• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH PDRB, INFLASI, UPAH MINIMUM, DAN PENDIDIKAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PULAU JAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS PENGARUH PDRB, INFLASI, UPAH MINIMUM, DAN PENDIDIKAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PULAU JAWA "

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH PDRB, INFLASI, UPAH MINIMUM, DAN PENDIDIKAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PULAU JAWA

TAHUN 2004-2020

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Riza Bagus Prasetyo 145020100111060

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2021

(2)

2

ANALISIS PENGARUH PDRB, INFLASI, UPAH MINIMUM, DAN PENDIDIKAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI

PULAU JAWA TAHUN 2004-2020

Riza Bagus Prasetyo

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh produk domestik regional bruto (PDRB), inflasi, upah minimum provinsi (UMP), dan pendidikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Pulau Jawa tahun 2004-2020. Metode penelitian yang digunakan regresi data panel fixed effect dari 2004-2020 yang terdiri dari 6 provinsi di Pulau Jawa, dengan metode ex post facto. Data yang disajikan setiap tahun yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) dan Bank Indonesia. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi data panel fixed effect.

Variabel yang digunakan adalah produk domestik regional bruto (PDRB), Inflasi, upah minimum provinsi (UMP), Pendidikan, dan tenaga kerja. Berdasarkan hasil regresi secara simultan, produk domestik regional bruto (PDRB), Inflasi, upah minimum provinsi (UMP), dan Pendidikan secara signifikan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Jawa. Pendidikan memiliki koefisien positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Sedangkan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Inflasi, dan Upah Minimum Provinsi (UMP) berpengaruh tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Pulau Jawa.

Kata kunci: PDRB, Inflasi, UMP, Pendidikan, Penyerapan Tenaga Kerja di Pulau Jawa

A. PENDAHULUAN

Sebagai negara berkembang, Indonesia tidak lepas dari permasalahan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan.

Masalah ketenagakerjaan yang dihadapi Indonesia adalah pesatnya pertumbuhan penduduk yang bekerja. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus 2020, angkatan kerja Indonesia adalah sebesar 138 221 938,00 juta jiwa. Jumlah tersebut mengalami peningkatan 1.74% (2,3 juta jiwa) jika dibandingkan pada Agustus 2019. Sementara pertumbuhan angkatan kerja menunjukkan peningkatan penawaran tenaga kerja di pasar, peningkatan penawaran tenaga kerja tidak serta merta disertai dengan permintaan tenaga kerja yang dapat menyerap tenaga kerja. Hal ini dibuktikan dengan tingginya dan meningkatnya angka pengangguran di Indonesia sebesar 5,23% (7,1 juta) pada Agustus 2019 dan 7,07% (9,7 juta) pada Agustus 2020.

Sampai saat ini, Jawa memiliki populasi pekerja terbesar di Indonesia. Berdasarkan laporan BPS Agustus Penduduk yang kerja di Pulau Jawa tahun 2014 sebesar 138,221,938 juta jiwa atau kurang lebih 58% dari seluruh angkatan kerja di Indonesia. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Pulau Jawa juga masih tergolong tinggi, tiga di antaranya bahkan menjadi Provinsi dengan TPT tertinggi di Indonesia tahun 2020 yaitu Banten 10,64%, DKI Jakarta10,95%, dan Jawa Barat 10,46%. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat Jawa masih rendah.

Oleh karena itu, diperlukan tindakan dari pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, terutama yang berkaitan dengan ketenagakerjaan.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) telah menarik perhatian pemerintah sebagai inisiatif untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit dan sektor produktif di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. PDRB mempengaruhi jumlah pekerja dengan asumsi bahwa peningkatan nilai PDRB akan meningkatkan total nilai tambah output atau penjualan semua unit ekonomi di wilayah tersebut. Output atau penjualan yang lebih besar akan mendorong permintaan tenaga kerja yang lebih tinggi sehingga produksi dapat ditingkatkan untuk mengimbangi peningkatan penjualan yang dihasilkan (Feriyanto, 2014).

(3)

Gambar 1: Distribusi PDRB Jawa Timur 2015-2019

Pada 2017-2020, Jawa masih menjadi penyumbang PDB terbesar di Indonesia; rata-rata kontribusi PDRB Jawa terhadap PDB Indonesia tahun 2017-2020 sekitar 58,72%; pertumbuhan PDRB Jawa berfluktuasi selama 2017-2020.

PDRB tahun 2018 mengalami penurunan sebesar -0,05% YoY, meningkat sebesar 0,88% pada tahun 2019, dan menurun sebesar -0,20% pada tahun 2020.

Selain PDRB, upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan ketenagakerjaan antara lain perbaikan sistem pengupahan melalui kebijakan upah minimum. Implementasi kebijakan upah minimum merupakan upaya untuk menaikkan tingkat upah rata-rata pekerja dengan cara meningkatkan upah per kapita pekerja. Pada 2020, Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) telah menetapkan kenaikan upah minimum negara (UMP) 2020 sebesar 8,51%, naik lebih besar dari tahun 2019 yang hanya 8,03%. Diharapkan melalui upah yang lebih tinggi, kesejahteraan masyarakat akan meningkat.

Menaikkan upah tentu meningkatkan kesempatan kerja melalui konsumsi, namun dalam beberapa kasus, kenaikan upah berdampak negatif pada lapangan kerja itu sendiri. Menurut (Sumarsono, 2009), perubahan tingkat upah mempengaruhi tingkat biaya produksi perusahaan. (Gindling & Terrell, 2007)dalam penelitiannya mengatakan bahwa tingkat upah memiliki pengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja, di mana setiap 10% kenaikan upah minimum terjadi penurunan pekerja di masing-masing sektor sebesar 1,09%. Menurut (Kuncoro, 2002), Jika upah naik, maka jumlah tenaga kerja yang diminta akan berkurang. Jika harga input lain konstan dan tingkat upah naik, harga tenaga kerja akan relatif tinggi dibandingkan input lainnya. Hal ini mendorong pengusaha untuk mengganti tenaga kerja yang relatif mahal dengan input lain yang lebih murah untuk mempertahankan keuntungan mereka. Upah yang lebih tinggi juga mendorong perusahaan untuk menaikkan harga per unit produk mereka, sehingga konsumen cenderung mengurangi konsumsi produk tersebut. Akibatnya, produsen terpaksa mengurangi output mereka, menghasilkan sejumlah besar produk yang tidak terjual. Pengurangan produksi akan mengakibatkan pengurangan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.

Faktor selanjutnya yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja adalah inflasi. Inflasi didefinisikan sebagai suatu proses di mana terjadi kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Inflasi memiliki tingkat yang berbeda dari satu periode ke periode lainnya dan berbeda pula dari negara ke negara lainnya (Sukirno, 2010).

(Boediono, 2008)Ini juga mendefinisikan inflasi sebagai "kecenderungan harga untuk naik secara umum dan terus- menerus," tetapi kenaikan harga satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali kenaikan itu meluas atau menyebabkan kenaikan harga sebagian besar barang lainnya.

Menurut (Nanga, 2005) Inflasi yang terjadi dalam perekonomian suatu daerah memiliki beberapa dampak dan akibat, salah satunya adalah membawa perubahan produksi dan tenaga kerja dengan memotivasi perusahaan untuk berproduksi lebih banyak atau lebih sedikit dari yang mereka lakukan di masa lalu, tergantung pada kekuatan inflasi yang telah terjadi. Jika inflasi yang terjadi dalam perekonomian masih relatif ringan, maka perusahaan akan berusaha meningkatkan output atau produksinya karena inflasi yang ringan masih dapat mendongkrak moral para produsen dari kenaikan harga-harga yang berada dalam jangkauan mereka. Upaya perusahaan untuk meningkatkan output tentu saja disertai dengan peningkatan tenaga kerja dan faktor produksi lainnya. Dalam keadaan seperti itu, permintaan tenaga kerja meningkat, yang mengarah pada penyerapan tenaga kerja yang ada, yang pada gilirannya mendorong laju ekonomi melalui peningkatan pendapatan nasional. Sebaliknya jika inflasi yang terjadi tergolong parah (hiperinflasi), perusahaan akan mengurangi penggunaan tenaga kerja, sehingga mengurangi penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan tingkat pengangguran.

Sumber: BPS, Data diolah

(4)

4

Pendidikan Tenaga kerja juga memainkan peran yang penting dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini karena pendidikan diyakini mampu menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas dengan cara berpikir dan berperilaku yang modern. Membangun kesejahteraan rakyat berarti meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang layak, berkualitas, dan bermartabat, dengan fokus utama pada pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. (Propenas, 2005). Untuk mencapai hal tersebut diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, dan pendidikan dianggap sebagai sarana untuk memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas.

Penelitian yang dilakukan oleh (Sihombing, 2017) mengenai kontribusi tingkat pendidikan terhadap tingkat penyerapan angkatan kerja di Kota Medan tahun 2012-2015 mengatakan bahwa apabila terjadi peningkatan 1% tingkat pendidikan maka dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Kota Medan sebesar 0,342%. Penelitian lain yang dilakukan oleh (Ou & Dongshu, 2016) Menemukan terdapat hubungan yang signifikan dan negatif antara pengangguran dengan individu yang mempunyai pendidikan tinggi di China periode 1998-2001. (Astawan, 2015) Bahwa peningkatan 1% dalam tingkat pendidikan akan mempengaruhi kenaikan 44,11% penyerapan tenaga kerja.

(Purnami, 2015) juga menyebutkan bahwa peningkatan jumlah lulusan pada jenjang pendidikan tinggi dapat berdampak positif dan negatif. Hal ini positif jika ada keseimbangan antara peningkatan jumlah lulusan perguruan tinggi dan kesempatan kerja mereka. Namun, jika hanya jumlah lulusan yang bertambah, tetapi kesempatan kerja tidak bertambah atau berkurang, maka justru akan menambah angka pengangguran yang ada.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul Pengaruh PDRB, Inflasi, UMP dan Pendidikan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Pulau Jawa.

B. TINJAUAN PUSTAKA Tenaga Kerja

Konveksi-konveksi ILO (Konveksi ILO No. 138 tentang Usia Minimum dan Konveksi ILO No. 182 tentang Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak) menyediakan kerangka hukum nasional untuk menerapkan usia minimum untuk memasuki dunia kerja yang tidak boleh kurang dari usia setelah menyelesaikan wajib belajar, dan dalam hal apa pun tidak kurang dari 15 tahun (ILO, 2009).

Menurut Badan Pusat Statistik, angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang berusia 15 tahun ke atas. Oleh karena itu, pekerja di Indonesia didefinisikan sebagai penduduk yang berusia 15 tahun ke atas, sedangkan penduduk yang berusia di bawah 15 tahun digolongkan sebagai bukan pekerja. Komposisi penduduk dan angkatan kerja adalah sebagai berikut: (Simanjuntak, 2001);

Gambar 2: Distribusi PDRB Jawa Timur 2015-2019

Sumber: Simanjuntak, 2001

Angkatan kerja di definisikan sebagai penduduk berusia 15 tahun ke atas yang sedang bekerja atau sedang mencari kerja. Angkatan kerja diklasifikasikan menjadi dua, yakni:

1. Angkatan kerja yang bekerja

a) Golongan yang melakukan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan.

b) Golongan yang tidak bekerja kurang dari dua hari tetapi termasuk pekerja terap seperti petani dan orang yang bekerja dalam keahlian

(5)

2. Angkatan kerja yang mencari pekerjaan

a) Golongan yang belum pernah bekerja ataupun sedang dalam pencarian pekerjaan b) Golongan menganggur atau golongan yang sedang mencari kerja

c) Golongan yang di bebas tugaskan dan sedang mencari pekerjaan

Selain masuk dalam kategori angkatan kerja, penduduk berusia 15 tahun ke atas juga terdapat golongan yang masuk dalam kategori bukan angkatan kerja. Adapun kategori bukan angkatan kerja adalah sebagai berikut:

1. Golongan orang yang masih menempuh pendidikan

2. Golongan orang kegiatannya hanya mengurus rumah tangga

3. Golongan orang yang tidak bekerja akan tetapi mendapat penerimaan seperti dari tunjangan pensiun, bunga bank, hasil sewa, dan lainnya

4. Lainnya, bagi orang yang hidupnya bergantung pada orang lain karena lanjut usia, memiliki keterbatasan, dan lainnya.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh semua unit produktif di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu, atau total nilai barang jadi dan jasa yang dihasilkan oleh semua unit produktif di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. PDRB dapat mewakili kapasitas pengelolaan sumber daya alam suatu daerah. Oleh karena itu, besaran PDRB yang dihasilkan masing-masing daerah sangat bergantung pada potensi faktor produksi daerah tersebut. Menurut (Sukirno, 2010), terdapat tiga cara perhitungan nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan oleh suatu perekonomian, yaitu:

1. Industri besar, menjumlahkan nilai pengeluaran/pembelanjaan ke atas barang-barang dan jasa yang diproduksikan di dalam negara tersebut.

2. Industri sedang, menjumlahkan nilai produksi barang dan jasa yang diwujudkan oleh berbagai sektor (lapangan usaha) dalam perekonomian.

3. Cara pendapatan, menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk mewujudkan pendapatan nasional.

Inflasi

Inflasi adalah suatu kondisi di mana kenaikan harga secara agregat dan terjadi secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Definisi inflasi memiliki banyak variasi seperti yang dapat dilihat dalam literatur ekonomi.

Beragamnya definisi tersebut disebabkan karena inflasi berdampak luas pada berbagai sektor perekonomian..

Inflasi menurut (Sukirno, 2010) adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian.

Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lainnya, dan berbeda pula dari satu negara ke negara lainnya.

Sedangkan dalam (Mishkin, 2008) pengertian inflasi adalah kenaikan tingkat harga yang terjadi secara terus-menerus, memengaruhi individu, pengusaha, dan pemerintah.

Jika inflasi masih ringan, perusahaan akan meningkatkan outputnya. Usaha suatu perusahaan untuk meningkatkan outputnya tentunya akan disertai dengan penambahan faktor produksi seperti tenaga kerja. Hal ini meningkatkan permintaan tenaga kerja, yang pada gilirannya meningkatkan daya serap angkatan kerja yang ada, yang pada gilirannya mendorong laju ekonomi melalui pendapatan yang lebih tinggi.

Sebaliknya, ketika inflasi tergolong parah (hiperinflasi), perusahaan mengurangi produksinya karena sulitnya memperoleh faktor produksi dan juga mengurangi penggunaan tenaga kerja, sehingga penyerapan tenaga kerja menurun dan tingkat pengangguran meningkat.

Upah Minimum

Salah satu faktor produksi yang mempengaruhi kegiatan produksi adalah tenaga kerja. Tenaga kerja dapat membantu dalam proses produksi sehingga menghasilkan output yang diinginkan oleh perusahaan. Karena adanya pengorbanan yang dilakukan oleh pekerja untuk perusahaan, maka pekerja berhak atas imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada pekerja berupa upah. (Sukirno, 2010) membuat dua pengertian tentang upah:

1) Upah nominal (upah uang) adalah uang yang diterima pekerja dari pengusaha sebagai kompensasi atas tenaga mental dan fisik yang mereka gunakan dalam proses produksi.

2) Upah riil adalah ukuran tingkat upah seorang pekerja dalam hal kemampuan upah itu untuk membeli barang dan jasa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pekerja.

(6)

6

Gambar 3: Pengaruh undang-undang upah minimum

Gambar 3. Menunjukkan pengaruh undang-undang upah minimum terhadap penyerapan tenaga kerja. (Case, Fair,

& Oster, 2009) jika upah ekuilibrium di pasar tenaga kerja kurang terampil berada di bawah upah minimum yang ditetapkan, hasilnya kemungkinan besar adalah pengangguran. Upah yang lebih tinggi akan menarik pendatang baru ke dalam angkatan kerja (kuantitas yang ditawarkan akan meningkat dari L* ke LS), tetapi perusahaan akan memperkerjakan lebih sedikit pekerja (kuantitas yang diminta akan turun dari L* ke LD).

Pendidikan

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik secara aktif mengembangkan spiritualitas keagamaan, pengendalian diri, akhlak, moral. Kecerdasan, serta kemampuan yang diperlukan oleh diri sendiri, masyarakat, dan bangsa.

Menurut (Sumarsono, 2009), Orang dapat meningkatkan pendapatannya melalui pendidikan. Setiap tahun tambahan sekolah berarti, di satu sisi, peningkatan kemampuan kerja dan tingkat pendapatan. Di sisi lain, bersekolah dapat menunda penerimaan pendapatan selama satu tahun. Selain menunda penerimaan pendapatan, mereka yang melanjutkan pendidikan harus membayar biaya langsung seperti uang sekolah, pembelian buku dan perlengkapan sekolah, serta tambahan transportasi. Jumlah pendapatan yang diterima pencari nafkah setelah menerima pendidikan dihitung dalam nilai sekarang atau Net Present Value.

C. METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif menggunakan Stata 11. Analisis ekonometrika sangat bergantung pada ketersediaan data. Jenis data yang paling umum digunakan dalam analisis regresi ekonometrika adalah data time series, data cross-sectional, dan data panel. Dalam kajian makalah ini digunakan tipe data panel. Data panel adalah data deret waktu dan data cross section (Widarjono, 2013).

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah pulau Jawa. Wilayah administrasi Provinsi pulau Jawa terbagi dalam 6 Provinsi. Waktu penelitian dalam penelitian ini adalah periode 2004-2020.

Sumber: Case, Fair, & Oster, 2009

(7)

Definisi Operasional

Definisi dari setiap variabel dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Penyerapan Tenaga Kerja (Y)

Jumlah lapangan kerja yang sudah terisi oleh jumlah angkatan kerja yang bekerja. Satuan yang dipakai adalah jiwa.

2. PDRB (X1)

Total nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor di setiap provinsi di Jawa dalam satu tahun. PDRB dalam penelitian ini didasarkan pada data PDRB atas dasar harga konstan. Satuan yang digunakan adalah miliar rupiah.

3. Inflasi (X2)

merupakan kecenderungan naiknya harga-harga agregat dan berlangsung secara berkelanjutan. Satuan yang digunakan adalah persen.

4. Upah Minimum Provinsi (X3)

Upah minimum bulanan yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh pemerintah daerah masing-masing provinsi di Jawa. Satuannya adalah rupiah.

5. Pendidikan (X4)

Jenjang pendidikan sekolah menengah ke atas, program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Satuan yang digunakan adalah jiwa.

Metode Analisis Data

Data panel merupakan gabungan dari data time series dan data cross-sectional. Data deret waktu adalah data yang disusun menurut urutan waktu, seperti harian, mingguan, bulanan, dan tahunan. Data cross-sectional mengacu pada data yang dikumpulkan secara bersamaan dari beberapa perusahaan, wilayah, negara, dll.. Menurut (Gujarati, 2011) keuntungan yang diperoleh bila menggunakan data panel sebagai berikut: (1) karena data panel berhubungan dengan individu, negara bagian negara, perusahaan dan sebagainya dari suatu periode ke periode lainnya, maka pasti terdapat heterogenitas dalam suatu unit ini, yang sering kali tidak dapat di observasi. Teknik estimasi data panel dapat memperhitungkan heterogenitas tersebut secara eksplisit dengan mengizinkan variabel khusus subjek. Sehingga didapatkan degree of freedom (df) yang lebih besar untuk menghasilkan estimasi yang jauh lebih baik; (2) Penggabungan data times series dan cross section memberikan data yang lebih informatif, lebih banyak variabilitas, lebih sedikit koliniaritas antar variabel, lebih banyak degree of freem dan lebih efisien. Penelitian ini menggunakan data panel yang merupakan gabungan antara time series pada tahun 2014-2020 dan cross section pada seluruh Provinsi di Pulau Jawa guna melihat pengaruh PDRB, Inflasi, Upah Minimum, dan Pendidikan terhadap penyerapan tenaga kerja di pulau Jawa.

Dalam penelitian ini menggunakan model ekonometrika sebagai berikut:

1

𝑠𝑞𝑟𝑡(𝐵𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎)= 𝛽0+ 𝛽1( 1

𝑠𝑞𝑟𝑡(𝑃𝐷𝑅𝐵))𝑖𝑡+ 𝛽2( 1

𝑠𝑞𝑟𝑡(𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖))𝑖𝑡+ 𝛽3( 1

𝑠𝑞𝑟𝑡(𝑈𝑀𝑃))𝑖𝑡+ 𝛽4( 1

𝑠𝑞𝑟𝑡(𝑃𝑒𝑛𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘𝑎𝑛))𝑖𝑡+ 𝜀𝑖𝑡 (1)

Keterangan:

Y : Penyerapan tenaga kerja 1/sqrt(): inverse_square_root 𝛽0 : Konstanta

𝛽1 – 𝛽4 : Koefisien regresi 𝑋1 : PDRB

𝑋2 : Inflasi

𝑋3 : Upah Minimum 𝑋4 : Pendidikan 𝑒 : komponen error i : cross section t : time series

(8)

8

D. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Data Panel

Berdasarkan hasil pemilihan model regresi data panel yaitu Uji Chow, Uji Hausman dan Uji LM didapatkan model terbaik yang digunakan pada penelitian ini yaitu Random Effect Model (REM). Berikut merupakan hasil pengujian regresi data panel menggunakan Fixed Effect Model (REM).

Asumsi Klasik

Karena menggunakan Fixed Effect Model maka diperlukan asumsi klasik untuk menghindari masalah multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.

Uji Multikolinearitas

Tabel 1. Uji Multikolinearitas

Sumber : Stata, (Data diolah, 2021)

Dari hasil di atas, kita dapat melihat bahwa nilai Mean VIF < 10 (8.57 < 10), dan model tidak memiliki masalah multikolinearitas, atau asumsi bahwa model tidak memiliki multikolinearitas terpenuhi.

Uji Heteroskedastisitas

Tabel 2. Uji Heteroskedastisitas

Sumber : Stata, (Data diolah 2021)

Dari hasil diperoleh bahwa Prob>Chi2 0.0000 < α (0.05) sehingga diperoleh hasil terdapat heteroskedastisitas.

Uji Autokorelasi

Tabel 3. Uji Autokorelasi

Sumber : Stata, (Data diolah 2021)

Dari data di atas diperoleh hasil bahwa Prob>Chi2 0.0058 < α (0.05), sehingga dalam model Fixed Effect terdapat masalah Autokorelasi.

Perbaikan Asumsi Klasik

Ketika implikasi autokorelasi atau heteroskedastisitas muncul pada data panel dalam Ordinary Least Square atau model Random Effefct, mereka dapat dikoreksi dengan berbagai cara. salah satunya dengan menggunakan robust metode dan xtgls yang akan memperkirakan model dengan kuadrat terkecil yang dapat digeneralisasikan (FGLS) dengan asumsi bahwa semua aspek model telah ditentukan secara lengkap.

Variable | VIF ---+--- Mean VIF | 8.57

vif, uncentered

Prob>chi2 = 0.0000 Wald test

Wooldridge test

Prob > F = 0.0058

(9)

1. General Least Square

Tabel. 4 : Hasil Uji xtgls

Setelah menggunakan xtgls diketahui bahwa hasil menjadi homoskedastisidas dan No Autocorrelation. Sehingga model dapat dipastikan untuk dapat digunakan ke tahap yang selanjutnya.

2. Robust Metode

Hasil sesudah di robust inilah nantinya yang akan dipakai untuk hasil estimasi dan pengujian hipotesis.

Tabel 5 : Hasil Regresi

Variabel Coefficient Prob.

C 0.003 0,0000

PDRB (X1) 0.0014195 0.506

Inflasi (X2) -5.50e-06 0.644

Upah Minimum (X3) -0.0093106 0.585

Pendidikan (X4) 0.0957428 0.003

F-Statistic (Prob.) 0.0003

R-Squared = 0,7531

Pembahasan

Pengaruh PDRB terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

PDRB berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja (0,506 > 0,05), artinya kenaikan atau penurunan PDRB tidak akan mempengaruhi kenaikan atau penurunan penyerapan tenaga kerja di Pulau Jawa selama tahun 2004-2020. Hal ini menunjukkan bahwa Hukum Okun Law (Mankiw, 2010) yang menjelaskan bahwa tingkat pengangguran memiliki hubungan yang negatif dengan pertumbuhan PDRB, tidak berlaku untuk penyerapan tenaga kerja yang terjadi di Pulau Jawa tahun 2004-2020.

Gambar 4 Sebaran provinsi di Jawa berdasarkan Pendidikan dan Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa tahun 2004-2020

Cross-sectional time-series FGLS regression Coefficients: generalized least squares Panels: homoskedastic

Correlation: no autocorrelation

Estimated covariances = 1 Number of obs = 102 Estimated autocorrelations = 0 Number of groups = 6 Estimated coefficients = 10 Time periods = 17 Wald chi2(9) = 24459.36 Log likelihood = 1012.565 Prob > chi2 = 0.0000

--- inverse_square_root_bekerja | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

---+--- inverse_square_root_pdrb | .0014195 .0011177 1.27 0.204 -.0007711 .0036101 inverse_square_root_inflasi | -5.50e-06 .0000112 -0.49 0.625 -.0000275 .0000166 inverse_square_root_ump | -.0093106 .0080738 -1.15 0.249 -.0251349 .0065136 inverse_square_root_pendidikan | .0957428 .0088125 10.86 0.000 .0784707 .1130149 |

id |

2 | -.0002183 5.85e-06 -37.35 0.000 -.0002298 -.0002069 3 | -.0002207 5.07e-06 -43.52 0.000 -.0002307 -.0002108 4 | .0001623 7.21e-06 22.50 0.000 .0001482 .0001765 5 | -.0002293 5.87e-06 -39.04 0.000 -.0002408 -.0002178 6 | -.0000327 4.69e-06 -6.96 0.000 -.0000419 -.0000235 |

_cons | .0003897 .0000105 37.25 0.000 .0003692 .0004103 ---

Sumber: Stata, data diolah

Sumber: Stata, data diolah

Sumber : Stata, (Data diolah 2022)

(10)

10

Apabila kita lihat hubungan antara pertumbuhan PDRB dengan pertumbuhan penduduk bekerja antar wilayah seperti gambar 13 maka dapat dilihat bahwa pengaruh PDRB dengan penyerapan tenaga kerja tidak signifikan seperti hasil penelitian yang dihasilkan. Di mana hanya Jawa Timur dan Jawa Barat saja yang memiliki hubungan searah bila PDRB naik maka pertumbuhan penduduk bekerjanya juga naik, namun untuk wilayah DIY, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah pertumbuhan PDRB tidak terlalu berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja.

Diketahui bahwa PDRB tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap lapangan kerja disebabkan oleh keadaan pasar tenaga kerja, di mana pekerjaan informal merupakan jenis penyumbang PDRB yang paling umum atau terbesar, diikuti oleh pengangguran struktural. Pada tahun 2019, sektor jasa memberikan kontribusi terbesar terhadap proporsi tenaga kerja sebesar 58%, dengan kontribusi PDRB 71.58%. demikian pula sektor pertanian memiliki proporsi tenaga kerja sebesar 10%, sedangkan kontribusi sektor tersebut hanya 2.95%. Sektor industri memiliki proporsi tenaga kerja sebesar 32% dan memberikan kontribusi 23.61% terhadap PDRB secara keseluruhan.

Tabel 1. Laju Pertumbuhan PDRB dan Proporsi Tenaga Kerja Masing-masing sektor 2019

Sumber : BPS, (Data diolah 2022)

Faktor lain yang memisahkan hubungan antara penyerapan tenaga kerja dan PDRB di Pulau Jawa adalah karena sifat pengangguran struktural yang menyertai pasar tenaga kerja. Misalnya ketika ekonomi mengalami resesi, perusahaan memberhentikan pekerja yang menciptakan kondisi pengangguran struktural. Namun, ketika perekonomian kembali ke pertumbuhan ekuilibriumnya, perusahaan memperkerjakan pekerja lagi. Sifat pengangguran yang lazim di Pulau Jawa lebih merupakan tipe pengangguran struktural, yang dialami ketika ada missmatch of skill dan permintaan. Misalnya perusahaan ingin memperkerjakan pekerja tetapi tidak dapat menemukan pekerja dengan keterampilan yang sesuai. Demikian pula, pekerja di sisi lain, ingin bekerja tetapi tidak dapat menemukan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan keinginan mereka.

Hasil temuan yang mendukung penelitian ini dilakukan oleh (Tenzin, 2019) yang menemukan hasil bahwa antara tingkat pengangguran dan tingkat pertumbuhan PDB, baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek menunjukkan hasil yang tidak signifikan di Bhutan tahun 1998-2016. (Sadiku, Ibraimi, & Sadiku, 2015) juga menemukan hasil berdasarkan metodologi VAR dan Engel-Gragner cointegration test, tidak terdapat hubungan kausal antara variabel tingkat pengangguran dan pertumbuhan ekonomi, seperti yang contohkan oleh Okun Law’s.

Serta hubungan kausal antar kedua variabel tersebut dan tingkat pertumbuhan PDB riil tidak menyebabkan perubahan tingkat pengangguran dan sebaliknya. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Putri, 2015) dan (Sitompul, 2013) yang menemukan bahwa PDRB tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian (Indradewa & Nathan, 2013) yang menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Bali, di mana peningkatan PDRB sebesar 1% akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh (Ferdinan, 2011), (Prawoto, 2018), (Wasilaputri, 2016), (Setyani, 2018), (Dimas & Woyanti, 2009), dan (Anamathofani, 2019) juga tidak sejalan dengan penelitian ini. Di mana hasil yang ditemukan adalah besarnya faktor PDRB berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja dan berpengaruh positif.

.

Pengaruh Inflasi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Nilai p (0,644 > 0,05) menunjukkan bahwa H0 dapat diterima, artinya tingkat inflasi tidak akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Jawa tahun 2004-2020. Dengan kata lain, tidak sesuai dengan teori kurva Phillips

(11)

(Mankiw, 2010) bahwa tingkat inflasi dan tingkat pengangguran memiliki hubungan yang negatif. Hal ini dikarenakan laju inflasi di Jawa selama tahun 2004-2020 masih tergolong inflasi ringan dengan rata-rata 5,79%, dan laju inflasi tersebut berdampak kecil terhadap penyerapan tenaga kerja.

Pada Gambar 6 tingkat inflasi tidak terlalu berpengaruh untuk wilayah DKI Jakarta, DIY, Banten, dan Jawa Tengah di mana hampir naik turunnya tingkat inflasi yang terjadi tidak terlalu mempengaruhi penyerapan tenaga kerja yang terjadi.

Gambar 6 Sebaran provinsi di Jawa berdasarkan Inflasi dan Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa tahun 2004-2020

Berbeda halnya yang terjadi di Jawa Timur dan Jawa Barat yang mana intensitas tingkat inflasi cenderung mempengaruhi tinggi rendahnya penyerapan tenaga kerja yang terjadi. Sehingga dapat dikatakan bahwa tingginya tingkat inflasi tidak terlalu mempengaruhi penyerapan tenaga kerja yang ada dan hanya mempengaruhi provinsi tertentu.

Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh (Wulandari, Utomo, Narmaditya, & Kamaludin, 2019) yang meneliti tentang hubungan antara inflasi dan pengangguran selama periode 1987 -2018. Menemukan bahwa dari hasil estimasi VECM (Vector Error Correction Model) tingkat pengangguran tidak signifikan mempengaruhi tingkat inflasi di Indonesia untuk jangkat pendek dan jangka panjang. (Hula, 1991) menyatakan bahwa the shock dapat menyebabkan pergeseran dalam kurva Phillips. Hasil uji Impulse Response Fucktion (IRF) dari hasil penelitian (Wulandari, Utomo, Narmaditya, & Kamaludin, 2019) juga menjelaskan bahwa tingkat inflasi berfluktuasi sebagai respons terhadap shock pengangguran. Respons tingkat pengangguran terhadap guncangan dari tingkat inflasi awalnya meningkat sampai akhirnya berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa shock yang disebabkan oleh inflasi hanya dalam jangka pendek. Tingginya tingkat inflasi di Indonesia bukan disebabkan oleh pengangguran. Inflasi yang tinggi disebabkan oleh kenaikan harga bahan pokok dan bahan bakar. Selain itu, sebagian besar perusahaan di Indonesia menerapkan padat modal sehingga pertumbuhan lapangan kerja di Indonesia kecil.

Penelitian ini juga dilakukan oleh (Hasanah, 2019), (Indradewa & Natha, 2013), (Yacoub & Firdayanti, 2019), (Sorayas, 2018), (Sitompul, 2013), (Anamathofani, 2019) menyatakan bahwa inflasi tidak memiliki dampak signifikan terhadap pekerjaan, yang menyatakan bahwa peningkatan tingkat inflasi sesuai dengan tingkat pekerjaan setiap tahun, yang meningkatkan biaya perusahaan dan meningkatkan harga barang. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang menemukan hubungan positif dan signifikan antara inflasi dengan tingkat pengangguran pendidikan di Jawa Tengah dari tahun 2009 hingga 2013 (Putri, 2015).

Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Untuk variabel upah minimum provinsi, hasil penelitian periode 2004-2020 menunjukkan bahwa variabel upah minimum tidak berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal ini ditunjukkan dengan nilai

Sumber : Stata, (Data diolah 2022)

(12)

12

probabilitas (0,855 > 0,05). Analisis di atas sejalan dengan teori (Mankiw, 2010) bahwa upah minimum tidak berpengaruh karena sebagian besar pekerja menikmati upah di atas upah minimum.

secara individu per provinsi seperti gambar 7 di bawah justru menunjukkan hubungan yang terbalik di mana kenaikan upah yang terjadi justru dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak seperti di Jawa Timur dan Jawa Barat, namun apabila kita melihat secara keseluruhan untuk wilayah DIY, Banten, DKI Jakarta dan Jawa Tengah, kenaikan upah cenderung tidak signifikan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja yang ada seperti hasil analisis data panel yang diperoleh.

Gambar 1 Sebaran provinsi di Jawa berdasarkan Upah Minimum Provinsi dan Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa tahun 2004-2020

Sumber : Stata, (Data diolah 2022)

Kemudian hal lain yang mendukung bahwa upah minimum tidak mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Jawa, karena hampir separuh penduduk yang bekerja di Jawa bekerja di sektor formal. Terdapat aturan dan prosedur yang jelas dalam mekanisme pasar kerja yang mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja di pasar kerja di sektor formal.

Tabel 2 Penduduk 15 Tahun ke Atas di Kota Malang yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin, 2017-2020

Sumber : BPS, (Data diolah 2021)

Hasil ini didukung oleh penelitian (Buchari, 2016), yang menemukan bahwa upah minimum tidak signifikan dalam pekerjaan. Dalam kajiannya, menurut teori Mankiw, peningkatan biaya marjinal, yaitu upah minimum, tidak berpengaruh karena kondisi laba ekuilibrium MC=MR atau W=MPLxP terjaga dengan baik karena produk marjinal tenaga kerja (MPL) juga meningkat. Studi lain yang mendukung temuan ini, dari studi (Umar, 2013), (Izhartati, 2017), (Budiarto & Dewi, 2015), menemukan bahwa upah minimum secara parsial tidak signifikan terhadap penyerapan

Status Pekerjaan Utama 2017 2018 2019 2020

Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Dibayar 2,279,755 2,479,708 2,527,558 2,348,907 Buruh/Karyawan/Pegawai 29,730,375 30,105,073 31,426,012 28,036,832

formal 32,010,130 32,584,781 33,953,570 30,385,739

Persentase 46% 46% 47% 42%

Berusaha Sendiri 12,828,408 13,074,117 14,239,954 14,541,083

Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Tak Dibayar 9,136,767 10,205,155 9,611,098 10,409,906

Pekerja Bebas 8,685,304 7,888,253 7,871,241 8,325,621

Pekerja Keluarga/Tak Dibayar 6,807,831 6,716,076 6,858,453 8,850,146

informal 37,458,310 37,883,601 38,580,746 42,126,756

Pesentase 54% 54% 53% 58%

Jumlah 69,466,440 70,468,383 72,534,316 72,512,495

(13)

tenaga kerja.

Penelitian ini memiliki hasil yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Brazil selama periode 1982-2000 (Lemos, 2004) yang menemukan terdapat hubungan yang negative antara upah minimum dengan penyerapan tenaga kerja di sektor formal dan informal. Demikian pula berdasarkan penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat upah berdampak negatif terhadap ketenagakerjaan (Gindling & Terrell, 2007), setiap kenaikan 10% upah minimum mengakibatkan penurunan 1,09% jumlah pekerja di setiap sektor. Penelitian lainnya yang mendapatkan hasil berbeda dengan dilakukan oleh (Indradewa & Natha, 2013) dan (Hohberg & Lay, 2015) yang menemukan adanya pengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor formal di Indonesia.

Pengaruh Pendidikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Nilai p (0,003<0,05) menunjukkan bahwa H0 ditolak dan variabel pendidikan berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Jawa. Nilai koefisien dengan tanda positif sebesar 0,0957428 menunjukkan pengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Jawa dari tahun 2004 sampai 2020. Peningkatan variabel pendidikan dapat meningkatkan penyerapan angkatan kerja di Pulau Jawa, dan sebaliknya penurunan variabel pendidikan dapat menurunkan penyerapan tenaga kerja.

Untuk tingkat individual setiap provinsi sesuai gambar 8 dibawah juga didapatkan hubungan di mana semakin banyak penduduk dengan jenjang pendidikan tinggi, semakin tinggi juga penyerapan tenaga kerjanya. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini di mana pendidikan berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja yang ada. Namun kondisi ini tidak selamanya berlaku dikarenakan di samping pendidikan, skill dan experience juga memainkan peran penting dalam penyerapan tenaga kerja yang ada. sehingga diperlukan usaha di mana tidak hanya pendidikan saja yang ditingkatkan namun juga keterampilan angkatan kerja. Sehingga angkatan kerja dengan jenjang pendidikan yang tinggi tidak menambah barisan pengangguran terdidik yang ada, dan justru diharapkan dapat menambahkan lapangan kerja yang ada.

Gambar 8 Sebaran provinsi di Jawa berdasarkan Pendidikan dan Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa tahun 2004-2020

Sumber : Stata (Data diolah 2022)

Teori model O-Ring yang dikemukakan oleh Michael Kremer dalam (Todaro & Smith, 2015) menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan yang membutuhkan pekerja dengan skill tinggi dapat dan akan membayar lebih untuk mendapatkan pekerja dengan skill tinggi lainnya atau akan lebih berinisiatif untuk meningkatkan keahlian di antara para pekerjanya.

(14)

14

Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Ali & Jalal, 2018), (Sihombing, 2017), (Buchari, 2016), (Ou & Dongshu, 2016), yang menyatakan bahwa pendidikan tinggi mempunyai pengaruh positif dan signifikan, mereka yang berpendidikan tinggi dikaitkan dengan penyerapan angkatan kerja yang lebih tinggi. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Setyani, 2018) yang menemukan bahwa pendidikan tinggi tidak berdampak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja perempuan karena ketidaksesuaian antara pekerjaan yang diharapkan dengan pekerjaan yang tersedia. (Ganie, 2017) juga menemukan hasil yang berbeda bahwa tingkat pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ketenagakerjaan di Kabupaten Berau Kalimantan Timur tahun 2006-2015. Hal ini karena banyak perusahaan-perusahaan pertambangan batu bara dan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Berau membutuhkan lebih banyak tenaga kerja operasional di lapangan, di samping itu perusahaan mempertimbangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk tenaga kerja dari berbagai tingkat pendidikan tersebut yang mempunyai standar gaji/upah masing-masing.

E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Jawa pada tahun 2004-2020, dan dampaknya tidak signifikan. Menunjukkan bahwa Produk Domestik Regional Domestik Bruto (PDRB) tidak signifikan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Pulau Jawa tahun 2014- 2020, Karena sektor informal khususnya sektor jasa masih mendominasi proporsi terbesar pertumbuhan PDRB dan proporsi penyerapan tenaga kerja.

b. Laju inflasi berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di Jawa pada tahun 2004-2020 dan dampaknya tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa inflasi tidak akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Jawa pada tahun 2004-2020 karena rata-rata tingkat inflasi di Jawa pada tahun 2004-2020 masih tergolong inflasi ringan.

c. Upah minimum provinsi berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di Jawa pada tahun 2004-2020 dan tidak signifikan. Oleh karena itu, upah minimum provinsi tidak akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Jawa tahun 2004-2020. Hal ini karena hampir separuh penduduk yang bekerja di Jawa pada tahun 2004-2020 berada di sektor formal.

d. Pendidikan berdampak positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Jawa pada tahun 2004- 2020. Peningkatan tingkat dan kualitas pendidikan akan berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja yang ada di Pulau Jawa tahun 2004-2020. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan memiliki peran yang penting dalam meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja yang ada, serta keterampilan/skill yang didapatkan dari pendidikan akan meningkatkan peluang angkatan kerja di dalam pasar tenaga kerja atau justru membuka lapangan kerja baru yang mampu menciptakan lapangan kerja itu sendiri.

(15)

Saran

Berdasarkan hasil penelitian serta kesimpulan di atas, maka beberapa saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan pihak pemerintah untuk meninjau kembali pengembangan sektor-sektor padat karya seperti sektor jasa-jasa. Sebab, sektor tersebut memiliki tingkat penyumbang pertumbuhan PDRB dan proporsi penyerapan tenaga kerja tertinggi. Ketika output sektor-sektor tersebut berhasil ditingkatkan, maka jumlah tenaga kerja yang diserap secara responsif akan meningkat. Hal ini akan membantu pemerintah dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Salah satunya pemerintah dapat lebih fokus melakukan ekspor jasa.

Di mana, sektor-sektor jasa yang dapat ditingkatkan ekspornya adalah pariwisata, pendidikan, kesehatan, dan profesional. Di samping itu pemerintah juga diharapkan untuk meninjau kembali regulasi maupun kebijakan yang membatasi kesempatan pertumbuhan industri jasa.

2. Tingkat pengangguran terbuka di Jawa mewarnai perekonomian Jawa, meskipun lapangan kerja meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, diharapkan dukungan pemerintah melalui kebijakan penyesuaian tingkat inflasi dan penetapan upah minimum akan lebih optimal untuk mempengaruhi dan memaksimalkan penyerapan tenaga kerja.

3. Pendidikan memiliki dampak yang kuat di era globalisasi dan memasuki awal era revolusi industri 4.0.

Sehingga pemerintah diharapkan dapat lebih memfasilitasi tingkat pendidikan seperti kredit pendidikan yang lebih tinggi, peningkatan beasiswa berprestasi, sampai dengan peningkatan fasilitas pendidikan yang ada guna meningkatkan kualitas tingkat pendidikan angkatan kerja agar dapat bersaing di era globalisasi.

4. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat ditambahkan variabel-variabel lain yang diperkirakan mempengaruhi ketenagakerjaan. Jika variabel yang digunakan sama, kemungkinan akan diperoleh hasil yang lebih baik jika jumlah kerangka waktu yang digunakan ditambah.

(16)

16

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga jurnal ini dapat terselesaikan.

Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ilmu Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.

DAFAR PUSTAKA

Ali, M. S., & Jalal, H. (2018). Higher Education as a Predictor of Employment: The World of Work Perspective.

Bulletin of Education and Research, Vol. 40, No. 2, Faisalabad Campus, 79-90.

Anamathofani, A. L. (2019). Pengaruh Upah Minimum PDRB, dan Inflasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Malang. Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Malang.

Astawan, S. K. (2015). Analisi Pengaruh Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan, dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur Tahun 2009-2012 (Studi Kasus di 38 Kabupaten / Kota Provinsi Jawa Timur). Universitas Brawijaya, Malang, 15-16.

Boediono. (2008). Ekonomi Moneter Edisi 3. Yogyakarta: BPFEE.

Buchari, I. (2016). Pengaruh Upah Minimum dan Tingkat Pendidikan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Di Pulau Sumatera Tahun 2012-2015. EKSIS Vol XI No 1, Universitas Negeri Jakarta.

Budiarto, & Dewi, M. H. (2015). Pengaruh DPRB dan Upah Minimum Provinsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Melalui Mediasi Investasi di Provinsi Bali. E-Jurnal EP Unud, 4 [10], 1219-1246.

Case, K. E., Fair, R. C., & Oster, S. E. (2009). Principles of Economics, 9th Edition. New Jersey : Pearson.

Feriyanto, N. (2014). Ekonomi Sumber Daya Manusia: Dalam Perspektif Indonesia. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Ganie, D. (2017). Analisis Pengaruh Upah, Tingkat Pendidikan, Jumlah Penduduk dan PDRB Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Berau Kalimantan Timur. Jurnal EKSEKUTIF Volume 14, STIE

Muhammadiyah Tanjung Redeb.

Gindling, T. H., & Terrell, K. (2007). The effects of multiple minimum wages throughout the labor market: The case of Costa Rica. Labour Economics Volume 14, Issue 3, 485-511.

Gujarati, D. (2011). Econometrics by Example. Basingstoke: Palgrave Macmillan.

Hasanah, U. (2019). Pengaruh Inflasi, PDRB, dan Upah Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Bandar Lampung Dalam Perspektif Ekonomi Islam Tahun 2009-2017. Skripsi, Universitas Islam Negri Raden Intan Lampung.

Hohberg, M., & Lay, J. (2015). The impact of minimum wages on informal and formal labor market outcome;

evidence from Indonesia. IZA Journal of Labor and Development.

Hula, G. D. (1991). The Phillips Curve and the Natural Rate . Policy Sciences, 24(4), 357-366.

ILO. (2009). Prinsip-prinsip Ketengakerjaan Global Compact - Perserikatan Bangasa Bangsa; Paduan untuk Dunia Pengusaha. Jakarta: Katalog ILO.

Indradewa, G. A., & Natha, K. S. (2013). Pengaruh Inflasi, PDRB dan Upah Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali. E-Jurnal EP Unud,4 [8]:923-950.

Izhartati. (2017). Pengaruh Investas dan Upah Minimum Terhadap Penyerapan tenaga Kerja di Kota Bandar Lampung dalam Perspektif Ekonomi Islam. Lampung: Universitas Islam Negeri Raden Intan.

Kuncoro, H. (2002). Upah Sistem Bagi Hasil dan Penyerapan Tenaga Kerja. Kajian Ekonomi Negara Berkembang, hal 45-56 Vol. 7, No 1, 2002. ISSN:1410-2641., 52-57.

Lemos, S. (2004). The Effects of the Minimum Wage In the Formal and Informal Sector in Brazil. IZA DP No.

1089.

Mankiw, N. G. (2010). Macroeconomics, 7th Edition. New York: Worth Publishers.

Mishkin, S. F. (2008). Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan, Edisi 8-Buku 1. Jakarta Selatan: Salemba Empat.

Nanga, M. (2005). Makro Ekonomi: Teori, Masalah, dan Kebijakan. Jakarta: Grafindo Persada.

Ou, D., & Dongshu, Z. (2016). Higher Education Expansion and Labor Market Outcomes for Young College Graduates. IZA DP No. 9643, 16-36.

Propenas. (2005). Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004. Badan Perencanaan Pembangunan, Jakarta, 7-232.

Purnami, I. (2015). Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010-2013. Universitas Islam Negri Syafir Hidayatullah Jakarta, 103-121.

(17)

Putri, R. F. (2015). Analisis Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi dan Upah Terhadap Pengangguran Terdidik Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2013. Skripsi, Universitas Negeri Semarang.

Sadiku, M., Ibraimi, A., & Sadiku, L. (2015). Econometric Estimation of the Relationship between Unemployment Rate and Economic Growth of FYR of Macedonia. Procedia Economics and Finance 19 , 69 – 81.

Setyani, I. D. (2018). Analsis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Perempuan Melalui Pendekatan Kausalitas Gragner (Studi Kasus Pada 38 Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2016). Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya.

Sihombing, F. N. (2017). Kontribusi Tingkat Pendidikan dan Upah Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Medan Tahun 2012-2015. Jurnal Pembangunan Perkotaan, 4-4.

Simanjuntak, P. J. (2001). Pengantar ekonomi sumber daya manusia. Jakarta: LPFE UI.

Sitompul, D. N. (2013). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Sumatera Utara. Universitas Negeri Medan, 3-13.

Sorayas, M. (2018). The Analysis of Investment, Inflation, District's Minimum Wage and Education on Labor Absorption in Sidoarjo 2002-2017. Thesis, Journal Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Malang.

Sukirno, S. (2010). Mikroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sumarsono, S. (2009). Teori dan Kebijakan Publik Ekonomi Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tenzin, U. (2019). The Nexus Among Economic Growth, Inflation and Unemployment in Bhutan. South Asia Economic Journal 20 (I), 94–105.

Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2015). Economic Development 12th Edition. Harlow: Pearson.

Umar, A. (2013). Pengaruh Investasi dan Upah Minimum Provinsi (UMP) Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Industri di Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar: UIN Alauddin Makassar .

Widarjono, A. (2013). Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Jakarta: Ekonosia.

Wulandari, D., Utomo, S. H., Narmaditya, B. S., & Kamaludin, M. (2019). Nexus between Inflation and

Unemployment: Evidence from Indonesia. ournal of Asian Finance, Economics and Business Vol 6 No 2, 269-275.

Yacoub, Y., & Firdayanti, M. (2019). Pengaruh Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi Dan Upah Minimum Terhadap Pengangguran Di Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Barat. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Tanjungpura.

(18)

18

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diakses dari:

http://simkeu.kemdikbud.go.id/index.php/peraturan1/8-uu-undang-undang/12-uu-no-20-tahun-2003- tentang-sistem-pendidikan-nasional.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Pendidikan, Upah Minimum dan PDRB Terhadap Jumlah Pengangguran di Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014.. Jurnal