• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF PARASETAMOL PADA JAMU PEGAL LINU DAN REMATIK DI DAERAH KARAWANG BARAT MENGGUNAKAN INSTRUMEN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

N/A
N/A
Ilham Fauqy

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF PARASETAMOL PADA JAMU PEGAL LINU DAN REMATIK DI DAERAH KARAWANG BARAT MENGGUNAKAN INSTRUMEN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL PROJECT PRAKTIKUM

ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF PARASETAMOL PADA JAMU PEGAL LINU DAN REMATIK DI DAERAH KARAWANG BARAT

MENGGUNAKAN INSTRUMEN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

Untuk memenuhi tugas Kimia Farmasi Analisis Dosen Pengampu: Marsah Rahmawati Utami, M.Si

dan apt. Munir Alinu Mulki, S.Farm

Kelompok 9 :

Meisya Diffa Amalia Putri 2210631210011

Intan Ardhita 2210631210029

Rizki Rava Dwiputra 2210631210041

Fitri Oktaviani Nurdin 2210631210052

Siti Rosilfa Marisa Anazma 2210631210064

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG TAHUN 2023

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan proposal ini dengan judul "Analisis Kualitatif Dan Kuantitatif Parasetamol Pada Jamu Pegal Linu Dan Rematik Di Daerah Karawang Barat Menggunakan Instrumen Kromatografi Lapis Tipis Dan Spektrofotometri Uv- Vis". Proposal ini disusun sebagai tugas project mata kuliah kimia farmasi analisis di Prodi Farmasi Universitas Singaperbangsa Karawang.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan motivasi dalam perjalanan kami dalam menyelesaikan penelitian ini. Tanpa bantuan dan dukungan mereka, penulisan proposal ini tidak akan dapat terwujud.

Penyelenggaraan penelitian ini bertujuan untuk mengukur kadar parasetamol pada jamu pegal linu dan rematik, yang merupakan formulasi tradisional yang umum digunakan untuk meredakan gejala pegal linu dan juga rematik. Melalui metode spektrofotometri, diharapkan dapat ditemukan informasi yang akurat mengenai kandungan parasetamol dalam jamu tersebut.

Kami ingin menyampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing kami, Marsah Rahmawati Utami, M.Si dan apt. Munir Alinu Mulki, S.Farm., yang telah memberikan arahan, saran, dan panduan yang sangat berharga dalam perjalanan penulisan proposal ini. Dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan, beliau telah membimbing kami.

Terakhir, kami berharap agar penelitian ini dapat memberikan manfaat yang signifikan dan menjadi kontribusi kecil kami dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan masyarakat. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan dan petunjuk-Nya dalam setiap langkah perjalanan keilmuan yang kami tempuh.

Karawang, 17 Desember 2023

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 2

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Manfaat... 2

1.4 Tujuan... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1 Jamu... 3

2.2 Paracetamol... 4

2.3 Kromatografi Lapis Tipis... 5

2.4 Spektrofotometri...7

BAB III METODE PENELITIAN... 11

3.1 Jenis Penelitian... 11

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 11

3.3 Alat dan Bahan... 11

3.4 Langkah Kerja... 12

3.5 Validasi Metode Analisis... 14

DAFTAR PUSTAKA... 16

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jamu pegal linu merupakan salah satu produk tradisional yang telah dikenal luas dalam masyarakat Indonesia sebagai penawar gejala pegal linu.

Namun, semakin berkembangnya industri jamu tradisional, beberapa produk jamu di pasaran sering kali menggunakan embel-embel tertentu, salah satunya yang cukup populer adalah "Sidomuncul." Embel-embel tersebut dapat memberikan kesan bahwa jamu tersebut diproduksi oleh produsen jamu yang memiliki kredibilitas dan kualitas yang tinggi.

Salah satu kandungan umum yang ditemui dalam jamu pegal linu adalah parasetamol, suatu senyawa analgesik yang digunakan untuk meredakan rasa sakit dan demam. Namun, penggunaan parasetamol yang berlebihan dan tanpa pengawasan dapat membawa risiko efek samping dan bahaya bagi kesehatan konsumen.

Oleh karena itu, perlu dilakukan uji kadar parasetamol pada jamu pegal linu yang dijual dengan embel-embel "Sidomuncul" untuk memastikan keberadaan dan konsentrasi parasetamol dalam produk tersebut sesuai dengan standar keamanan dan kesehatan yang berlaku. Penelitian ini penting untuk melindungi konsumen dari potensi dampak negatif yang dapat timbul akibat penggunaan jamu yang mengandung parasetamol dalam jumlah yang tidak terkontrol.

Selain itu, adanya embel-embel "Sidomuncul" dapat memberikan implikasi bahwa jamu tersebut diproduksi oleh produsen yang telah mengikuti proses produksi yang baik dan memiliki standar kualitas yang tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengonfirmasi apakah embel-embel tersebut dapat dijadikan indikator kualitas dan keamanan produk jamu pegal linu tersebut.

Dengan demikian, penelitian uji kadar parasetamol pada jamu pegal linu dengan embel-embel "Sidomuncul" diharapkan dapat memberikan

(5)

informasi yang komprehensif terkait kandungan bahan aktif dan kualitas produk. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk peningkatan pengawasan dan regulasi terhadap produk jamu tradisional, serta memberikan informasi yang lebih jelas kepada konsumen mengenai kandungan bahan aktif dalam produk yang mereka konsumsi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat penggunaan parasetamol dalam jamu pegal linu dan rematik yang beredar di toko jamu daerah Karawang Barat?

2. Menganalisis kadar parasetamol yang terdapat di dalam jamu pegal linu dan rematik?

3. Apakah produk jamu yang dijual merupakan produk asli dari

“Sidomuncul” ? 1.3 Manfaat

Untuk mengetahui adanya kandungan paracetamol pada jamu pegal linu dan rematik yang beredar di toko jamu daerah Karawang Barat, sehingga dapat memberikan informasi kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi obat tradisional.

1.4 Tujuan

1. Untuk mengetahui ada atau tidaknya paracetamol pada jamu pegal linu dan rematik yang beredar di toko jamu daerah Karawang Barat.

2. Mengetahui dan menghitung kadar paracetamol yang ada pada jamu pegal linu dan rematik.

3. Dapat membuktikan produk jamu tersebut merupakan produk asli dari

“Sidomuncul” atau produk palsu.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jamu

Istilah Jamu terdiri dari dua kata, yaitu “Djampi'” yang berarti penyembuhan melalui ramuan obat-obatan, doa-doa, atau aji-aji dan

“Oesodho” yang berarti kesehatan (Musyri’ah, 2011). Pengertian jamu dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 003/Menkes/Per/I/2010 adalah ramuan atau sediaan bahan yang berupa tumbuhan, bahan hewani, bahan mineral, sediaan serian (generik), atau campurannya yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman dan dapat diterapkan sesuai norma yang berlaku di masyarakat. Jamu adalah obat alami yang berupa ramuan atau sediaan yang berasal dari pengetahuan tradisional atau warisan budaya Indonesia, yang digunakan untuk memelihara kesehatan, meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, mengobati dan/atau memulihkan kesehatan (Badan POM RI, 2023).

Indonesia kaya akan keragaman tanaman obat, dengan lebih dari 940 spesies digunakan dalam pengobatan tradisional (Food and Agriculture Organization of the United Nations, 2015). Jenis tanaman yang biasa digunakan sebagai obat antara lain jahe, kencur, temulawak, meniran, pace, dan tanaman lainnya (Lestari, P., 2016; Kementerian Kesehatan, 2016). Ada tiga kategori obat tradisional, salah satunya adalah jamu yang banyak digemari masyarakat dan telah digunakan secara turun-temurun. Jamu merupakan obat bahan alam berbentuk simplisia dengan keamanan dan keefektivitasannya telah terbukti secara empiris (Lau, 2019). Jamu dapat dikembangkan menjadi obat herbal terstandar (OHT) ataupun fitofarmaka dengan dilengkapi bukti dari data non-klinik (untuk OHT) dan data klinik (untuk fitofarmaka) (BPOM, 2019). Salah satu jamu yang cukup dikenal masyarakat Indonesia adalah Jamu Gendong. Sesuai dengan namanya, jamu

“Gendong” terkenal karena para penjual jamu sering menjualnya dengan cara menggendong dagangannya (Kementerian Kesehatan, 2017).

(7)

Jamu merupakan minuman kesehatan tradisional yang masih dinikmati banyak orang karena memiliki efek menguntungkan bagi tubuh dan efektif mencegah penyakit. Pada zaman dahulu, obat-obatan herbal dikonsumsi dalam bentuk rebusan atau cairan. Namun seiring berkembangnya teknologi yang semakin modern, masyarakat mulai mengemas obat-obatan herbal dalam bentuk bubuk dan kapsul agar dapat dikonsumsi dalam jangka waktu yang lebih lama. Penelitian jamu diawali dengan identifikasi tanaman, pemetaan bahan baku, dan dilakukan secara sistematis melalui penelitian di bidang jamu. Dengan cara ini, bahkan di zaman modern ini, obat-obatan herbal diterima di pasaran sebagai obat yang setara dengan obat farmasi. Hal ini diperkuat dengan kesadaran bahwa masyarakat perlu menerapkan kembali pola pikir “back to nature” (Isnawati, D. L., 2021).

2.2 Paracetamol

Parasetamol atau acetaminophen (N-acetyl-p-aminophenol) merupakan turunan sintetik non-opioid dari p-aminofenol (Sweetman SC, 2011).

Parasetamol sering digunakan sebagai antipiretik dan analgesik.

Keuntungan penggunaan parasetamol antara lain indeks terapeutik yang luas, bioavailabilitas yang baik setelah pemberian oral, ekskresi cepat, interaksi dengan obat lain dalam jumlah kecil, harga murah, tersedia bebas tanpa resep dokter, dan efek samping yang lebih sedikit. Oleh karena itu, penggunaan parasetamol sudah menjadi hal yang umum (Bebenista, 2014).

Parasetamol merupakan obat yang aman bahkan hampir tidak ada efek samping yang dilaporkan ketika digunakan pada dosis terapi, namun pada beberapa dekade terakhir dilaporkan adanya efek yang tidak menguntungkan pada sistem saraf pusat (Viberg, 2014; Ghanem, 2016;

Essawy, 2017). Parasetamol dapat melewati sawar darah otak sehingga efek samping pada sel otak tidak dapat dihindari (Bebenista, 2014). Penggunaan parasetamol dalam jangka panjang menimbulkan efek samping berupa MOH (Srikiatkhachorn, 2013).

MOH berdasarkan International Classification of Headache Disorders (ICHD III-β) edisi III-β tahun 2013, didefinisikan sebagai nyeri kepala > 15

(8)

hari/bulan, penggunaan secara berlebihan satu atau lebih obat secara rutin selama > 3 bulan yang digunakan untuk terapi akut atau simtomatik nyeri kepala, dan adanya nyeri kepala yang semakin berkembang dan memburuk selama penggunaan obat secara berlebihan (HIS, 2013).

Monografi Parasetamol

Nama : Asetaminofen

Rumus Molekul : C8H9NO2 Berat Molekul : 151,16 g/mol

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit.

Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P., dalam 13 bagian aseton P., dalam 40 bagian gliserol P., dan dalam 9 bagian propilenglikol P. Larut dalam larutan alkali hidroksida.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.

Penggunaan : Analgetikum dan antipiretikum (Ditjen POM, 1979) 2.3 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan zat terlarut dengan proses perpindahan dinamis yang melibatkan dua fase, salah satu fasenya bergerak dengan arah tertentu dan didalamnya senyawa tersebut menunjukkan perbedaan sehingga dapat diidentifikasi senyawa-senyawa tersebut. Fase gerak yang pada umumnya berbentuk cair atau gas, membawa zat terlarut melalui media sehingga terpisah dari zat terlarut lainnya. Sedangkan, fase diam bertindak sebagai pengikat atau penangkap zat terlarut yang terpisah tersebut sehingga fase yang biasanya menggunakan suatu penyangga yang inert ini dapat mengidentifikasikan senyawa yang terpisah dari zat terlarut lainnya (Depkes RI, 2009).

Jenis-jenis kromatografi yang digunakan dalam penelitian untuk menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif yang digunakan untuk penetapan kadar dan pengujian dalam tanaman biasanya menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Gas (KG), dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Pada KLT biasanya digunakan lempeng kaca, plastik, atau logam yang dilapisi dengan serbuk halus fase

(9)

diam. Pada umumnya, lapisan tipis pada KLT berupa serbuk penukar ion sehingga efektif untuk memisahkan senyawa polar (Depkes RI, 2009).

Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia yang didasarkan pada perbedaan distribusi molekul-molekul komponen diantara dua fasa (fase gerak/eluen dan fase diam/adsorben) yang berbeda tingkat kepolarannya. Kromatografi lapis tipis merupakan bentuk kromatografi planar yang digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofob seperti lipida-lipida dan hidrokarbon. Prinsip dari pemisahan kromatografi lapis tipis adalah adanya perbedaan sifat fisik dan kimia dari senyawa yaitu kecenderungan dari molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan), kecenderungan molekul untuk menguap dan kecendrungan molekul untuk melekat pada permukaan (adsorpsi, penjerapan) (Rahmawati, 2015).

Pemisahan dengan kromatografi didasarkan pada kesetimbangan komponen-komponen campuran di antara fasa gerak (fasa mobil) dan fasa diam (fasa stasioner). Kesetimbangan ini dapat dijelaskan secara kuantitatif dengan istilah koefisien partisi (Yani, 2014).

Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya. Pelaksanaan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Gel silika merupakan fase diam. Fasa diam untuk KLT seringkali mengandung substansi yang dapat berpendar dalam sinar UV. Adsorben yang paling banyak digunakan dalam kromatografi lapis tipis adalah silika gel dan alumunium oksida.Silika gel umumnya mengandung zat tambahan kalsium sulfat untuk mempertinggi daya lekatnya. Zat ini digunakan sebagai adsorben universal untuk kromatografi netral, asam dan basa. Kromatografi lapis tipis sekarang digunakan secara universal dan karena kecepatannya dan kebutuhan akan senyawa yang sangat kecil merupakan prosedur analitik yang ideal untuk laboratorium apotik (Yani, 2014).

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis menggunakan harga Rf. Harga Rf didefiniskan sebagai berikut

(10)

KLT digunakan untuk memantau kemajuan reaksi dan untuk mengenali komponen tertentu, teknik ini sering dilakukan dengan lempeng gelas atau plastik yang dilapisi oleh fase diam dan fase gerak adalah pelarut. Campuran yang akan dianalisis diteteskan pada dasar lempengan dan pelarut akan bergerak naik oleh gaya kapiler. Jarak tempuh ke atas lempengan merupakan cerminan polaritas senyawa. Peningkatan polaritas pelarut akan menurunkan interaksi senyawa degan fase diam sehingga memungkinkan senyawa dalam fase gerak bergerak lebih jauh pada lempeng (Yani, 2014).

2.4 Spektrofotometri

Spektrofotometri adalah salah satu alat analisis senyawa secara kualitatif maupun kuantitatif yang menggunakan metode analisis kimia berdasarkan inteeraksi materi dengan energi. Alat yang digunakan dalam metode analisis spektrofotometri disebut spektrofotometer. (Suharmanto, et al., 2013).

Spektrofotometri UV-Vis adalah instrument analisis senyawa yang menggunakan radiasi elektromagnetik sinar ultraviolet (UV) yang memiliki rentang panjang antara 190 – 380 nm dan sinar visible dengan panjang gelombang 380 – 780 nm (Suhartati, 2017).

Instrument Spektrofotometri UV-Vis adalah salah satu instrument yang umum digunakan. Spektrofotometri UV-Vis dapat digunakan dalam menganalisis zat organik maupun anorganik selektif dengan hasil yang akurat dan mudah didapatkan. Ketelitian instrument spektrofotometri UV- Vis cukup tinggi dengan angka kesalahan analisis hanya sebesar 1 – 3% dan dapat digunakan untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil sekalipun. (Rohmah, et al., 2021).

Selain kelebihan diatas, Spektrofotometri UV-Vis juga memiliki beberapa kekurangan seperti senyawa yang akan dianalisis harus memiliki

(11)

gugus kromofor ikatan rangkap yang terkonjugasi dan memiliki panjang gelombang yang berada ada rentang panjang gelombang instrument. Selain itu, hasil dari absorbansi yang diukur juga dapat dipengaruhi oleh suhu, pH dan zat pengotor lainnya. (Tetha & Sugiarso, 2016).

Prinsip kerja dari instrument spektrofotometri Uv-Vis didasarkan pada hukum Lambert Beer, dimana ketika sumber cahaya monokromatik dilewatkan melalui suatu media sampel pada gelombang tertentu, sinar tersebut akan diteruskan sebagian dan sebagian lainnya akan diserap oleh media sampel tersebut. (Yanlinastuti & Fatimah, 2016). Ada beberapa istilah yang digunakan dalam spektrofotometri UV-Vis yang perlu diperhatikan, istilah-istilah tersebut adalah:

a. Gugus kromofor, adalah gugus atom dari suatu senyawa yang dapat melewati panjang gelombang ultraviolet. Umumnya gugus kromofor ada pada senyawa yang memiliki ikatan rangkap, seperti heksana, aseton, henzene, karbondioksida, karbinil dan gas nitrogen. (Sylvia et al., 2018).

b. Auksokrom, merupakan gugus fungsi yang memiliki pasangan elektron bebas yang berikatan dengan kovalen tunggal dan dapat merubah panjang gelombang serta intensitas serapan apabila berikatan dengan gugus kromofor seperti gugus hidroksil, amina, halida dan alkoksi (Suhartati, 2017).

c. Efek batokromik atau pergeseran merah adalah perubahan absorbsi panjang gelombang menjadi lebih besar karena ikatan antara auksokrom dengan kromofor (Suhartati, 2017)

d. Efek hipokromik atau pergeseran biru adalah perubahan absorbsi panjang gelombang menjadi lebih kecil atau pendek karena tidak ada ikatan antara auksokrom dengan kromofor (Suhartati, 2017).

e. Hipersokromik adalah pergeseran panjang gelombang menuju gelombang yang lebih kecil (Tunnisa, et al., 2018)

Spektrofotometri UV-Vis dapat digunakan untuk menganalisis sampel senyawa berupa larutan, gas, maupun uap. Menurut Suhartati (2017), ada

(12)

beberapa hal yang harus diperhatikan pada pelarut yang digunakan dalam sampel larutan seperti:

a. Sampel harus melarut dengan sempurna dengan pelarut.

b. Pelarut yang digunakan tidak memiliki ikatan rangkap yang terkonjugasi dan tidak berwarna.

c. Pelarut tidak mengalami interaksi dengan senyawa yang dianalisis.

d. Pelarut memiliki kemurnian yang tinggi.

Pelarut yang umum digunakan pada spektrofotometri UV-Vis adalah air, etanol, metanol dan n-heksana. Pelarut – pelarut tersebut digunakan karena pelarut tersebut berwarna transparan pada daeran UV. Berikut ini adalah pelarut – pelarut yang mengabsorbsi sinar UV pada panjang gelombang yang spesifik.

Pelarut maks (nm) Pelarut maks (nm)

Asetronitril 190 n-heksana 201

Kloroform 240 Metanol 205

Sikloheksana 195 Isooktana 195

1-4 dioksan 215 Air 190

Etanol 95% 205 Aseton 330

Benzena 285 Piridina 305

Tabel 1. Absorbsi Sinar UV maks. dari beberapa pelarut

Senyawa yang dapat dianalisis dengan menggunakan instrument spektrofotometri UV-Vis adalah senyawa yang memiliki gugus kromofor dan auksokrom. Contoh kromofor adalah C=O, C=C, N=N dan NO2, sedangkan contoh gugus kromofor adalah -OH, -OR, -NH2, -NR2, dan -NHR. Jika dilihat dari struktirnya, vitamin C mengandung gugus kromofor berupa ikatan rangkap terkonjugasi dan gugus auktosom yaitu Oh sehingga Vitamin C dapat dianalisis menggunakan instrument UV-Vis.

Spektrofotometri UV-Vis memiliki dua time umum yang digunakan,

(13)

adalah tipe instrument yang sederhana dan lemat biaya untuk digunakan dalam analisis kuantitatif dalam mengukur absorbansi pada panjang gelmbang tunggal. Pada spektrofotometri UV-Vis double beam digunakan dua sinar yang dibentuk oleh potongan semin berbentuk V. Cahaya polikromatis yang digunakan untuk sinar ultraviolet adalah lampu deuterium dan lampu wolfman untuk visible. (Alwi, 2017).

Gambar 1. Alat spektrofotometri UV-Vis Single Beam

Gambar 2. Alat spektrofotometri UV-Vis Double Beam BAB III

METODE PENELITIAN

(14)

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian mengenai analisis senyawa dan kadar parasetamol pada sampel jamu pegal linu dengan jenis metode analisis kualitatif menggunakan instrumen Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan metode analisis kuantitatif menggunakan instrumen Spektrofotometer UV-Vis.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang digunakan untuk analisis kadar parasetamol pada jamu pegal linu ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Singaperbangsa Karawang yang beralamat di Jl. HS.

Ronggo Waluyo, Kelurahan Puseurjaya, Kecamatan Telukjambe Timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada saat Praktikum Kimia Farmasi Analisis di minggu ke-3 bulan Desember.

Waktu yang digunakan untuk analisis kadar parasetamol pada jamu pegal linu adalah saat praktikum mata kuliah kimia farmasi analisis dengan rentang waktu sekitar 100 menit atau 1 jam 40 menit.

3.3 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beaker glass, kertas saring, batang pengaduk, erlenmeyer, pipet volume, timbangan analitik, spatel logam, kertas perkamen, labu ukur, pipet tetes, kuvet, kromatografi lapis tipis, spektrofotometer UV-Vis.

3.3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah produk jamu pegal linu dan jamu reumatik yang tidak memiliki tanda registrasi dari Badan POM dari salah satu gerai jamu lokal di daerah Karawang yang memiliki banner brand “Sidomuncul”, serbuk Parasetamol pro analyst, etanol absolute for analysis, silika GF254, dan kloroform.

(15)

3.4 Langkah Kerja

3.4.1 Analisis Kulitatif Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis 1. Pembuatan larutan baku 1000 ppm

Sebanyak 50 mg baku pembanding parasetamol ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, dilarutkan dengan etanol hingga tanda batas kemudian dihomogenkan (Indriatmoko et al., 2019).

2. Pembuatan larutan uji

Sebanyak 50 mg sampel jamu ditimbang, dilarutkan dengan etanol dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL kemudian dikocok selama ± 10 menit. Larutan sampel disaring dengan kertas saring dan siap untuk dilakukan penotolan. Lakukan hal yang sama dengan sampel jamu yang lainnya (Indriatmoko et al., 2019).

3. Analisis dengan KLT

Larutan uji dan baku pembanding parasetamol ditotolkan pada plat KLT dengan fase diam silika GF254 dan dielusi dengan fase gerak kloroform : etanol (90:10). Penampakan bercak dilihat menggunakan sinar UV 254 nm. Bercak yang diperoleh diamati dan dihitung nilai Rf (Tjahjani & Nasution, 2020).

3.4.2 Analisis Kuantitatif Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis 1. Pembuatan Larutan Baku 1000 ppm

Sebanyak 50 mg baku pembanding parasetamol ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, dilarutkan dengan etanol hingga tanda batas kemudian dihomogenkan (Indriatmoko et al., 2019).

2. Penetapan panjang gelombang maksimum

Penetapan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan membuat larutan standar parasetamol konsentrasi 6 ppm. larutan tersebut dibuat dengan memipet larutan induk parasetamol sebanyak 0,375 ml lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml dan

(16)

ditambahkan etanol hingga tanda batas kemudian dikocok homogen. Larutan standar parasetamol 6 ppm tersebut diukur panjang gelombang maksimumnya pada rentang panjang gelombang antara 200-400 nm. Panjang gelombang maksimum parasetamol 249 nm dalam pelarut etanol.

3. Pembuatan larutan stok parasetamol

Baku pembanding parasetamol ditimbang seksama 50 mg, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, dilarutkan dengan etanol hingga tanda batas sehingga terbentuk larutan parasetamol 1000 ppm. Sebanyak 1 mL larutan parasetamol 1000 ppm dipipet ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan etanol sampai tanda batas sehingga didapatkan larutan parasetamol 100 ppm yang akan dijadikan larutan stok (Rosyada et al., 2019).

4. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Sebanyak 2 mL larutan stok parasetamol dipipet ke dalam labu ukur 10 mL, dan ditambahkan pelarut etanol sampai tanda batas.

Larutan yang terbentuk adalah larutan parasetamol 20 ppm.

Larutan ini diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200-400 nm untuk mengetahui panjang gelombang maksimum (Rosyada et al., 2019).

5. Pembuatan Kurva Baku Parasetamol

Larutan standar parasetamol dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Nilai absorbansi yang diperoleh selanjutnya dibuat kurva baku dengan sumbu x adalah konsentrasi dan sumbu y adalah absorbansi (Rosyada et al., 2019).

6. Pembuatan Larutan Uji

Sebanyak 50 mg sampel jamu ditimbang, dilarutkan dengan etanol dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL kemudian dikocok selama ± 10 menit. Larutan sampel disaring dengan kertas saring dan siap untuk dilakukan penotolan. Lakukan hal

(17)

yang sama dengan sampel jamu yang lainnya (Indriatmoko et al., 2019).

7. Penetapan Kadar Parasetamol

Larutan uji yang mengandung bahan kimia obat (BKO) parasetamol diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum. Konsentrasi parasetamol dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis lurus kurva baku parasetamol yaitu y = bx + a, dimana y adalah absorbansi, x adalah konsentrasi parasetamol, a adalah intersep, dan b adalah kemiringan garis (slope). Untuk menghitung kadar parasetamol digunakan perhitungan (Lovianasari et al., 2021):

3.5 Validasi Metode Analisis 3.5.1 Linieritas

Hubungan linieritas ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (r) dan nilai koefisien determinasi (r2). Kedua nilai tersebut didapat dari kurva baku perbandingan konsentrasi (x) dan absorbansi (y) pada seri konsentrasi larutan baku paracetamol 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 ppm (Rohman, 2016).

3.5.2 Akurasi

Akurasi menggunakan metode standar baku. Akurasi diperoleh dengan membandingkan kedekatan seri konsentrasi larutan baku paracetamol 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 ppm yang terukur dengan konsentrasi yang sebenarnya (Karnakar dkk, 2020). Data yang diperoleh dinyatakan oleh persen perolehan kembali (% recovery) dengan rumus sebagai berikut:

(18)

3.5.3 Presisi

Presisi menggunakan metode keterulangan (repeatability). Presisi diperoleh dari pengolahan data seri konsentrasi larutan baku paracetamol 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 ppm menjadi nilai SD (Karnakar dkk, 2020). Nilai SD kemudian dihitung kembali untuk mendapat nilai % RSD dengan rumus sebagai berikut:

3.5.4 Limit of Detection dan Limit of Quantification

Nilai Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantification (LOQ) diperoleh dari pengolahan data seri konsentrasi larutan baku paracetamol 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 ppm menjadi nilai SD (Fajriah dkk, 2017). Nilai SD kemudian dihitung kembali dengan rumus sebagai berikut:

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, H. (2017). Validasi Metode Analisis Flavonoid dari Ekstrak Etanol Kasumba Turate (Carthamus tinctorius L.) Secara Spektrofotometri UV- Vis. (Skripsi Sarjana, Universitas Alauddin Makassar)

Badan POM RI. (2019). Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 32 tentang persyaratan keamanan dan mutu obat tradisional. Jakarta:

Badan POM RI

Badan POM RI. (2023). Peraturan Badan Pengawas Obat dan MakananNomor 25 Tahun 2023 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat Bahan Alam. Jakarta: Badan POM RI

Bebenista MJ, Nowak JZ. (2014). Paracetamol: Mechanism of Action, Applications and Safety Concern. Polish Pharmaceutical Society. Acta Poloniae Pharmaceutica – Drug Research, Vol 7(1):11-23

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI

Essawy AE, Alkhuriji AF, Soffar AA. (2017). Paracetamol Overdose Induces Physiological and Pathological Aberrations in Rat Brain. Journal of Applied Pharmaceutical Sciences, Vol. 7(09):185-190

Fajriah N, Zulfadli, Nasir M. (2017). Analisis Kadar Logam Timbal (Pb) dan Kadmium (Cu) pada Tanaman Kangkung (Ipomoea aquatica) Menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Jurnal Ilmu Mahasiswa Pendidikan Kimia. 2(3). 162–71

Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2015. Country Report on the State of Plant Genetic Resources for Food and Agriculture Indonesia. http://www.fao.org/docrep/013/i1500e/Indonesia.pdf. 9 September 2015

Ghanem CI, Maria JP, Manautou JE, Mottino AD. (2016). Acetaminophen; from liver to brain: new insights into drug pharmacological action and toxicity.

Pharmacol Res, 109:119-31

(20)

Headache Classification Committee of the International Headache Society (IHS).

(2013). The International Classification of Headache Disorders, 3rd Edition (beta version). Cephalalgia, 33: 629–808

Indriatmoko, D. D., Rudiana, T., Saefullah, A. (2019). Analisis Kandungan Parasetamol Pada Jamu Pegal Linu Yang Diperoleh Dari Kawasan Industri Kecamatan Kibin Kabupaten Serang. Jurnal ITEKIMA. 5(1): 2548–2947 Isnawati, D. L. (2021). Minuman Jamu Tradisional Sebagai Kearifan Lokal

Masyarakat di Kerajaan Majapahit Pada Abad Ke-14 Masehi. AVATARA, e-journal Pendidikan Sejarah, Vol 11(2)

Karnakar N, Ramana H, Amani P, Tharun S, Nagaraju M, Sharma SB. (2020).

Analytical Method Development and Validation of Diclofenac Sodium by UV-Visible Spectroscopy Using AUC Method. Int J Multidiscip Res Dev.

7(1). 20–43

Kemenkes RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 003/MENKES/PER/I/2010, Tentang Saintifikasi Jamu dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI

Kemenkes RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Formularium obat herbal asli Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI Kemenkes RI. (2017). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

HK.01.07/Menkes/187/2017 tentang Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI

Lau SHA, Herman, Rahmat M. (2019). Studi Perbandingan tingkat pengetahuan masyarakat tentang obat Herbal dan Obat Sintetik Di Campagayya Kelurahan Panaikang Kota Makassar. Jurnal Farmasi Sandi Karsa, Vol.

5(1):33-37

Lestari P. (2016). Studi tanaman khas Sumatra Utara yang berkhasiat Obat. Jurnal Farmanesia, Vol. 9(11):11-21

Lovianasari, E., Fitriana, A. S., Prabandari, R. (2021). Identifikasi Kandungan Bahan Kimia Obat Deksametason dalam Obat Tradisional Penggemuk Badan yang Dijual di Banyumas. 1(1), 133-139

(21)

Musyri’ah Hanum dan Tim Redaksi Cemerlang. (2011). Pengobatan Tradisional dengan Jamu Ala Kraton Sebagai Warisan Turun Temurun. Yogyakarta:

Andi Offset

Rahmawati, Fitria. (2015). Optimasi Penggunaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Pada Pemisahan Senyawa Alkaloid Daun Pulai (Alstonia scholaris L.R.Br). (Skripsi Sarjana, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang)

Rohmah, S. A. A., Muadifah, A. & Martha, R. D. (2021). Validasi metode penetapan Kadar Pengawet Natriu benzoat pada Sari Kedelai di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Tulungagung Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Jurnal Sains Dan Kesehatan, 3(2), 120-127

Rohman, A. (2016). Validasi dan Penjaminan Mutu Metode Analisis Kimia.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Rosyada, E., Muliasari, H., Yuanita, E. (2019). Analisis kandungan bahan kimia obat natrium diklofenak dalam jamu pegal linu yang dijual di Kota Mataram. Jurnal Ilmiah Farmasi, 15(1): 12–19

Suharmanto, E. & Kurniawan, F. (2013). Daftif Probe Serat Optik Untuk Spektrofotometer Gennesys 10Ss UV-Vis Generasi Kedua. Jurnal Sains Dan Seni, 2(1), 2337-3520

Srikiatkhachorn A, Grand SM, Supornsilpchai W, Storer RJ. (2013).

Pathophysiology of Medication Overuse Headache-An Update. Headache, 204-10

Suhartati, Tati. (2017). Dasar-Dasar Spektrofotometri UV-Vis dan Spektrofotometri Massa Untuk penentuan Struktur Kimia Senyawa Organik. Lampung: CV. Anugran Utama Rahaja

Sweetman SC. (2011). Martindale The Complete Drug Reference 37th edition.

USA: Chicago Pharmaceutical Press

Sylvia, D., Gantina, A., & Rusdiana, N. (2018). Analisis Sibutramin Hidro klorida Pada Jamu Pelangsing di Kecamatan Curug Dengan Spektrofotometri UV.

Farmagazine, 5(2), 1–5

(22)

Tetha E.S, D. A., & Sugiarso K. S, R. D. (2016). Pebandingan Metode Analisa Kadar Besi antara Serimetri dan Spektrofotometer UV-Vis dengan Pengompleks 1,10- Fenantrolin. Akta Kimia Indonesia, 1(1), 8

Tjahjani, N. P., Nasution, C. W. P. (2020). Gambaran Bahan Kimia Obat Parasetamol Dalam Jamu Pegal Linu Yang Dijual Di Pasar Gladak. Jurnal Farmasetis. 9(2): 89–100

Tunnisa, T., Mursiti, S., & Jumaeri. (2018). Isolasi Flavonoid Kulit Buah Durian dan Uji Aktivitasnya sebagai Antirayap Coptotermes sp. Indonesian Journal of Chemical Science, 7(1), 21–27

Viberg H, Eriksson P, Gordh T, Fredriksson A. (2014). Paracetamol (Acetaminophen) Administration During Neonatal Brain Development Affects Cognitive Function and Alters Its Analgesic and Anxiolytic Response in Adult Male Mice. Toxicological Sciences, Vol. 138(1): 139- 147.

Yani, Winda. (2014). Pengaruh Ekstrak Daun Thespesia populnea (L.) Soland Ex Correa Terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit Terinduksi Aloksan dan Profil KLT Fraksi Aktif. (Skirpsi Sarjana, Universitas Bengkulu)

Yanlinastuti, & Fatimah, S. (2016). Pengaruh Konsentrasi Pelarut Untuk Menentukan Kadar Zirkonium dalam Paduan U-Zr dengan Mengguakan Metode Spektrofotometri UV-VIS. PIN Pengelolaan Instalasi Nuklir, 9(17), 22–33

Referensi

Dokumen terkait

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul

viii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Proposal Pengajuan Lomba Keterampilan

i KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan

v KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis

KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penyusunan skripsi yang berjudul

x KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal skripsi yang diajukan