• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. struktural utama, bahkan jika struktur sekunder rusak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. struktural utama, bahkan jika struktur sekunder rusak."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Struktur Tahan Gempa

Ketika merencanakan struktural suatu bangunan sebab pengaruh gempa desain, seluruh elemen struktural bangunan, keseluruhan tiap sisi dari struktural misalnya rangka, dinding geser, kolom, balok, lantai, lantai tidak menggunakan penahan serta gabungannya patut dihitung untuk menahan beban gempa. Struktural dirancang secara fungsional dapat menahan beban bolak-balik yang menyebabkan tindakan elastis dengan tidak mengurangi kekuatannya secara signifikan. Perbedaan energi beban gempa disebut daktilitas struktur karena energi tersebut diteruskan dan dipakai pada struktural ketika bentuk kapasitas defleksi elastis.

Oleh karena itu, daktilitas merupakan kemampuan suatu struktural bangunan ketika berulang kali menghadapi simpangan pasca elastis yang lebih besar ke depan serta ke belakang diakibatkan beban gempa yang mengalami leleh awal, dengan tetap menahan kekuatannya serta kekakuan yang baik, dan struktural bangunan bisa tegak berdiri, meskipun sudah akan hancur.

Rancangan struktural bangunan di kawasan gempa harus mengikuti filosofi desain bangunan seismik, seperti berikut:

a) Bangunan bisa menahan gempa bumi kecil atau ringan kerusakan.

b) Bangunan bisa menahan gempa bumi sedang tanpa kerusakan yang pada artinya struktural utama, bahkan jika struktur sekunder rusak.

c) Bangunan bisa menahan gempa bumi kuat tanpa bangunan runtuh sama sekali, bahkan jika struktur utamanya rusak. (Daniel Rumbi, Teruna 2007)

Struktural yang dirancang diharapkan mampu menahan beban bolak-balik yang berperilaku elastis dengan tidak mengurangi kekuatannya secara signifikan. Maka dari itu, perbedaan energi beban gempa patut disalurkan dan dipakai pada struktural ketika bentuk kapasitas defleksi elastis.

(2)

2.2 Perencanaan Kapasitas

Faktor daktilitas pada struktural bangunan adalah awalan untuk menentukan beban gempa yang terjadi di struktural bangunan tersebut. Maka dari itu, pencapaian tingkatan daktilitas yang diharapkan bisa dijamin sepenuhnya. Hal ini perlu dicapai saat menentukan kondisi dengan istilah "kolom kuat-balok lemah".

Perkara tersebut menandakan dengan adanya dampak gempa desain, sendi plastis struktural bangunan dapat dilakukan pada tepi balok serta hanya pada kolom dan kaki dinding geser. Idealnya, teknik runtuhnya struktural bangunan ditunjukkan pada Gambar 2.1

sendi tepi balok

kolom dinding geser

h

balok

sendi tepi kolom sendi tepi dinding

Gambar 2.1 Mekanisme keruntuhan ideal struktural bangunan sendi plastis

2.3 Sistem Struktur Beton Bertulang Penahan Gaya Seismik

Secara umum, sistem struktural gempa dapat dibagi menjadi tiga sistem portal berikut ini: Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM), Sistem Dinding Struktural (SDS), dan Sistem Ganda (kombinasi SRPM dan SDS).

2.3.1 Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM)

Sistem rangka pemikul momen merupakan kombinasi antara kolom dengan komponen vertikal dan balok dengan komponen horizontal. Sistem rangka penahan momen pada umumnya mempunyai kerangka tempat penahan gravitasi yang kompleks dalam sistem strukturalnya, namun beban lateral akibat gempa ditopang pada rangka penahan momen dengan keruntuhan lentur. Rangka momen adalah rangka yang elemen struktural serta sambungannya memikul gaya akibat gaya geser, lentur dan aksial. Keputusan sistem rangka patut dibuat berdasarkan dengan

(3)

tingkat kerentanan di kawasan di mana struktural bangunan tempati. Hal tersebut diklasifikasikan menjadi beberapa sistem, seperti dibawah ini:

a. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB) : Suatu sistem rangka yang masuk dalam persyaratan SNI 2847-2019 pasal 18.3 yang ditetapkan ke dalam KDS B

b. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) : Suatu sistem rangka yang masuk dalam persyaratan SNI 2847-2019 pasal 18.4 yang ditetapkan ke dalam KDS C

c. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) : Suatu sistem rangka yang masuk dalam persyaratan SNI 2847-2019 pasal 18.6 sampai 18.9 yang ditetapkan ke dalam KDS D,E atau F.

2.3.2 Sistem Dinding Struktural (SDS)

Sebagian besar dinding beton pada bangunan ialah dinding struktural yang tidak hanya memikul beban vertikal saja, tetapi juga beberapa momen lateral.

Karena kekakuan bidang datar yang dimilikinya, dinding ini cukup penting menahan gaya angin dan gaya gempa. Sistem Dinding struktural dikategorikan sebagai berikut :

a. Sistem Dinding Struktural Biasa (SDSB), suatu dinding struktur yang masuk dalam persyaratan SNI 2847-2019. Dinding ini mempunyai kemampuan daktilitas yang spesifik serta tepat untuk KDS C.

b. Sistem Dinding Struktural Khusus (SDSK), tidak hanya masuk dalam persyaratan dinding struktur biasa. Sistem ini pada dasarnya, sepenuhnya daktilitas serta dipakai dalam KDS D,E,F

2.3.3 Sistem Ganda

Bertambahnya tinggi suatu bangunan berbanding lurus dengan ukuran struktural balok dan kolom yang dibutuhkan saat menopang gaya lateral jika hanya struktural rangka yang digunakan saat menopang gaya lateral oleh beban gempa yang menyebabkan struktur tidak ekonomis. Oleh karena itu, kombinasi sistem rangka dan dinding geser (sistem ganda) dapat digunakan untuk menambah kekakuan dan kekuatan struktural akibat gaya lateral. Pada struktur gabungan ini,

(4)

dinding geser dan kolom struktural disambungkan dengan kuat oleh balok pada tiap lantai bangunannya. Sambungan yang kuat antar kolom, balok dan dinding geser mengharuskan struktur rangka di dalam gedung berinteraksi dengan seluruh dinding geser serta struktural rangka dan dinding geser dapat menahan beban yang diberikan dan bekerja sama untuk menangani beban gravitasi serta beban lateralnya.

Tidak hanya hal tersebut, saat memakai sistem ganda ini, penyimpangan lateral menurun secara signifikan saat bertambahnya tinggi lantai dalam struktural.

Bertambahnya tinggi struktural bangunan maka semakin kecil penyimpangan yang akan terjadi. Penyimpangan total yang terjadi pada sistem ganda didapatkan dengan menggabungkan aksi dua elemen, ditunjukkan Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Superposisi mode individu dari deformasi

a. Deformasi mode geser untuk rangka kaku (Gambar 2.2a)

Pada struktural rangka kaku, sudut deformasi maksimum (defleksi) berlangsung pada dasar struktural saat geser maksimal terjadi.

b. Deformasi mode lentur untuk dinding geser (Gambar 2.2b)

Sistem dinding geser memberikan kekakuan minimum pada bagian atas bangunan karena sudut deformasi maksimum (defleksi) terjadi di sisi atas bangunannya.

c. Ikatan antar rangka kaku dan dinding geser (Gambar 2.2c)

Ikatan antar struktural rangka kaku dan dinding geser didapatkan saat menggunakan mode deformasi individu yang didapatkan dari kurva S datar.

Karena bedanya karakteristik deformasi antar dinding geser serta rangka kaku

(5)

mengakibatkan dinding geser menopang penyimpangan rangka kaku di sisi dasar, sementara itu rangka kaku dapat menopang simpangan dinding geser di lantai atas. Oleh karena itu, gaya geser lateral ditopang dengan rangka di lantai atas gedung dan dengan dinding geser di bagian dasar gedung.

2.4 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya dimaksudkan agar mencapai suatu perbandingan dan referensi. Maka dari itu, juga agar terhindar dari kesamaan pada penelitian ini. Oleh karena itu, dalam tinjauan pustaka ini peneliti mencantumkan hasil penelitian sebelumnya sebagai berikut :

1. I Gede G. Wiryadi dan I Ketut Sudarsana (2019)

Penelitian I Gede G. Wiryadi dan I Ketut Sudarsana (2019) berjudul Analisis Pengaruh Bentuk Dinding Geser Beton Bertulang Terhadap Kapasitas Dan Luas Tulangan. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau perbandingan kapasitas serta luas tulangan dari masing-masing bentuk dinding geser. Pada penelitian ini membandingkan 4 bentuk dinding geser diantaranya adalah I shape, L shape, T shape, dan IWF yang masing-masing dengan luasan penampang yang sama akan diberikan gaya aksial.

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan ditarik kesimpulan bahwa, tipe bentuk dinding geser yang paling ekonomis adalah dinding geser I-shape dikarenakan dengan gaya yang terjadi serta spesifikasi yang sama dengan bentuk dinding geser yang lainnya didapatkan kapasitas aksial dan momen terbesar dan luas tulangan terkecil. Sedangkan dinding geser dengan bentuk L-shape maupun T- shape merupakan dinding geser yang kurang efisien karena kapasitas yang lebih kecil dibandingkan I-shape serta luas tulangan yang besar.

2. Aswin Hasan dan Imron F Astira (2016)

Penelitian Aswin Hasan serta Imron F Astia (2013) berjudul Analisis Perbandingan Simpangan Lateral Bangunan Tinggi Dengan Variasi Bentuk Dan Posisi Dinding Geser Studi Kasus Proyek Apartemen The Royale Springhill Residences. Tujuan pada studi ini adalah untuk mengetahui perbedaan nilai perpindahan lateral gedung tingkat tinggi karena beban lateral pada penempatan dinding geser terhadap perubahan bentuk serta penempatannya. Metode survei

(6)

dibagi menjadi tiga tahap : input, analisis serta output. Pada penelitian ini dibuat tiga model dengan bentuk dan susunan dinding geser yang bervariasi, menghitung perpindahan lateral yang terjadi, dan membandingkannya dengan perpindahan lateral bangunan asli.

Dalam studi ini bisa menarik kesimpulan yaitu, perubahan bentuk serta susunan yang berbeda dengan volume yang sama bisa berpengaruh terhadap kekakuan struktural akibat beban lateral yang diterima. Analisa keempat rancangan tersebut menunjukkan bahwa struktural saat memperoleh beban lateral dari sumbu x lebih lemah dibanding struktural yang memperoleh beban lateral dari sumbu y. Dalam struktural gedung tersebut, beban lateral diterima seluruhnya oleh sistem struktural ganda dengan struktur portal mendapatkan lebih dari 30% beban lateral desain serta dinding geser mendapatkan 70% beban lateral desain. Analisis dalam studi ini memakai analisa dinamis respons spektrum. Terlihat bahwa model dengan simpangan maksimal paling besar ialah model 1 dan model dengan penyimpangan terkecil di arah x adalah model 3. Model dengan deviasi maksimum terbesar adalah model 2, dan model dengan deviasi terkecil pada arah y adalah model 3.

3. Yoga N Kusuma dan Wahyu Mahendra (2017)

Penelitian Yoga N Kusuma dan Wahyu Mahendra (2017) berjudul Studi bentuk dan layout dinding geser (shear wall) terhadap perilaku struktur gedung bertingkat. Tujuan dari studi dimaksudkan agar mengetahui bentuk dan posisi ideal tata letak dinding geser yang optimal pada gedung bertingkat. Pada penelitian ini pemodelan shear wall dibagi empat model antara lain tata letak 1 (tepi bangunan) dinding geser berbentuk I, tata letak 2 (pusat bangunan) dinding geser berbentuk I, dan dinding geser berbentuk L tata letak 1 (tepi bangunan), tata letak 2 dinding geser berbentuk L (bagian tengah bangunan).

Sesuai dengan kasus studi yang dilaksanakan dapat menyimpulkan bahwa, dari kendali sistem ganda yang masuk dalam syarat SNI bahwa sistem rangka penahan momen patut menahan sekurang-kurangnya 30% dari total beban geser nominal yang terjadi pada struktural gedung. Berdasarkan analisis perbandingan dimensi, volume, penyimpangan, serta besarnya persentase dari masing-masing dinding

(7)

geser, modelan layout 1 (tepi bangunan) dinding geser berbentuk L paling optimal dibandingkan dengan model dinding geser lainnya.

4. Mikael L Batu dan Stenie E. Walah (2016)

Penelitian Mikael L Batu dan Stenie E Walah (2016) berjudul Efisiensi Penggunaan Dinding Geser untuk Mereduksi Efek Torsi pada Bangunan yang Tidak Beraturan. Tujuan pada studi ini adalah untuk mengidentifikasi dampak penempatan serta tata letak dinding geser di gedung yang tidak simetris sesuai dengan pengaruh puntir gedung itu. Delapan variasi model dibuat dalam studi tersebut.

Sesuai dengan kasus studi yang dilaksanakan dapat menyimpulkan bahwa, model struktur yang cocok saat mengurangi pengaruh puntir suatu gedung ialah pada model G. Dalam model ini, dinding geser ditempatkan di sekitar inti gravitasi gedung. Karena berbagai bentuk gedung yang tidak simetris, disarankan agar memasangkan dinding geser di inti gravitasi gedung agar lebih efektif mengurangi pengaruh puntiran. Pada model dimana dinding geser dekat dengan pusat gravitasi, hubungan antara nilai simpangan struktur dan efek puntir dari struktur adalah hasil proporsional langsung. Berdasarkan keseluruhan model struktural yang analisa, model structural yang dinding geser yang ditempatkan di inti gravitasi gedung adalah model terbaik karena adalah contoh dinding geser pada penempatan di dalam daerah pusat gedung.

5. Stenie E. Walah dan Servi O. Depas (2015)

Penelitian Stenie E. Walah dan Servi O. Depas (2015) berjudul Studi Perbandingan Respons Dinamik Bangunan Bertingkat Banyak dengan Variasi Tata Letak Dinding Geser. Tujuan pada studi ini ialah dengan perbandingan penyimpangan horizontal oleh beban gempa pada struktural yang mempergunakan dinding geser di sisi terluar gedung serta dinding geser di bagian pusat gedung. Pada penelitian ini pemodelan shear wall dibuat menjadi sembilan model (model 1 sampai model 9) dengan massa strukturnya sama, tetapi ketebalan dindingnya berbeda, ketebalannya 0,5 meter dan 0,25 meter.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan ditarik kesimpulan bahwa, dinding geser pada peletakkan di dekat inti gravitasi gedung mempunyai nilai

(8)

penyimpangan horizontal tidak melebihi dibanding dengan dinding geser dengan perletakkan jauh dari pusat pada sumbu X dan Y dengan arah ortogonal. Model A yang mempunyai dinding geser yang diletakkan di titik berat gedung dengan massa gedung mempunyai nilai penyimpangan terkecil di antara model yang ditinjau.

Ketika perancangan struktural perlu memperhatikan acuan penataan dinding geser.

Ketika memindahkan dinding geser mendekati ke inti gravitasi struktural, dimungkinkan untuk merancang dimensi dinding geser yang tidak lebih dari dinding geser saat disusun lebih jauh dari pusat gravitasi struktur.

6. Cristovao Amaral (2016)

Penelitian Cristovao Amaral (2016) berjudul Alternatif Perencanaan Dinding Geser (Shear Wall) dengan Sistem Kantilever pada Gedung Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. Tujuan pada studi ini ialah untuk mengetahui desain struktural dinding geser dengan sistem kantilever, memastikan tindakan struktural dengan gaya lateral, dan merancang pilihan lain struktural gedung tingkat tinggi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa, sistem dinding geser kantilever adalah sistem yang cocok untuk meneruskan gaya lateral serta dibatasi dengan deformasi oleh beban lateral. Selain itu, dinding geser bisa mengurangi jumlah dan jarak tulangan pada balok dan kolom.

7. Fadlan Effendi dan Yovi Chandra (2017)

Penelitian Fadlan Effendi dan Yovi Chandra (2017) berjudul Studi Penempatan Dinding Geser Terhadap Waktu Getar Alami Fundamental Struktur Gedung.

Tujuan dari penelitian ini agar memahami besarnya waktu getar alami fundamental struktural bangunan, gaya geser dasar serta penyimpangan antara lantai serta gaya di dalam kolom pusat serta sisi tepi yang terjadi pada gedung dengan adanya jenis perihal tata letak dinding geser. Dalam penelitian ini, terdapat enam jenis struktural dinding geser dengan pemodelan pada gedung tersebut, yaitu portal terbuka yang dipadukan dengan dinding geser.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa, penempatan dinding geser pada struktural bagunan bermacam-macam model varian posisi dinding geser yang dibedakan akan menghasilkan berbagai keadaan berbeda juga.

Dari keseluruhan parameter respons seismik layaknya waktu getar, penyimpangan

(9)

antar lantai serta gaya di dalam kolom pusat serta sisi tepi didapatkan dengan model dinding geser model 4, 5 serta 6 ialah pemodelan dinding geser yang sejajar memberikan nilai baik berdasarkan respons gempa serta memberikan gaya-gaya dalamnya tidak melebihi atau kurang dari model dinding geser model 1, 2 dan 3 ialah pemodelan dinding geser yang tidak sejajar hingga dinding geser yang sejajar dengan gedung sangat baik serta stabil ketika dipasangkan. Total nilai penyimpangan antara lantai keseluruhan model kurang dari nilai yang dipersyaratkan yaitu 61,5 milimeter (SNI 1726-2012). Nilai penyimpangan maksimum antara lantai untuk keseluruhan model ada pada lantai ke enam serta pada arah x. Penyimpangan maksimum antar lantai di arah x model keenam sebesar 30,322 milimeter dan nilai minimum di arah y model 3 nilai sebesar 12,128 milimeter. Pemasangan dinding geser simetris dapat menghasilkan penyimpangan antara lantai yang sama pada besarnya penyimpangan arah x serta penyimpangan arah y.

8. Muhammad Warsa Rizki (2016)

Penelitian Muhammad Warsah Rizky (2016) berjudul Efek penambahan shear wall berbentuk L pada bangunan Rusunawa Unand. Tujuan dari penelitian ini adalah agar mendapati pengaruh penambahan dinding geser yang mempunyai bentuk L pada struktur Rusunawa Unand. Dalam penelitian ini, menganalisis struktur gedung memanfaatkan pemodelan struktural 3D dengan memanfaatkan perangkat bantuan ETABS, dan membaginya menjadi tiga model yang berbentuk lurus, berbentuk lurus dengan bentuk L pada lantai dasar dan berbentuk L, menghasilkan analisis struktur yang memperoleh nilai gaya dalam dan deformasinya (defleksi) struktural bangunan. Selanjutnya mendapatkan perbandingan gaya dalam dan deformasi (defleksi) gedung Rusunawa Unand.

Berdasarkan studi yang dilaksanakan ditarik kesimpulan bahwa, ketika ditambahnya dinding geser berbentuk L pada lantai satu Rusunawa Unand menjadikan gaya dalam di kolom telah dikurangi gaya aksialnya senilai 4%, gaya lateral sebesar 85%, gaya momen 83%, dan dengan menambahkan dinding geser berbentuk L hingga lantai lima, gaya aksial telah berkurang sebesar 4%, gaya lateral sebesar 89%, dan gaya momen 87%. Ditambahnya dinding geser bentuk L

(10)

pada lantai satu Rusunawa Unand akan mengurangi gaya dalam balok sebesar 24%, gaya momen sebesar 35%, dengan menambah dinding geser berbentuk L hingga lantai 5 mengurangi gaya lateral sebesar 45%, gaya momen sebesar 62%.

Pergeseran struktur Rusunawa Unand yang memakai dinding geser pada lantai satu pada arah x dan y berkurang 55% arah x dan 4% arah y, dibandingkan Rusunawa Unand yang memakai dinding geser berbentuk L hingga lantai lima berkurang 75%

arah x dan sebesar 9 % arah y. Penyimpangan antara lantai gedung Rusunawa Unand mencukupi batas persyaratan dan waktu getar alami struktural selagi menambahkan dinding geser hal ini karena dinding gesernya mempunyai sifat yang kaku.

2.5 Metode Respons Spektrum

Ketika memakai analisis hitungan struktural memakai metode respon spektrum sesuai SNI 1726-2019 yang diterangkan poin-poin di bawah ini.

1. Jumlah Ragam

Analisa patut dilaksanakan untuk mendapati ragam getar alami untuk struktural. Analisa patut mengikutkan penambahan ragam (mode shape) agar mendapati partisipasi massa ragam kombinasi dengan nilai 100% (seratus persen) pada massa aktual dalam tiap-tiap arah horizontal terhadap respon yang dilakukan di pemodelan struktural.

2. Parameter Respons Ragam

Nilai setiap bagian-bagian parameter rencana dengan gaya yang diamati, merupakan penyimpangan antara tingkat lantai, gaya tekan, dan gaya unsur struktural individu untuk setiap ragam respon patut diperhitungkan memakai di setiap ragam serta spektrum respon dibagi dengan kuantitasnya (R/Ie). Nilai pada deformasi serta kuantitas penyimpangan antara lantai patut dikalikan dengan kuantitasnya (Cd /Ie).

3. Parameter Respons Terkombinasi

Nilai setiap bagian-bagian parameter desain dengan gaya yang diamati, yang diperhitungkan di tiap-tiap ragam, patut digabungkan memakai metode akar kuadrat penjumlahan kuadrat (SSRS) maupun metode gabungan kuadrat utuh

(11)

(CQC), berdasarkan pada SNI 1726-2019. Metode CQC patut dipakai pada tiap- tiap nilai ragam dengan ragam yang jaraknya dekat memiliki sambungan simpang yang berbeda antar respon translasi serta puntirannya.

4. Skala Nilai Desain Untuk Respons Terkombinasi

Geser Dasar (V) patut diperhitungkan di tiap-tiap dari dua arah horizontal orthogonal memakai periode fundamental struktural menggunakan perhitungan T di setiap arah serta prosedurnya.

5. Skala Gaya

Jika perioda fundamental yang diperhitungkan lebih dari CuTa, maka CuTa

patut digunakan menjadi penggantinya untuk T pada arah tersebut, gabungan respon pada geser dasar ragam (Vt) kurang dari 100% geser dasar yang diperhitungkan (V) memakai ketentuan gaya lateral eqivalen, maka gaya patut dikalikan dengan 0,85𝐶𝑠.𝑊

𝑉𝑡

6. Skala Penyimpangan Antara Lantai

Dalam respon gabungan untuk geser dasar ragam (Vt) kurang dari 100%

pada CsW, maka penyimpangan antara lantai patut diperhitungkan dimana nilainya 0,85𝐶𝑠.𝑊

𝑉𝑡

Setelah mendapatkan nilai respons spektrum, maka tahap yang berikutnya yaitu menentukan besaran beban lateral terhadap gaya gempa, maupun bisa dibilang dengan beban geser dasar (base shear) yang biasa dilambangkan menjadi V. Pada umumnya, beban gempa adalah beban yang mempunyai sifat dinamis yang terus berubah-ubah terhadap waktu. Namun, dalam perencanaannya beban dinamis sangat rumit hingga memakai banyak waktu dan tenaga yang digunakan. Maka dari itu, sesuai SNI memperbolehkan untuk melakukan penyederhanaan menjadi beban statik (statik eqivalen) pada berbagai syarat. Statik eqivalen ialah bagian representase terhadap beban gempa yang sudah sederhana serta dirancang, dimana gaya kelelehan yang terjadi pada tiap massa bangunn terhadap gempa dengan penyederhaannya menjadi gaya horisontal (Widodo, 2001).

(12)

2.5.1 Geser Dasar Seismik

Gaya dasar seismik, V, patut di tetapkan sesuai SNI 1726-2019 berdasarkan pada persamaan dibawah:

V = Cs W (2.1)

dengan :

Cs : Koefisien respon seismik yang ditetapkan W : Berat seismik efektifitas (kN)

2.5.2 Perhitungan Koefisien Respons Seismik

Sesuai SNI 1726-2019 koefisien respons seismik, Cs, patut diperhitungkan menjadi persamaan berikut :

Cs = 𝑆𝐷𝑆

(𝑅

𝐼𝑒) (2.2)

dengan :

SDS = Parameter percepatan respon spektral rencana di rentang periode pendek R = Koefisien modifikasi respons pada Tabel 2.6

Ie = Faktor utama gempa

Nilai Cs, dengan hitungan berdasarkan persamaan di atas tidak harus melewati tahap ini :

Untuk T ≤ TL

Cs = 𝑆𝐷1

𝑇(𝑅

𝐼𝑒) (2.3)

Untuk T > TL

Cs = 𝑆𝐷1TL

𝑇²(𝑅

𝐼𝑒) (2.4)

Cs patut tidak melebihi

Cs =0,044 𝑆𝐷𝑆 𝐼𝑒 ≥0,01 (2.5)

(13)

Pada struktural yang bertempat dalam kawasan dengan S1 sama dengan ataupun melebihi nilai 0,6g, maka Cs patut tidak melebihi :

Cs = 0,5𝑆1

(𝑅

𝐼𝑒) (2.6)

dimana :

SD1 : Parameter percepatan respons spektral rencana dengan periode senilai satu, detik.

T : Perioda fundamental struktural (detik) yang ditinjau.

S1 : Parameter percepatan respon spektral maksimal yang ditetapkan.

2.5.3 Distribusi Vertikal Gaya Gempa

Gaya seismik lateral, Fx, (kN) yang kelihatan pada keseluruhan tingkatan patut dengan ketetapan SNI 1726-2019 seperti dibawah ini :

Fx = 𝐶𝑉𝑋 𝑉 (2.7)

Untuk nilai CVX bisa diperhitungkan memakai persamaan ini : 𝐶𝑉𝑋 = 𝑊𝑥 .ℎ𝑥

𝑘

𝑛1=1𝑊𝑖 .ℎ𝑖𝑘 (2.8)

dimana:

CVX = Faktor pendistribusian vertikal

V = Gaya lateral perencanaan seluruh maupun geser pada dasar struktural,

wi dan wx = Bagian berat seismik efektif keseluruhan struktur (W) yang dipasangkan maupun dipakai pada tingkat i ataupun x

hi dan hx = Tinggi dari dasar hingga tingkat i atau x (meter)

k = Bagian yang terhubung dengan perioda struktural berdasarkan nilai dibawah :

(14)

- Dengan struktural saat T ≤0,5 detik, k = 1.

- Dengan struktural saat T ≥2,5 detik, k = 2.

- Dengan struktural saat 0,5<T<2,5 detik, k = 2 ataupun ditetapkan melalui interpolasi linear satu dan dua

2.5.4 Distribusi Horisontal Gaya Gempa

Geser tingkat perencanaan gempa di seluruh tingkat, Vx, (kN) ditetapkan dengan persamaan dibawah :

Vx =

𝑛𝑖=𝑥

𝐹

𝑖

(2.9)

Dimana :

𝐹𝑖 merupakan sisi dari geser dasar seismik (V) pada tingkat ke-i, (kN)

Geser tingkat rencana seismik Vx (kN), patut disalurkan ke tiap-tiap elemen vertikal sistem penopang gaya seismik ditingkat yang diperhatikan sesuai dengan kekakuan lateral pasti elemen penopang vertikal serta diafragmanya.

2.6 Dinding Geser 2.6.1 Pengertian Umum

Gaya horizontal yang terjadi di struktur bangunan misalnya gaya-gaya yang diakibatkan terhadap angin dan beban gempa bisa ditangani terhadap bermacam cara. Dengan bermacam cara, daya dukung rangka kaku dengan struktural ditambahkan dengan kekuatan yang didapatkan dari dinding sambungan bata di bagian-bagian yang biasanya bisa menahan beban angin. Adapun jika dari gaya horizontal di setiap elemen struktural bangunan tingkat yang berlangsung dikarenakan suatu lubang ataupun lorong vertikal menerus saat difungsikan sebagai tempat lift membutuhkan rencana desain struktural yang khususkan agar memikul beban lateral yang terjadi.

Dinding geser merupakan plat beton bertulang yang ditempatkan pada bangunan secara vertikal untuk meningkatkan kekakuan struktural serta membantu meresap gaya geser yang besar dengan bertambahnya tinggi struktural. Umumnya dinding geser harus memiliki bukaan kira-kira 6% supaya tidak mengurangi kekakuannya. Gedung beton bertulang bertingkat seringnya dirancang menggunakan dinding geser untuk menopang gempa. Dinding ini dapat dipakai

(15)

untuk menopang gaya lateral ataupun untuk dinding penyangga. Pemasangan dinding geser bisa dipasangkan di ujung dari gedung ataupun di tengah gedung.

Dinding geser pada perletakan di bagian suatu gedung biasa dikenal sebagai inti struktur (core-walls) yang juga dipakai sebagai elevator dan tangga. Perencanaan dinding geser yang tepat tidak terhindar pada pemakaian bentuk, tata letaknya pada bangunan dan bentuk variasi runtuhannya.

Kegunaan dinding geser dalam suatu struktural bertingkat juga penting untuk menahan lantai pada struktural serta mencegahnya tidak roboh saat terdapat gaya lateral yang dihasilkan oleh gempa, kemudian dinding geser bertindak menyerupai gelagar kantilever yang dijepit di dasarnya guna mentransfer beban- beban dari atas hingga ke pondasi. Bangunan yang diperkuat dengan dinding geser diharapkan lebih efisien dibandingkan bangunan memakai rangka kaku, ketika mengingat kerusakan struktural, batasan keselamatan, dan keandalan secara keseluruhan.

Hal ini didasarkan pada bukti yakni dinding geser diyakini lebih kaku dibandingkan elemen rangka dasar dan bisa menopang beban lateral yang besar dari gempa sekaligus membatasi pergeseran simpangan antara lantainya.

2.6.2 Fungsi Dinding Geser

Dinding geser patut diberikan kekuatan lateral yang diperlukan ketika memikul gaya gempa horisontal. Jika dinding geser bisa kokoh, dinding geser dapat mentransfer gaya horisontal tersebut ke struktur seterusnya dari setiap beban di dasarnya. Kondisi lain dari beban ini dapat ditambahkan ke dinding geser, lantai, pondasi dinding serta pelat. Dinding geser dapat menghasilkan kekakuan lateral agar menjaga atap serta lantai paling tinggi terhadap deformasi arah kiri dan kanannya yang berlebih. Apabila dinding geser sangat kaku, dia akan mengatasi lantai serta rangka portal dari getaran lainnya.

Menurut Smiths serta Coul (1991), dinding geser memiliki kekakuan yang stabil dikarenakan dapat mengurangi defleksi akibat gempa. Yang akhirnya kerusakan pada struktural bisa terhindar. Fungsi dinding geser dibagi menjadi beberapa bagian, yakni kekuatan serta kekakuan, maksudnya :

(16)

a) Kekuatan

 Dinding geser patut menghasilkan kekuatan lateral yang dibutuhkan agar menahan kekuatan gempa horisontal.

Saat dinding geser bisa kokoh, ia bisa menyalurkan gaya horisontal tersebut ke bagian lainnya dalam lintas beban di bawahnya, misalnya dinding geser lain, lantai, serta pondasi dinding struktural.

b) Kekakuan

 Dinding geser dapat menghasilkan kekakuan lateral agar menahan atap ataupun lantai paling tinggi dari deformasi yang terlalu besar.

Saat dinding geser begitu kaku, dinding akan menahan terjadinya defleksi lantai serta atap saat goyangan yang menahan hal tersebut.

 Gedung yang begitu kuat biasanya bisa terjadi kerobohan pada bagian arsitekturalnya dan bukan pada bagian strukturnya.

Dapat dikatakan fungsi dinding geser adalah sebagai berikut : a. Menambah kekuatan bangunan

Memakai struktural dinding beton bertulang, maka shearwall atau dinding geser tidak diperuntukan sebagai partsisi dari desain melainkan difungsikan untuk struktural gedung yang menahan gaya beban saat terjadi di rangka kakunya (balok serta kolom) di sekitarnya.

b. Menahan goyangan terhadap gempa

Menurut tata letaknya Indonesia pada dasarnya merupakan kawasan yang sangat sering terjadi gempa, memakai dinding geser membuat gaya gempa yang tercipta akan ditahan, hingga dapat berkurang dampak kerusakan terhadap gedung.

c. Mengurangi biaya rawat bangunan

Semakin meningkatnya kekuatan bangunan yang memakai dinding geser, maka kerusakan yang terjadi oleh goyangan bangunan akibat gempa dapat dicegah sehingga akan mengurangi biaya perbaikan yang harusnya digunakan saat gedung tidak memakai sistem dinding geser.

d. Daya tahan beban di sekitar dinding bisa ditambahkan

Menggunakan dinding geser maka keahlian lantai beton pada bagian atasnya bisa menerima beban bertambah meningkat, dengan semakin tebal dindingnya.

(17)

2.6.3 Klasifikasi dinding Geser

Dinding geser dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan letak dan fungsinya sebagai berikut :

1. Bearing wall merupakan dinding geser yang menopang hampir keseluruhan beban gravitasi. Dinding ini juga memakai silang antara partisi yang berdekatan.

2. Frame wall merupakan dinding geser yang menopang beban lateral. Beban gravitasi dihasilkan berat sendiri dari rangka beton bertulang. Dinding jenis ini ditempatkan antara dua kolom.

3. Core wall merupakan dinding geser pada area pusat banguna. Umumnya ditempatkan dengan tangga ataupun sebagai tempat lift. Dinding jenis ini diletakkan di area pusat memiliki kegunaan ganda dan dipilih sebagai pilihan yang ekonomis.

(a)

(b)

(c)

Gambar 2.3 Bearing walls (a), Frame wall (b), Core walls (c)

Sedangkan sesuai dengan lebar dan tingginya dinding geser dikategorikan menjadi berapa, yaitu :

 Short shear wall, merupakan jenis dinding geser dengan rasio dari perbandingan lebar serta tinggi yang mempunyai nilai yang tidak melebihi satu (H/D<1)

 Squat shear wall, merupakan jenis dinding geser dengan rasio bandingan lebar serta melebihi nilai satu tapi tidak melebihi nilai tiga (1<H/D<3)

(18)

 Cantilever shear wall, yang dikenal juga sebagai dinding geser ramping.

Merupakan jenis dinding geser dengan rasio perbandingan lebar dan tinggi yang nilainya lebih dari tiga (H/D >3 )

Ketika merancang dinding penahan beban, perlu memperhatikan saat dinding geser difungsikan agar menopang gaya lateral yang kuat akibat beban gempa tidak diharuskan untuk roboh akibat gaya lateral. Pada umumnya, tidak ada elemen struktural yang dapat memikul gaya horizontal. Berdasarkan hal tersebut, dinding geser patut dirancang agar bisa menopang gaya lateral yang dapat ditimbulkan oleh beban gempa. Pada kenyataannya, dinding geser pasti disambungkan dengan sistem portal penahan momen bangunan. Dinding struktur yang biasa dipakai di bangunan bertingkat merupakan dinding geser kantilever serta dinding geser dengan portal. Dalam SNI 2847:2019 menjelaskan bahwa tebal minimal (td) paling sedikit 1/25 dari tinggi ataupun panjang yang didukung dan patut melebihi 100 milimeter.

Tabel 2.1 Tebal minimum dinding

2.6.4 Dinding Geser Berdasarkan Bentuk dan letak

Sistem dinding geser bisa dibagi menjadi sistem terbuka dan tertutup.

Sistem terbuka berdasarkan dari elemen linier sendiri ataupun kombinasi tidak sempurna dari elemen yang mencakupi ruang simetrinya. Misalnya I,Y,T,L,X,H

(19)

serta V. Sistem tertutup mencakup ruang geometri, tetapi variasi yang paling umum ditemui ialah persegi, segitiga, persegi panjang serta lingkaran. Bentuk dan tata letak dinding geser memiliki pengaruh yang signifikan akibat gerakan struktur ketika beban diterapkan dalam arah lateral. Dinding geser yang ditempatkan secara simetris pada bentuk gedung perlu meneruskan puntiran terhadap lentur serta geser secara bersamaan.

Penempatan dinding geser pada bangunan dapat dipertimbangkan sebagai berikut :

1. Penempatan dinding geser pada arah gempa dominan yang bekerja (sumbu lemah bangunan)

2. Faktor estetika dan fungsional ruang pada bangunan 3. Memperkecil eksentrisitas diafragma tiap lantai bangunan 4. Memperkecil momen puntir pada bangunan.

Untuk bentuk, tipe, dan penempatan dinding geser yang pada umumnya dipakai di proyek bisa diperhatikan Gambar 2.4, Gambar 2.5, serta Gambar 2.6

Gambar 2.4 Bentuk dinding geser

Gambar 2.5 Beberapa tipe dinding geser di lapangan

(20)

Gambar 2.6 Tata letak dinding geser

2.6.5 Jenis-Jenis Dinding Geser

Dinding geser merupakan struktural vertikal yang dipakai di gedung pencakar langit. Kegunaan paling penting dari dinding geser ialah memikul beban lateral contohnya gaya gempa serta gaya angin. Sesuai dengan bentuknya dinding geser bisa dibagi menjadi beberapa variasi, seperti :

1. Dinding geser kantilever (Free standings shear wall) Dinding geser kantilever merupakan dinding geser tanpa lubang yang memiliki dampak signifikan akibat dari guncangan struktural bangunan yang terhubung. Ada dua jenis dinding geser kantilever, yakni dinding geser kantilever daktail serta dinding geser kantilever yang memiliki daktilitas yang dibatasi. Gambar 2.7 menunjukan dinding geser kantilever.

Gambar 2.7 Dinding geser kantilever

Free standings shearwall dari Kiyoshi Muto dalam “Analisis Perancangan Gedung Tahan Gempa” 1963-27, mempunyai karakter ketahanan dinding yang dirancang sebagai berikut :

(21)

 Dinding geser harus terus vertikal ke atas

 Balok melingkar dan balok pondasi perlu diperkuat untuk mendapatkan dinding geser yang kuat

 Jika dinding atas serta dasar tidak sejajar (tidak bergantian), gaya gempa yang ditopang pada dinding geser patut diteruskan dari lantai.

2. Dinding geser dengan bukaan (Opening shearwall)

Dalam setiap kasus, dinding geser tidak dapat dipakai dengan beberapa bukaan sebagai pintu, jendela, saluran mekanik serta listrik. Namun, bukaan dapat ditempatkan di lokasi yang tidak banyak berpengaruh pada kekakuan dan tegangan dinding. Jika bukaannya kecil, efek dari keseluruhannya akan sangat kecil tetapi jika bukaannya besar, akan berbanding terbalik.

Bukaan agak rumit pada geser dukung strukturalnya. Ketahanan lentur dari struktur pendukung dasar kritis berkurang secara signifikan oleh perubahan mendadak dari komponen dinding di kolomnya. Gambar 2.8 menunjukan dinding geser memakai lubangan.

Gambar 2.8 Dinding geser dengan bukaan

3. Dinding geser berangkai (Couple shear wall)

Dinding geser berangkai mencakup dua ataupun lebih dinding kantilever yang memiliki kelebihan untuk mencakup sistem perletakan lentur alas. Dinding geser kantilever dihubungkan di balok kopel yang cukup kuat untuk mentransfer gaya dari dinding satunya ke dinding lainnya. Gambar 2.9 menunjukan dinding geser berangkai.

(22)

Gambar 2.9 Dinding geser berangkai

Kerangka pada penggabungan struktur dinding geser dan portal bervariasi, dan masalahnya sangat kompleks. Dalam beberapa kasus, perhatian harus diberikan pada defleksi, sifat tegangan, dan metode analisis komputasi aktual untung masing- masing kasus ini. Tiga hal tersebut ialah :

a. Dinding geser yang disambungkan oleh rangka 1 bentang, dinding geser dengan koridor pada salah satu bagiannya adalah contoh dinding serta kolom yang disambungkan pada balok bentang pendek (balok yang menyambung). Hal tersebut terhitung masuk jenis yang eksklusif yang terhubung ke rangka di sisi lainnya. Pada umumnya, desain bentang balok penyambung digunakan jenis pendek, dan defleksi disebabkan oleh dinding dapat memusatkan ketegangan pada kolom serta balok, membuat desain elastis menjadi sulit. Oleh karena itu, upaya sedang dilakukan untuk mengembangkan metode untuk menentukan nilai ketegangan serta faktor penyaluran gaya geser menggunakan bagian aktual dari desain inelastis.

Gambar 2.10 Dinding geser yang dihubungkan dengan portal 1 bentang

(23)

b. Dinding geser kopel (couple shearwall)

Merupakan jenis dinding geser yang dihubungkan dengan balok pendek (balok koridor) serta juga adalah jenis struktural pemikul beban lateral yang cukup dengan memiliki ketegangan memadai. Jika dinding dengan model yang ini diberi beban oleh beban lateral, defleksi yang dihasilkan pada tiap dindingnya dapat dibagi menjadi bagian yang cukup misalnya dinding geser yang dengan sendirinya.

 Deformasi lentur, δB

 Deformasi geser, δS

 Deformasi oleh berputarnya pondasi, δR

Sesuai kasus ini, merupakan defleksi diakibatkan lentur serta juga putaran pondasi bisa terbatas dengan balok penyambung dinding geser yang tidak dapat disamakan menjadi dinding geser yang tunggal. Dalam proses analisis, dinding dianggap sebagai elemen yang dapat diwakili oleh garis tengah pada dinding yang dianggap sebagai portal satu bentang di seluruh sistem. Selanjutnya, metode analisis portal dapat digunakan dengan memakai lentur di dinding serta balok yang dimiliki kawasan kaku (rigid zones) di kedua tepinya.

Gambar 2.11 Coupled Shear wall

c. Dinding geser yang dihubungkan dengan portal

Pada kasus ini dijabarkan dengan contoh rangka yang dihubungkan dengan ke setiap ujung dari dinding geser. Seperti dalam kasus dinding geser couple, sifat defleksi dalam kasus ini dianggap serupa dengan defleksi yang diakibatkan oleh lentur serta juga putaran di dinding geser yang berdiri sendiri di kekang oleh

(24)

balok yang dihubungkan ke dinding geser. Dalam hal ini, tidak sama dengan kasus dinding geser couple. Serupa dengan dinding geser couple, balok saat bersentuhan pada dinding geser berada di bawah ketegangan yang cukup. Ketika kolom saling berdekatan menghadapi konsentrasi ketegangan karena defleksi yang disebabkan pada dinding, dan hitungan sendiri dibuat di khusus ini.

Gambar 2.12 Dinding geser yang dihubungkan dengan portal

2.6.6 Cara Kerja Dinding Geser

Dinding geser merupakan dinding pilihan yang difungsikan menjadi balok fleksibel cantilever yang berfungsi untuk menahan gaya horizontal serta vertikal.

Gaya horizontal yang dimaksud merupakan gaya lateral yang diakibatkan adanya beban gempa maupun angin. Adapun gaya vertikal yang dimaksud merupakan gaya angkat yang diakibatkan oleh perilaku gaya geser yang dihasilkan di sepanjang dinding geser dan menyebabkan puncak di gedung yang menimbulkan guncangan dari puncak lainnya.

Disamping dari beban yang diakibatkan oleh gedung tersebut sebagian akan diambil oleh struktur dinding geser serta akan menjadi beban vertikal meskipun yang pada dasarnya akan menerima lebih banyak beban sendiri dari strukturnya ialah balok dan kolom. Jika dilakukan analisis struktur tiga dimensi, pemasangan pada struktur dinding geser akan mempengaruhi akan kekakuan torsi yang terjadi pada struktur. Ketika struktur direncanakan dinding geser yang jauh dari pusat massa bangunan dan dipasang dalam bentuk yang simetris, maka struktur dinding geser tersebut akan memperkecil nilai dari momen puntir yang membahayakan bagi bangunan tersebut.

(25)

Dalam menentukan letak dinding geser yang paling baik ialah dengan melakukan analisis getar bebas pada struktur tiga dimensi. Analisis ini memberikan bermacam jenis model getaran yang dirasakan oleh sebuah gedung. Bangunan dengan stabilitas baik dicirikan oleh getaran translasi diawal getaran dalam setiap sumbu lemahnya dan ada getaran rotasi bahkan dalam mode tinggi. Prinsipnya ialah dengan mengatur mode getar ke mode tinggi, struktural stabil dari respons putaran, dan ketika struktural menyebabkan gempa, faktor koefisien partisipasinya kecil.

Untuk pelaksanaan di lapangan, dinding geser patut terus dijual dari bawah struktur bangunan tegak lurus pondasi mencapai ketinggian yang dibutuhkan. Hal ini dilakukan agar beban pada dinding geser merupakan beban pada seluruh komponen dinding geser dari atas sampai dengan bagian bawah bangunan. Jika struktur dinding geser tidak menerus ke bawah, situasi yang tidak diinginkan dapat terjadi. Selain itu, saat memasang struktur dinding geser, Anda dapat memilih untuk memasangnya secara vertikal di atas seluruh lebar bangunan, sebagian, atau di luar sebagian lebar bangunan itu sendiri.

2.6.7 Pola Runtuh Dinding Geser

Dinding geser menjadi elemen penopang gaya lateral mempunyai keunggulan khusu karena memberikan perkembangan vertikal di sistem lateral struktural bangunan. Struktural bangunan menggunakan dinding geser menjadi elemen penopang gaya lateral dasarnya berkinerja sangat baik ketika terjadi gempa.

Kejadian ini terlihat pada beberapa kerusakan pada sistem struktural dinding geser pada saat terjadinya seismik pada struktural (Finntel, 1991). Tidak sedikitnya retakan akibat gempa bumi biasanya terjadi dalam bentuk retakan yang juga menjadi bagian bawah dinding serta balok penghubung terutama dalam kasus sistem rangka dinding.

Karakteristik batas yang ada di dinding geser bisa dikelompokan menjadi seperti ini :

 Flexural behavior (perilaku lentur), respons yang dihasilkan ke dinding oleh gaya eksternal dibentuk akibat sistem luluh dari bahan penguat yang menopang lentur. Bagian kegagalan ini umumnya daktail.

(26)

 Flexural-shear behavior (perilaku lentur-geser), disini, keruntuhan geser terjadi setelah luluhnya material tulangan yang menahan lentur.

 Shear behavior (perilaku geser), tempat runtuhnya dinding oleh gaya geser yang tidak menimbulkan pengaku untuk menopang lentur. Karakteristik pembatas ini dapat dibagi terus menjadi kegagalan geser tarik menyilang (pada kemungkinan ulet dikarenakan tulangan patah terlebih dahulu) dan kegagalan geser tekan diagonal (umumnya tidak stabil).

 Sliding shear behavior (perilaku geser runtuh), diberikan beban berulang bolak- balik, retak lentur terbuka lebar di dasar dinding dapat menyebabkan geser geser.

Jenis kegagalan ini rentan dan memiliki perilaku disipatif yang buruk.

Untuk dinding geser yang tergolong dinding geser dengan perbandingan hw/lw, rusaknya diakibatkan sering terjadinya adalah leleh tulangannya tahan tegangan (Finntel, 1991). Pada umumnya terlihat di dinding dengan tulangan vertikal saat lebih sedikit, sehingga beban berulang mengkonsentrasikan regangan dan menumpuk di tempat pecah. Dapat menyebabkan kerusakan yang terjadi di tulangan.

2.7 Perencanaan Dinding Geser 2.7.1 Kekuatan Dinding Geser

Penguatan dinding geser memberikan kedua bagian di keadaan yang khusus. Syarat yang dipergunakan ialah menjadikan jumlah minimal tulangan serta tebal dinding saat penggunaan selama teknis berlangsung. Persyaratan penulangan minimum adalah:

𝑉𝑢 >0,166𝜆𝐴𝑐𝑣√𝑓′cmaupun tebal dinding >25cm (2.10) Dimana :

𝑉𝑢 = Gaya geser ultimate dinding geser 𝐴𝑐𝑣 = Luasan penampang dinding geser (m2)

Perhitungan rasio tulangan minimum ialah (ρv serta ρh) ≥0.0025, tetapi kecualikan dinding yang kurang dari 0,083ACV√𝑓′c, perhitungan rasio tulangannya adalah sebagai berikut :

(27)

a. Rasio tulangan vertikal minimum

𝜌𝑢 = 0,0012 pada penulangan polos tidak melebihi diameter 16 milimeter = 0,0015 pada penulangan deformasi

= 0,0012 pada wires meshs tidak melebihi W30 diameter 16 milimeter b. Rasio tulangan horisontal minimum

𝜌= 0,0020 pada penulangan polos tidak melebihi diameter 16 milimeter = 0,0025 pada penulangan deformasi

= 0,0010 pada wires meshs tidak melebihi W31 diameter 16 mm

Tabel 2.2 Faktor Panjang Efektif k Untuk Dinding

Sementara gaya geser (shear demands) pada struktur yang dapat diambil oleh struktur dinding geser dengan hitungan sebagai berikut :

ɸ𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 (2.11)

Dimana :

𝑉𝑢 = Gaya geser faktor

𝑉𝑛 = Kuat geser nominal dinding geser

∅ = Nilai reduksi kekuatan

Dengan ϕ merupakan nilai reduksi gaya geser sebesar 0,5 (beban lentur) serta 0,85 (beban lain).

Kekuatan geser yang dirancang (Vn) patut bias memikul gaya geser yang telah didapatkan, oleh karena itu nilai hitungan yang dipakai akan melebihi dari gaya geser akhir dengan merupakan parameter perencanaannya. Hal tersebut sangat dibutuhkan untuk menjauhi kerusakan struktur. Dengan Vn sesuai persyaratan ialah sebagai berikut:

(28)

𝑉𝑛 = 𝐴𝑐𝑣(0.166√𝑓′c) (2.12) Untuk dinding pendek (rasio hw/lw < 2)

𝑉𝑛 = 𝐴𝑐𝑣(0.083

α

c√𝑓′c) (2.13)

Dimana :

𝐴𝑐 = 0,25 saat hw/lw≤1,5 = 0,17 saat hw/lw≥2,0

=ketika hw/lw antara 1,5 hingga 2,0 berubah menjadi linier antar 0,25 serta 0,17

ℎ𝑤 = tinggi dinding 𝑙𝑤 = panjang dinding

Hitungan gaya geser maksimum yang didapatkan dinding geser adalah menjadi berikut :

𝑉𝑢 = 1,2𝑉D+f1𝑉L ±𝑉E = 0,9𝑉D±𝑉E (2.14) Dengan : f1 merupakan koefisien sebesar nilai 1,0 untuk beban hidup melebihi 500 kg/m2. Untuk beban hidup yang lebih kecil, gunakan faktor f1= 0,5. Dimana, hitungan gaya geser di dinding geser akan dipertimbangkan gaya geser yang didapatkan dinding, pada akhirnya perlunya dijadikan perbedaan antara metode hitungan yang dipakai ialah metode yang sesederhana atau lebih detail.

(29)

Tabel 2.3 Kapasitas Gaya Geser Pada Beton

Oleh karena itu, kuat geser maksimal bisa dipikul dengan dinding geser yaitu :

𝑉𝑛 = 𝐴𝑐𝑣(0.083√𝑓′c) (2.15)

Gambar 2.13 Gaya geser pada struktur

Berdasarkan standar American Concrete Institute (ACI) 2014 disebutkan pada tegangan aksial maksimal patut bernilai lebih kecil dari 0,2f’c. Boundary zones harus dirancang pada tiap bagian dari dinding dengan ketentuan :

Lbz = 0,25LW untuk Pu = 0,35Po (2.16) Lbz = 0,15LW untuk Pu = 0,15Po (2.17) Dengan Pu merupakan nilai sebesar persilangan linier nilai 0,15 Po dan 0,35 Po. Panjang minimum dari boundary zones paling minimal adalah 0,15 Lw

(30)

Gambar 2.14 Ketentuan Panjang Boundary Zone.

Di daerah boundary zones tidak ada mempunyai penyambungan las untuk setiap sambungan plastis. Namun kekuatan dari sambungan yang digunakan patut mempunyai nilai kekuatan minimal 160% lebih besar dari kekuatan tulangan luluh, atau minimal 95% dari kekuatan tulangan fu nya.

Tegangan (Strain) pada strukturalnya harus membutuhkan analisis yang merupakan hasil dari nilai Mn serta Cu yang didistribusikan dari tegangan pada beton ialah At↋cy =0,003

Gambar 2.15 Diagram Tegangan dan Regangan

Dalam penentuan boundary zones, hal yang biasa dikerjakan yaitu mendetailkan boundary zones itu sendiri yang diperlukan pada saat regangan yang diakibatkan tekanan pada bagian dinding yang lebih kecil dari 0.003 (↋max<0,003).

Tegangan serta lendutan dapat dilihat sesuai dengan sisi yang sudah rusak, pergerakan gempa bumi yang tidak di reduksi dan juga perilaku struktur yang non-linier. Jadi pendetailan pada boundary zones hanya dapat ditentukan jika dinding mengalami regangan yang nilai lebih besar dari 0,003.

(31)

Sebaliknya, jika nilai dari regangan tekan maksimal lebih besar atau sama dengan 0,003 ataupun dengan nilai 0,015, berdasarkan ACI:2014 dijelaskan mengenai pendetailan tidak disyaratkan apabila balok memanjang ditekan.

C <

𝐿𝑤

{600∆𝑢

𝐻𝑤)}

(2.18)

∆𝑤

∆𝑢 𝐻𝑤

< 0,007 atau

∆u

< 𝐻𝑤

150 (2.19)

Jika rincian lebih lanjut diperlukan di area boundary zones, persyaratan yang diberlakukan ialah lebih dari setengah nilai C atau pengurangan 10% dalam pengaturan panjang dinding (Lw) panjang (Lbz). Desain dinding Dasar dinding prismatik berdasarkan panjang elastisitas lentur (Δe).

2.7.2 Persyaratan Tulangan

Penulangan geser patut disiapkan dalam dua arah tegak lurus di bagian dalam dinding. Nilai minimal penulangan untuk arah vertikal serta arah horisontal berdasarkan SNI 2847-2019, yaitu :

 Apabila gaya geser rencana, 𝑉𝑢 >0,083𝜆𝐴𝑐𝑣√𝑓′c, rasio tulangan 𝜌𝐼 dan 𝜌𝑡 lebih kecil dari 0,0025

Dengan ;

𝜌𝐼 = rasio luas penulangan di seluruh elemen yang tegak lurus bidang 𝐴𝑐𝑣, terhadap luasannya gros beton 𝐴𝑐𝑣

𝜌𝑡 = rasio luas penulangan di seluruh bidang yang sejajar bidang 𝐴𝑐𝑣, terhadap luas gros beton yang tegak lurus dengan tulangannya

 Jarak penulangan di setiap arah dinding struktur harus lebih kecil dari 450 mm

 Untuk gaya geser rencana, 𝑉𝑢 <0,083𝜆𝐴𝑐𝑣√𝑓′c, rasio penulangan minimum pada Tabel 2.14 dapat digunakan

(32)

Tabel 2.4 Tulangan Minimum Untuk Dinding dengan Geser Sebidang 𝑉𝑢 ≤0,5ɸV𝑐

 Dalam beberapa kasus, perlu dipasangkan setidaknya dua lapis tulangan jika 𝑉𝑢 > 0,17𝐴𝑐𝑣𝜆√𝑓′c

2.7.3 Kuat Geser

Dikatakan bahwa kekuatan geser dinding geser cukup jika kondisi berikut ini terpenuhi :

 𝑉𝑢 ≤ ɸ𝑉𝑛 (2.20)

Dimana :

𝑉𝑢 = Gaya geser faktor

𝑉𝑛 = Kuat geser nominal dinding geser ɸ = Faktor reduksi kekuatan

Berdasarkan pasal 21.2.4 SNI 2847-2019, faktor reduksi kuat geser untuk dinding struktur, yang didesain untuk menahan beban gempa patut dianggap senilai 0,6 jika kuat penampang nominal lebih kecil dari kuat geser nominal yang diperlukan beton.

Kuat geser nominal dinding struktur ditetapkan sesuai pasal 18.10.4.1 SNI 2847-2019, seperti berikut :

𝑉𝑛 = 𝐴𝑐𝑣c𝜆√𝑓′c + 𝜌𝑡𝑓y) (2.21) Dengan :

α

c = 0,25 jika hw/lw≤1,5

= 0,17 jika hw/lw≥2,0

(33)

= Interpolasi dari antar 0,25 serta 0,17, jika hw / lw diantara 1,5 serta 2,0 hw = Tinggi dinding

lw = Panjang dinding

 Nilai rasio hw / lw yang dipakai ketika menghitung 𝑉𝑛 untuk bagian-bagian dinding patutlah nilai yang lebih besar dari rasio hw / lw untuk dinding secara menyeluruh dan untuk bagian dinding yang dipertimbangkan. Hal ini guna memastikan bahwa kekuatan geser dari setiap bagian dinding tidak melebihi kekuatan geser dinding keseluruhannya.

 Jika hw / lw tidak lebih besar dari 2,0, rasio penulangan 𝜌𝐼 harus lebih besar atau sama dengan rasio penulangan 𝜌𝑡

 Kekuatan geser nominal sistem dinding struktur yang berlangsung bersamaan menopang beban lateral kurang dari nilai 0,66𝐴𝑐𝑣√𝑓′c dimana 𝐴𝑐𝑣 ialah luasan dari penampang seluruh sistem dinding struktur, serta kekuatan geser nominal setiap dinding vertikal sendirinya kurang dari nilai 0,83𝐴𝑐w√𝑓′c dengan 𝐴𝑐w

ialah luasan penampang dinding yang diperhatikan.

 Untuk bagian dinding horisontal yang berisi balok couple, nilainya kurang dari nilai 0,83𝐴𝑐w√𝑓′c dengan 𝐴𝑐w ialah luasan penampang dinding horisontal maupun balok couple.

2.7.4 Beban Lentur dan Aksial

Untuk dinding struktur ketika didesain menopang beban aksial serta momen lentur, maka kuat lentur dari dinding harus ditentukan seperti halnya prosedur untuk kolom ketika dibebani gaya tekan serta momen torsinya.

Semua tulangan pada seluruh penampang dinding termasuk pada komponen batas (boundary element) harus diperhitungkan untuk menentukan kapasitas dari dinding tersebut. Bukaan pada dinding juga harus dipertimbangkan dalam analisis.

Apabila dinding geser saling berpotongan di satu titik, maka akan terbentuk penampang L atau T. Dalam hal ini, maka lebar sayap efektif yang terbentuk harus diambil dari yang paling kecil antara setengah jarak antar dinding yang berdekatan maupun 25% dari tinggi total dinding.

(34)

2.8 Stabilitas Gedung Bertingkat 2.8.1 Pusat Massa

Benda kaku dipandang terdiri dari beberapa partikel, dan gravitasi terjadi pada masing-masing partikel ini. Artinya, setiap partikel memiliki beratnya sendiri.

Bagian pusat suatu benda adalah sebuah titik atau di sekitar objek, dan berat seluruh tiap objek terkonsentrasi di titik itu. Pusat gravitasi bidang bisa diperhitungkan dengan matematik yaitu:

Gambar 2.16 Titik Berat Bidang

Sama halnya ditunjukkan di Gambar 2.16 di atas, sebuah bidang datar dengan luasan bidang A. Koordinat dA adalah (x,y) dan koordinat titik berat bidang adalah (X,Y). Data dan hubungan bisa ditetapkan berdasarkan berikut ini:

XA =xdA (2.22)

YA = ydA (2.23)

Karena definisi integral di sini ialah penjumlahan, maka persamaan XA serta YA di atas juga dapat dijelaskan dalam persamaan dibawah ini:

XA =x1A1+x2A2+x3A3+………..+xnAn (2.24) YA =y1A1+y2A2+y3A3+………..+ynAn (2.25)

(35)

2.8.2 Puntir (Torsi)

Torsi merupakan puntiran dalam berbagai hal, seringkali gaya yang disebabkan batang berputar pada sumbu vertikalnya. Gaya-gaya yang dihasilkan dari tegangan puntir adalah beberapa momen puntir eksternal yang saling mengimbangi.

Puntiran terjadi pada struktur beton monolitik. Secara khusus, ini terjadi ketika beban dilakukan pada jarak selain nol dari sumbu vertikal komponen struktural. Balok tepi di bagian panel lantai, balok ujung saat dibebani dari satu bagian, atap kanopi dari halte bus yang ditopang oleh sistem balok pada kolom, balok penopang di lantai, tangga lingkaran, hal tersebut memiliki struktur momen puntir Contoh elemen. Tegangan geser yang cukup besar dihasilkan. Hasilnya adalah retakan yang bisa menyebar di luar kondisi syaratnya. Dalam keadaan sebenarnya dari balok tepi sistem struktur, faktor kegagalan karena puntiran umumnya tidak perlu menjadi perhatian. Hal tersebut karena stres dihargai dalam struktur. Hampir seluruh balok beton persegi yang dipuntir memiliki elemen penampang persegi, seperti penampang flens seperti penampang balok T dan L.

Kemampuan beton sederhana untuk menopang puntiran bila digabungkan dengan beban lainnya jauh lebih kecil daripada yang dapat menahan momen saja. Torsi eksternal bisa sama tanpa menyambungkan dengan kekuatan lain. (Sumber: Dr.

Beton Bertulang Edward G. Nawi, P.E.). Puntir umumnya disebabkan oleh rotasi balok atau kolom di sekitar sumbu. Rotasi yang disebabkan akibat beban yang titik lelahnya tidak pada sumbu simetris vertikal. (Sumber: Pondasi Proyek Beton Bertulang oleh Ir. W.C. Vis dan Ir. Gideon H. Kusuma M.Eng).

A. Pengaruh torsi

Jika beban lateral cenderung memutar bangunan secara vertikal, beban lateral dapat menyebabkan bangunan terpuntir. Torsi adalah pengaruh momen, termasuk putaran atau puntiran, yang terjadi pada penampang tegak lurus terhadap spindel elemen. Hal ini terjadi ketika pusat beban tidak berhimpitan dengan elemen vertikal beban lateral dan pusat kekakuan sistem tahanan struktur. Eksentrisitas antara pusat kekakuan dan massa bangunan dapat menyebabkan gerakan puntir pada saat

(36)

gempa. Torsi ini meningkatkan perpindahan pada titik-titik ekstrim bangunan dan dapat menyebabkan masalah dengan elemen penahan lateral di tepi bangunan.

Torsi yang dihasilkan pada suatu bangunan dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, seperti bentuk bangunan, efek gangguan pada bangunan lain, dan efek dinamis, namun seringkali desainer mengabaikan efek tersebut. Torsi tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat dikurangi atau setidaknya dirancang untuk dikenali (Astariani, N.K., 2010).

B. Torsi bawaan

Untuk diafragma fleksibel, distribusi gaya lateral pada setiap lantai harus memperhitungkan efek momen puntir bawaan (Mt) karena eksentrisitas antara posisi pusat gravitasi dan pusat kekakuan. Untuk diafragma fleksibel, distribusi gaya pada elemen vertikal harus memperhitungkan posisi dan distribusi massa yang didukungnya.

C. Torsi tak terduga

Jika diafragma tidak fleksibel, desain harus mencakup momen puntir bawaan (Mt) (kN) akibat posisi massa struktur dan momen puntir tak terduga (Mta) akibat perpindahan pusat gravitasi. . Dari posisi sebenarnya yang diasumsikan di setiap arah dengan jarak 5% dari dimensi struktur yang tegak lurus terhadap arah gaya yang diterapkan.

Jika gaya gempa diterapkan secara simultan dalam dua arah ortogonal, perpindahan pusat gravitasi 5% yang diperlukan tidak perlu diterapkan secara bersamaan di kedua arah ortogonal, tetapi dalam arah yang menghasilkan efek yang lebih besar. Torsi tak terduga ditunjukkan pada Gambar 2.17

(37)

Gambar 2.17 Torsi Tak Terduga

Torsi tak terduga harus diterapkan pada semua struktur untuk menentukan adanya ketidakteraturan horizontal. Dengan pengecualian struktur berikut, tidak perlu mempertimbangkan momen puntir tak terduga (Mta) saat menentukan gaya gempa E dan batas dalam desain struktur dibawah ini :

 Struktur horisontal tipe tidak beraturan 1b desain seismik kategori B struktur

 Kategori desain seismik struktur C, D, E, dan F dengan ketidakteraturan struktur horizontal tipe 1a dan tipe 1b.

D. Pembesaran torsi tak terduga

Ketidakberaturan torsi tipe 1a atau 1b harus memiliki efek yang dihitung dengan mengalikan Mta setiap lantai dengan faktor ekspansi torsi (Ax) yang kategori desain seismik C, D, E , dan F untuk struktur yang dirancang yang ditentukan oleh persamaan dibawah ini :

(2.26) Dimana :

max : perpindahan maksimal di tingkat x (milimeter) yang dihitung dengan asumsi Ax = 1 milimeter

avg : Perpindahan rata-rata pada titik terjauh struktur pada tingkat x, dihitung dengan asumsi Ax = 1 milimeter

Rasio pembesaran torsi (Ax) tidak boleh melebihi 1 atau 3,0. Beban yang lebih ketat dari elemen individu perlu dipertimbangkan untuk desain.

(38)

Gambar 2.18 Pembesaran Torsi Tak Terduga

2.8.3 Simpangan Antar Lantai

Simpangan antar lantai merupakan pergeseran (defleksi) posisi antara pusat gravitasi lantai dengan lantai diatas dan dibawahnya akibat penyerapan beban pada struktur. Berdasarkan SNI 1726-2019, yang ada hanya kinerja batas ultimit, tanpa mempertimbangkan kinerja batas simpangannya. Lendutan pusat gravitasi pada tingkat x (δx) (milimeter) harus ditentukan menurut persamaan dibawah ini :

δ

x

=

𝐶𝑑 δxe

𝐼𝑒

(2.27)

dimana :

Cd = faktor amplifikasi

δxe = defleksi pada tata letak yang disyaratkan Ie = faktor keutamaan gempa

(39)

Gambar 2.19 Penentuan simpangan antar tingkat

Simpangan antara lantai rancangan (∆) kurang dari simpangan antara lantai izinnya (∆a) sama halnya pada Tabel 2.5 pada tingkatan yang sama.

Tabel 2.5 Simpangan Antar Tingkat Izin, ∆a

Maksud dari pembatasan ini adalah agar struktur tidak terlalu kaku serta tidak terlalu lentur. Struktur yang terlalu kaku tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan struktural, dan struktur yang terlalu fleksibel memiliki efek yang tidak menyenangkan bagi penghuninya.

(40)

2.8.4 Pengaruh P-Delta

Pengaruh delta-P terhadap geser serta momen lantai, gaya dan momen yang dihasilkan elemen struktur, serta perpindahan yang dihasilkan antar lantai tidak perlu mempertimbangkan faktor stabilitas (θ) yang nilainya kurang dari 0,1 seperti pada persamaan di bawah ini:

(2.28)

Dimana :

Px : Total beban rencana vertikal pada tingkat x, saat menghitung Px, faktor beban individual tidak harus lebih dari 1,0

Δ : Simpangan antara lantai rencana, terjadi pada saat yang sama dengan Vx

(milimeter)

Vx : Gaya geser seismik yang bekerja antara tingkat x serta tingkat x–1 (kN) Koefisien stabilitas (θ) harus kurang dari nilai θmax yang ditentukan seperti di bawah ini:

(2.29)

Dengan β merupakan rasio kebutuhan geser terhadap tahanan geser tingkat x dan x–1. Rasio ini diizinkan diambil 1,0. Apabila koefisien stabilitas (θ) melebihi nilai 0,1 tetapi tidak melebihi atau sama dengan nilai dari θmax, faktor peningkatan terikat pada pengaruh P-Delta dengan perpindahan dan gaya komponen struktur patut ditentukan melalui analisis yang masuk akal. Seperti contoh, yang disyaratkan untuk mengalihkan dengan gaya elemen struktur adalah 1,0/(1–θ).

Jika θ > θmax, maka struktural akan menjadi tidak stabil dan perlu di desain kembali. Jika pengaruh P-Delta digabung dalam analisa otomatisnya, persamaan θmax tetap perlu dipakai, meskipun, nilai teta (θ) yang dicari dari persamaan θ memakai hasil analisa P-Delta dibolehkan membaginya dengan (1+θ) sebelum dikoreksi dengan nilai dari θmax.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa kelas XII dalam mengikuti kegiatan keagamaan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Luragung, tingkat

Pengendalian mutu konscp six sigma pada perusahaan beton ready mix merupakan sebagai proses manajcmcn mutu produk betOn ready mix, permasalahan yang timbul adalah

Faktor yang terakhir pada penelitian ini yaitu pertumbuhan arus kas, menurut Yuana (2014) arus kas perusahaan dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu arus kas operasi, arus kas

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut solusi yang dapat dilakukan adalah dengan mengotomatisasi proses segmentasi pelanggan dan melakukan clustering berdasarkan

Daripada mengumpulkan orang di sekelilingmu saja, lebih baik membuat sistem rantai pendampingan sesuai dengan 2 Timotius 2:2: “Apa yang telah engkau dengar dari padaku

al ini disebabkan karena adanya perbedaan luas penampang di titik a dan titik b pada kondisi dimana debit yang mengalir pada  penampang a sama dengan debit yang mengalir pada

Semakin banyak anak yang tidak diimunisasi maka semakin banyak anak yang tidak terlindungi dan rentan tertular penyakit berbahaya, seperti wabah polio tahun 2005 - 2006 di sukabumi,

Tidak sampai di situ, Iqbal juga menekankan mencintai ego orang lain sebab dengan dengan rasa cinta terhadap ego orang lain, berarti kita membuat ego lebih