1.344,46 0 1.837,19 40.235,36 100

Perubahan tutupan (ha) 0 0 82,39 14.301,46 0 -254,67 0 0 367,56 -402,46 14.857,78 766,51 Perubahan tutupan (%) 0 0 2.15 163,74 0 -70,59 0 0 15,74 -29,94 0 71,59 Ket: Tanda (+) mengindikasikan adanya penambahan jumlah dan

Tanda (-) mengindikasikan adanya pengurangan jumlah.

(55)
(56)

Pertanian lahan kering merupakan jenis tutupan lahan yang paling

meningkat pertambahan luasan tutupan lahannya pada periode 2006 – 2011.

Menurut Gandasasmita (2001), bahwa Faktor fisik yang mempengaruhi

penggunaan dan penutupan lahan adalah faktor-faktor yang terkait dengan

kesesuaian lahannya, meliputi faktor-faktor lingkungan yang secara langsung

maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan budidaya tanaman,

kemudahan teknik budidaya ataupun pengolahan lahan dan kelestarian

lingkungan. Pernyataan di aatas membuktikan bahwa kondisi di DAS Belawan

dengan perubahan tutupan lahannya sangat mempengaruhi terhadap keaadan

tanah, curah hujan dan kelerengan tempat mereka melakukan perubahan alih

fungsi lahan menjadi lahan sawah.

Berdasarkan penelitian Syahrial (2009), keadaan tanah, iklim dan curah

hujan sangat mendukung terjadinya perubahan lahan DAS Belawan menjadi lahan

pertanian karena kondisi DAS Belawan dengan curah hujan tinggi (27,7-34,8

mm/hari hujan) dan sangat tinggi (lebih besar dari 34,8 mm/hari hujan), jenis

tanah peka (andosol, laterits, grumosol, podsol, padsolik)dan jenis tanah sangat

peka (regosol, litosol, aoganosol, renzina), dan kemiringan lereng curam

(25%-40%) dan kemiringan lereng sangat curam (40% ke atas) dinilai sesuai untuk tipe

lahan untuk budidaya seperti lahan pertanian.

Pada periode 2006 – 2011 tipe tutupan lahan pertanian lahan kering

campuran tidak memiliki luasan karena telah mengalami perubahan menjadi

pertanian lahan kering, tanah terbuka dan sawah. Menurut Sandy (1982) hal ini

terjadi karena adanya pola dan corak penggunaan lahan pada suatu wilayah yang

(57)

sumberdaya lahan dan perubahan penggunaan lahan dan juga di kawasan lindung,

daerah berbukit dan terjal yang merupakan kawasan lindung yang digunakan

penduduk menjadi areal pertanian, sawah atau tambak tanpa menggunakan

masukan agroteknologi yang sesuai. Hasil survei menggambarkan kondisi tipe

tutupan lahan di DAS Belawan yang berdekatan dengan daerah airan sungai di

jadikan lahan perkebunan (Gambar 14) dan penambangan pasir (Gambar 15) oleh

suatu stake holder yang terkait.

Gambar 14. Tipe tutupan lahan DAS Belawan berupa Kebun Kelapa sawit

(58)

Perubahan Tutupan Lahan 2000 -2011

Perubahan tutupan lahan periode tahun 2000 – 2011 merupakan akumulasi

dari perubahan tutupan lahan yang terjadi pada periode tahun 2000 – 2006 dan

tahun 2006 – 2011 sehingga diperoleh perubahan tutupan lahan selama 11 tahun

secara keseluruhan yaitu tahun 2000 hingga 2011 yang dapat dilihat pada Gambar

16. Pertanian lahan kering merupakan jenis tutupan lahan terbesar yang

mengalami peningkatan jumlah luasan dalam kurun waktu 11 tahun.

Tutupan lahan pertanian lahan kering mengalami peningkatan luasan, pada

tahun 2000 luasan pertanian lahan kering sebesar 9.183, 42 Ha, pada tahun 2006

menjadi 9.211,31 Ha dan mulai mengalami peningkatan secara drastis yaitu pada

tahun 2011 sebesar 2.351,78 Ha. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa perubahan tipe

penutupan lahan yaitu tipe tutupan lahan perkebunan menjadi pertanian lahan

kering sebesar 27.89 Ha, tanah terbuka menjadi perkebunan sebesar 18,438 Ha,

hutan mangrove sekunder menjadi tambak sebesar 67,22 Ha, semak belukar rawa

menjadi tambak sebesar 338,51 Ha, semak belukar rawa menjadi perkebunan

sebesar 63,95, pertanian lahan kering campuran menjadi tambak sebesar 29,05 Ha

dan tipe tutupan lahan pertanian lahan kering campuran menjadi tanah terbuka

(59)

Gambar 16. Perubahan tutupan lahan DAS Belawan pada tahun 2000 - 2011

0 2.000.000 4.000.000 6.000.000 8.000.000 10.000.000 12.000.000 14.000.000 16.000.000

Pkbn - PLK PLK - Swh TT - Pkbn TT - Swh HMS - Tbk SBR - Pkbn SBR - Tbk PLKC -PLK PLKC - TT PLKC - Tbk

Luas (Ha)

Gambar

Gambar 1 : Lokasi Penelitian Di DAS Belawan Tahun 2009
Tabel 1. Jenis Data yang Digunakan
Gambar 2. Diagram alir Analisis perubahan Lahan dengan Change Detection
Gambar 3. Bagan Hierarki Perubahan Tutupan Lahan DAS Belawan (AHP)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penurunan respon hidrologi pada Sub DAS Cisadane Hulu disebabkan oleh terjadinya perubahan tutupan lahan dari lahan yang memiliki vegetasi terutama hutan menjadi

Karena analisis perubahan tutupan lahan ini membutuhkan pengambilan data yang repetitif, citra pengideraan jauh yang berasal dari Enhanced Thematic Mapper/Thematic Mapper

Hal ini juga terjadi dalam melakukan analisis perubahan tutupan lahan di Kabupaten Karo yang memperlihatkan tutupan lahan berupa pertanian dan lahan hutan mengalami

Mengetahui perubahan tutupan lahan DAS Lepan tahun 2005 sampai 2015. Mengetahui perubahan tingkat kerapatan vegetasi pada kelas

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelas tutupan lahan yang ada di DAS Wampu dan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan yang terjadi di DAS Wampu antara tahun

Selama periode tahun 2003-2015, tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara mengalami perubahan tutupan lahan paling dominan adalah perubahan lahan pertanian lahan kering campur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode 2000- 2011tutupan lahan di kota Medan mengalami perubahan yaitu pertanian lahan kering campur semak menjadi pertanian lahan

Kemungkinan Perubahan Tutupan Lahan dari Tipe HL Kelas Tutupan Lahan yang diamati ber-Tipe H Kelas Tutupan Lahan sekitarnya ber-tipe L Analisis Terhadap Pola Cluster Tahun