Available online:
http://journal.imla.or.id/index.php/arabi
Arabi : Journal of Arabic Studies, 8 (1), 2023, 67-79 DOI: http://dx.doi.org/10.24865/ajas.v8i1.536
Analisis Konten Budaya pada Buku Ajar BIPA “Ramah Berbahasa Jilid 1”
untuk Penutur Bahasa Arab
Fauzan, Azkia Muharom Albantani, Fatkhul Arifin, Kisno Umbar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia
Corresponding E-mail: [email protected] Abstract
This research is aimed at examining the BIPA teaching book "Language Friendly Volume 1" published by Antasari Banjarmasin State Islamic University from several aspects: First, a review of the suitability of the material with the Graduate Competency Standards (SKL) stipulated in the Permendikbub from its accuracy and cultural content.
Second, this research is aimed at examining the suitability of material for Arabic speakers, this refers to the fact that Arabs often dominate BIPA participants at UIN Antasari. This study uses a qualitative approach because the data are in the form of narratives or text. The method used by researchers is content analysis. The indicators used in analyzing the book's content were adopted from Muslich, and the rating interval was adopted from the scale developed by Nurgiyantoro. The results of this study revealed that the BIPA textbook "Language Friendly Volume 1" designed for the A1 level of need, was still "not appropriate" with a percentage of 50%. The drawback is that the author is inconsistent in presenting the material, narrative, dialogue, and Indonesian insights. There is also material content that is not yet time to be delivered at the A1 level. This BIPA textbook is considered not suitable for use by Arabic speakers or even other foreign speakers.
Keywords: BIPA, content feasibility, cultural content, Arabic speakers Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menelaah buku Ajar BIPA "Ramah Berbahasa Jilid 1"
yang diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin dari beberapa aspek: Pertama, tinjauan kesesuaian materi dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang ditetapkan dalam Permendikbud dari akurasinya dan konten budayanya. Kedua, penelitian ini bertujuan untuk menelaah kesesuaian materi untuk penutur Arab, ini mengacu pada fakta bahwa peserta BIPA di UIN Antasari kerap didominasi dari Arab.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena ditinjau dari datanya berupa narasi-narasi atau teks. Adapun metode yang digunakan peneliti ialah analisis isi.
Indikator yang digunakan dalam analisis isi buku tersebut diadopsi dari Muslich dan Interval penilaiannya diadopsi dari skala yang dikembangkan Nurgiyantoro. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa buku ajar BIPA "Ramah Berbahasa Jilid 1" yang didesain untuk tingkat kebutuhan A1 masih "kurang sesuai" dengan presentase 50%.
Kekurangannya, penyusun tidak konsisten dalam menyajikan materi, baik narasi, dialog, dan wawasan keindonesiaan, juga ada muatan materi yang belum saatnya disampaikan pada tingkat A1. Buku ajar BIPA ini dianggap tidak sesuai digunakan untuk penutur Arab atau bahkan penutur asing lainnya.
Keywords: BIPA, kelayakan isi, muatan budaya, penutur Arab
Pendahuluan
Buku ajar dalam program bahasa Indonesia untuk penutur Asing (BIPA) yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi di Indonesia masih menyisakan banyak permasalahan. Deretan permasalahan tersebut dimulai dari keterbatasan buku-buku yang menjadi sumber acuan, konten buku ajar BIPA tidak sepenuhnya sesuai minat penutur asing, materi yang tidak sesuai kebutuhan pengajaran, dan minimnya konten budaya (Mulyati & Sulistianingsih, 2019). Padahal, buku ajar memainkan peran penting dalam pembelajaran bahasa, karena selain motivasi dan kompetensi pembelajar, tingkat keberhasilan dalam pembelajaran BIPA juga ditentukan oleh buku ajar. Beberapa pendidik menganggap buku ajar berfungsi sebagaimana kurikulum dalam memengaruhi isi dan cara penyampaian materi ajar di kelas (Macalister, 2016). Isi materi dalam buku ajar juga sangat mempengaruhi jalannya pembelajaran dengan signifikan dalam memperlancar proses pendidikan (Garton & Graves, 2014).
Permasalahan lain yang kerap ditemukan ialah program BIPA yang ditawarkan oleh lembaga perguruan tinggi dan non perguruan tinggi lebih menyasar pada keterampilan pemelajar dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dibanding mempelajarinya secara linguistik (Rahma
& Suwandi, 2021). Beberapa program seperti Darmasiswa dan KNB (Kemitraan Negara Berkembang) menyediakan fasilitas BIPA untuk mahasiswa yang ingin belajar bahasa Indonesia dan menyelesaikan pendidikan formal di Indonesia. Namun, di sisi lain, lembaga non-pendidikan tinggi lebih diminati oleh para pelaku bisnis dan ekonomi, seperti tenaga asing atau para pemimpin perusahaan asing (Handayani & Isnaniah, 2020).
Untuk mendukung program BIPA, Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan (PPSDK) Kemendikbud telah mengeluarkan serangkaian buku ajar BIPA yang diberi judul
"Sahabatku Indonesia". Seri buku ajar BIPA yang terdiri dari 18 buku tersebut disusun oleh PPSDK- Badan Bahasa untuk berbagai bahasa, seperti: Perancis, Inggris, Arab, Vietnam, Thai, dan Filipina (Primantasri, 2018). Tujuan dari penyusunan buku ajar BIPA tersebut adalah untuk 1) mempersiapkan kurikulum untuk kegiatan penyebaran bahasa Indonesia di luar negeri; 2) menyediakan materi untuk kegiatan penyebaran bahasa Indonesia di luar negeri; dan 3) menyediakan bahan evaluasi untuk kegiatan penyebaran bahasa Indonesia di luar negeri (Suyitno, 2017).
Buku ajar BIPA yang diterbitkan oleh PPSDK masih belum dianggap sempurna, karena buku ajar dianggap baik apabila memenuhi kriteria kelayakan, yaitu kelayakan isi, kebahasaan, penyajian, dan kegrafikaan. Kelayakan isi berkaitan dengan kesesuaian isi buku dengan kompetensi yang akan dicapai. Kelayakan kebahasaan berkaitan dengan penggunaan bahasa yang mudah dimengerti oleh pembelajar. Kelayakan penyajian berkaitan dengan pembangunan motivasi dan kreativitas pembelajar. Sedangkan kelayakan kegrafikaan berkaitan dengan penampilan fisik buku yang dapat mendukung pemahaman isi buku oleh pembelajar (Kurniawan et al., 2022). Kritik terhadap buku ajar tersebut diungkapkan dalam penelitian (Kurniasih & Isnaniah, 2019) menunjukkan bahwa diperlukan buku matrikulasi prapengajaran yang sesuai dengan korpus data bahasa untuk memahami isi buku. Selanjutnya ada penelitian (Septyani et al., 2020) yang mengungkapkan bahwa buku berjudul “Sahabatku Indonesia” tingkat madya kurang layak untuk digunakan. Hal ini terkait dengan teks atau bacaan yang disajikan. Teks yang terdapat pada buku memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi sehingga justru terlalu mudah. Teks yang terlalu mudah membuat pemelajar tidak memiliki motivasi untuk belajar.
Selain PPDSK, beberapa perguruan tinggi juga menerbitkan buku ajar untuk mendukung pembelajaran BIPA seperti Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin yang berjudul
“Ramah Berbahasa” dalam dua jilid. Jika buku yang terbitkan PPDSK telah banyak mendapatkan perhatian peneliti, buku BIPA yang diterbitkan oleh tim penulis BIPA UPB UIN Antasari Banjarmasin belum banyak mendapatkan perhatian peneliti. Sebagai sebuah produk, buku ajar tentunya harus melewati uji kelayakan bila ingin diproduksi dan didistribusi secara luas (Cunningsworth, 1995). Buku ajar harus memuat materi yang sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kelayakan berdasarkan kesesuaian tersebut dikarenakan
BIPA merupakan salah satu program pelatihan yang diperlukan dalam rangka meningkatkan fungsi bahasa negara sebagai bahasa Internasional dan pemenuhan kebutuhan tenaga kerja asing akan program pelatihan bahasa Indonesia.
Penelitian ini bertujuan menelisik secara kritis isi buku ajar BIPA dan kesesuainnya dengan kebutuhan para penutur asing. Pemilihan buku ajar BIPA ”Ramah Berbahasa” jilid 1 dan 2 itu dilandaskan atas beberapa pertimbangan. Pertama, buku ajar yang telah diterbitkan sejak 2019 itu nyaris belum banyak dikaji oleh peneliti, bahkan dengan pencarian google cendekia juga tidak berhasil ditemukan. Kedua, buku yang diterbitkan oleh PPDSK masih menyisakan persoalan, sehingga kehadiran buku “Ramah Berbahasa” bisa menjadi opsi untuk menyempurnakan dan menutup kekurangan dari buku ajar BIPA yang telah ada. Ketiga, ketergunaan buku yang sangat signifikan untuk mendukung program BIPA di UIN Antasari Banjarmasin menjadikan evaluasi dari peneliti eksternal yang independen sangat dibutuhkan. Keempat, dalam pengantar penerbitan buku tersebut tidak secara khusus menyebutkan siapa sasaran pengguna buku ajar tersebut, apakah untuk penutur bahasa Inggris, penutur Arab atau justru bisa digunakan tanpa memandang bahasa pertama penutur.
Penelitian tentang program BIPA ini bukanlah hal yang baru di Indonesia, sebab cikal program BIPA telah eksis sejak tahun 1973 yang diawali oleh Universitas Negeri Malang (UM) melalui program kerja sama dengan mahasiswa asing dan di tahun 1999 baru secara khusus BIPA dibentuk secara resmi. Lamanya usia program BIPA tersebut ternyata tidak berbanding signifikan dengan pengembangan buku ajar BIPA di Indonesia. Mulyati & Sulistianingsih (2019) mengungkapkan fakta bahwa sekarang ini masih minim buku ajar BIPA yang sesuai dengan minat penutur asing, padahal menurut Siroj (2015) minat mahasiswa asing sangat tinggi untuk mempelajari bahasa Indonesia. Ditambah lagi, ada fakta menarik yang diungkapkan (Mustakim, 2003) dari 43 buku ajar BIPA tidak semua buku ajar memberikan materi segala aspek sosial budaya yang ada di masyarakat Indonesia, kecuali hanya sebagian saja yaitu 24 buku saja (54%). Fakta-fakta tersebut menjadi alasan yang mengukuhkan aspek sosial budaya dalam buku ajar BIPA benar-benar harus diperhatikan.
Konten sosial budaya dalam buku ajar BIPA “Ramah Berbahasa” menjadi menarik untuk ditelaah bila ditarik untuk penutur Arab. Penutur Arab dipilih tentu karena seringnya buku tersebut digunakan untuk pelajar dari Timur Tengah yang identik dengan penutur bahasa Arab (Arabic native speaker). Apakah konten yang dimuat dalam buku tersebut telah sesuai dengan minat pemelajar.
Agar hasil yang diperoleh lebih komprehensif, peneliti juga menelaah buku tersebut dari berbagai aspek sesuai dengan standar kelayakan buku ajar yang dikembangkan oleh (Muslich, 2010), yang terdiri dari tiga komponen penting yaitu kesesuaian uraian materi dengan Elemen Kompetensi (kelengkapan, keluasan, dan kedalaman materi), keakuratan materi (akurasi prosedur, akurasi soal, akurasi fakta, contoh, dan isi), serta materi pendukung pelajaran (kemutakhiran fitur, contoh, dan rujukan, penalaran, penerapan, dan daya tarik materi).
Berdasarkan tinjauan terhadap penelitian terdahulu dan masalah yang berkembang dalam keterbatasan adanya buku ajar BIPA yang sesuai kebutuhan penutur asing, peneliti ingin menelaah buku ajar BIPA “Ramah Berbahasa” yang dikembangkan oleh UIN Antasari Banjarmasin dari beberapa aspek, pertama dari muatan konten budaya dan kesesuaiannya dengan penutur bahasa Arab. Kedua, bagaimana kesesuaian isi buku dengan pedoman yang telah diterbitkan oleh PPSDK.
Upaya membedah buku ajar BIPA itu karena belum banyak dikaji oleh peneliti terdahulu, sehingga penting untuk dibedah dan diungkap keunggulan buku tersebut sehingga dapat menjadi input dalam pengembangan buku ajar BIPA yang dikembangkan PPSDK, serta diungkap pula kelemahan atau bahkan kesalahan untuk menjadi perbaikan bagi penyelenggara program BIPA.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis isi (content analysis).
(Krippendorff, 2018) menjelaskan bahwa analisis isi merupakan suatu metode penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan sahih datanya dengan memperhatikan
konteksnya. Senada dengan Krippendorff, Berelson & Kerlinger menerangkan, analisis isi ialah metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik, objektif, dan kuantitatif terhadap pesan yang tampak (Krippendorff, 1993). Dalam penelitian ini, instrumen utama adalah peneliti sendiri yang terlibat langsung dalam kegiatan analisis konten buku, membuat tabulasi dan klasifikasi data. Sementara itu, instrumen penilaian yang digunakan dalam kajian ini adalah instrument penilaian buku ajar yang diderivasi dari (Muslich, 2010), yaitu kesesuaian materi dengan elemen kompetensi, keakuratan materi, dan materi pendukung pelajaran. Untuk materi pendukung, penelitian ini memfokuskan pada teks sosial budaya yang selalu berada di akhir subbab. Peneliti akan menggunakan komponen penilaian dengan skala 1 s.d 4, nilai 1 untuk kategori kurang, nilai 2 untuk kategori cukup, nilai 3 untuk kategori baik, dan nilai untuk kategori sangat baik/sesuai.
Adapun indikator yang akan dinilai, peneliti meminjam indikator yang dikembangkan oleh Muslich (2010) sebagai berikut:
Tabel 1. Indikator penilaian buku
No. Komponen Indikator 1 2 3 4
1 Kesesuaian Materi dengan SKL 1) Kelengkapan materi 2) Keluasan Materi 3) Kedalaman Materi 2 Keakuratan Materi 4) Akurasi prosedur
5) Akurasi fakta, contoh, dan isi 6) Akurasi soal
3 Materi Budaya 7) Keterkinian fitur, contoh, dan rujukan 8) Penalaran
9) Penerapan
10) Kemenarikan materi
Jika dihitung dengan rumus persentase, dapat dilihat sebagai berikut:
F
P = --- x 100%
N
Hasil perhitungkan dalam bentuk persentase kemudian disesuaikan dengan standar yang digunakan untuk menentukan kesesuaian. Standar kesesuaian dalam penelitian ini diadaptasi dari penggolongan persentase untuk skala lima (Nurgiyantoro, 2018), sebagai berikut:
Tabel 2. Interval Penilaian Interval Presentase Kriteria
85%-100% Sangat sesuai
75%-84% Sesuai
60%-74% Cukup sesuai
40%-59% Kurang sesuai
0%-39% Sangat Kurang Sesuai
Adapun dokumen yang dianalisis berupa buku ajar BIPA “Ramah Berbahasa” jilid 1 dan 2 yang disusun dan disebarluaskan oleh Universitas Islam Negeri Antarasi Banjarmasin. Buku tersebut juga berkedudukan sebagai sumber data primer dalam penelitian ini. Data sekunder dari ketentuan dan standardisasi buku ajar BIPA yang ditetapkan oleh PPSDK, dan penelitian terdahulu berkaitan dengan buku ajar BIPA yang telah dipublikasikan jurnal ilmiah dan bisa diakses terbuka. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan ialah dokumentasi, wawancara, dan juga didukung dengan focus group discussion (FGD) untuk memverifikasi temuan dengan para pakar. Adapun langkah analisis seperti yang telah ditetapkan (Miles & Huberman, 1994) pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil dan Pembahasan
Dalam pengajaran bahasa, buku ajar digunakan sebagai salah satu media pembelajaran mulai dari prosedur, konsep, strategi, dan keterampilan berbahasa (Tomkins & Hoskisson, 1995). Buku ajar juga berperan dalam memfasilitasi proses belajar mengajar bahasa (Tomlinson, 2012). Idealnya, sebuah buku ajar harus dikembangkan untuk tujuan belajar daripada mengajar, dan harus memenuhi lima fungsi bahan ajar ala Tomlinson (2012), yaitu: (1) memberikan informasi, (2) memberikan instruksi, (3) memberikan pengalaman, (4) mendorong siswa untuk menggunakan bahasa target, dan (5) membantu siswa mengeksplorasi bahasa. Oleh karena itu, penilaian kelayakan buku ajar dilakukan dengan mengacu pada komponen dan indikator yang tercantum pada tabel berikut.
Pada pengantar, buku dua jilid ini didesain untuk memenuhi materi ajar jenjang A1 dan disusun berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 27 Taun 2017 tentang Standar Kompetensi Lulusan Kursus dan Pelatihan. Materi yang disusun tersebut diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar untuk berbagai tujuan dan konteks baik lisan dan tulisan serta mengusai empat keterampilan berbahasa (mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis).
Buku ajar BIPA “Ramah Berbahasa” terdiri dari dua jilid yang materinya disusun secara tematis dan dipergunakan secara berurutan. Setiap unit materi diawali dengan prapembelajaran, dan penjelasan terkait dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh para pemelajar. Masing- masing unit terdiri atas 6 aspek, yaitu: kosakata, membaca, menulis, menyimak, berbicara, dan tata bahasa.
a. Kosa Kata. Pada aspek kosakata, buku ini dilengkapi dengan beberapa kosa kata dasar yang akan dikenalkan kepada para pemelajar. Kosakata tersebut menjadi kata kunci dalam memahami materi pada aspek terkait.
b. Membaca. Pada aspek ini dihadirkan teks atau karangan singkat terkait dengan tema setiap unit. Ini telah menyesuaikan dengan pembelajaran berbasis teks yang dapat membantu para pemelajar (Utami & Rahmawati, 2020).
c. Menulis. Aspek ini pemelajar diajak untuk dapat menuliskan kembali materi dari setiap unit yang diajarkan sesuai dengan pengalaman yang dirasakan.
d. Menyimak. Pada aspek tersebut, buku ini dilengkapi dengan rekaman simakan yang digunakan oleh pemelajar untuk melengkapi tugas-tugas yang diberikan. Simakan membantu pemelajar dalam membiasakan pengucapan bahasa Indonesia (Defina, 2018).
e. Berbicara. Aspek ini mengajak para pemelajar untuk berinteraksi sesuai dengan materi unit yang diajarkan.
f. Tata bahasa. Aspek ini mengajarkan ditujukan untuk mengenalkan tata gramatika bahasa Indonesia yang sederhana dengan menyesuaikan tema yang dibahas setiap unit.
Selain dari 6 aspek tersebut, buku ini juga dilengkapi dengan gambar atau ilustrasi pendukung seperti: denah, foto, atau gambar. Dalam proses pembelajaran, penggunaan gambar akan membantu memberikan kemudahan dalam memahami konsep-konsep (Nugroho, 2017). Secara sistematis, buku ini diawali dengan mengenalkan kosa kata kunci dan dilanjutkan dengan aktivitas membaca. Pada aktivitas menyimak, berbicara, dan menulis, pemelajar diajak untuk langsung praktik dengan konten berkisar pada diri atau individu setiap pemelajar. Pada bagian terakhir, pemelajar akan dikenalkan dengan tata bahasa Indonesia dasar dengan menggunakan bahan yang telah digunakan dalam aspek menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Adapun setiap unit isi buku ajar BIPA ”Ramah Berbahasa” Jilid 1 dan Jilid 2 dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 2. Tema dari setiap unit buku ”Ramah Berbahasa” Jilid 1 dan 2 Nomor
unit
Tema Unit
Jilid 1 Jilid 2
1 Nama Saya Ayu Musim Kesukaan
2 Identitas Diri Cata-cita saya
3 Mata Saya Sipit Berlibur ke Banjarmasin
4 Keluargaku Berapa harga petainya?
5 Hari yang indah Madihin
6 Hobimu sangat menguntungkan Berwisata ke pasar terapung 7 Lebih Cepat Menggunakan Whatsapp Pos Elektronik
8 Apakah ada becak di sekitar sini? Sekolah dan Madrasah
9 Saya mau beli mi instan Kain Nusantara
1. Analisis Komponen Isi Buku
Analisis pada komponen isi mencakup dari semua aspek yang disampaikan pada setiap unit.
Peneliti menganalisis secara sistematis sesuai dengan urutan dalam buku ajar tersebut. Untuk memudahkan dalam analisis, peneliti telah menetapkan indikator yang digunakan dalam metode penelitian, untuk mendapatkan pemahaman mendalam perhatikan tabel berikut ini:
Tabel 3. Kelayakan isi buku unit 1-4 Jilid 1
Informasi Pribadi (Unit 1-4)
No. Komponen Indikator 1 2 3 4
1 Kesesuaian Materi dengan SKL 1) Kelengkapan materi √
2) Keluasan Materi √
3) Kedalaman Materi √
2 Keakuratan Materi 4) Akurasi prosedur √
5) Akurasi fakta, contoh, dan isi √
6) Akurasi soal √
3 Materi Budaya 7) Keterkinian fitur, contoh, dan rujukan √
8) Penalaran √
9) Penerapan √
10) Kemenarikan materi √
Jumlah (f) = 19
Jumlah skor maksimal (N) = 40
Presentase kelayakan = (20/40) x 100% = 50,00%
Pada Unit 1 “Nama Saya Ayu”, secara umum dapat diungkapkan beberapa kekurangan di antaranya, penyusun tidak menyertakan ”di mana” dan ”dari mana asal”. Bagi penutur asing, pertanyaan tersebut menjadi bagian krusial dari pengenalan identitas diri. Dalam dialog perkenalan juga tidak disertakan ungkapan yang menanyakan kabar. Selain itu, saat berkenalan, buku tersebut tidak menyertakan ilustrasi dalam penyebutan waktu salam, misalnya selamat pagi dengan ilutrasi matahari terbit, selamat siang dengan posisi matahari tegak lurus di tengah, sore dengan ilustrasi matahari terbenam, dan malam dengan ilustrasi bintang-bintang. Pada materi wawasan keindonesiaan, buku tersebut telah berupaya mengenalkan budaya berkenalan orang Indonesia dengan berjabat tangan, hanya saja ilustrasi tersebut tidak disertai dengan penjelasan atau bahkan contoh dialog perkenalan yang lazim digunakan baik antar sesama jenis (laki-laki dengan laki-laki) atau dengan lawan jenis (laki-laki dengan perempuan). Dalam tradisi berkenalan, Indonesia sebetulnya memiliki banyak tradisi yang menarik baik secara nasional atau berdasarkan tradisi daerah yang berlaku di Banjarmasin. Cara berkenalan dalam konteks teman sebaya tentu berbeda dengan konteks berkenalan dengan orang tua, demikian juga berkenalan antara mahasiswa dan dosen juga berbeda. Penjelasan demikian ini mestinya ditampilkan dalam pengenalan budaya berkenalan di Indonesia.
Pada Unit 2 “Identitas Diri” materi diawali dengan pemberian kosakata kunci dan pengenalan identitas singkat dalam format kartu perpustakaan. Pengenalan identitas dalam kartu peprustakaan tersebut tidak selaras dengan dialog yang ditampilkan dalam buku. Dialog jutsru mengarahkan pemelajar untuk mengisi formulir kegiatan yang lain. Pengenalan penggunaan kata tanya yang tidak
disertai dialog dalam unit ini menjadi salah satu kekurangan lainnya. Idealnya, kata tanya ”di mana, ke mana, dan dari mana” bisa ditampilkan dalam contoh dialog sehingga penutur asing dapat langsung mempraktikkannya dalam proses belajar. Pada wawasan keindonesiaan, buku tersebut menampilkan kartu tanda mahasiswa (KTM) tanpa disertai deskripsi yang jelas. Wawasan tersebut dianggap tidak komprehensif, karena tidak menyertakan kapan kartu itu digunakan.
Selanjutnya pada Unit 3 ”Mata Saya Sipit”, penyusun sepertinya mencoba memberikan tema yang terkesan lebih spesifik pada fisik tertentu. Padahal materi ini lebih mengarah pada ciri-ciri fisik secara komprehensif, tidak terbatas pada organ ”mata” saja. Muatan materi dalam unit 3 ini lebih banyak pada deskripsi disertai dengan ilustrasi yang cukup membantu, hanya saja dalam konteks berkomunikasi, kapan ciri-ciri fisik tersebut digunakan tidak dicontohkan dalam dialog. Ini menjadi bagian penting, sebab jika salah dalam mengungkapkan ciri-ciri fisik saat berokomunikasi bisa mengarah pada kegiatan pembulian. Pada materi wawasan keindonesiaa, buku hanya menampilkan gambar sosok laki-laki berambut panjang melihat ke bawah dan bertopang dagu tanpa disertai deskripsi. Apa pesan yang ingin disampaikan melalui gambar tersebut tampak masih belum jelas, apakah gambar tersebut mewakili dari sebagian ciri penampilan orang Indonesia, atau ada pesan lain yang hendak disampaikan penyusun dalam gambar tersebut.
Sementara itu, Unit 4 ”Keluargaku” kelengkapan materi tercukupi yaitu mengenai informasi dan teks deskriptif mengenai keluarga. Keluasan materi tentang keluarga kurang, karena ada istilah yang perlu dijelaskan seperti ”keponakan”, ”bungsu”, dan ”sulung”. Sementara dalam paragraf singkat yang disajikan tidak memberikan penjelasan tentang keponakan dan dua istilah tersebut.
Materi wawasan keindonesiaan dalam buku ini disampaikan dengan ilustrasi foto keluarga tanpa disertai deskripsi. Idealnya, dalam wawasan keindonesiaan, penyusun bisa menampilkan yang lebih khas Indonesia dalam keluarga, misalnya gambar diserta dengan dialog antar keluarga, sehingga bisa mencerminkan bagaimana antar keluarga berkomunikasi dan bagaimana penggunaan kata ganti yang tepat dalam komunikasi bersama keluarga.
Tabel 4. Kelayakan isi buku unit 5-7 Jilid 1
Kemampuan deskripsi aktivitas (Unit 5-7)
No. Komponen Indikator 1 2 3 4
1 Kesesuaian Materi dengan SKL 1) Kelengkapan materi √
2) Keluasan Materi √
3) Kedalaman Materi √
2 Keakuratan Materi 4) Akurasi prosedur √
5) Akurasi fakta, contoh, dan isi √
6) Akurasi soal √
3 Materi Budaya 7) Keterkinian fitur, contoh, dan rujukan √
8) Penalaran √
9) Penerapan √
10) Kemenarikan materi √
Jumlah (f) = 21
Jumlah skor maksimal (N) = 40
Presentase kelayakan = (21/40) x 100% = 52,5%
Pada Unit 5 “Hari Yang Indah”, kelengkapan materi sesuai dengan indikator yang terdapat pada SKL Permendikbud tentang aktivitas sehari-hari masyarakat dan istilah hari di Indonesia.
Tetapi ada yang kurang tepat dalam penyampaian materi kosakata, pada bagian aspek tersebut penyusun memberikan beberapa contoh ”pergi ke kampus”, ”pergi ke sekolah” padahal kata tersebut bukanlah sebuah frasa tetapi gabungan kata kerja, penunjuk, dan keterangan tempat. Untuk contoh seperti ”makan siang”, ”makan malam” salah satu contoh yang tepat karena berupa frasa. Keluasan materi terkait dengan pengenalan hari dan istilah ”kemarin, hari ini, besok, dan lusa” sudah jelas dan cukup mudah dipahami oleh pemelajar. Demikian juga materi dengan bulan sudah cukup, namun
perlu ditambahkan materi bulan ialah angka bulan, karena masyarakat Indonesia sering menyebut istilah ”bulan ketujuh, bulan keenam” dalam berkomunikasi. Pada bagian wawasan keindonesiaan, pemateri menyuguhkan gambar tanpa disertai deskripsi. Gambar yang menampilkan masyarakat menanam padi di sawah tersebut tidak memiliki koherensi dengan contoh-contoh aktivitas yang ditampilkan pada kosa kata dan contoh dalam paragraf, tema dalam paragraf berkaitan dengan dosen dan gambar wawasan keindonesiaan diberikan contoh aktivitas petani.
Sementara itu pada Unit 6 ”Hobimu Sangat Menguntungkan” kelengkapan materi kurang sesuai indikator yang telah ditetapkan pada SKL permendikbud, harusnya materi terkait dengan hobi dapat disampaikan pada buku BIPA 3, atau Jilid 3. Muatan materi yang cocok dalam Unit 6 ialah aktivitas sehari-hari yang bisa berkaitan dengan ”membaca, memasak, mendaki gunung, melukis, dan menari.” Untuk pengenalan tata bahasa penggunaan kata tanya ”mengapa” dan
”karena” + ”alasan” juga kurang tepat jika disajikan pada BIPA 1, sebab pertanyaan mengapa akan meminta pemelajar untuk memberikan alasan dengan jawaban yang membutuhkan narasi lebih panjang ketimbang pertanyaan ”apa” dan ”apakah.” Secara umum pada unit 6 ini materinya tidak proporsional dibandingkan dengan unit yang lain. Pada unit ini, ada narasi yang terdiri dari beberapa paragraf, ada dua dialog Panjang, ada gambar disertai deskripsi, sementara pada unit lain terkesan minim narasi dan dialog. Wawasan keindonesiaan dalam unit ini cukup memadai, karena buku menyajikan gambar sebuah alat untuk bermain panting disertai dengan deskripsi. Hanya saja deskripsi yang diberikan tidak menjelaskan dari mana alat musik tradisional panting tersebut berasal, karena Indonesia memiliki beragam alat musik yang khas di setiap daerah.
Selanjutnya pada Unit 7 “Lebih Cepat Menggunakan Whatsapp”, kelengkapan materi sesuai dengan indikator yang terdapat pada SKL Permendikbud. Kekuranganya, pemelajar dihadapkan pada contoh deskripsi yang kurang relevan dengan menampilkan potongan berita dari laman berita online. Pada unit ini, setidaknya penyusun dapat menampilkan bagaimana dialog yang baik dan benar dalam berkomunikasi dengan pesan WhatsApp, adapun dialog yang dimunculkan justru berkaitan dengan berkomunikasi langsung tentang whatsapp. Pengenalan tata bahasa dalam unit ini juga kurang relevan dengan SKL yang ditetapkan, sebab tidak ada anjuran untuk mengajarkan singkatan tidak formal dalam komunikasi. Pada bagian wawasan keindonesiaan, penyusun menyajikan sebuah gambar dua perempuan sedang memperagakan tarian tertentu disertai dengan deskripsi. Wawasan keindonesiaan tersebut kurang relevan dengan tema unit yang diusung oleh penyusun, harusnya penyusun bisa menampilkan bagaimana tradisi orang Indonesia apabila berkomunikasi langsung menggunakan media sosial.
Tabel 5. Kelayakan isi buku unit 8-9 Jilid 1
Kemampuan deskripsi dan penggunaan kalimat sederhana untuk komunikasi (Unit 8-9)
No. Komponen Indikator 1 2 3 4
1 Kesesuaian Materi dengan SKL 1) Kelengkapan materi √
2) Keluasan Materi √
3) Kedalaman Materi √
2 Keakuratan Materi 4) Akurasi prosedur √
5) Akurasi fakta, contoh, dan isi √
6) Akurasi soal √
3 Materi Budaya 7) Keterkinian fitur, contoh, dan rujukan √
8) Penalaran √
9) Penerapan √
10) Kemenarikan materi √
Jumlah (f) = 19
Jumlah skor maksimal (N) = 40
Presentase kelayakan = (19/40) x 100% = 47,5%
Pada Unit 8 “Apakah ada becak sekitar sini?” materi yang disampaikan telah memenuhi standar yang ditetapkan pada SKL Permendikbud tentang transportasi. Materi pengenalan kosakata beragam transportasi di Indonesia juga sangat relevan dan khas Indonesia. Tidak hanya kosakata, penyusun menyertakan gambar dengan jelas setiap tranportasi yang disebutkan dilengkapi dengan pengenalan rambu dalam transportasi di Indonesia. Kekurangan dari unit ini, penyusun justru tidak memasukkan konteks dialog, misalnya antara sopir, tukang becak, pak kusir dengan penumpangnya.
Padahal, pada tema unit yang diberikan soalah-olah pemelajar akan diajak bagaimana cara berkomunikasi bila akan menggunakan jasa transportasi di Indonesia. Pada materi tata bahasa juga telah sesuai dengan SKL, pemelajar dikenalkan dengan denah lokasi dan petunjuk arah. Pada unit ini, penyusuna tidak menyertakan wawasan keindonesian. Pada tema transportasi, banyak gambar yang bisa digunakan untuk mengenalkan transportasi unik khas Indonesia seperti: delman, becak, becak motor (bentor).
Pada Unit 9 “Saya mau beli mie instan”, materi yang disampaikan kurang sesuai dengan SKL Permendikbud. Pada tujuan pembelajaran, penyusun menyampaikan untuk mengenalkan transaksi jual beli kepada pemelajar. Unit 9 ini lebih tepat apabila menyampaikan tentang aktivitas di pasar.
Dalam pedoman yang dirilis oleh PPSDK, aktivitas berkomunikasi di pasar di sampaikan dalam BIPA3 atau jilid 3. Terlepas dari kekurangan itu, penyajian kosakata untuk mengenalkan kosakata yang digunakan dalam komunikasi di pasar sudah cukup lengkap. Pada unit ini, penyusun menyertakan bagaimana dialog di pasar yang baik dan benar untuk membeli atau menawar sebuah barang, dilengkapi dengan pengenalan mata uang rupiah. Wawasan keindonesiaan unit ini cukup relevan dengan tema. Pemelajar diajak untuk mengenal pasar tradisional yang terdapat di Kalimantan Selatan.
Dari hasil penilain dengan menggunakan indikator yang telah ditetapkan di atas, diperoleh hasil secara keseluruhan buku tersebut memiliki nilai 50%. Artinya, buku tersebut baru 50% yang muatan kontennya dianggap sesuai dengan kebutuhan pemelajar dari aspek kesesuaian, kedalaman, dan keluasan materi, juga dari akurasi dan konten budaya yang ditunjukkan. Dari analisis buku ajar yang telah dilakukan, peneliti akan fokus pada aspek budaya, kesesuaian dengan bahasa pemelajar.
a. Aspek Budaya
Bahasa selalu terikat dengan nilai sosial budaya penutur asli. Oleh sebab itu, buku ajar bahasa yang baik dan menarik harus memuat “realitas” komunikasi yang sarat nilai sosial budaya dan gaya hidup penutur asli, dan tidak condong ke persoalan bahasa yang steril dari muatan sosial-budaya milik penutur asli yang bersangkutan (Purwoko, 2010). Upaya pengintegrasian materi budaya dalam materi BIPA ini dapat meningkatkan kekayaan jati diri, karakter, budaya bangsa Indonesia (Haryati et al., 2019). Menurut Zinnurain & Muzanni (2018), buku ajar berbasis kearifan lokal terbukti efektif dalam kegiatan pembelajaran bahasa asing.
Buku ajar yang ideal harus dapat memadukan berbagai disiplin ilmu dan strategi pembelajaran (Andayani, 2010). Dengan mengintegrasikan berbagai bidang keilmuan, pemelajar akan mendapatkan pengalaman belajar yang komprehensif dan menjadi aktif dalam pembuatan keputusan. Karena beberapa budaya yang diintegrasikan dalam buku ”Ramah Berbahasa” Jilid 1 merupakan materi non-bahasa (contohnya Unit 1 “Nama saya Ayu”, ”Mata Saya Sipit” dan masih banyak unit lainnya) maka pembelajarannya termasuk Content and language Integrated Learning (CLIL). CLIL merupakan pembelajaran yang melibatkan substansi dari materi non-bahasa melalui bahasa target, melampaui pengajaran konvensional karena mengajarkan subjek dan bahasa secara bersamaan (Morton, 2013).
Banegas (2018) menegaskan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam integrasi konten budaya tersebut, di antaranya: 1) konten harus sesuai dengan kurikulum; 2) konten yang diberikan menarik daya nalar dan sesuatu yang baru (novelty) bagi pemelajar; 3) membantu pemelajar dalam mengembangkan kosa kata materi yang dipelajari, dan; membantu pemelajar untuk menyusun kalimat sederhana yang dibutuhkan ketika berkomunikasi.
Berdasarkan beberapa penegasan tersebut, peneliti memiliki beberapa catatan terhadap buku ajar BIPA ”Ramah Berbahasa” Jilid 1 dalam muatan konten budaya. Pertama, analisis unit 1-4, ada judul tema ”Nama Saya Ayu” dengan muatan materi perkenalan. Pada tema tentang perkenalan, pemelajar setidaknya bisa dikenalkan dengan tradisi berkenalan orang Indonesia, berjabat tangan, badan sedikit membungkuk, dan disertai dengan senyuman, mulai dengan mengucapkan salam, memperkenalkan diri, dan salam perpisahan. Tradisi berkenalan setiap negara berbeda-beda, oleh sebab itu pengenalan tradisi perkenalan ala orang Indonesia menjadi hal penting yang perlu dipelajari bagi penutur asing saat mengikuti program BIPA. Pada tema tersebut, buku ini justru lebih fokus pada perkenalan individu dalam kelas saja, tidak diberikan contoh bagaimana mengawali perkenalan dalam konteks di luar kelas yang lebih banyak dibutuhkan pemelajar. Konten wawasan keindonesiaan pada unit 2, 3, dan 4 tidak menampilkan hal yang menarik sebab, kartu pelajar (unit 2), foto laki-laki berambut panjang (unit 3), dan foto keluarga (unit 4) juga hal lazim yang dapat ditemukan di tempat pemelajar. Pada unit 2 untuk menyampaikan materi ”identitas diri” bisa disertakan ilustrasi seseorang mengisi data izin tinggal di rumah pak RT, sementara pada unit 3 untuk mengajarkan materi ”identifikasi ciri-ciri fisik” bisa ditampilkan sosok laki-laki berkulit sawo matang dengan menggunakan pakaian adat Jawa dengan blangkon. Sementara itu, pada bagian materi ”keluarga” bisa ditampilkan kegiatan keluarga besar berkumpul, di sana nanti akan menjelaskan bagaimana budaya dan tatacara yang baik dalam kumpul keluarga, misalnya yang lebih tua duduk di kursi dan anak-anak serta cucunya duduk di bawah.
Kedua, pada materi unit 5-7, ada materi tentang aktivitas sehari-hari orang Indonesia, namun ilustrasi dan bahan bacaan yang ditampilkan dalam materi tersebut terbatas pada pengenalan aktivitas sehari-hari yang lazim dilakukan oleh penduduk di berbagai negara, seperti mandi, masak, mencuci piring, mencuci pakaian, sekolah dan kerja di kantor. Untuk memunculkan novelty dalam pembahasan ini, penyusun setidaknya memilih aktivitas yang tidak dilakukan secara umum, misalnya mendeskripsikan aktivitas bertani, aktivitas melaut, aktivitas berburu belut, dan aktivitas siskampling untuk menjaga keamanan di kampung.
Ketiga, pada materi 8-9, terdapat materi tentang transportasi dan tentang pasar. Materi tersebut berhasil mengenalkan ragam transportasi yang ada di Indonesia dan kerap digunakan.
Kekuranganya, pengenalan transportasi itu tanpa dilengkapi dengan bagaimana berkomunikasi yang baik bila ingin menumpang transportasi publik tersebut. Oleh sebab itu, penyusun perlu mengenalkan budaya lalu lintas, cara memesan transporasi online, penggunaan kata ‘kiri’ untuk berhenti, dan menyampaikan ungkapan terima kasih apabila telah diantar sampai tujuan.
b. Aspek Kesesuain dengan penutur Arab
Untuk mengetahui aspek kesesuaian dengan penutur Arab, peneliti akan meninjau dari aspek Kosakata. Kosakata ialah komponen yang sangat penting, pembelajarannya tidak sesederhana yang diperkirakan. Konten kosakata dalam buku ajar harus diseleksi untuk mendapatkan target spesifik dalam elemen kompetensi yang dituju (Basuki et al., 2018). Kosakata yang diberikan dapat berupa mufradāt (kata) maupun kelas kata (pembagian kata: nomina, verba, pronomina, adjektiva, adverbia, numeralia). Adapun buku ajar yang baik, ia ditulis dalam bahasa baku, jelas, umum, komunikatif, sederhana, dan mudah dimengerti oleh pemelajar. Ungkapan dan istilah yang sering digunakan pemelajar juga harus ada dalam buku ajar yang baik (Rahmawati et al., 2020). Menurut Requena &
Tissera (2018), upaya memadukan materi dengan penggunaan bahasa natural di masyarakat ini menjadi tantangan dalam pembelajaran bahasa kedua. Tantangan tersebut secara tidak langsung berkaitan dengan budaya di masyarakat. Buku ajar sebagai instrumen untuk membantu proses pembelajaran, dengan memperhatikan aspek budaya dalam bahasa target, sehingga pemelajar memiliki kemampuan sosiolinguistik dan mampu memahami ujaran penutur asli dengan baik.
Untuk memudahkan proses pengenalan kosakata kepada pemelajar, penyusun bisa mengikuti langkah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2017. Buku ajar BIPA ”Sahabatku Indonesia untuk Penutur Bahasa Arab” itu dilengkapi
dengan translasi kosakata Indonesia-Arab serta dalam setiap instruksi dalam buku tersebut selalu disertakan translasi dalam bahasa pertama para pemelajar, yakni bahasa Arab. Selain itu, data bahasa yang digunakan sebagai bahan ajar idealnya merupakan data ujaran penutur asli dalam berbagai konteks sosial yang dipilih berdasarkan kebutuhan pelajar bahasa. Karena data ujaran penutur asli sangat beragam, dalam pemilihan materi ajar, pengajar BIPA perlu mempertimbangkan saran Valdan (dalam Magnan & Walz, 2002) bahwa materi bahasa yang dipilih sebagai materi ajar seharusnya (a) mencerminkan ujaran aktual penutur bahasa target dalam situasi komunikatif yang otentik, (b) sesuai dengan penggunaan bahasa yang diidealkan oleh penutur asli, (c) sesuai dengan harapan penutur asli dan pelajar asing yang berkenaan dengan tipe perilaku bahasa yang sesuai dengan kebutuhan pelajar asing, dan (d) memperhitungkan faktor proses dan pembelajaran.
Adapun pada aspek tata bahasa, buku ”Ramah Berbahasa jilid 1” tersebut tidak memberikan penjelasan yang tegas terkait dengan perbedaan bahasa Indonesia dengan bahasa pertama penutur.
Ketika menjelaskan tata bahasa ”imbuhan”, sebaiknya ada kolom khusus untuk membahas bentuk imbuhan dan maknanya dalam bahasa Indonesia karena penutur Arab akan kesulitan memahami imbuhan dalam bahasa Indonesia. Konsep imbuhan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab sangat jauh berbeda, sebab bahasa Arab berdasarkan jender dan kuantitas. Kedua, aspek kebudayaan masih kurang kental. Ketiga, penjelasan tata bahasa masih kurang padahal buku ini untuk para penutur berbahasa Arab yang memiliki perbedaan secara linguistik dan kebudayaan. Di awal sebaiknya ada penjelasan mengenai bahasa Indonesia, seperti: 1) tidak memiliki perubahan bentuk (konjugasi) kata kerja (fi’il) berdasarkan waktu atau kala; 2) pelafalan dalam bahasa Indonesia tergolong konsisten, meskipun demikian dibutuhkan wawasan untuk mengetahui persamaan pelafalan antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab (transliterasi); 3) tidak ada perbedaan gender dalam kata benda (nomina), ini jelas berbeda dengan konsep dalam bahasa Arab yang tegas dalam perbedaan jender dan kuantitas; dan 4) nomina tidak memiliki bentuk jamak yang khusus, hanya perlu diulang saja, berbeda dengan bahasa Arab yang memiliki 19 bentuk kata jamak (Al-Ghulayaini, 2006), ini juga tentu berbeda dengan kaidah bahasa Inggris yang menjelaskan bahwa bentuk jamak diperoleh dengan cara menambahkan “s” pada nomina, atau dengan mengubah nomina ke bentuk khusus, seperti child – children (Burns & Richards, 2018).
Simpulan
Dari beberapa temuan penelitian dan pembahasan yang disajikan di atas, peneliti dapat menyimpulkan dalam dua poin besar. Pertama, buku ajar ”Ramah Berbahasa Jilid 1” yang diterbitkan oleh UIN Antasari Banjarmasin secara umum, unit 1 s.d 9 telah sesuai dengan standar kompetensi lulusan (SKL) BIPA 1 yang ditetapkan oleh Permendikbud No. 27 Tahun 2017.
Berdasarkan indikator yang digunakan peneliti, buku ini jika ditinjau secara lebih komprehensif dari muatan materinya, akurasi materi, dan konten budaya yang disajikan mencapai presentase 50%.
Apabila dimasukkan dalam penggolongan presentase skala ala Nurgiyantoro, ini termasuk dalam kategori ”Kurang Sesuai”. Artinya buku ajar BIPA tersebut dinilai kurang sesuai digunakan untuk penutur Arab. Kedua, buku tersebut tidak didesain untuk penutur bahasa Arab maupun penutur bahasa Inggris. Hal tersebut menjadikan buku ini kurang sesuai dengan penutur bahasa Arab ditinjau dari tata bahasa yang diajarkan. Sebab, penyusun tidak menyertakan keterangan khusus bahwa tata bahasa Indonesia berbeda dengan tata bahasa penutur bahasa Arab dari beberapa aspek, misalnya kata ganti, jender, kuantitas, dan betuk jamak, serta kalimat-kalimat sederhana. Adapun untuk pengembangan dan perbaikan buku ajar ini akan lebih baik bila mempertimbangkan keenam hal berikut: (1) perlu memerhatikan SKL yang telah ditetapkan dalam Permendikud No. 27 Tahun 2017;
(2) perlu memerhatikan bahasa asal penutur, sebab setiap bahasa dari pemelajar memiliki keunikan dan perbedaan; (3) penyesuaian materi, konten kebudayaan, dan kosakata dengan target pembelajaran dan elemen kompetensi sesuai tingkat kemampuan pemelajar; (4) wawasan keindonesiaan perlu diberikan deskripsi sederhana yang memahamankan pemelajar asing.[]
Daftar Rujukan
Andayani, A. 2010. "Pengembangan Model Bahan Ajar Membaca Menulis Permulaan dengan Pendekatan Atraktif di Sekolah Dasar Kawasan Miskin Kota Surakarta", Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 22, No. 1.
Banegas, D. L. 2018. "Evaluating language and content in coursebooks", in Issues in coursebook evaluation. Brill.
Basuki, Y., Damayanti, A., & Dewi, S. U. 2018. "Vocabulary coursebook for EFL learners of higher education in Indonesia", International Journal of Education and Literacy Studies, Vol. 6, No.
4.
Burns, A., & Richards, J. C. (2018). The Cambridge guide to learning English as a second language.
Cambridge: Cambridge University Press.
Cunningsworth, A. 1995. "Choosing Your Coursebook", in Handbooks for the English Classroom.
Macmillan Education Australia.
Defina, D. 2018. "Model Penelitian dan Pengembangan Materi Ajar BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing)", Indonesian Language Education and Literature, Vol. 4, No. 1.
Garton, S., & Graves, K. 2014. "Identifying a research agenda for language teaching materials", The Modern Language Journal, Vol. 98, No. 2.
al-Ghulayaini, M. 2006. Ja>mi’ al-Durūs al-Arabiyah (7th ed.). Beirut: Dār al-Fikri.
Handayani, L., & Isnaniah, S. 2020. "Analisis Kelayakan Isi Buku Ajar Sahabatku Indonesia dalam Pembelajaran BIPA", Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia, Vol. 8, No. 1.
Haryati, G., Andayani, A., & Anindyarini, A. 2019. "Bahan Ajar Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA)(Sahabatku Indonesia: Untuk Anak Sekolah Tingkat C2 (BIPA 7)", Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Pembelajaran Bahasa Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0”.
Krippendorff, K. 1993. Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi (Terjemahan). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Krippendorff, K. 2018. Content analysis: An introduction to its methodology. Sage publications.
Kurniasih, D., & Isnaniah, S. 2019. "Penerapan Bahan Ajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) “Sahabatku Indonesia” Tingkat Dasar di IAIN Surakarta", Jurnal Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (JBIPA), Vol. 1, No. 2.
Kurniawan, K., Fahmi, R. N., & Mulyaningsih, I. 2022. "Kesesuaian Isi Buku Ajar BIPA “Sahabatku Indonesia” untuk Penutur Bahasa Inggris Level 1 (Conformity of BIPA Textbook Contents
“Sahabatku Indonesia” for Level 1 English Speakers)", Indonesian Language Education and Literature, Vol. 7, No. 2.
Macalister, J. 2016. "Applying language learning principles to coursebooks", English Language Teaching Today: Linking Theory and Practice, Springer.
Magnan, S. S., & Walz, I. 2002. "Pedagogical norms Development of the concept", Pedagogical Norms for Second and Foreign Language Learning and Teaching: Studies in Honour of Albert Valdman, Vol. 5.
Miles, M. B., & Huberman, A. M. 1994. Qualitative data analysis: An expanded sourcebook. Sage.
Morton, T. 2013. "Critically evaluating materials for CLIL: Practitioners’ practices and perspectives", Critical Perspectives on Language Teaching Materials, Springer.
Mulyati, S., & Sulistianingsih, E. 2019. "Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) Module Development Based Local Culture for Beginner", KEBIPAAN 2019: Proceedings of the 2nd Konferensi BIPA Tahunan.
Muslich, M. 2010. Text book writing: Dasar-dasar pemahaman, penulisan, dan pemakaian buku teks.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Mustakim, M. 2003. "Peranan Unsur Sosial Budaya dalam Pengajaran BIPA", Proceeding Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing IV.
Nugroho, H. 2017. "Pemertahanan bahasa sebagai strategi komunikasi pada kegiatan tutorial (pembelajar BIPA kelas pemula)", Wacana: Jurnal Bahasa, Seni, dan Pengajaran, Vol. 1, No.
1.
Nurgiyantoro, B. 2018. Teori pengkajian fiksi. Yogyakarta: UGM Press.
Primantasri, A. N. 2018. "Laporan Kajian Keberterimaan Bahan Ajar BIPA Sahabatku Indonesia dan Sahabatku Indonesia untuk Anak Sekolah", Pusat Pengembangan Strategi Dan Diplomasi Kebahasaan.
Purwoko, H. 2010. "Muatan Sosial-Budaya dalam Buku Teks Pelajaran Bahasa Asing", PAROLE:
Journal of Linguistics and Education, Vol. 1, No. 1.
Rahma, S. S., & Suwandi, S. 2021. "Analisis Kelayakan Isi dan Muatan Budaya dalam Buku Ajar BIPA", Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra, Vol. 21, No. 1.
Rahmawati, F. P., Suwandi, S., Andayani, A., & Markhamah, M. 2020. "Learning of Reading and Writing in First Grade Course book: Indonesian Study", International Journal of Advanced Science and Technology, Vol. 29, No. 6s.
Requena, P. E., & Tissera, M. V. 2018. "Variation in second language Spanish textbooks: A study of variable clitic placement", Hispania, Vol. 101, No. 1.
Septyani, D. E., Rafli, Z., & Muliastuti, L. 2020. "Keterbacaan Wacana Buku Teks BIPA Sahabatku Indonesia Tingkat Madya", Indonesian Language Education and Literature, Vol. 6, No. 1.
Siroj, M. B. 2015. "Pengembangan Model Integratif Bahan Ajar Bahasa Indonesia Ranah Sosial Budaya Berbasis ICT bagi Penutur Asing Tingkat Menengah", Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 4, No. 2.
Suyitno, I. 2017. Deskripsi Empiris dan Model Perangkat Pembelajaran BIPA. Bandung: Refika Aditama.
Tomkins, G. E., & Hoskisson, K. 1995. Language arts: Content and teaching strategies. Ohio:
Merrill, an Imprantof Prentice Hall.
Tomlinson, B. 2012. "Materials development for language learning and teaching", Language Teaching, Vol. 45, No. 2.
Utami, D. A., & Rahmawati, L. E. 2020. "Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Modul Interaktif bagi Pemelejar BIPA Tingkat A1", KREDO: Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra, Vol. 3, No. 2.
Zinnurain, Z., & Muzanni, A. 2018. "Pengembangan Buku Ajar Berbasis Kearifan Lokal pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar", Jurnal Ilmiah IKIP Mataram, Vol. 4, No. 2.