ANALISIS KANDUNGAN PARASETAMOL PADA JAMU PEGAL LINU DI PONTIANAK DENGAN MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI
LAPIS TIPIS (KLT) DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS
AN ANALYSIS ON PARACETAMOL CONTAIN IN TRADITIONAL MEDICINE IN PONTIANAK BY USING THIN-LAYER CHROMATOGRAPHY AND
UV-VIS SPECTROPHOTOMETRIC METHOD Bambang Wijianto, Yumanda
Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik. Objek dari penelitian ini adalah jamu pegal linu yang beredar di kota Pontianak. Jamu pegal linu diperoleh dari toko obat yang terdapat di kota Pontianak. Teknik sampling yang
digunakan adalah non probabilitas yaitu purposive sampling. Sampel yang
didapat sebanyak 14 sampel jamu pegal linu untuk diidentifikasi kandungan parasetamol pada jamu tersebut. Metode yang digunakan adalah metode Spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 249nm yang sebelumnya dilakukan pemisahan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis(KLT) dengan fase diam Silika Gel GF254 dengan perbandingan fase gerak kloroform : methanol adalah masing-masing 90:10. Dari seluruh sampel yang diidentifikasi didapat hasil 3 jamu yang positif mengandung parasetamol yaitu sampel C, E, dan G, dengan kadar masing-masing berturut-turut 45,4mg, 70,385mg, dan 150,15mg. Berdasarkan Badan POM RI No.KH.00.01.43.2773/2008 tentang obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat, parasetamol tidak diperbolehkan ada pada jamu tradisional.
Kata kunci: Parasetamol, jamu, Kromatografi Lapis Tipis(KLT), Spektrofotometri UV-Vis.
ABSTRACT
This research is an analytic research. The object of this research are traditional medicine which had been sell in Pontianak. Those samples are from some medicine stores in Pontianak. Sampling technique used was non-probability purposive sampling type. There were 14 sample of traditional medicine which had been used to be identified the paracatamol contain on. This research was conducted by using Uv-Vis Spectrophotometric method at a wavelength of 249nm that were previously carried out the separation by thin-layer chromatography with silica gal GF254 as stationary phase and kloroform : methanol (90:10) as eluens. The writer found 3 of 14 sample of traditional medicines which contained paracetamol. The positive traditional medicine sample are sample C, E, and G with each level 45,5mg, 70,385mg, and 150,15mg per 1 dosage of traditional medicine. Based on Badan POM RI
No.KH.00.01.43.2773/2008 about traditional medicine which contain chemical, paracetamol may not exist in traditional herbal medicine.
Keyword: Paracetamol, Traditional Medicine, Thin-Layer Chromatography, Uv-Vis Spectrophotometric.
PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia telah lama
mengenal dan menggunakan
tanaman berkhasiat obat sebagai
salah satu upaya dalam
menanggulangi masalah kesehatan.
Pengetahuan tentang tanaman
berkhasiat obat berdasar pada
pengalaman dan ketrampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa),
Usada (Bali), Lontarak pabbura
(Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang nDalem dan relief candi
Borobudur yang menggambarkan
orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya.
Sejalan dengan
perkembangan obat tradisional pada saat ini, dengan adanya pemicu persaingan yang semakin ketat pada industri-industri jamu, terdapat industri yang menggunakan cara apapun untuk dapat bersaing dengan industri lainnya, dengan cara mencampur bahan kimia yang berbahaya dengan tujuan agar jamu tersebut dapat berkhasiat secara instan, sehingga akan mendapatkan kepercayaan dari konsumen untuk menggunakan jamu
tersebut secara terus menerus untuk kesembuhan penyakit dari konsumen. Menurut sujono(2010), bahwa jamu atau obat tradisional digunakan untuk
pengobatan penyakit
degeneratife(menahun), yaitu digunakan untuk pemeliharaan agar penyakit tersebut tidak bertambah parah. Oleh sebab itu dikhawatirkan
pada pasien yang sudah
menggunakan jamu yang telah
mengandung bahan kimia obat yang berbahaya akan menimbulkan efek
samping bagi pengguna bahkan
dapat mengakibatkan toksik pada penggunaan jamu tersebut dalam jangka panjang.
Jamu pegal linu merupakan salah satu produk obat tradisional
yang banyak diminati oleh
masyarakat. Jamu pegal linu ini diyakini dapat menghilangkan pegal linu, capek-capek, nyeri otot dan
tulang, memperlancar peredaran
darah, memperkuat daya tahan tubuh dan menghilangkan sakit seluruh
badan. Banyak industri obat
tradisional maupun industri kecil obat
tradisional yang mengembangkan
jamu ini dengan ramuan-ramuan tertentu. Namun pada faktanya dari surat edaran yang dikeluarkan oleh BPOM, kebanyakan kasus jamu pegal
linu yang sudah terdeteksi
mengandung bahan kimia obat
seperti parasetamol.
Berdasarkan PERMENKES
tentang ”IZIN USAHA INDUSTRI
OBAT TRADISIONAL DAN
PENDAFTARAN OBAT
TRADISIONAL MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA” pada bab VIII pasal 39 ayat 1 tentang larangan menyatakan bahwa Industri Obat Tradisional atau
lndustri Kecil Obat Tradisional
dilarang memproduksi segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat sebagai obat.
Parasetamol merupakan obat yang memilki aktivitas analgesik dan antipiretik, serta memiliki sedikit efek sebagai antiinflamasi. Penggunaan
parasetamol secara rutin dalam
jangka panjang memungkinkan dapat meningkatkan warfarin. Keberadaan
parasetamol didalam tubuh juga
dapat berinteraksi dengan penyakit tertentu. Penggunaan parasetamol juga dapat mengakibatkan gangguan
ginjal berat, penyakit hati atau
hepatitis sehingga dapat menurunkan fungsi hati dan ginjal. Parasetamol
juga dapat mengakibatkan
ketergantungan pada alkohol.
Berdasarkan hal tersebut,
maka peneliti ingin mengetahui
apakah parasetamol masih juga
digunakan sebagai bahan tambahan pada jamu tradisional khususnya jamu pegal linu yang beredar di kota Pontianak. Maka dengan adanya
penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat dalam
pemberian informasi kepada
masyarakat agar lebih berhati-hati
dalam mengkonsumsi jamu
tradisional yang dipasarkan dan
menjanjikan hasil yang memuaskan.
BAHAN DAN METODE BAHAN
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah baku
pembanding parasetamol, methanol, kloroform, NaHCO3 8%, eter, etanol, H2SO4 3N, aquabidest dan sampel jamu pegal linu.
ALAT
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer UV-Vis Shimadzu UV 2450, kertas pH universal, neraca analitik, lempeng silika gel GF 254 ukuran 20 x 20 cm, cahaya ultraviolet 254nm, dan kuvet. METODE
Pengambilan Sampel
Teknik sampling yang
digunakan adalah teknik
nonprobability sample, karena dengan
mempertimbangkan peneliti tidak
mengetahui secara pasti jumlah
populasi sampel yang beredar di kota Pontianak dan tidak melibatkan unsur peluang, sehingga tidak diketahui
besarnya peluang sesuatu unit
sampling terpilih ke dalam sampel.
Teknik nonprobability sample
menggunakan tipe Purposive
Sampling karena sampling dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh
satuan sampling yang memiliki
karakteristik yang dikehendaki.
Sampel jamu diambil dari 6
kecamatan yang berada dikota
Pontianak. Pengambilan sampel juga memperhitungkan jarak antar toko
jamu. Pada toko jamu yang
berdekatan maka sampel diambil dari
satu toko jamu saja. Proses
memperhitungkan jenis produk. Pada satu produk jamu yang telah diambil di satu tempat, maka tidak akan diambil kembali di tempat yang lain sehingga produk jamu yang dijadikan sampel tidak ada yang sama dan dapat mewakili dari produk jamu pegal linu yang tersebar di kota Pontianak.
Pembuatan Larutan Baku Pembanding Parasetamol pada KLT
Sebanyak 2,5 g baku
parasetamol BPFI dilarutkan kedalam 25ml etanol lalu dihomogenkan. Pembuatan Larutan Sampel pada KLT
Diambil satu dosis cuplikan
sampel jamu yang diduga
mengandung parasetamol
dimasukkan kedalam Erlenmeyer 125 ml lalu ditambahkan 50 ml air dan beberapa tetes larutan NaHCO3 8% hingga pH 7. Sampel dikocok selama 30menit lalu disaring. Volume filtrate dimasukkan kedalam corong pisah lalu asamkan filtrate dengan H2SO4 3N hingga pH 1. Ekstraksi larutan dengan 20ml eter sebannyak 4 kali lalu uapkan kumpulan ekstrak eter ditangas air hingga kering kemudian dilarut dengan 5 ml etanol.
Pengerjaan Sampel pada KLT Lempengan KLT(silika gel)
disiapkan dengan fase gerak
kloroform : methanol ( 90 : 10 ). Lalu larutan A dan B masing-masing ditotolkan secara terpisah pada plat silika gel. Larutan dielusikan sampai jarak rambat 15 cm, lalu lempengan diangkat dan biarkan fase geraknya menguap. Lalu amati bercak dibawah
sinar Ultraviolet pada panjang
gelombang 254nm Bandingkan nilai Rf dengan baku standar.
Pengerjaan Sampel pada Uv-Vis Pada prosedur KLT diambil hasil kerokan bercak baku dan bercak senyawa sampel yang mempunyai harga Rf yang sama dan dikocok secara terpisah dengan 5 ml etanol lalu disaring. Ukur serapan pada
panjang gelombang maksimum
dengan etanol sebagai blanko. Validasi Linearitas
Larutan baku pembanding yang telah dibuat, digunakan sebagai seri larutan standar dengan rentang konsentrasi 3-7 ppm. Pembuatan larutan standar tersebut dilakukan dengan cara memipet larutan baku
pembanding 10 ppm sebanyak
volume yang diperlukan sesuai
dengan konsetrasi larutan standar yang ingin dibuat ke dalam labu ukur 10 ml kemudian ditambahkan etanol dan dicukupkan volume sampai garis tanda, dikocok homogen dan difiltrasi.
Diukur serapan pada panjang
gelombang maksimum. Setelah itu dapat diperoleh hubungan linearitas yang terbentuk antara konsentrasi dalam mg/L (x) dan area Parasetamol (y) dalam pelarut pada berbagai perbedaan tingkat konsentrasi dan
persamaan regresi linearnya
menggunakan model y = bx + a dengan b sebagai slope dan a sebagai intersep.
Validasi Akurasi
Persen perolehan kembali
dapat ditentukan dengan cara
menambahkan sejumlah 10mg baku Parasetamol ke dalam salah satu sampel jamu. Campuran tersebut kemudian dikocok sampai homogen
dan diukur absorbansi sesuai pada penetapan kadar Parasetamol dalam jamu.
Validasi Presisi
Pada percobaan ini,
perhitungan keseksamaan yang
dilakukan adalah keseksamaan yang
dinyatakan sebagai keterulangan.
Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dalam interval waktu yang
pendek. Dilakukan pengukuran
larutan standar dengan suatu
konsentrasi pada alat
spektrofotometer UV-Vis yang
dilakukan sebanyak 3 kali dalam 1 hari dan 3 kali dalam 3 hari berturut-turut. Dapat diperoleh nilai presisi harian yang dinyatakan dalam bentuk simpangan baku relatif atau koefisien variasi (KV) dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan:
KV : Koefisien Variasi SD : Standar deviasi X : Rata-rata konsentrasi Validasi LOD & LOQ
Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis linear dari kurva kalibrasi baku
pembanding yang telah dibuat.
Setelah itu dapat diperoleh hubungan
linearitas yang terbentuk antara
konsentrasi (mg/mL) dan area
Parasetamol dalam pelarut fase gerak pada berbagai perbedaan tingkat konsentrasi dan persamaan regresi linearnya menggunakan model y = bx
+ a. Nilai Sl (kepekaan arah) akan sama dengan nilai slope (b) pada persamaan garis linear tersebut, sedangkan simpangan baku blanko
sama dengan simpangan baku
residual (Sy/x). Nilai absorbansi
blanko didapat dengan mengukur serapan dari blanko yang digunakan yaitu etanol pada panjang gelombang maksimum analit yaitu pada 249nm. Simpangan baku respon bangku pembanding dapat dihitung dengan rumus berikut:
Keterangan:
Q : LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
K : 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi
Sb : simpangan baku respon analitik dari blanko
SI : arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi = slope (a pada persamaan garis y = ax + b)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi kandungan obat
parasetamol di dalam jamu pegal linu.
Dalam penelitian ini dilakukan
beberapa tahapan sampai sampel jamu pegal linu tersebut dapat diukur
dengan menggunakan alat
spektrofotometer. Didapatkan
sebanyak 14 jamu pegal linu yang beredar di kota Pontianak. Jamu pegal linu yang digunakan pada penelitian ini didapat dari toko-toko obat dan jamu yang berada di kota Pontianak. Sampel jamu yang didapat terdapat 2 jamu yang tidak teregistrasi BPOM dan 12 jamu yang teregistrasi
BPOM. Jamu yang diambil memiliki bentuk sediaan berupa serbuk dan kapsul. Jamu yang telah didapatkan akan diproses lebih lanjut agar jamu dapat diukur khususnya kandungan
zat aktif parasetamol.
Tahapan-tahapan yang dilakukan pada
penelitian ini adalah preparasi
sampel, pemisahan sampel dengan metode KLT, dan dilanjutkan dengan pengukuran pada sampel yang positif mengandung parasetamol dengan menggunakan alat Spektrofotometer. Preparasi sampel
Preparasi sampel ini
dilakukan untuk menyiapkan sampel agar dapat dilakukan pengukuran pada tahap selanjutnya. Preparasi sampel ini juga bertujuan untuk memisahkan zat-zat pengotor yang terdapat didalam jamu dari zat parasetamol itu sendiri. Hal yang pertama dilakukan adalah melarutkan satu dosis jamu tersebut dengan menggunakan air pada Erlenmeyer dan ditambahkan zat NaHCO3 8% hingga pH 7. Hal ini dilakukan untuk
menstabilkan dan meminimalisir
reaksi hidrolisis yang terjadi pada parasetamol oleh karena adanya air. Karena pada pH 5-7 merupakan reaksi hidrolisis minimum. Proses selanjutnya yang dilakukan adalah pengocokan salama 30 menit. Hal ini
dilakukan untuk mempercepat
melarutnya zat yang larut pada air
dan untuk mempercepat reaksi
hidrolisis dari parasetamol sehingga dapat terikat oleh air. Selanjutnya yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah menyaring larutan jamu
dengan kertas saring. Hal ini
bertujuan untuk memisahkan
pengotor yang tidak terlarut pada air. Hasil filtrat diambil lalu diasamkan dengan menggunakan H2SO4 3N
hingga pH 1. Fungsi dari
penambahan asam pada hal ini bertujuan untuk mempercepat proses hidrolisis dari parasetamol menjadi
p-Aminofenol sehingga dapat
terhidrolisis maksimal. Tahap
selanjutnya adalah mengekstrak filtrat air tersebut menggunakan eter. Zat p-Aminofenol ini lebih larut kedalam eter karena tingkat kepolarannya lebih mendekati eter sehingga pada proses ektraksi dengan eter maka zat tersebut akan melarut kedalam eter. Proses ini dilakukan berulang dengan 4 kali ekstraksi dengan 20mL tiap kali ekstraksi. Hal ini bertujuan agar
proses ektraksi p-Aminofenol dari
filtrat dapat terekstrak secara
keseluruhan. Proses ekstraksi dengan eter juga untuk memisahkan zat lain yang tidak ikut larut pada eter. Ekstrak eter yang telah didapat dikumpulkan lalu di uapkan untuk menghilangkan pelarut eter tersebut
sehingga didapatkan zat
p-Aminofenol dalam bentuk kering yang selanjutnya dilarutkan pada etanol sebanyak 5 ml untuk ditotolkan pada plat KLT di proses selanjutnya. Pemisahan dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Pemisahan ini bertujuan
untuk memisahkan zat aktif
parasetamol dangan zat-zat lain yang masih terkandung dalam pelarut etanol. Pada penelitian ini digunakan fase gerak Kloroform : Metanol
dengan perbandingan 90:10.
digunakan adalah silika gel GF 254. Silika gel GF 254 ini digunakan karena bertujuan agar plat dapat berpendar pada penampakan bercak di lampu UV 254 untuk melihat bercak. Hal ini dilakukan karena zat parasetamol yang ingin diidentifikasi tidak dapat menimbulkan bercak atau warna pada plat KLT. Oleh karena itu pada saat diberikan lampu UV 254 silika gel akan berpendar, sedangkan pada totolan yang terdapat zat parasetamol akan menutupi pada
posisi dimana bercak pada
kromatogram berada, meskipun
bercak-bercak itu tidak tampak
berwarna jika dilihat dengan mata. Itu berarti bahwa jika diberikan sinar UV
pada lempengan, akan timbul
pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap sehingga dapat diidentifikasi
keberadaan bercak dari zat
parasetamol. Jumlah bercak yang dihasilkan pada sampel terdapat 3
bercak yang tampak dengan
menggunakan lampu UV 254 dengan nilai Rf yang identik dengan baku
yaitu 0,546; 0,6; dan 0,573
sedangkan nilai dari Rf baku adalah 0,533.
Proses KLT pada penelitian
ini melalui beberapa tahapan.
Tahapan yang pertama yaitu proses
penjenuhan dari chamber yang telah
berisikan fase gerak. Proses ini dilakukan dengan cara meletakan kertas saring secara vertikal dari dasar chamber sampai dengan atas chamber lalu ditutup dan biarkan kertas saring menyerap sampai ke atas. Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Penjenuhan udara dalam gelas kimia dengan uap
menghentikan penguapan pelarut
sama halnya dengan pergerakan pelarut dalam KLT.
Proses selanjutnya yang
dilakukan sebelum proses KLT
dilaksanakan adalah dengan
memberikan batas jarak tempuh pada plat KLT. Hal ini dilakukan untuk membatasi jarak rambat dan memberi tanda pada tempat penotolan. Sampel yang yang telah siap ditotolkan ke plat sesuai dengan tanda yang telah diberikan dan dibiarkan sampai kering untuk kemudian ditempatkan kedalam chamber yang telah dijenuhkan dan kemudian ditutup. Hal yang perlu diperhatikan adalah batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi totolan berada. Perlunya hal ini dilakukan adalah agar sampel yang telah ditotolkan tidak menyentuh cairan karena jika menyetuh fase gerak tersebut maka kemungkinan ada sampel yang terlarut pada fase gerak tersebut, sehingga hasilnya akan tidak maksimal dan tidak sesuai karena sampel telah ada sebagian yang hilang. Proses rambatan ini dihentikan sampai fase gerak telah merambat sampai batas yang telah ditentukan. Pada penelitian ini jarak tempuh yang dilalui pelarut adalah
15cm. Proses selanjutnya yang
dilakukan adalah mengeluarkan plat KLT dari chamber dan dikeringkan dengan cara dianginkan. Proses ini bertujuan untuk mengeringkan atau menghilangkan fase gerak hingga kering agar dapat dilihat bercak pada
lampu UV 254. Pada hasil plat KLT di wilayah totolan baku parasetamol tidak terdapat noda yang tampak jika
dilihat dengan menggunakan
penglihatan secara langsung. Maka dari itu digunakan bantuan lampu UV dengan λ 254 agar plat dapat berpendar dan bercak dapat dilihat. Setelah kering maka plat dapat dilihat penampakan bercak dibawah sinar UV. Plat akan berpendar pada sinar lampu UV 254 sedangkan wilayah bercak akan menutupi cahaya yang dikeluarkan oleh plat sehingga bercak dapat ditemukan. Pada penelitian ini
digunakan plat KLT yang preparatife
sehingga bercak yang ditimbulkan dapat diambil dan diukur pada alat spektrofotometer.
Pada hasil didapatkan 3 sampel yang menimbulkan bercak dengan nilai Rf yang indentik dengan nilai Rf baku parasetamol sehingga diduga bercak tersebut adalah zat yang diduga parasetamol. Bercak yang ditimbulkan tidak menimbulkan warna atau pun pendaran pada pengamatan dengan menggunakan lampu UV 254. Bercak dapat dilihat dengan adanya pendaran dari silika gel yang tertutupi oleh adanya bercak atau noda yang dihasilkan, sehingga dapat diketahui letak dari keberadaan bercak yang ditimbulkan oleh sampel dan baku parasetamol.
Pengukuran sampel pada alat spektrofotometer UV-Vis
Spektroskopi UV-Vis
merupakan teknik spektroskopi pada daerah ultra violet dan sinar tampak.
Dari spektrum absorpsi dapat
diketahui panjang gelombang dengan
absorbans maksimum dari suatu
unsur atau senyawa. Analisis
Spektroskopi didasarkan pada
interaksi radiasi dengan spesies
kimia. Berprinsip pada penggunaan cahaya/tenaga magnet atau listrik untuk mempengaruhi senyawa kimia sehingga menimbulkan tanggapan. Tanggapan tersebut dapat diukur untuk menetukan jumlah atau jenis senyawa. Cara interaksi dengan suatu sampel dapat dengan absorpsi, pemendaran (luminenscence) emisi,
dan penghamburan (scattering)
tergantung pada sifat materi. Pada penelitian ini zat yang diukur adalah zat parasetamol yang sebelumnya telah melalui proses hidrolisis dengan asam (H2SO4) sehingga berubah
menjadi p-Aminofenol. Zat
p-Aminofenol dapat dibaca secara langsung pada alat spektrofotometer
karena pada p-Aminofenol terdapat
gugus kromofor. Pada pengukuran digunakan λ maksimal yang bertujuan untuk menghasilkan hasil dengan akurasi yang tinggi dengan tingkat
kesalahan yang kecil pula. λ
maksimal ini didapatkan dari
pengukuran dari baku parasetamol yang telah dibuat.
Dari hasil pengukuran
didapatkan hasil serapan yang
dihasilkan dari sampel C, E, dan G
berturut-turut adalah 0,30323;
0,46473; dan 0,98023 dengan
konsentrasi parasetamol dalam satu dosis jamu adalah 45,4 mg; 70,385
mg; dan 150,15 mg. .
Validasi Metode
Sebelum dilakukan
pengukuran dengan menggunakan
terlebih dahulu validasi tehadap alat spektrofotometer itu sendiri. Tujuan dari validasi itu sendiri adalah untuk memastikan dan membuktikan bahwa parameter yang telah ditetapkan telah
memenuhi persyaratan untuk
penggunaannya. Tujuan dari validasi pada penelitian ini adalah untuk
memastikan operator, instrumen,
peralatan dan laboratorium dapat digunakan untuk pengukuran pada metode yang digunakan. Sebagai salah satu faktor yang berpengaruh
dalam pengambilan keputusan,
instrumen pada dasarnya sangat berpengaruh dalam hal menentukan
hasil yang didapat dari hasil
pengukuran analit dalam suatu
sampel, jadi proses validasi terhadap alat spektrofotometer sangat penting
dilakukan untuk mengetahui
kelemahan dan kekuatan suatu
metode terhadap alat tersebut.
Pada proses validasi ini
dilakukan beberapa parameter yaitu meliputi linieritas, presisi, akurasi dan LOD(batas deteksi) & LOQ(batas kuantitasi).
Linieritas
Linieritas dari spetrofotometer ditentukan dengan cara membuat kurva hubungan antara absorbansi pada sumbu y dan konsentrasi standar pada sumbu x. tujuan dari
dilakukannya validasi lineritas adalah untuk mengetahui adanya hubungan
absorbansi dengan konsentrasi.
Linieritas ini juga dilakukan untuk
mendapatkan kurva baku yang
digunakan untuk menghitung
konsentrasi analit yaitu Parasetamol. Linieritas ini menggunakan baku
standar yang dibuat dengan
melarutkan sejumlah parasetamol
BPFI ke etanol. Konsentrasi yang digunakan dalam penentuan linieritas ini adalah antara 3-7 ppm. Seri larutan yang digunakan sebanyak 5 seri larutan yaitu 3, 4, 5, 6, 7 ppm.
Linieritas dinyatakan sebagai r.
Berdasarkan hasil pengujian,
diperoleh nilai r adalah 0,99757 dan persamaan y = 0,1077 x + 0,0099. Berdasarkan teori nilai ideal untuk nilai r adalah 1 atau -1 yang hasilnya tergantung pada arah garis. Dari hasil yang didapat maka nilai r dari pengujian dapat digunakan karena mendekati nilai 1 dan yang berarti kurva baku dapat digunakan untuk menghitung kadar zat. Persamaan
yang didapat digunakan untuk
menghitung kadar dari serapan
sampel yang terukur. Kadar sampel
ditentukan dengan menggunakan
kurva baku standar yang telah dibuat pada validasi Linieritas dengan kurva
Presisi
Ketelitian atau presisi
dilakukan dengan adanya
keterulangan dan ketertiruan yang dilakukan oleh operator, instrumen, peralatan dan laboratorium yang sama. Keterulangan dan ketertiruan
ini dilakukan untuk mengetahui
adanya galat acak yang berasal dari
penyiapan larutan, seperti
penimbangan, pembuatan larutan,
dan penyaringan. Dari hasil
pengukuran hari pertama sampai hari ketiga berturut-turut menunjukan hasil (%)RSD sebesar 1,718%; 0,133%; 0,629%. Nilai RSD yang dihasilkan dibawah 2% menunjukan bahwa galat acak yang berasal dari larutan baku itu sendiri tidak akan mempengaruhi hasil analisis secara nyata karena
nilainya kecil dan tidak akan
mempengaruhi hasil secara
signifikan. Sedangkan nilai antarhari yang didapat adalah 6,19%. Hasil ini
juga tidak terlalu mempengaruhi
karena menurut (harmita, 2004) untuk
analit dalam konsentrasi PPM nilai RSD dibawah 16%.
Akurasi
Akurasi suatu metode
ditentukan dengan perolehan kembali (%Recovery) yang didapat dari hasil bagi antara konsentrasi sampel yang terukur dengan konsentrasi sampel yang ditambahkan. Akurasi ini dapat
menunjukan adanya simpangan
sistematis yang dapat mempengaruhi hasil analisis. Penentuan akurasi ini dilakukan dengan cara menambahkan baku standar dengan konsentrasi yang telah diketahui pada sampel yang telah diukur sebelumnya lalu diukur kembali.
Hasil yang didapatkan dalam
persen perolehan kembali yang
dihasilkan pada penelitian ini adalah
78,91%. Sedangkan menurut
(Harmita, 2004) % perolehan kembali yang baik adalah 80-120%. Hasil perolehan kembali yang dihasilkan
tidak termasuk kedalam rentang
pada proses preparasi yang panjang
dapat menyebabkan baku yang
ditambahkan tertinggal diwadah pada saat pemindahan atau pada saat pengerjaan sampel yang ditambahkan baku kurang teliti dari pengerjaan
sehingga baku yang diperoleh
kembali tidak sesuai dengan yang ditambahkan.
LOD(Batas Deteksi) & LOQ(Batas Kuantitasi)
LOD dan LOQ dapat
ditentukan dari persamaan regresi linier kurva standar. Parameter ini
ditentukan untuk mengetahui
konsentrasi terendah pada sinyal
antar blanko dan analit dapat
dibedakan. Nilai LOD dan LOQ ini didapat dari pengukuran serapan
blanko. Blanko etanol diukur
absorbansinya dengan menggunakan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 249nm karena merupakan panjang gelombang maksimum dari sampel dan didapat nilai absorbansi blanko sebanyak 3 kali pengukuran yaitu 0,002; 0,003; dan 0,003.
Kedua parameter ini
mempunyai nilai yang berbeda
bergantung pada metode dan
instrumen yang digunakan. Nilai LOD
yang dihasilkan adalah pada
absorbansi 0.01624. Nilai ini
menunjukan bahwa instrument tidak dapat membedakan sinyal absorbansi antara blanko dan baku dibawah nilai tersebut. Sedangkan nilai absorbansi LOQ yang dihasilkan adalah 0,05413.
Nilai ini menunjukan bahwa
absorbansi analit yang terukur
dibawah nilai tersebut memberikan ketepatan dan ketelitian yang kurang baik.
Pada hasil metode KLT dan
spektrofotometri UV-Vis dapat
digunakan untuk mengetahui
kandungan parasetamol pada jamu
secara kualitatif namun tidak
menghasilkan hasil yang baik jika
dilakukan pengukuran secara
kuantitatif karena akurasi tidak baik
dengan nilai akurasi 78,91 %,
sedangkan nilai akurasi seharusnya bernilai antara 80-120%.
KESIMPULAN
Terdapat 3 sampel jamu pegal linu yang beredar di kota Pontianak yang
positif mengandung zat aktif
parasetamol. Berdasarkan hasil
analisis kandungan parasetamol pada jamu pegal linu dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri UV-Vis didapatkan hasil 3 sampel yang positif (+)
mengandung bahan kimia obat
parasetamol yaitu sampel C, E, dan G dengan konsentrasi masing-masing 45,4 mg; 70,385 mg; dan 150,15 mg per satu dosis jamu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arikunto. S, 2006, Prosedur
Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta
2. BPOM RI. 1993. Identifikasi
Parasetamol Dalam Obat Tradisional Sediaan Padat, Jakarta : DEPKES RI.
3. BPOM RI. 1997. Identifikasi
Parasetamol dan
Fenilbutazon Dalam Obat Tradisional Sediaan Padat. Jakarta : DEPKES RI
4. BPOM RI. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2008. Jakarta: Sagunpseto.
5. Chaerun. W. 2005. Obat –
Obat Penting. Yogyakarta: UGM Press.
6. Depkes RI. 1995. Farmakope
Indonesia. Edisi Keempat.
Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik
Indonesia.
7. Harmanto. N dan Subroto. M.
2007. Herbal dan Jamu
(pengaruh dan efek samping). (Online)(http://www.ningharm anto.combukumadePilih_Jam u_dan_Herbal_Tanpa_Efek_S amping.pdf. diakses 16 September 2011). 8. Harmita. 2004. Petunjuk
Pelaksanaan Validasi Metode
dan Cara Perhitungannya.
Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol 1, No.3, 117 - 135. Jakarta: Departemen Farmasi FMIPA-UI.
9. Huda. N. 2005. Pemeriksaan
Kinerja Spektrofotometer UV-Vis GBC 911A Menggunakan Pewarna Tartrazine CL 19140. (Online) 10. Setiawan. N, 2005, Teknik Sampling, Bandung : Universitas Padjadjaran 11. Rohman. A. 2007. Kimia
Farmasi Analisis. Yogyakarta: