Analisis Kerusakan Struktural Dinding Geser pada Bangunan Bertingkat: Studi Kualitatif Gempa Palu 2018
Putri Laras Berliana Shaiva Gunawan
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Pendidikan Teknik dan Industri, Universitas Pendidikan Indonesia
Jl. Dr. Setiabudhi No.229,Isola,kec.Sukasari,Kota Bandung,40154,Jawa Barat,Indonesia Email: [email protected]
Abstract
The 2018 earthquake in Palu caused significant structural damage to various types of buildings, particularly multi-story structures. One of the most critically affected structural components was the shear wall, which plays a vital role in resisting lateral seismic loads. This study aims to qualitatively analyze the structural damage to shear walls in multi-story buildings following the Palu earthquake and to identify the contributing factors to such failures. The research method employed is descriptive and qualitative, using secondary data from field reports, visual documentation, and related technical literature. The analysis reveals that many shear wall failures resulted from design inadequacies relative to local seismic conditions, ineffective structural connections, and poor construction quality.
The study offers recommendations for improved design and construction practices that are better adapted to major earthquake risks, as a preventive measure to enhance the resilience of high-rise buildings in seismic-prone areas.
Keywords: Shear wall, structural damage, Palu earthquake 2018, qualitative analysis, multi-story buildings.
Abstrak
Gempa bumi yang melanda Palu pada tahun 2018 menyebabkan kerusakan struktural yang signifikan pada berbagai jenis bangunan, khususnya bangunan bertingkat. Salah satu komponen struktural yang terdampak secara serius adalah dinding geser, yang berperan penting dalam menahan beban lateral akibat gempa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara kualitatif kerusakan struktural pada dinding geser bangunan bertingkat pasca gempa Palu, serta mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kerusakan tersebut. Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kualitatif dengan mengkaji data sekunder dari laporan lapangan, dokumentasi visual, serta literatur teknis terkait. Hasil analisis menunjukkan bahwa banyak kerusakan dinding geser terjadi akibat ketidaksesuaian desain terhadap kondisi seismik setempat, ketidakberfungsian elemen sambungan, dan lemahnya mutu pelaksanaan konstruksi. Studi ini memberikan rekomendasi desain dan konstruksi yang lebih adaptif terhadap potensi gempa besar, sebagai langkah preventif dalam meningkatkan ketahanan bangunan bertingkat di wilayah rawan gempa.
Kata Kunci: Dinding geser, kerusakan struktural, gempa Palu 2018, bangunan bertingkat.
Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di kawasan Cincin Api Pasifik, sehingga memiliki tingkat aktivitas seismik yang sangat tinggi. Keberadaan tiga lempeng tektonik utama—Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik—menjadikan wilayah ini rentan terhadap gempa bumi dengan magnitudo besar dan frekuensi yang cukup sering. Oleh karena itu, desain dan konstruksi bangunan tahan gempa menjadi kebutuhan yang krusial, terutama di wilayah padat penduduk dan berkembang secara vertikal seperti kota-kota besar di Indonesia.
Salah satu elemen struktural penting dalam sistem bangunan tahan gempa adalah dinding geser (shear wall). Dinding geser berfungsi untuk menahan gaya lateral akibat beban gempa dan angin, serta menjaga stabilitas struktur secara keseluruhan. Dalam desain bangunan bertingkat, keberadaan dinding geser seringkali menjadi penentu utama performa seismik suatu bangunan. Namun, efektivitas elemen ini sangat bergantung pada desain yang sesuai, detail sambungan yang benar, serta mutu pelaksanaan konstruksi di lapangan.
Gempa bumi yang mengguncang Kota Palu dan sekitarnya pada 28 September 2018 menjadi salah satu peristiwa seismik paling merusak dalam sejarah Indonesia modern.
Gempa bermagnitudo 7,5 ini disertai fenomena likuefaksi dan tsunami, menyebabkan kerusakan besar-besaran pada infrastruktur dan bangunan, serta menelan ribuan korban jiwa. Dalam konteks teknis, gempa ini memberikan pelajaran penting mengenai kerentanan sistem struktur terhadap beban gempa yang ekstrem, terutama pada bangunan bertingkat yang menggunakan dinding geser sebagai elemen penahan gaya lateral.
Banyak laporan lapangan dan dokumentasi visual menunjukkan bahwa beberapa dinding geser mengalami kerusakan parah bahkan runtuh, baik pada bangunan publik maupun swasta. Kerusakan ini menimbulkan pertanyaan mengenai ketepatan desain struktural, efektivitas elemen sambungan, serta
implementasi konstruksi di lapangan. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi menyeluruh untuk mengetahui sejauh mana dinding geser mampu menjalankan fungsinya dalam kondisi gempa besar seperti yang terjadi di Palu.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara kualitatif kerusakan struktural pada dinding geser bangunan bertingkat pasca gempa Palu 2018. Pendekatan yang digunakan bersifat deskriptif-kualitatif dengan mengkaji data sekunder dari laporan teknis, hasil observasi lapangan, serta literatur terkait.
Dengan studi ini, diharapkan dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai faktor- faktor penyebab kerusakan dan rekomendasi perbaikan desain serta konstruksi untuk bangunan di wilayah seismik tinggi.
Tinjauan Pustaka
1. Dinding Geser dalam Struktur Bangunan Dinding geser (shear wall) adalah elemen struktural vertikal yang dirancang untuk menahan gaya lateral akibat gempa atau angin.
Dalam struktur bangunan bertingkat, dinding geser menjadi komponen utama dalam sistem penahan beban lateral selain rangka portal atau sistem rangka kaku. Menurut Mendis et al.
(2007), dinding geser yang dirancang dengan baik mampu meningkatkan kekakuan, kekuatan, dan stabilitas bangunan terhadap gaya seismik. Efektivitas dinding geser sangat bergantung pada penempatan, ketebalan, tinggi, rasio aspek, dan integrasi dengan elemen struktural lainnya.
2. Perilaku Dinding Geser terhadap Beban Gempa
Beban gempa bersifat dinamis dan dapat menyebabkan gaya inersia besar pada bangunan. Dinding geser bertugas menahan gaya tersebut dan mencegah terjadinya deformasi lateral yang berlebihan. Paulay dan Priestley (1992) menjelaskan bahwa dinding geser mengalami gaya geser dan momen lentur secara bersamaan saat gempa terjadi. Jika elemen ini tidak dirancang dengan benar atau dibangun tanpa mutu konstruksi yang
memadai, maka kegagalan struktur bisa terjadi, baik dalam bentuk retak, keruntuhan lokal, hingga kegagalan total.
3. Gempa Palu 2018: Karakteristik dan Dampaknya
Gempa Palu 2018 memiliki karakteristik unik:
patahan geser mendatar (strike-slip) dengan kecepatan propagasi tinggi yang memicu fenomena tanah seperti likuefaksi dan tsunami.
Berdasarkan laporan dari Pusat Studi Gempa Nasional (PusGen, 2019), gempa ini mengakibatkan kerusakan besar pada berbagai bangunan, terutama yang tidak memiliki sistem struktur tahan gempa memadai. Banyak bangunan bertingkat mengalami kerusakan parah, dan salah satu komponen yang paling terdampak adalah dinding geser.
4. Studi Terdahulu tentang Kerusakan Dinding Geser
Beberapa studi terdahulu telah menganalisis kegagalan dinding geser pada gempa-gempa besar, termasuk di Chile (2010), Haiti (2010), dan Jepang (2011). Studi oleh Panagiotou et al.
(2014) menemukan bahwa kerusakan sering kali terjadi pada sambungan antara dinding dan pelat lantai, atau pada ujung-ujung dinding yang menerima konsentrasi momen terbesar.
Dalam konteks Indonesia, penelitian tentang kerusakan pasca gempa Palu masih terbatas, sehingga penting dilakukan studi lebih lanjut, khususnya dengan pendekatan kualitatif berbasis dokumentasi lapangan.
5. Kebutuhan Evaluasi Kualitatif Pascabencana
Evaluasi struktural tidak selalu harus dilakukan melalui pendekatan numerik atau eksperimental saja. Evaluasi kualitatif, seperti yang dikemukakan oleh Yin (2009), dapat memberikan pemahaman mendalam terhadap konteks kerusakan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Dalam konteks bencana, metode ini efektif untuk mengidentifikasi pola kerusakan dan penyebab
umum yang mungkin tidak tertangkap dalam pendekatan kuantitatif semata.
Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis secara mendalam bentuk serta penyebab kerusakan dinding geser pada bangunan bertingkat pasca gempa Palu 2018. Pendekatan ini dipilih karena dapat memberikan pemahaman kontekstual terhadap kerusakan struktural yang terjadi berdasarkan observasi langsung dan dokumentasi lapangan.
1. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat sekunder, meliputi:
• Laporan resmi dari lembaga seperti Pusat Studi Gempa Nasional (PusGen), PUPR, dan BMKG.
• Dokumentasi visual berupa foto dan video kerusakan bangunan dari media massa dan laporan teknis.
• Artikel ilmiah dan jurnal yang membahas evaluasi struktural pasca gempa Palu.
• Studi terdahulu mengenai performa dinding geser di wilayah rawan gempa.
2. Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui:
• Studi literatur untuk memahami konsep teoritis mengenai dinding geser dan perilakunya saat gempa.
• Penelusuran laporan dan publikasi pasca bencana dari institusi dan peneliti.
• Analisis dokumentasi visual kerusakan struktur yang tersedia secara publik dan dari sumber akademik.
3. Teknik Analisis Data
Analisis dilakukan dengan metode konten analisis kualitatif, yaitu mengkaji pola
kerusakan dinding geser dari berbagai sumber dokumentasi dan mengelompokkannya ke dalam kategori tertentu, seperti:
• Retak lentur dan geser
• Keruntuhan lokal (local failure)
• Kegagalan pada sambungan antar elemen struktural
• Kegagalan sistemik (global failure) Temuan dianalisis dengan membandingkan kondisi kerusakan yang terjadi dengan prinsip desain struktur tahan gempa berdasarkan SNI 1726:2019 dan literatur internasional.
4. Batasan Penelitian
Penelitian ini tidak mencakup simulasi numerik atau pengujian laboratorium. Fokus utama adalah identifikasi pola kerusakan dan evaluasi deskriptif dari dokumentasi yang tersedia. Selain itu, bangunan yang dikaji dibatasi pada struktur bertingkat yang menggunakan sistem dinding geser, baik dari beton bertulang monolit maupun pracetak.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan dokumentasi visual dan laporan pasca bencana dari PUPR serta hasil survei akademik (UI, ITB, UNS), ditemukan berbagai bentuk kerusakan pada dinding geser di bangunan bertingkat di Kota Palu dan sekitarnya. Jenis kerusakan yang paling umum meliputi:
• Retak lentur dan retak geser diagonal, khususnya di bagian tengah dan ujung dinding.
• Kerusakan pada sambungan antara dinding geser dan pelat lantai, yang mengakibatkan kehilangan kapasitas integritas struktural.
• Keruntuhan lokal pada elemen boundary (bagian pinggir dinding) akibat konsentrasi tegangan tinggi.
• Kegagalan global di mana dinding geser tidak mampu mempertahankan stabilitas lateral bangunan,
menyebabkan miring atau runtuhnya struktur.
Akibat gempa bumi Sulawesi 2018,banyak bangunan yang rusak dan beberapa diantaranya hancur. Salah satu bangunan yang hancur adalah apartemen beton bertulang 5 lantai terletak 400 m dari Teluk Palu di tepi barat Sungai Palu, terlihat bahwa beberapa bangunan mengalami soft storey collapse akibat kekakuan lateral yang tidak mencukupi, yang seharusnya dapat diatasi dengan penggunaan dinding geser yang dirancang secara tepat (Gambar 1A). Pada bagian sambungan balok-kolom terlihat kerusakan geser yang signifikan, menunjukkan kemungkinan ketidakhadiran elemen pengaku vertikal seperti dinding geser atau detailing yang tidak memenuhi standar ketahanan seismik.(Gambar 1B).
Selain itu, di Hotel Mercure yang terletak di sepanjang Kawasan pejalan kaki di tepi teluk (100 m dari Teluk Palu), terlihat kerusakan parah pada kolom dan dinding pengisi (Gambar 1C) dan keruntuhan spektakuler pada salah satu bagian bangunan (Gambar 1D).
Faktor Penyebab Kerusakan
Dari hasil analisis kualitatif, terdapat beberapa faktor utama penyebab kerusakan dinding geser yang diamati:
Gambar 1. Kerusakan akibat guncangan gempa bumi di daerah Teluk Palu
• Ketidaksesuaian desain terhadap kondisi seismik lokal. Beberapa bangunan tidak memenuhi persyaratan desain berdasarkan SNI 1726:2012 (saat itu masih digunakan), terutama terkait rasio aspek dan ketebalan minimum dinding.
• Kualitas konstruksi yang rendah, seperti mutu beton di bawah standar, sambungan yang tidak sesuai spesifikasi, dan kurangnya pengawasan teknis di lapangan.
• Distribusi dinding geser yang tidak simetris, menyebabkan torsi pada struktur saat terjadi gempa. Hal ini menyebabkan sebagian dinding menerima beban berlebih, melebihi kapasitas rencana.
• Tidak adanya atau kurangnya elemen boundary confinement, padahal ini sangat penting untuk memperkuat bagian ujung dinding terhadap momen dan gaya geser tinggi.
• Fenomena likuefaksi di beberapa lokasi memperburuk kinerja struktur secara keseluruhan, termasuk dinding geser.
Perbandingan dengan Studi Sebelumnya Jika dibandingkan dengan studi kerusakan pada gempa di Chile (2010) dan Jepang (2011), ditemukan pola yang mirip, terutama pada bangunan yang mengandalkan dinding geser sebagai sistem penahan lateral utama.
Namun, pada kasus Palu, fenomena likuefaksi dan tsunami turut memperparah kerusakan struktur, sesuatu yang tidak selalu terjadi di wilayah lain. Selain itu, tingkat kepatuhan terhadap standar desain bangunan tahan gempa di Indonesia masih menjadi tantangan utama.
Evaluasi Terhadap Standar Desain yang Berlaku
Saat gempa Palu terjadi, banyak bangunan masih dirancang menggunakan acuan SNI 1726:2012 dan SNI 2847:2013. Berdasarkan hasil studi ini, tampak bahwa penerapan standar tersebut belum merata di lapangan, khususnya pada bangunan non-pemerintah
atau swasta kecil-menengah. Beberapa bangunan bahkan tidak memiliki perencanaan struktur yang terdokumentasi dengan baik.
Seiring dengan terbitnya SNI 1726:2019 yang lebih ketat dalam penentuan spektrum respons gempa dan detailing elemen struktur, diharapkan ke depannya performa struktur bangunan, termasuk dinding geser, dapat meningkat. Namun, implementasi yang konsisten dan pengawasan ketat tetap menjadi kunci keberhasilan.
Rekomendasi Desain dan Perencanaan Konstruksi
Berdasarkan hasil analisis, beberapa rekomendasi penting untuk perbaikan di masa depan adalah:
• Penempatan dinding geser secara simetris dalam denah bangunan untuk menghindari efek torsi.
• Penambahan elemen confinement (pengekang) pada ujung-ujung dinding geser untuk menahan gaya momen dan geser tinggi.
• Peningkatan mutu pelaksanaan konstruksi dan pengawasan teknis di lapangan.
• Penggunaan sistem dual system (dinding geser + rangka beton bertulang) untuk meningkatkan redundansi struktur.
• Revisi dan sosialisasi berkala terhadap standar desain bangunan tahan gempa kepada praktisi dan kontraktor lokal.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kualitatif terhadap kerusakan bangunan bertingkat pasca Gempa Palu 2018, diketahui bahwa kinerja dinding geser sebagai elemen struktural utama dalam menahan gaya lateral gempa masih memiliki kelemahan signifikan. Beberapa kerusakan yang teridentifikasi mencakup retakan diagonal, keruntuhan lokal, dan sambungan dinding-pelat yang gagal berfungsi. Pola kerusakan tersebut menunjukkan bahwa banyak bangunan belum sepenuhnya
dirancang atau dibangun sesuai dengan standar ketahanan gempa yang berlaku.
Faktor-faktor utama penyebab kerusakan antara lain adalah desain yang tidak sesuai dengan karakteristik seismik lokal, distribusi dinding geser yang tidak simetris, serta mutu konstruksi yang rendah. Selain itu, minimnya elemen confinement dan lemahnya pengawasan teknis turut memperburuk kondisi struktur saat gempa terjadi. Adanya fenomena likuefaksi di beberapa wilayah juga menyebabkan kegagalan fondasi yang turut mempengaruhi dinding geser.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa efektivitas dinding geser sebagai sistem peredam gaya gempa sangat tergantung pada kualitas desain, material, serta pelaksanaan konstruksi di lapangan. Oleh karena itu, evaluasi menyeluruh terhadap sistem struktural bangunan di daerah rawan gempa harus dilakukan secara rutin untuk meminimalkan risiko korban dan kerusakan di masa depan.
Saran
1. Revisi dan penerapan ketat terhadap standar bangunan tahan gempa, khususnya terkait detailing dinding geser sesuai SNI 1726:2019 dan SNI 2847:2019, harus ditingkatkan dalam setiap proses perencanaan dan pelaksanaan konstruksi bangunan bertingkat.
2. Distribusi dinding geser sebaiknya simetris dan merata dalam sistem struktur bangunan untuk mencegah terjadinya rotasi dan konsentrasi beban berlebih.
3. Peningkatan pelatihan dan sertifikasi bagi tenaga kerja konstruksi serta pengawasan lebih ketat terhadap mutu material dan sambungan struktur sangat penting untuk mengurangi risiko kegagalan struktural.
4. Dilakukannya audit struktural pada bangunan eksisting di zona seismik tinggi seperti Palu dan sekitarnya untuk mengetahui potensi kerusakan dan
melakukan retrofitting pada struktur yang rentan.
5. Pengembangan riset eksperimental dan numerik mengenai perilaku dinding geser terhadap gaya gempa di kondisi tanah lunak dan zona likuefaksi agar dapat disusun panduan desain yang lebih kontekstual.
Daftar Pustaka
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB). (2018). Laporan
penanggulangan bencana gempa dan tsunami Palu 2018. Jakarta: BNPB.
Indonesian National Standard (SNI). (2019).
SNI 1726:2019 - Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung dan non-gedung. Jakarta: BSN.
Indonesian National Standard (SNI). (2013).
SNI 2847:2013 - Persyaratan perencanaan beton struktural untuk bangunan gedung. Jakarta: BSN.
Jain, S. C., & Goel, R. K. (2007).
Earthquake resistant design of structures.
Prentice-Hall.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman (Puslitbang Perkim). (2018). Evaluasi kerusakan struktur bangunan akibat gempa Palu 2018. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). (2018).
Laporan evaluasi kerusakan bangunan pasca gempa Palu. Jakarta: Kementerian PUPR.
Rathore, R., & Khatri, G. P. (2015). Analysis of shear wall behavior under lateral loads:
Review of research and practices.
International Journal of Civil Engineering, 13(4), 162-174.
Sadek, F., & Mohaisen, A. (2019). Behavior of reinforced concrete shear walls subjected to earthquake loading. Journal
of Earthquake Engineering, 23(2), 253- 272.
https://doi.org/10.1080/13632469.2019.1 561416
Sakurai, M., & Fukui, M. (2011).
Performance of shear walls in tall buildings during the 2011 Tohoku earthquake. Structural Engineering International, 21(4), 344-356.
https://doi.org/10.2749/101686611X1317 2231568246
Soedjono, J., & Ismail, A. (2020). Analisis perilaku dinding geser pada struktur bangunan bertingkat tahan gempa. Jurnal Teknik Sipil, 15(2), 118-135.
https://doi.org/10.1016/j.jts.2020.03.003