BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN PERATURAN HUKUM PERS DI INDONESIA DAN JERMAN
1) Kelebihan Hukum Pers di Indonesia
Dalam melakukan pemberitaan, di Indonesia bertugas untuk melakukan pemberitaan secara faktual, dan akurat dengan tanggungjawab sosial. 1.
a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers
Pasal 28 F Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) menjamin hak setiap warga negara untuk bebas berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran secara lisan dan tulisan, termasuk pers, yang berfungsi untuk mengedukasikan dan menginformasikan masyarakat. Agar pers dapat menjalankan fungsinya secara optimal, sesuai dengan amanat Pasal 28 F UUD 1945, maka perlu ada regulasi yang mengatur tentang pers. Pada tahun 1999 dengan semangat reformasi perbaikan ketentuan mengenai pers, dibentuklah UU Tentang Pers Nomor 40 Tahun 1999. UU ini dibentuk untuk melaksanakan pasal 28 F UUD 1945, dan mengatur lebih lanjut tentang kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi, namun juga menekankan pentingnya tanggung jawab pers dalam menyampaikan informasi yang akurat, berimbang, dan tidak merugikan pihak lain.
Ketentuan ini memberikan hak perlindungan kepada insan pers untuk menjalankan tugasnya tanpa ancaman atau intimidasi, serta melindungi hak jawab bagi sumber. Selain itu, media massa diwajibkan untuk mematuhi kode etik jurnalistik dan menyajikan informasi yang berdasarkan
1file:///C:/Users/athal/Downloads/admin,+Rahmi%3B+Sistem+Pers+(78-%20(3).pdf dikutip pada tanggal 12 Januari 2025.
Rahmi, Kebebasan Pers dan Demokrasi di Indonesia (Program Studi Ilmu Komunikasi, Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik [STISIP] Mbojo Bima, 2021), hal 81.
fakta, dengan sanksi yang berlaku bagi media yang melanggar ketentuan yang ada.Disamping itu, aturan ini juga menekankan peran Lembaga Independen Dewan Pers dalam mengawasi dan menyelesaikan sengketa di bidang pers2.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebutkan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pers di Indonesia. Berdasarkan ketentuan tersebut, pers wajib menyampaikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma agama, kesusilaan masyarakat, serta asas praduga tak bersalah. Selain itu, pers memiliki kewajiban untuk melayani hak jawab dan hak koreksi. Hak jawab memberi kesempatan bagi individu atau kelompok untuk menanggapi pemberitaan yang merugikan nama baik mereka, dan hak koreksi memberikan hak kepada setiap orang untuk memberikan masukan atau menginformasikan kesalahan dalam pemberitaan, baik yang berkaitan dengan diri mereka maupun orang lain3. Undang-Undang ini mengatur mengenai hak dan kewajiban seorang wartawan, atau insan pers lainnya. Sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang Tentang Pers Nomor 40 Tahun 1999, wartawan atau insan pers lainnya berhak untuk mencari, memperluas, dan menyebarluaskan gagasan.
Produk Hukum ini memberikan beberapa hak dan kewajiban untuk wartawa dan publik. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 Tentang Pers Tahun 1999 dalam Bab 2, asas, fungsi, dan kewajiban serta peranan pers diatur dalam pasal 2, 3, 4, 5, dan 6, yang pada intinya memberikan hak dan kewajiban wartawan yang sebelumnya tidak diatur. Setel diantaranya hak tolak, hak koreksi, dan hak jawab. Dalam Undang-Undang No. 40 th 1999 pada diktum menimbang butir E disebutkan bahwa UU No. 11 th 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers Sebagaimana diubah dengan UU No.21 th 1982. Sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan
2https://fahum.umsu.ac.id/info/apa-itu-hukum- dikutip pada 11 Januari 2025 pukul 15.30 WIB.
3https://nasional.kompas.com/2022/11/23/03000091/kewajiban-dan-tanggung-jawab- pers dikutip pada tanggal 10 Januari pukul 19.00 WIB
zaman. Oleh karena itu, produk dari UU No.40 th 1999 seperti dalam bab II berbeda dengan ketentuan pers yang sebelumnya, seperti adanya hak tolak.
Hak Tolak merupakan hak wartawan untuk menjaga dan melindungi identitas atau data daripada sumber informasi yang mereka gunakan dalam pemberitaan. Oleh karena itu, wartawan berhak menolak untuk menyebutkan identitas atau mengungkapkan informasi tentang sumber mereka, baik ketika dimintai keterangan oleh pejabat penyidik maupun ketika diminta menjadi saksi di pengadilan. Namun, hak ini memiliki beberapa batasan. Hak ini bisa dibatalkan jika ada urgensi yang lebih besar, seperti urgensi terkait keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan. Artinya, meskipun wartawan berhak melindungi sumber informasi mereka, jika kondisi tertentu seperti ancaman terhadap kepentingan umum atau situasi yang membutuhkan ketertiban umum, pengadilan berhak untuk membatalkan hak tersebut demi keselamatan negara4.
Hak Jawab adalah hak yang dimiliki oleh individu atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan yang dianggap merugikan nama baik mereka. Sanggahan atau tanggapan dapat diberikan dalam bentuk klarifikasi, pembelaan, atau pembuktian atas fakta- fakta yang dipaparkan dalam pemberitaan yang bersangkutan. Hak ini sangat penting untuk menjaga agar pemberitaan tetap adil, berimbang, dan tidak keliru. Dalam konteks hukum pers pihak yang merasa dirugikan berhak untuk membenarkan keliruan yang terjadi dalam pemberitaan, dan menanggapi berita yang merugikan atau keliru, sehingga hak mereka untuk memperoleh perlakuan yang adil dan tidak tercemar nama baiknya dapat dilindungi.
4 Presiden Republik Indonesia, Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers (Jakarta: Sekretariat Negara, 1999).
Hak Koreksi adalah hak setiap individu atau kelompok untuk memperbaiki atau memberitahukan adanya kekeliruan dalam pemberitaan yang telah disiarkan oleh media. Hak ini berlaku untuk informasi yang berkaitan dengan diri mereka sendiri, dan untuk pihak lain yang merasa dirugikan oleh pemberitaan yang tidak benar. Dengan hak koreksi, pihak terkait dapat memohon kepada media untuk memperbaiki kesalahan atau keliruan dalam berita, sehingga informasi yang disampaikan kepada publik lebih akurat, jelas, dan tidak merugikan siapapun5. Hak-hak semacam itu harus ditanggapi. Sesuai dengan pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tentang Pers 1999, Perusahaan Pers yang tidak melayani hak jawab maupun hak koreksi, akan dikenakan pidana denda sebesar 500 juta rupiah, untuk mendorong kepatuhan terhadap kewajiban memberitakan informasi secara berimbang, menghormati norma agama, asas praduga tidak bersalah, memberikan hak jawab, serta mengumumkan nama, alamat, dan penanggung jawab perusahaan secara terbuka. 6
3. Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang kemudian diubah dua kali, pertama pada tahun 2016 dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, mengatur tentang penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik di Indonesia, dan kedua kalinya pada tahun 2024 dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024, merupakan UU yang dirancang dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum di dunia maya dalam pemanfaatan teknologi, sekaligus melindungi hak dan kebebasan individu dalam dunia maya.
Namun, UU ITE juga membatasi kebebasan tersebut demi terjaganya keamanan, ketertiban, dan menghormati hak perorangan. Pembatasan ini
5 Ibid
6 Ibid Pasal 18
diperlukan untuk memastikan bahwa penggunaan teknologi informasi dilakukan sesuai dengan moral, nilai agama, dan kepentingan umum dalam masyarakat yang demokratis7.
Meski demikian, penerapan UU ITE dalam praktiknya menghadapi berbagai permasalahan. Salah satu permasalahan utama yang muncul adalah terkait dengan interpretasi dan penerapan pasal-pasal dalam undang-undang ini, yang terkadang dianggap memberatkan dan dapat mengancam kebebasan berekspresi. Produk Hukum ini diciptakan mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan peluang bisnis baru, mengantisipasi penyalahgunaan internet yang merugikan, serta memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem elektronik, dan memungkinkan seseorang yang melakukan kejahatan di luar Indonesia untuk diadili. Dalam konteks pers, UU ITE berperan dalam memberikan perlindungan hukum terhadap media digital dan jurnalis, sekaligus memastikan bahwa kebebasan berekspresi dilaksanakan dalam kerangka yang sah dan tidak merugikan pihak lain. Namun, implementasi yang hati- hati diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan pers dan perlindungan hukum.
1) Kelebihan dan Kekurangan Hukum Pers di Indonesia a. Kelebihan Hukum Pers di Indonesia:
Hukum pers di Indonesia adalah dasar daripada pembentukan tatanan media yang adil, bebas, dan bertanggung jawab. Peraturan ini dirancang untuk melindungi kebebasan insan pers sekaligus memastikan menyampaikan informasi yang akurat kepada publik. Di Indonesia, Hukum Pers bersifat Lex Specialis .8 Ini berarti, pers di Indonesia memiliki hukum
7 724531742-Kelebihan-dan-Kekurangan-UU-ITE.pdf dikutip pada tanggal 15 Januari 2025, pukul 19.00 WIB
8 Amri, S., Maulina, P., & Zuhri, A. (2023). Pro dan Kontra Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Sebagai Lex Specialis (Memaksimalkan Profesionalitas Pers dalam Menjalankan Aktivitas Jurnalistik). Jurnal Ilmu Komunikasi, 90. Retrieved from
khusus yang berlaku untuk insan media dan pers. Dengan demikian, bagi insan pers hanya berlaku hukum itu, bukan yang lainnya. Kemudian, berdasarkan keputusan Mahkamah Agung, UU Pers tidak dianggap sebagai lex specialis. Namun, undang-undang ini diprioritaskan atau memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan peraturan lainnya. Terakhir, terdapat pandangan bahwa UU Pers tidak hanya mengatur kegiatan jurnalistik, tetapi juga mencakup berbagai aspek lain dalam industri media, seperti iklan, perfilman, kesejahteraan wartawan, serta aktivitas perusahaan media asing9.
Kemudian, terdapat UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Peraturan ini berperan penting dalam mendorong transparansi dan pengawasan yang lebih besar terhadap pemerintah, namun mereka juga membutuhkan keseimbangan yang cermat antara keterbukaan informasi dan perlindungan negara. Sesuai dengan UU ini, Pers harus terus menjaga integritas jurnalistik dalam menjalankan tugasnya, sambil tetap menghormati kerahasiaan yang penting untuk keamanan negara. UU ini memberikan dampak positif bagi kehidupan pers di Indonesia, karena dengan adanya UU ini, publik di Indonesia jadi memiliki akses yang lebih luas kepada Informasi Publik.
Selain itu, pihak pelayanan publik juga diwajibkan untuk membuka informasi kepada kalangan pers. UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) memberikan dampak positif seperti peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan kualitas layanan bagi pemerintah, serta akses informasi, partisipasi, dan kemampuan pengawasan bagi masyarakat.
http://jurnal.utu.ac.id/jsource dikutip pada tanggal 14 Januari 2025 pukul 10.00 WIB
9 Ibid
a. Kekurangan Hukum Pers di Indonesia:
UU Pers memiliki beberapa Kekurangan terhadap Perlindungan Hukum dan Implementasinya diantaranya karena kurangnya Perlindungan Hukum bagi Wartawan karena adanya potensi Ancaman peretasan, kekerasan, dan pelanggaran terhadap wartawan tidak sepenuhnya diakomodir oleh UU Pers. Fokus perlindungan terbatas pada hak tolak, kebebasan dari sensor, pembredelan, dan jaminan kemerdekaan pers. Tidak memiliki mekanisme untuk menangani peretasan yang seolah-olah menyensor perusahaan pers
10.Lalu terdapat Ketidaksesuaian Bentuk Badan Hukum Perusahaan Pers, karena nyatanya masih banyak perusahaan pers masih tidak berbentuk badan hukum Indonesia yang sesuai, sehingga tanggung jawab hukum terhadap perusahaan pers dan tugas tanggungjawabnya tidak jelas11 . Implementasi yang lemah terhadap keberadaan pers asing, sesuai dengan Pasal 16 UU Pers, disebabkan oleh ketidakjelasan regulasi dan sanksi yang berlaku bagi pers asing.
Hal ini menciptakan celah hukum yang tidak mencakup perusahaan asing. Oleh karena itu, diperlukan revisi yang lebih luas terhadap UU Pers, dengan penegasan peran Dewan Pers serta peningkatan komitmen penegak hukum dalam menerapkan UU Pers dengan benar, sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Selain itu, tidak adanya aturan tentang sentralisasi kepemilikan media di Indonesia juga telah menyebabkan monopoli informasi oleh kelompok tertentu. Sebagai dampaknya, masyarakat hanya menerima informasi yang tidak utuh dan cenderung berpihak pada kepentingan pemilik media, seperti yang tercantum dalam UU No. 40 Tahun 1999, Bab IV. Selain itu, independensi Dewan Pers juga menjadi masalah karena keanggotaan Dewan Pers ditunjuk oleh Presiden. Hal ini
10 Ibid hal 91.
11https://pemerintahan.uma.ac.id/2023/12/dampak-positif-dan-negatif-uu-kip-bagi- pemerintah-dan-masyarakat/ dikutip pada tanggal 14 Januari 2025 pukul 09.58 WIB
menimbulkan keraguan terhadap netralitasnya, terutama jika pemerintahan bersifat otoriter, yang dapat mengancam kebebasan pers (UU No. 40 Tahun 1999 Bab V Pasal 15).
2) Peraturan Hukum Pers di Jerman:
a.Grundgesetz für die Bundesrepublik Deutschland
Grundgesetz(GG) adalah konstitusi Republik Federal Jerman sekaligus hukum tertinggi di negara tersebut, yang menetapkan aturan dasar untuk kehidupan bermasyarakat serta kerangka hukum untuk pengaturan dan pembatasan kekuasaan negara, dengan kedudukan lebih tinggi dibandingkan semua undang-undang lainnya, serta berakar pada tradisi konstitusi sebelumnya seperti Paulskirchenverfassung tahun 1849 dan Weimarer Verfassung tahun 1919. Peraturan terkait pers tertinggi di Jerman adalah Pasal 5 daripada Produk Hukum ini12. Menurut Pasal 5 ayat 1 Grundgesetz, setiap orang memiliki hak untuk menyatakan dan menyebarluaskan pendapatnya dalam bentuk kata-kata, tulisan, dan gambar. Bersama dengan kebebasan komunikasi lainnya, seperti hak untuk menerima informasi dari sumber-sumber yang secara umum dapat diakses sebagai prasyarat pembentukan pendapat, serta bentuk-bentuk penyebaran pendapat melalui media massa (pers, siaran, dan film), kebebasan berpendapat membentuk dasar tatanan komunikasi dan media demokratis sebagaimana diatur dalam konstitusi. Pemerintah Pusat Jerman secara konsisten menekankan tingginya kedudukan hak-hak kebebasan ini bagi negara konstitusional yang pluralistik dan demokratis.
12https://www.bmj.de/DE/rechtsstaat_kompakt/grundgesetz/einleitung_grundgesetz/
einleitung_grundgesetz_node.html dikutip pada tanggal 14 Januari 2025, pukul 14:06 WIB
Pasal 5 Grundgesetz juga menjamin kebebasan berekspresi, termasuk hak setiap orang untuk mengungkapkan pendapatn secara bebas dalam bentuk lisan, tulisan, dan gambar, serta menyebarkan pendapat tersebut. Selain itu, kebebasan untuk mendapatkan informasi dari sumber-sumber yang dapat diakses oleh publik juga dilindungi. Kebebasan pers, penyiaran, dan media film dijamin oleh pasal ini, dengan prinsip utama bahwa tidak boleh ada sensor. Namun, kebebasan ini tidak bersifat mutlak dan dibatasi oleh undang-undang yang berlaku, seperti perlindungan terhadap kehormatan pribadi, serta ketentuan hukum untuk melindungi kepentingan publik, seperti perlindungan anak-anak. Kebebasan berekspresi ini adalah landasan penting bagi kehidupan demokratis di Jerman, karena memungkinkan adanya pertukaran pendapat yang bebas dan terbuka di masyarakat. Hal ini turut mendukung media massa yang berperan penting dalam penyebaran informasi, kontrol sosial, dan pengawasan terhadap pemerintah13.
Pasal 5 menyatakan bahwa pembredelan dilarang. Kebebasan pers serta kebebasan meliput juga dijamin. Pembatasan terhadap hak-hak ini hanya diperbolehkan oleh undang-undang umum, perlindungan anak-anak, dan hak kehormatan pribadi14. Ketentuan ini memungkinkan adanya penyeimbangan antara kebebasan berpendapat dan hak-hak orang lain, yang sangat penting bagi masyarakat demokratis, meskipun setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapatnya, perlu dipastikan bahwa martabat manusia tidak dilanggar dan orang lain tidak dihina. Pernyataan fakta yang salah atau kritik yang merendahkan tidak dilindungi oleh pasal ini. Oleh karena itu, penyeimbangan antara kebebasan berpendapat
13 Dr. Michael Hördt, Die Meinungsfreiheit und ihre Grenzen — Art. 5 GG und der Fall Renate Künast, 2021, https://iqb.de/karrieremagazin/jura/die-grenzen-der- meinungsfreiheit-art-5-gg-schrankentrias/. Dikutip pada tanggal 14 Januari 2025 pukul 15.02 WIB.
14 Grundgesetz für die Bundesrepublik Deutschland (GG), Art. 5, Absatz 1,https://www.gesetze-im-internet.de/gg/art_5.html dikutip pada tanggal 14 Januari 2025 pukul 19.53
dengan penghormatan terhadap hak orang lain serta ketertiban umum adalah hal yang sangat penting untuk kelangsungan demokrasi. Pers berfungsi sebagai alat kontrol sosial dalam demokrasi dengan memberikan informasi yang akurat dan transparan, serta memungkinkan kritik terhadap pemerintah untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dan melindungi hak individu. Tugas dan kewenangan pers dalam Pasal 5 GG meliputi perlindungan terhadap seluruh proses jurnalistik, mulai dari pengumpulan informasi, penyusunan editorial, hingga distribusi produk pers, dengan batasan pada hukum umum yang berlaku, seperti perlindungan terhadap kehormatan pribadi dan penyebaran informasi yang salah. Selain itu, pasal 5 GG mewajibkan negara untuk menjaga kebebasan berpendapat, karena kebebasan tersebut merupakan kebebasan yang dinikmati oleh setiap individu. Dengan ini, setiap individu, termasuk insan pers memiliki kebebasan untuk berpendapat, dan mengeluarkan pikirannya sesuai dengan keinginan mereka, dan selama tidak melanggar hak orang lain.
Hak ini termasuk bagian dari hak membela diri dari ancaman public baik dari pemerintah maupun sesama warga negara.15
Pasal 5 dalam Grundgesetz (GG) Jerman menjamin kebebasan berekspresi, kebebasan pers, dan kebebasan untuk menerima serta menyebarkan informasi. Ini adalah hak dasar yang sangat dilindungi oleh hukum Jerman dan menjadi landasan bagi kebebasan media di negara tersebut. Namun, kebebasan ini bukan tanpa batasan. Pasal 5 GG juga memberikan batasan terhadap kebebasan pers jika kebebasan tersebut bertentangan dengan hak-hak lain, seperti perlindungan terhadap kehormatan individu atau kepentingan keamanan negara. Efek dari Pasal 5 GG terhadap pers adalah sangat besar, karena pers di Jerman dilindungi dari sensor negara dan memiliki kebebasan untuk mengkritik pemerintah, mengungkapkan pandangan, dan melaporkan kejadian-kejadian penting.
Namun, pers juga harus bertanggung jawab untuk tidak melanggar hak-hak
15 Peter Schade, Grundgesetz mit Kommentierung (Wallhalla Rechtshilfe, 2000), 56.
dasar lainnya, seperti hak privasi atau melibatkan ujaran kebencian. Oleh karena itu, Pasal 5 GG memberikan keseimbangan antara kebebasan pers dan perlindungan terhadap hak-hak individu serta kepentingan umum.
b. Landespressegesetz ( UU Pers Negara-Negara Bagian)
Jerman merupakan negara federal. Daerah dan Negara Bagian memiliki desentralisasi yang sangat luas. Pasal 70 hingga 75 Grundgesetz mengatur mengenai Otonomi Daerah di Jerman, sehingga di Jerman tidak ada Undang-Undang Pers yang berlaku secara nasional. Hal ini terjadi untuk menghormati Pasal 70-75, dan pasal 5 GG.16 Landespressegesetz adalah undang-undang di tiap negara bagian Jerman yang mengatur hak dan kewajiban pers, seperti perlindungan kebebasan pers, kewajiban pencantuman identitas (impressum), hak memperoleh informasi dari pemerintah, kewajiban pelaporan yang benar, serta hak tanggapan (Gegendarstellung). Berdasarkan Landespressegesetz dan Gesetz über den Datenschutz (BDSG, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi) , setiap penerbit atau penyedia konten wajib mencantumkan identitas yang jelas, termasuk nama penerbit, penulis, dan informasi terkait lainnya, untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, serta perlindungan hak cipta dan data pribadi pengguna. Aturan ini bertujuan untuk menjaga kejelasan dan kepercayaan publik terhadap informasi yang disebarluaskan.
Hak informasi adalah hak pers untuk mendapatkan informasi dari pihak berwenang dalam praktik wartawannya, dengan syarat tidak mengganggu proses hukum, tidak melanggar aturan, tidak merugikan kepentingan publik atau pribadi yang dilindungi, serta dalam batas yang wajar. Selain itu, pihak berwenang dilarang secara umum melarang pemberian informasi kepada pers atau diskriminatif terhadap media tertentu, dan penerbit berhak
16https://recht.nrw.de/lmi/owa/br_bes_detail?
bes_id=4493&anw_nr=2&aufgehoben=N&det_id=492343 dikutip pada tanggal 14 Januari 2025 pukul 19.38 WIB.
menerima pengumuman resmi secara adil dan tidak terlambat dibandingkan pesaingnya.
Impressumpflicht (Kewajiban Keterangan Pribadi) adalah kewajiban yang mengatur kewajiban untuk mencantumkan informasi tentang penerbit atau penyedia konten pada publikasi atau situs web di Jerman. Istilah
"Impressum" berasal dari hukum pers, tetapi juga telah digunakan untuk situs web yang tidak termasuk dalam kategori pers, seperti toko online, situs web perusahaan, atau situs web setengah pribadi. Hukum ini bertujuan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penyebaran informasi, sehingga pembaca adapat mengenal siapa yang bertanggung jawab atas artikel tersebut. Dalam praktiknya, situs web, blog, dan media publikasi lainnya di Jerman memiliki kewajiban untuk mencantumkan identitas penerbit, termasuk nama, alamat, dan informasi kontak, serta, dalam beberapa kasus, nomor registrasi perusahaan atau izin yang relevan, untuk melindungi kepentingan konsumen dan menghindari penyalahgunaan informasi di dunia digital.17
Pelanggaran kewajiban mencantumkan identitas di situs web sering kali mendapat teguran hukum, namun keputusan pengadilan mengenai hal ini bervariasi. Beberapa pengadilan menganggap ketidakhadiran atau ketidaklengkapan identitas sebagai pelanggaran hukum, sementara yang lain berpendapat bahwa tidak semua pelanggaran tersebut dapat dikenakan teguran. Oleh karena itu, pengelola situs web perlu memastikan apakah mereka memerlukan identitas dan informasi apa yang harus disertakan sesuai dengan aturan yang berlaku.18
17 Sebastian Lenz, Impressumspflicht auf Webseiten: Wer braucht ein Impressum im Internet?, Fachlich geprüft von Rechtsanwalt Sören Siebert, 23. Mai 2024. https://www.e- recht24.de/artikel/datenschutz/209.html#a1 dikutip pada tanggal 14 Januari 2025 pukul 21.54 WIB.
18
Schutz der Persönlichkeitsrechte adalah perlindungan terhadap hak pribadi individu, yang mencakup hak untuk menjaga privasi, reputasi, dan martabat mereka dari gangguan atau pencemaran nama baik, serta hak untuk mengontrol penggunaan informasi pribadi mereka. Di Jerman, hak ini dijamin oleh hukum untuk mencegah penyebaran informasi yang dapat merugikan seseorang tanpa persetujuan, serta memastikan bahwa kehidupan pribadi dan keluarga dihormati. Hak ini berfokus pada inti dari hak pribadi seseorang19. Tujuan diberlakukannya hak ini adalah untuk menutupi celah-celah dalam perlindungan terhadap kepribadian. Bersama dengan kebebasan berekspresi, hak pribadi melindungi kebebasan individu dan melayani salah satu hak dasar, yaitu hak perlindungan warga negara dari campur tangan negara yang tidak sah. Mahkamah Konstitusi Jerman telah berkontribusi besar dalam pengembangan hak pribadi ini dan menciptakan berbagai cabang dari hak ini, khususnya melindungi hak untuk menentukan diri sendiri, mengungkapkan diri, dan melindungi diri sendiri.
Seperti halnya kebebasan bertindak secara umum dan martabat manusia, hak pribadi umum adalah hak dasar yang berlaku untuk semua orang. Dalam beberapa kasus, hak ini juga melindungi orang yang telah meninggal. Mengenai apakah badan hukum (privat) dapat mengajukan klaim terhadap hak pribadi umum, hal ini tergantung pada kasus yang bersangkutan, namun mereka tidak langsung dikecualikan dari perlindungan pribadi, sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Ayat 3 Grundgesetz20. Hak pribadi umum ini berfungsi untuk melindungi kebebasan individu dalam mengembangkan kepribadiannya, yang didasarkan pada teori inti kepribadian, yang menekankan perlindungan terhadap "inti dari kehidupan pribadi". Dengan demikian, hak ini mencakup kehidupan pribadi di mana individu dapat mengembangkan dan
19 https://www.uni-potsdam.de/de/rechtskunde-online/rechtsgebiete/oeffentliches- recht/grundrechte/allgemeines-persoenlichkeitsrecht-art-2-ivm-1-gg-apr uni potsdam.de dikutip pada tanggal 15 Januari 1015 pukul 11.37 WIB
20 Ibid
mempertahankan identitas serta individualitasnya. Dalam konteks semakin berkembangnya digitalisasi, hak pribadi umum menjadi semakin penting, karena hak ini sebagai hak dasar yang terbuka untuk perkembangan memungkinkan perlindungan yang dapat disesuaikan dengan perubahan teknologi. Salah satu aspek penting dari hak pribadi umum ini adalah hak untuk menentukan diri sendiri, yang mengacu pada hak individu untuk memutuskan nasibnya secara bebas dan mandiri. Ini termasuk hak atas kebebasan seksual dan hak untuk mengklarifikasi asal-usul biologis.
c. Netzwerkdurchsetzungsgesetz (Undang-Undang Penegakan Jaringan Digital)
Undang-Undang Penegakan Jaringan Digital Jerman (NetzDG), yang mulai berlaku pada 1 Januari 2018, dikenal sebagai "undang-undang ujaran kebencian" dan bertujuan untuk menuntut platform media sosial bertanggung jawab dalam memerangi ujaran yang dianggap ilegal menurut hukum domestik. Undang-undang ini telah mendorong akuntabilitas dari platform besar, namun juga memunculkan pertanyaan penting tentang kebebasan berpendapat dan potensi efek mengekang dari legislatif tersebut21.
Di dalam pasal 5 Netzwerkdurchsetzungsgesetz, Jaringan sosial dapat menyerahkan keputusan mengenai keabsahan suatu konten kepada lembaga pengaturan diri yang diatur22. Pasal 5 dari NetzDG mengatur kewajiban penyedia platform sosial untuk menghapus konten yang dianggap melanggar hukum dalam waktu 24 jam setelah laporan diterima.
21 Heidi Tworek, An Analysis of Germany’s NetzDG Law, University of British Columbia, Paddy Leerssen, Institute for Information Law, University of Amsterdam, April 15, 2019, hal 1, https://www.ivir.nl/publicaties/download/NetzDG_Tworek_Leerssen_April_2019.pdf.
Dikutip pada tanggal 15 Januari 2025 pukul 12.13 WIB.
22https://www.ifri.org/sites/default/files/migrated_files/documents/atoms/files/
ndc_149_meixner_figge_netzwerkdurchsetzungsgesetz_okt_2019.pdf dikutip pada tanggal 15 Januari 2025 pukul 19.00 WIB
Dalam konteks pers, hal ini dapat berdampak pada kebebasan media, karena konten yang sah, seperti artikel atau laporan yang berisi kritik terhadap pihak tertentu, bisa saja dihapus dengan cepat, meskipun seharusnya dilindungi oleh hak kebebasan berekspresi. Meskipun platform memiliki kewajiban untuk menghapus konten ilegal, media dan jurnalis perlu memastikan adanya mekanisme untuk mengajukan keluhan apabila konten mereka dihapus secara tidak sah. Selain itu, NetzDG mengharuskan platform menyediakan prosedur pengaduan yang memungkinkan media untuk memulihkan konten yang dianggap telah dihapus secara tidak adil, sehingga kebebasan pers tetap terlindungi meskipun ada kewajiban hukum bagi platform untuk menghapus konten ilegal. Namun, hal ini juga dapat menimbulkan tantangan bagi jurnalis, karena mereka harus bersaing dengan waktu dalam memastikan bahwa konten yang sah tidak dihapus secara sembarangan oleh platform.
Beberapa pasal dari Undang-Undang ini sudah tidak berlaku lagi setelah Uni Eropa, entitas tertinggi di Jerman, memberlakukan Digital Service Act (Undang-Undang Layanan Digital pada Januari 2024. Undang-Undang ini menyesuaikan beberapa aturan di NetzDG yang mengatur tanggung jawab media digital, dengan fokus pada pendekatan yang lebih seragam di tingkat Uni Eropa. Dalam konteks ini, kebebasan pers mendapatkan perhatian lebih besar dibanding sebelumnya. Pasal 14 DSA memberikan perlindungan penting bagi kebebasan pers dengan mewajibkan platform digital mempertimbangkan kebebasan berekspresi dan pluralisme media saat menerapkan syarat dan ketentuan mereka, sekaligus memastikan transparansi dalam perubahan kebijakan yang dapat memengaruhi jurnalis dan media23.
Karena platform memiliki kewajiban hukum untuk menangani dampak negatif terhadap pluralisme media, disinformasi menjadi relevan, karena
23 New Developments in Digital Services Law: The Draft Digital Services Act | Gleiss Lutz dikutip pada tanggal 15 Januari 2025
dapat menjadi ancaman besar bagi pluralisme media. Namun, disinformasi tidak memiliki definisi hukum yang jelas dalam DSA dan tidak selalu memenuhi kriteria sebagai konten ilegal sebagaimana didefinisikan dalam DSA. Peraturan ini diadakan untuk mencegah disinformasi (jika disinformasi tersebut merupakan risiko sistemik dalam pengertian Pasal 34) dengan mengutamakan konten yang beragam dan jurnalisme otoritatif terkait isu-isu kepentingan publik. Hal ini juga disebutkan dalam Komitmen 18 dan Langkah 18.1 dari Code of Practice on Disinformation.24
2) Kelebihan dan Kekurangan Hukum Pers di Jerman a. Kelebihan:
Hukum Pers di Jerman terutama sejak diberlakukannya DSA memungkinkan pengguna untuk melaporkan konten ilegal secara online, serta bagi platform untuk bekerja sama dengan "penanda tepercaya" yang berkompeten untuk mengidentifikasi dan menghapus konten ilegal. DSA juga memberlakukan aturan baru untuk melacak penjual di pasar online, yang bertujuan untuk membangun kepercayaan dan mempermudah penegakan hukum terhadap penipu.
24 Doris Buijs, The Digital Services Act and the Implications for News Media and Journalistic Content (Part 1), DSA Observatory, [Date accessed], The Digital Services Act and the Implications for News Media and Journalistic Content (Part 1) - DSA Observatory d ikutip pada tanggal 15 Januari 2025