• Tidak ada hasil yang ditemukan

analisis pengaruh luas lahan, tenaga kerja, dan

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "analisis pengaruh luas lahan, tenaga kerja, dan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN, TENAGA KERJA, DAN EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) TERHADAP PRODUK

DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) SUB SEKTOR PERKEBUNAN KELAPA SAWIT KABUPATEN/KOTA DI

PROVINSI RIAU TAHUN 2009-2015

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Sulaiman Nur 145020101111035

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2019

(2)
(3)

ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN, TENAGA KERJA, DAN EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) SUB SEKTOR PERKEBUNAN KELAPA SAWIT KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI

RIAU TAHUN 2009-2015

Sulaiman Nur1, M. Pudjihardjo2

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya

*Email: [email protected]

**Email: [email protected]

ABSTRAK

Meningkat atau menurunnya kondisi perekonomian suatu daerah salah satunya dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB meningkat atau menurun dapat disebabkan oleh berbagai faktor sehingga mengalami perubahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh luas lahan, tenaga kerja, dan ekspor Crude Palm Oil (CPO) terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit Kabupaten/Kota di Provinsi Riau tahun 2009-2015. Penelitian ini menggunakan regresi data panel dengan model Random Effect Model (REM) yang terpilih sebagai model terbaik dalam penelitian, penelitian ini menggunakan data sekunder dari berbagai instansi pemerintahan yang ada di Provinsi Riau mulai dari tahun 2009-2015. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit Kabupaten/Kota di Provinsi Riau tahun 2009-2015. Sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah luas lahan, tenaga kerja, dan ekspor CPO. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel luas lahan memiliki pengaruh yang signifikan dan memiliki pola hubungan yang positif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit Kabupaten/Kota di Provinsi Riau tahun 2009-2015, sedangkan variabel tenaga kerja dan ekspor CPO tidak memiliki pengaruh yang signifikan dan memiliki pola hubungan yang negatif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit Kabupaten/Kota di Provinsi Riau tahun 2009- 2015.

Kata kunci: PDRB, Luas Lahan, Tenaga Kerja, Ekspor CPO.

A. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara agraris karena sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2017 mencatat penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian sebesar 39,68 juta orang atau 31,86% dari jumlah penduduk bekerja sebesar 124,54 juta orang. Diikuti oleh sektor perdagangan dan jasa kemasyarakatan yang turut menyerap tenaga kerja yaitu masing-masing sebesar 29,11 juta orang atau 23,37% dan sebesar 20,95 juta orang atau 16,82%. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu sekitar 13,52 persen pada tahun 2016 atau merupakan urutan kedua setelah sektor industri Pengolahan. Sektor pertanian terbagi atas beberapa sub sektor: yaitu 1) Perkebunan, Tanaman pangan; 2) Kehutanan dan Peternakan; 3) Perikanan. Salah satu sub-sektor pertanian yang cukup besar potensinya adalah sub sektor perkebunan. Kontribusi sub sektor Perkebunan dalam PDB yaitu sekitar 3,57 persen pada tahun 2016 atau merupakan urutan pertama di sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Sub sektor perkebunan merupakan penyedia bahan baku untuk sektor industri,penyerapan tenaga kerja, dan penghasil devisa (Badan Pusat Statistik, 2017).

Pada tahun 2015 dalam kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan memberikan kontribusi terhadap PDRB Provinsi Riau Atas Dasar Harga Berlaku sebesar 22,33 persen. Golongan tanaman perkebunan merupakan

(4)

penyumbang terbesar terhadap kategori pertanian yaitu tercatat sebesar 85,35 persen dari seluruh nilai tambah pertanian. Sub sektor perkebunan merupakan penyumbang terbesar diantara lapangan usaha yang lainnya terhadap PDRB Provinsi Riau atas dasar harga berlaku selama 5 (lima) tahun berturut-turut dari tahun 2011-2015 dengan kontribusi sebesar 86.81, 86.48, 86.21, 86.55, dan 85.35 persen dari tahun ke tahun, kategori ini juga masih menjadi tumpuan bagi masyarakat untuk dijadikan tumpuan dan harapan dalam penyerapan tenaga kerja.

Salah satu komoditas perkebunan yang bisa diandalkan sebagai usaha yang menguntungkan adalah Kelapa Sawit. Pembangunan Sub Sektor Perkebunan Kelapa Sawit merupakan penyedia lapangan kerja yang cukup besar dan sebagai sumber pendapatan petani. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang memiliki peranan yang cukup besar dalam menghasilkan pendapatan asli daerah, Produk Domestic Bruto, kesejahteraan masyarakat (Afifuddin, 2007). Kegiatan perkebunan kelapa sawit telah memberikan pengaruh eksternal yang bersifat positif atau bermanfaat bagi wilayah disekitarnya. Manfaat kegiatan perkebunan terhadap aspek sosial ekonomi antara lain adalah: 1) peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar; 2) memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha; 3) memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah (Syahza, 2011).

Gambar 1 : Luas Areal & Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Menurut Provinsi Tahun 2015 (satuan ha)

Sumber: Data diolah Direktorat Jenderal Perkebunan RI, 2018

Jika dilihat dari Gambar 1 diatas, luas areal perkebunan kelapa sawit telah tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Pulau Sumatera tercatat memiliki luas areal terbesar diantara pulau lainnya, dengan total luas areal sebesar 7.032.857 ha dan produksi kelapa sawit sebanyak 21.442.711 ton. Dimana provinsi Riau merupakan provinsi yang luas areal perkebunan Kelapa sawitnya terbesar diantara provinsi yang lainnya, dengan total luas areal sebesar 2.400.876 ha dan produksi kelapa sawit sebanyak 8.059.846 ton. Diikuti oleh provinsi Sumatera Utara dengan luas areal sebesar 1.427.021 ha dan produksi sebanyak 5.193.135 ton. Kemudian provinsi Kalimantan Barat dengan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 1.144.185 ha dan produksi kelapa sawit sebanyak 2.168.136 ton.

Kelapa sawit telah menjadi tanaman unggulan bagi masyarakat yang ada di Provinsi Riau. Perkebunan kelapa sawit telah memberikan dampak secara langsung terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) bagi Provinsi Riau.

Kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap pertumbuhan perekonomian di Provinsi Riau ditentukan oleh seberapa banyak luas lahan perkebunan kelapa sawit, tenaga kerja perkebunan kelapa sawit, dan produksi perkebunan kelapa sawit yang merupakan indikator-indikator penting dalam kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB) di Provinsi Riau.

0 1.000.000 2.000.000 3.000.000 4.000.000 5.000.000 6.000.000 7.000.000 8.000.000 9.000.000

Luas Areal & Produksi kelapa sawit menurut provinsi tahun 2015

luas area produksi

(5)

Gambar 2: Luas Areal, Tenaga Kerja, & Produksi Perkebunan kelapa Sawit di Provinsi Riau Tahun 2011- 2015

Sumber: Data Diolah Direktorat Jenderal Perkebunan RI, 2018.

Berdasarkan Gambar 2 diatas, Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit yang ada di Provinsi Riau selama periode tahun 2011-2015 adalah sebesar 5,8% pertahun yakni pada tahun 2011 luas areal perkebunan kelapa sawit yang ada di Provinsi Riau hanya seluas 1.911.740 ha meningkat menjadi 2.400.876 ha pada tahun 2015, meningkat sebanyak 25,58% dari tahun 2011-2015. Begitu pula dengan produksi perkebunan kelapa sawit yang meningkat setiap tahunnya sebesar 5.736.723 ha pada tahun 2011 meningkat menjadi 8.059.845 ha pada tahun 2015.

Tenaga kerja perkebunan kelapa sawit juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2011-2015.

Dimana pada tahun 2011 jumlah tenaga kerja yang bekerja di perkebunan kelapa sawit sebesar 808.245 orang meningkat menjadi 1.044.695 orang pada tahun 2015.

Sektor pertanian yang terdiri dari sub sektor perkebunan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap PDRB di Provinsi Riau terutama sub sektor perkebunan kelapa sawit, faktor produksi lain yang ada dalam sektor pertanian adalah ekspor komoditi pertanian. Seperti yang diketahui bahwa Provinsi Riau merupakan daerah yang memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia. Ekspor merupakan sumber pendapatan yang akan secara langsung memberikan kenaikan penerimaan dalam pendapatan suatu wilayah. jumlah ekspor hasil dari pengelolaan kelapa sawit (CPO) Provinsi Riau dari tahun 2011 sampai tahun 2015 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2011 jumlah ekspor dari kelapa sawit (CPO) di Provinsi Riau sebesar 8.331.907,9 ton dan terus mengalami peningkatan sampai tahun 2014 dengan jumlah ekspor sebesar 12.356.424,94 ton, hingga pada akhirnya ditahun 2015 jumlah ekspor kelapa sawit (CPO) di Provinsi Riau mengalami penurunan menjadi 11.836.349,22 ton.

Menurut Arsyad (1988) para ekonom berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai kinerja perekonomian suatu negara. Artinya dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi menunjukkan bahwa kinerja sebuah pemerintahan dalam perekonomian cukup baik. Hal ini dapat menggambarkan bahwa ketika pertumbuhan ekonomi terjadi, maka pemerintah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Indikator suatu wilayah maju atau tidaknya dalam suatu perekonomian dapat dilihat dari PDRB. PDRB menurut BPS diartikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu wilayah (BPS, 2018). Meningkat atau tidaknya PDRB suatu wilayah tergantung dari bagaimana suatu wilayah memaksimalkan/ mengelola potensi sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh suatu wilayah tersebut untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi PDRB suatu wilayah, maka semakin besar pula potensi sumber penerimaan wilayah tersebut. Berikut ini adalah perkembangan dan pencapaian PDRB sub sektor perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau berdasarkan Kabupaten/Kota pada Tahun 2009-2015:

1.911.740 2.037.734 2.193.729 2.290.736 2.400.876

5.736.723 6.421.228 6.646.906 6.993.241

8.059.845

808.245 751.617 949.172 999.770 1.044.695

0 2.000.000 4.000.000 6.000.000 8.000.000 10.000.000

2011 2012 2013 2014 2015

Luas Areal, Tenaga Kerja, & Produksi Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Riau Tahun 2011-2015

luas lahan produksi tenaga kerja

(6)

Tabel 1 : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sub Sektor Perkebunan Kelapa Sawit Kabupaten/ Kota di Provinsi Riau Pada Tahun 2009-2015 (ribuan/rupiah)

Kabupaten/

Kota

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

RIAU 45.558.227 48.332.388 44.056.196 47.116.145 48.571.534 57.851.935 55.011.135 Kuansing 1.473.308 1.481.164 2.746.307 2.753.023 2.613.385 3.013.135 3.008.867 Inhil 1.294.187 1.309.669 3.725.044 4.375.907 4.466.057 5.134.068 5.160.537 Inhu 1.342.377 1.350.832 2.805.394 2.777.904 2.913.799 3.183.442 3.070.402 Pelalawan 1.347.899 1.420.533 5.963.417 5.966.360 6.031.914 10.427.507 10.372.575 Siak 2.309.525 3.010.104 4.918.474 5.817.048 6.220.079 7.344.336 6.883.327 Kampar 4.130.108 3.831.000 8.125.585 8.002.937 8.106.255 9.724.035 8.433.749 Rohul 2.828.034 3.389.027 6.165.339 7.385.290 8.165.292 8.828.440 8.543.202 Rohil 3.030.102 3.215.174 5.812.626 5.857.258 5.885.905 6.192.624 5.818.086 Bengkalis 2.117.187 2.123.331 3.037.520 3.378.718 3.374.560 3.133.261 2.934.733 Dumai 536.149 576.628 576.928 557.544 548.982 660.836 552.265 Pekanbaru 19.406 20.650 179.558 244.149 245.301 210.246 233.378 Sumber: Data Diolah BPS Provinsi Riau, 2018

Berdasarkan tabel 1 tentang PDRB sub sektor perkebunan kelapa sawit Kabupaten/Kota di Provinsi Riau diatas, tingkat pertumbuhan PDRB perkebunan kelapa sawit di 11 Kabupaten/Kota di Provinsi Riau sebagian besar tingkat pertumbuhan ekonominya (PDRB) kelapa sawit terus mengalami fluktuasi, melihat tingkat pertumbuhan ekonomi (PDRB) kelapa sawit di 11 kabupaten/kota di Provinsi Riau secara menyeluruh dari tahun 2009-2015 menggambarkan bahwa tingkat pertumbuhan PDRB kelapa sawit di beberapa kabupaten/kota yang masih rendah.

Terutama di wilayah Kota Pekanbaru yang notabenenya merupakan Kota Provinsi dari Riau lebih memaksimalkan sektor jasa dan industri daripada sektor pertanian khususnya kelapa sawit. Maka dari itu perlu dicari indikator- indikator apa saja yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit di seluruh kabupaten/kota, sehingga dapat digunakan sebagai acuan bagi tiap kabupaten/kota dalam usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

B. TINJAUAN PUSTAKA Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB menurut (BPS, 2018) diartikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu wilayah.

meningkat atau tidaknya PDRB suatu wilayah ditentukan oleh bagaimana suatu wilayah dapat memaksimalkan sumber daya ekonomi yang ada di wilayah tersebut. Semakin tinggi PDRB suatu wilayah, maka semakin besar pula

(7)

sumber penerimaan wilayah tersebut. Demburg (1994), menjelaskan bahwa pengukuran PDB atau PDRB dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan produksi

PDB atau PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi diwilayah suatu negara dalam jangka waktu satu tahun. Dalam menghitung PDB atau PDRB dengan pendekatan produksi yang dihitung adalah nilai produksi tambahan atau value added yang diciptakan. Dengan cara ini dapat dihindarkan berlakunya penghitungan ganda.

2. Pendekatan Pendapatan

PDB atau PDRB jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses di suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa yang dimaksud adalah gaji dan upah, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan sebelum dipotong pajak langsung.

3. Pendekatan pengeluaran

PDB atau PDRB adalah semua komponen pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga dalam bentuk konsumsi (C), perusahaan dalam bentuk Investasi (I), pemerintah (G), dan perdagangan luar negeri dalam bentuk ekspor impor (X-M) biasanya dalam jangka waktu satu tahun.

Produksi

Produksi adalah proses penggabungan masukan dan mengubahnya menjadi pengeluaran, teknologi produksi menghubungkan masukan dan pengeluaran. Kuantitas tertentu diperlukan untuk memproduksi setiap barang atau jasa tertentu (Karl E, 2002). Dalam proses produksi, produsen akan mengubah masukan (input) yang disebut juga sebagai faktor-faktor produksi (factor of production) yang digunakan di seluruh proses produksi (Pindyck dan Rubinfield, 2007).

Teori Fungsi Produksi

Dalam menjalankan usaha, setiap produsen akan berusaha untuk mencapai hasil yang optimum. Produsen dalam usahanya akan memutuskan untuk meningkatkan penggunaan faktor produksi apabila produsen merasa yakin bahwa tambahan faktor produksi yang digunakan dapat memberikan tambahan hasil yang lebih besar. Analisis perilaku produsen tersebut sehubungan dengan jenis dan penggunaan faktor produksi yang telah dijelaskan dalam teori produksi, khususnya melalui pendekatan fungsi produksi. Fungsi produksi diartikan sebagai hubungan antara input dan output, yang mana hubungan ini menunjukkan output sebagai fungsi dari input.

Produsen dapat mengubah nilai output (Q) dengan cara mengubah kuantitas dari salah satu input yang digunakan dan mempertahankan input yang lain agar tetap konstan. Pada kondisi ini, apabila satuan input ditambah penggunaannya sedangkan input yang lain tetap, maka tambahan output yang dihasilkan dari satu unit yang semula meningkat kemudian seterusnya akan menurun apabila input terus ditambah (The Law Of Deminishing Return).

Gambar 3 : Kurva Produk Rata-rata dan Kurva Produk Marginal dari Total Produk

(8)

Gambar 3 menunjukkan kurva hasil produksi total (TPP) yang bergerak dari titik origin menuju titik A, B, C. Sumbu X mencerminkan input variabel yang efek tambahannya diteliti, dan sumbu Y mencerminkan hasil produksi rata-rata (APP) dan MPP. Pada gambar, saat kurva TPP mulai berubah arah pada titik A (Inflection Point) maka kurva MPP mencapai titik maksimum. Inilah batas hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang mulai berlaku. Di sebelah kiri titik B, kenaikan hasil masih bertambah tetapi di sebalah kanan titik B, kenaikan hasil itu semakin menurun. Titik B adalah titik dimana garis atas kurva TPP mempunyai arah (Slope) yang paling besar. Titik ini menunjukkan hasil produksi rata-rata APP mencapai hasil maksimum yang juga merupakan titik dimana kurva MPP memotong sumbu X.

Tahap I

Daerah produksi yang terletak antara titik 0 dan titik B. Pada tahap ini kurva APP akan terus meningkat jika penggunaan input variabel ditambah. Kurva APP terletak di bawah kurva MPP. Elastisitas Produksi pada tahap ini adalah Ep >1. Hal ini berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan kenaikan hasil produksi sebesar lebih dari satu persen. Jika penggunaan faktor produksi seperti pada tahap ini, maka penggunaan faktor produksi dikatakan tidak rasional selama Ep>1 karena jika penggunaan input ditambah maka penambahan output total yang dihasilkan akan lebih besar daripada penambahan penggunaan input itu sendiri. Dengan kata lain setiap adanya penambahan input di daerah ini akan selalu menambah output dan jika hal itu dirasakan lebih menguntungkan. Jika input tersebut terus ditambah, pada saat TPP mulai berubah arah, yaitu pada titik A yang disebut Inflection Point, maka kurva MPP mencapai puncaknya. Titik A merupakan titik awal dimana The Law Of Diminishing Return mulai berlaku.

Tahap II

Daerah antara titik B dan C. Pada daerah ini kurva APP mulai menurun, kurva MPP juga menurun tetapi masih di daerah positif, dan Kurva APP di atas kurva MPP. Daerah ini disebut daerah yang rasional, karena adanya penambahan penggunaan input variabel masih dapat meningkatkan output, walaupun dengan persentase kenaikan yang sama atau lebih kecil dari kenaikan input variabel yang digunakan. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya elastisitas produksi yang berada antara 0 dan 1 (0<Ep<1), yang berarti dengan penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan kenaikan produksi yang kurang dari satu persen tetapi lebih besar daripada 0.

Tahap III

Daerah produksi di sebelah titik C yang ditunjukkan dengan menurunnya kurva APP dan MPP menjadi negatif. Kurva TPP pada daerah ini juga mulai menurun, dan daerah ini juga disebut daerah titik rasional karena elastisitas produksi negatif (Ep<0). Elastisitas negatif berarti jika ada penambahan input sebesar satu persen, maka justru akan menurunkan hasil produksi.

Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut (Subri, 2003)

Tenaga kerja atau manpower terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labor force terdiri dari 1) golongan yang bekerja, dan 2) golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari 1) golongan yang bersekolah, 2) golongan yang mengurus rumah tangga, dan 3) golongan lain-lain atau penerima pendapatan (Simanjuntak, 2001).

Teori Tenaga Kerja Lewis (1959)

Dalam teori ini dijelaskan bahwa kelebihan tenaga kerja bukanlah suatu masalah melainkan menjadi suatu kesempatan bagi tenaga kerja. Kelebihan tenaga kerja pada satu sektor akan memberikan andil yang bagus terhadap pertumbuhan output dan dapat memberikan penyediaan tenaga kerja di sektor yang lainnya.

Teori Tenaga Kerja Fei-Ranis (1961)

Dalam teori ini Fei-Ranis menjelaskan bahwa yang sering berkaitan dengan negara berkembang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat diolah, sebagian besar penduduknya bekerja disektor pertanian, banyaknya pengangguran, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Salah satu masalah yang sering terjadi dalam bidang ketenagakerjaan adalah ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja pada suatu tingkat upah. Ketidakseimbangan tersebut dapat berupa: a) lebih

(9)

besarnya penawaran dibandingkan permintaan tenaga kerja (excess supply of labor) , b) lebih besarnya permintaan dibandingkan penawaran tenaga kerja (excess demand of labor).

Gambar 4 : Kurva Ketidakseimbangan Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja

Penjelasan gambar:

1. Jumlah tenaga kerja yang ditawarkan untuk bekerja sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing- masing sebesar Ne pada tingkat upah keseimbangan We dan Titik keseimbangan pada kurva diatas adalah E. Pada tingkat keseimbangan upah We maka semua orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja, yang artinya tidak ada orang yang menganggur. Secara garis besar keadaan ini disebut dengan full employment pada tingkat upah We tersebut.

2. Pada gambar kedua dapat dilihat bahwa adanya excess supply for labor, pada tingkat W2 penawaran akan tenaga kerja (SL) lebih besar daripada permintaan tenaga kerja (DL). Jumlah tenaga kerja yang ditawarkan untuk bekerja adalah sebesar N2 sedangkan jumlah tenaga kerja yang diminta adalah sebesar N1. Dengan demikian akan terjadi pengangguran pada tingkat W1 ini sebanyak N1 N2.

3. Pada gambar ketiga diatas dapat dilihat bahwa adanya excess demand for labor. pada tingkat upah W2 permintaan akan tenaga kerja lebih besar daripada penawaran tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang ditawarkan untuk bekerja pada saat tingkat upah W2 adalah sebanyak N3, sedangkan jumlah tenaga kerja yang diminta hanya sebesar N4.

Luas Lahan

Menurut (Sumardjono, 2008) lahan mempunyai ciri khusus yang bersegi dua, yakni sebagai benda dan sebagai sumberdaya alam. Lahan menjadi benda bila telah diusahakan oleh manusia, misalnya menjadi tanah pertanian atau dapat pula dikembangkan menjadi tanah perkotaan. Pengembangan lahan pertanian untuk menjadi sebagai benda harus dilakukan oleh pemerintah melalui penyediaan prasana. Penyediaan prasarana ini akan membawa akibat pada peningkatan nilai lahan. Ciri lain dari lahan adalah sifatnya yang tetap, jumlahnya yang terbatas, serta penyediaannya yang tidak dapat diubah. Setiap jenis penggunaan lahan (pertanian maupun non pertanian) memiliki nilai land rent yang berbeda-beda. Jenis penggunaan lahan yang menggunakan keuntungan komparatif tertinggi akan mempunyai kapasitas penggunaan lahan terbesar, sehingga penggunaan lahan tertentu akan dialokasikan untuk kegiatan yang memberikan nilai land rent tertinggi. Demikian pula dengan penggunaan lahan pertanian meskipun lebih besar kemampuannya dalam menjamin kehidupan petani, tetapi hanya dapat memberikan keuntungan materi atau finansial dibandingkan sektor industri, pemukiman dan jasa lainnya, sehingga konversi lahan pertanian ke penggunaan lainnya tidak dapat dicegah.

Ekspor

Tidak ada dalam suatu negara yang tidak melakukan hubungan keluar dengan negara yang lainnya. Salah satu kegiatan yang terjadi antar negara tersebut adalah perdagangan luar negeri (Ekspor-Impor). Perdagangan luar negeri terjadi karena alasan suatu negara yang tidak bisa menghasilkan barang-barang dan jasa yang mereka butuhkan.

Ekspor merupakan pengeluaran otonomi yang mempunyai efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut teori ekonomi klasik yang diungkapkan oleh Smith dan Ricardo, yang berpendapat bahwa perdagangan internasional

(10)

memainkan peranan yang penting dalam pertumbuhan ekonomi dan keuntungan yang diperoleh akibat dari berspesialisasi. Sukirno (2005) menjelaskan beberapa keuntungan melakukan perdagangan luar negeri antara lain : 1. Memperoleh barang yang tidak dapat di produksi didalam negeri

2. Faktor produksi dapat digunakan dengan lebih efisien 3. Memperluas pasar industri dalam negeri

4. Menggunakan teknologi modern 5. Peningkatan produktivitas

C. METODE PENELITIAN

Pada Penelitian Ini Menggunakan Metode Penelitian Kuantitatif. Penelitian Kuantitatif memiliki tujuan untuk menguji hipotesis dan bersifat objektif dimana peneliti bebas menilai dengan fakta yang diteliti. Jenis penelitian kuantitatif adalah pendekatan ilmiah yang memandang suatu realitas itu dapat diklasifikasikan, konkrit, teramati, dan terukur. Hubungan antara variabelnya bersifat sebab akibat dimana data penelitiannya berupa angka-angka dan analisisnya statistik (Sugiono, 2008).

Jenis Data dan Sumber Data

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan kuantitatif untuk mengukur pengaruh dari variabel luas lahan perkebunan kelapa sawit, tenaga kerja perkebunan kelapa sawit, dan ekspor perkebunan kelapa sawit terhadap PDRB perkebunan kelapa sawit Kabupaten/kota di Provinsi Riau Tahun 2009-2015.

Menurut Sugiyono (2011), pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Ada 2 teknik dalam melakukan pengumpulan data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah sumber data yang didapatkan langsung dari sumber data, misalnya seperti wawancara atau sampel. Sedangkan data sekunder adalah sumber data yang didapatkan secara tidak langsung dari sumber data, misalnya melalui orang lain atau dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi dalam melakukan pengumpulan data. Data berupa PDRB, luas lahan, tenaga kerja, dan ekspor perkebunan kelapa sawit diperoleh dari berbagai sumber, seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, Direktorat Jenderal Perkebunan RI, statistik perdagangan luar negeri Provinsi Riau dan berbagai sumber yang lainnya dalam kurun waktu selama 7 tahun.

Objek dan Waktu Penelitian

Objek atau ruang lingkup penelitian yang ditetapkan adalah melakukan penelitian terkait dengan PDRB perkebunan kelapa sawit Kabupaten/kota di Provinsi Riau dengan menggunakan variabel luas lahan, tenaga kerja, dan ekspor perkebunan kelapa sawit. Fokus dalam penelitian ini adalah fenomena yang dapat mempengaruhi PDRB perkebunan kelapa sawit Kabupaten/Kota di Provinsi Riau. Adapun yang melatar belakangi pemilihan objek penelitian ini, dikarenakan Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang memiliki 20% dari jumlah total luas areal perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Februari 2018 dengan cakupan data yang diperoleh tahun 2009-2015.

Metode Analisis Data

Analisis data dapat dilakukan setelah semua data telah dikumpulkan secara keseluruhan, kemudian data yang telah dikumpulkan tersebut dapat dianalisis secara rinci sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif, metode analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan regresi data panel.

Data panel merupakan gabungan dari data yang berbentuk time series (runtun waktu) dan data yang berbentuk cross section (individual). Dalam data time series meliputi suatu individu dalam periode waktu tertentu, sedangkan data cross section terdiri atas beberapa data individu dengan beberapa jenis data setiap individu tersebut. Dalam data panel, unit cross section (individu) yang sama disurvei dari waktu ke waktu.

Mengingat data panel adalah gabungan dari data time series dan data cross section, maka persamaan model yang digunakan dapat dituliskan sebagai berikut:

Log(Y)it = α + β1 Log(X1) it + β2 Log(X2) it + β3 Log(X3) it + ε it Keterangan :

T = banyaknya waktu atau tahun I = banyaknya Kabupaten/kota

(11)

T x I = banyaknya data panel

Y = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor kelapa sawit X1 = luas lahan perkebunan kelapa sawit (hektar)

X2 = tenaga kerja perkebunan kelapa sawit (perkepala keluarga) X3 = ekspor CPO (ton)

Β1-β3 = koefisien regresi masing-masing variabel ε = error

Metode Estimasi Regresi Data Panel

Dalam penggunaan data panel ada beberapa metode estimasi dalam model regresi tersebut, yaitu Common Effect Model, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model. Maksud dari ketiga metode estimasi tersebut antara lain:

1. Commond Effect Model (CEM)

Common effect model/ Pooled Least Square merupakan model pendekatan data panel yang paling sederhana, karena hanya menggabungkan data time series dan cross section. Menurut Gujarati (2012) Common effect model adalah model yang data observasinya ditumpuk dan diestimasi secara bersama-sama tanpa mempedulikan sifat dari cross section maupun time series, sehingga diasumsikan bahwa perilaku data sama dalam berbagai kurun waktu.

2. Fixed Effect Model (FEM)

Model ini mengasumsikan bahwa koefisien (slope) dari variabel independen tidak berbeda untuk setiap individual atau antarwaktu. Menurut gujarati (2012), Fixed Effect Model atau yang sering disebut juga dengan Least Square Dummy Variable (LSDV) adalah model yang meskipun intersepnya berbeda-beda untuk tiap-tiap subjek, tetapi tiap intersep dari tiap entiti tidak berubah seiring waktu.

3. Random Effect Model (REM)

Metode random effect model atau yang dikenal dengan Generalized Least Square (GLS). Model ini akan mengestimasi data panel dimana variabel residual memiliki hubungan antar individu dan antar waktu. metode analisis data panel dengan model random effect harus memenuhi persayaratan yaitu jumlah cross section harus lebih besar daripada jumlah variabel penelitian. Pada model random effect perbedaan intersept dapat diakomodasi oleh error term masing-masing variabel. Keuntungan menggunakan model random effect adalah menghilangkan masalah heterokedastisitas.

Pemilihan Model Terbaik

Pemilihan model terbaik antara common effect, fixed effect, dan random effect dapat dilakukan dengan dua teknik estimasi pengujian. Penggunaan dua teknik estimasi ini dilakukan untuk mengetahui model yang tepat dalam mengestimasi regresi data panel. dua uji yang digunakan dalam estimasi regresi data panel antara lain, uji chow test dan hausman test.

1. Uji Chow

Chow test merupakan uji yang digunakan untuk mengambil keputusan model yang lebih baik antara common effect dan fixed effect.

2. Uji Haussman

Keputusan penggunaan model random effect atau fixed effect dapat ditentukan dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan oleh Hausman yaitu hausman test. Uji hausman dilakukan dengan mempertimbangkan model fixed effect yang didalamnya terdapat variabel dummy.

3. Uji Langrange Multiplier

Uji Lagrange Multiplier digunakan untuk mengetahui apakah model random effect lebih baik daripada model common effect. Uji signifikansi random effect ini dikembangkan oleh Breush-Pagan, pengujiannya didasarkan pada nilai residual dari metode common effect.

Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik untuk analisis regresi meliputi uji normalitas, multikolinearitas, heterokedastisitas, dan autokorelasi, sebagai berikut:

(12)

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah asumsi residual yang bersifat normal. Uji normalitas bertujuan untuk menguji normalitas data dengan melakukan uji jarque bera. Adapun kriteria dalam uji normalitas yang dilakukan dengan melihat normal atau tidaknya suatu model regresi dapat dilihat dari nilai probabilitas jarque bera. Jika nilai probabilitas jarque bera (JB) yang sebesar 0,000 atau < α = 5% maka dapat disimpulkan bahwa model regresi memiliki distribusi error atau residual yang tidak normal, begitu juga sebaliknya.

2. Uji Multikolinearitas

Salah satu model dalam regresi asumsi klasik adalah tidak terdapatnya masalah multikolinearitas antara variabel independen dalam suatu regresi. Multikolinearitas sendiri adalah adanya hubungan yang sempurna atau pasti antara beberapa variabel dalam suatu model regresi. Dalam memprediksi ada atau tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari nilai r nya, apabila r < 0,8 maka tidak terdapat korelasi antara variabel-variabel bebas dan apabila r >

0,8 maka terdapat korelasi antara variabel-variabel bebasSelain itu cara untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dengan cara melihat nilai tolerance dan VIF.

3. Uji Heterokedastisitas

Asumsi heteroskedastisitas adalah model asumsi klasik yang residualnya memiliki nilai yang tidak konstan. Uji Heteroskedastisitas dilakukan untuk bertujuan melihat apakah dalam suatu model regresi terdapat ketidaksamaan varians dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Ada beberapa cara untuk menguji apakah suatu model regresi terdapat masalah heteroskedastisitas, cara tersebut antara lain dengan melakukan uji glejser, White, dan Breush-Pagan-Godfrey (BPG).

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi yang terpilih terdapat masalah autokorelasi. Masalah autokorelasi biasanya sering terjadi pada data rentang waktu yang disebabkan oleh error pada masing-masing individu yang cenderung mempengaruhi individu yang sama pada rentang waktu selanjutnya.

Untuk melihat adanya masalah autokorelasi dapat dilakukan dengan cara melakukan uji Durbin-Watson. Kriteria dalam pengujian autokorelasi dengan menggunakan uji Durbin-Watson adalah sebagai berikut : I. Jika d < dl, maka terdapat autokorelasi positif,

II. Jika d > (4 – du), maka terdapat autokorelasi negatif, III. Jika du < d < (4 – dl), maka tidak terdapat autokorelasi, IV. Jika dl < d < du atau (4 – du), maka tidak dapat disimpulkan.

Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R-Squared) dilakukan dengan tujuan untuk mengukur persentase dari variabel dependen yang dijelaskan oleh semua variabel independennya. Nilai dari koefisien determinasi (R-Squared) terletak antara 0 dan 1 (0 < R2 < 1), dimana jika semakin tinggi nilai R2 dalam suatu model regresi atau semakin mendekati 1 maka hasil dari regresi tersebut akan semakin baik.

Uji Signifikansi Parameter

Dalam uji signifikansi parameter ini terdapat dua uji yaitu uji simultan (uji f) dan uji parsial (uji t).

1. Uji Simultan (uji f)

Uji F digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel-variabel independen (X1, X2, ...) secara keseluruhan terhadap variabel dependen (Y). Pengujian simultan (uji F) dapat dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas (F- Statistik) dengan tingkat signifikansi sebesar 5%. Diterima atau ditolaknya hipotesa dapat dirumuskan dengan Jika nilai probabilitas (F-Statistik) > 5%, maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa variabel-variabel independen secara keseluruhan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Begitu juga sebaliknya.

2. Uji Parsial (uji t)

Uji t pada dasarnya dilakukan dengan tujuan untuk melihat seberapa jauh pengaruh dari variabel independen secara individu (parsial) dalam menerangkan variabel dependen. Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan membandingkan tingkat signifikansi masing-masing variabel independen dengan tingkat signifikansi sebesar α = 5%. Cara membandingkan nilai t hitung dengan t tabel atau hipotesa (Ho) diterima atau ditolak dapat dilakukan dengan cara Jika nilai probabilitas (t-statistik) < α = 5%, maka

(13)

Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya tidak ada pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen secara signifikan. Begitu juga sebaliknya

D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Uji Chow

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 17.079152 (10,63) 0.0000

Cross-section Chi-square 100.969719 10 0.0000

Sumber: Eviews 9

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diperoleh nilai Prob. Cross-section Chi-square < 0,05 yaitu sebesar 0,0000 sehingga kesimpulanya fixed effect model dapat dipilih. Untuk langkah selanjutnya akan dilakukan Hausman Test untuk mendapatkan kesimpulan terbaik pemilihan model.

2. Uji Hausman

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 3.573342 3 0.3114

Sumber: Eviews 9

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diperoleh nilai probabilitas Cross-section random sebesar 0,3114 yang berarti nilai probabilitas Cross-section random lebih besar dari alpha 5 persen, maka Random Effect Model (REM) lebih baik dipilih dari pada Fixed Effect Model (FEM). Karena Random Effect Model (REM) yang terpilih maka akan dilakukan uji lanjutan yaitu uji Lagrange Multiplier (LM) untuk memilih model yang terbaik selanjutnya.

3. Uji Langrange Multiplier

Test Hypothesis

Cross-section Time Both

Breusch-Pagan 99.40355 0.437042 99.84059 (0.0000) (0.5086) (0.0000) Sumber: Eviews 9

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh p-value pada kolom Both dibaris Breusch-Pagan sebesar 0,0000 yang berarti kurang dari 0,05 maka Random Effect Model (REM) menjadi model yang paling tepat digunakan dalam penelitian ini.

Model Terpilih

Berdasarkan uji chow, uji hausman dan uji langrange multiplier maka didapat model yang terbaik adalah Random Effect Model (REM). Sehingga diperoleh persamaan yang terbaik yaitu persamaan Log(Y) = 9.665403 + 1.065896 Log(X1) − 0.009429 Log(X2) − 0.024849 Log(X3) + e. Berdasarkan data dalam penelitian ini, diperoleh persamaan regresi data panel yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) = 9.665403 + 1.065896 luas lahan − 0.009429 tenaga kerja − 0.024849 ekspor CPO.

(14)

Uji Asumsi Klasik 1. Uji Multikolinearitas

X1 X2 X3

LOG(X1) 1.000000 0.730946 0.698417 LOG(X2) 0.730946 1.000000 0.750455 LOG(X3) 0.698417 0.750455 1.000000 Sumber: Eviews 9

Matrik diatas merupakan hasil uji multikolinearitas, salah satu cara untuk melihat adanya gejala multikolinearitas yaitu dengan melihat nilai correlation pada setiap variabel. Pada matrik tersebut dapat dilihat bahwa nilai correlation setiap variabel tidak lebih besar dari 0,8 yang artinya tidak terdapat gejala multikolinearitas pada variabel-variabel independennya.

2. Uji Heterokedastisitas

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.184633 0.705151 -1.679970 0.0972

LOG(X1) 0.053466 0.030358 1.761211 0.0824

LOG(X2) -0.076155 0.028996 -2.626429 0.0735

LOG(X3) 0.110113 0.059378 1.854442 0.0677

Sumber: Eviews 9

Berdasarkan hasil uji Heterokedastisitas diperoleh nilai probabilitas diatas 0,05. Menurut kriteria pengujian Heterokedastisitas, jika nilai lebih besar dari alpha sebesar 0,05 maka tidak terjadi masalah Heterokedastisitas dalam model regresi.

3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi dapat diuji menggunakan uji Durbin-Watson. Berdasarkan output dari model yang terbaik yaitu model Random Effect Model, diperoleh nilai Durbin-Watson Stat sebesar 1.875213.

Berdasarkan tabel Durbin-Watson dengan nilai k=3 dan n=77, maka diperoleh nilai du=1.7117 dan 4–dl sebesar 2.4498, jadi 1.7117 < 1.875213 < 2.4498. maka kriteria yang terpenuhi ialah du < d < (4 – dl), berarti tidak terdapat autokorelasi dalam model ini.

4. Uji Normalitas

Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data bersifat normal dengan melakukan uji jarque bera.

Adapun kriteria dalam uji normalitas yang dilakukan dengan melihat normal atau tidaknya model regresi dapat dilihat dari nilai probabilitas jarque bera. Jika nilai probabilitas jarque bera (JB) yang sebesar 0,000 atau < alpha 5% maka dapat disimpulkan bahwa model regresi memiliki disitribusi error atau residual yang tidak normal, begitu juga sebaliknya jika nilai probabilitas jarque bera (JB) yang sebesar 0,000 atau > alpha 5% maka dapat disimpulkan bahwa model regresi memiliki distribusi normal. Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan nilai probabilitas jarque bera sebesar 0,924345 atau lebih besar dari pada alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi memiliki distribusi yang normal.

Koefisien Determinasi (R2)

Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi (R-Squared) pada Random Effect Model (REM) diperoleh nilai koefisien determinasi R-squared sebesar 0.901063 atau sebesar 90,10 persen. Hal ini berarti bahwa variabel Luas lahan, Tenaga kerja dan Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dapat menjelaskan PDRB sub sektor perkebunan kelapa sawit sebesar 90,10 persen. Atau perubahan 90,10 persen perubahan dari variabel dependen (PDRB sub sektor perkebunan kelapa sawit) dapat dijelaskan oleh ketiga variabel tersebut.sementara sisanya 09,90 persen dijelaskan oleh faktor lain diluar model.

(15)

Uji Simultan (uji f)

R-squared 0.901963 Mean dependent var 5.270575 Adjusted R-squared 0.897934 S.D. dependent var 0.300643 S.E. of regression 0.096049 Sum squared resid 0.673454 F-statistic 223.8711 Durbin-Watson stat 1.875213 Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Eviews 9

Berdasarkan hasil uji simultan (uji f) yang dilihat dari Random Effect model (REM) nilai probablitias (F- statistik) diperoleh sebesar 0,000000. Dengan hasil tersebut maka kriteria yang terpenuhi ialah probabilitas (F- statistik) < alpha 5 persen. Maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak, artinya semua variabel independen yaitu luas lahan, tenaga kerja dan ekspor Crude Palm Oil (CPO) secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit secara signifikan.

Uji Parsial (uji t)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 9.665403 0.857023 11.27788 0.0000

LOG(X1) 1.065896 0.051087 20.86444 0.0000

LOG(X2) -0.009429 0.031939 -0.295205 0.7687 LOG(X3) -0.024849 0.067234 -0.369592 0.7128 Sumber: Eviews 9

Berdasarkan hasil uji parsial (uji t) dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Konstanta sebesar 9.665403 artinya jika tidak ada variabel bebas luas lahan (X1), tenaga kerja (X2), dan ekspor CPO (X3), maka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit akan meningkat sebesar 9.665403.

b. Variabel luas lahan (X1) menunjukkan nilai yang positif dan berpengaruh secara signifikan atau secara nyata terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit Kabupaten/Kota di Provinsi Riau tahun 2009-2015. Dimana ketika terjadi peningkatan luas lahan sebesar 1 persen maka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit akan bertambah sebesar 1.065896 persen.

c. Variabel tenaga kerja (X2) menunjukkan nilai yang negatif dan berpengaruh tidak signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit Kabupaten/Kota di Provinsi Riau tahun 2009-2015. Dimana ketika terjadi peningkatan tenaga kerja sebesar 1 persen maka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit akan berkurang sebesar 0.009429 persen.

d. Variabel ekspor CPO (X3) menunjukkan nilai yang negatif dan berpengaruh tidak signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit Kabupaten/Kota di Provinsi Riau tahun 2009-2015. Dimana ketika terjadi peningkatan ekspor CPO sebesar 1 persen maka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit akan berkurang sebesar 0.024849 persen.

E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan terhadap analisis pengaruh luas lahan, tenaga kerja dan ekspor CPO terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit Kabupaten/Kota di Provinsi Riau tahun 2009-2015, maka kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis tersebut adalah sebagai berikut:

(16)

1. Luas lahan, tenaga kerja dan ekspor Crude Palm Oil (CPO) secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit Kabupaten/Kota di Provinsi Riau tahun 2009-2015 sebesar sebesar 9.665403.

2. Luas lahan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit dan memiliki pola hubungan yang positif. Dimana ketika terjadi peningkatan luas lahan sebesar 1 persen maka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit akan bertambah sebesar 1.065896 persen. Dengan signifikannya pengaruh luas lahan membuktikan bahwa semakin luas suatu areal perkebunan kelapa sawit yang dimiliki suatu daerah akan besar pengaruhnya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit, ketika luas lahan meningkat maka produksi akan meningkat yang secara otomatis akan meningkatkan penerimaan pendapatan suatu daerah dalam bentuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

3. Tenaga kerja dan Ekspor CPO tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit dan memiliki pola hubungan yang negatif. Dengan tidak signifikannya variabel tenaga kerja dan ekspor CPO membuktikan bahwa ketika jumlah input (tenaga kerja dan ekspor CPO) secara terus-menerus ditambah penggunaannya sedangkan input yang lainnya tetap (konstan), maka pada awalnya akan meningkatkan output pada titik yang maksimum, namun pada titik tertentu penambahan tenaga kerja dan ekspor CPO justru akan mengurangi output yang diperoleh.

Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan juga kesimpulan mengenai analisis pengaruh luas lahan, tenaga kerja dan ekspor CPO terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit Kabupaten/Kota di Provinsi Riau, maka saran yang dapat diberikan agar dapat bermanfaat bagi pihak terkait serta dapat menjadi koreksi. Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa variabel yang diteliti secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub sektor perkebunan kelapa sawit sehingga perkebunan kelapa sawit sangat penting bagi daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Riau, sehingga apabila terjadi perubahan kondisi perkebunan kelapa sawit baik dari variabel penelitian maupun dari faktor eksternal. Oleh karena itu, pemerintah perlu hati-hati dalam mengambil kebijakan sehingga kontribusi PDRB sub sektor perkebunan kelapa sawit dapat aman dan terkendali.

2. Dengan menggunakan hasil dari penelitian ini, maka diharapkan dapat dijadikan rujukan atau panduan bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk menentukan keputusan dalam melakukan analisis perkebunan kelapa sawit, khususnya terkait dengan perluasan lahan dan juga penyerapan tenaga kerja yang dapat saling menguntungkan bagi kedua belah pihak dengan cara perusahaan sebagai wadah bagi masyarakat sekitar untuk dapat dijadikan penyalur dalam penyerapan tenaga kerja di Perkebunan Kelapa Sawit yang nantinya akan berdampak pada pertambahan pendapatan masyarakat sekitar perusahaan.

3. Diharapkan bagi pemerintah untuk memberikan kemudahan dalam melakukan ekspor dengan cara tidak adanya batas bawah dalam pungutan pajak ekspor kelapa sawit itu sendiri, dengan bertambahnya industri pengolahan yang melakukan ekspor, maka akan membawa dampak yang signifikan bagi pendapatan disuatu daerah.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti Mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga jurnal ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dosen Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini dapat diterbitkan.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Afifuddin, S., Kusuma, SI. (2007). Analisis Struktur Pasar CPO: Pengaruhnya Terhadap Pengembangan Ekonomi Wilayah Sumatra Utara. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Vol, 2 No, 3 April 2007. Hal 124−136.

Arsyad, Lincolin. 1988. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi Pertama: BPFE Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik, (2017). Kontribusi Sektor Pertanian Dalam Pertambahan PDRB. Diakses pada tanggal 15 Februari 2018.

Badan Pusat Statistik, (2018). Definisi Product Domestic Regional Bruto (PDRB). Diakses pada tanggal 25 Februari 2018.

Case, Karl E. (2002). Prinsip-prinsip Ekonomi Mikro. Edisi 5, Terjemahan Prenhallindo. Jakarta: Prenhallindo.

Demburg, Mc. Duonall. (1994). Ekonomi Makro: Perhitungan Ekonomi dan Kebijaksanaan Perekonomian. Jakarta:

Erlangga.

Gujarati, Damodar N. (2013). Dasar-Dasar Ekonometrika. Buku 2 Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.

Mulyadi, Subri. (2003). Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspekstif Pembangunan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Robert, Rubinfield. (2007). Mikro Ekonomi. Terjemahan Indeks. Jakarta: Indeks.

Sugiono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Simanjuntak, Payaman. (2001). Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: LPFEUI.

Sukirno, Sadono. (2005). Mikro Ekonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sumardjono, Maria S.W. (2008). Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Jakarta: Kompas.

Syahza, Almasdi. (2011). Percepatan Ekonomi Pedesaan Melalui Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Volume 12, Nomor 2, Desember 2011, hal 297-310.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produk domestik regional Bruto (PDRB) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan, pendidikan tamat SD, SLTP,

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode Granger untuk menentukan pola hubungan kausalitas antara variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan

Secara parsial Jumlah Tenaga Kerja, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)

Berdasarkan hasil analisis jalur ( Path Analysis ) investasi berpengaruh secara signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor

Dari uji F dapat diketahui apakah semua variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pendidikan dan tenaga kerja yang dimasukkan dalam model memiliki pengaruh secara

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan seperti berikut : Variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) memiliki hubungan positif dan

a) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kesempatan kerja di Provinsi Aceh, dengan nilai koefisien sebesar 0.002780

Pada model PAD menunjukkan bahwa konsumsi (CONS) berpengaruh positif dan signifikan pada α = 10 persen, variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh