• Tidak ada hasil yang ditemukan

analisis pengaruh moral individu, asimetri informasi dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "analisis pengaruh moral individu, asimetri informasi dan"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

DPRD PROVINSI SULAWESI SELATAN

Diajukan Oleh Novalda Maoura

4515013009

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh

Sarjana Ekonomi

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BOSOWA

MAKASSAR 2019

(2)

i

Informasi dan Pengendalian Internal terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Nama Mahasiswa : Novalda Maoura

Stambuk/NIM : 4515013009

Fakultas : Ekonomi

Program studi : Akuntansi

Tempat Penelitian : Sekretariat DPRD Provinsi Sulawesi Selatan

Telah Disetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. A. Arifuddin Mane, SE., M.Si., SH., MH Thanwain,S.E.,M.Si

Mengetahui dan Mengesahkan:

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Universitas Bosowa

Dekan Fakultas Ekonomi Ketua Program Studi Universitas Bosowa Akuntansi

Dr. H. A. Arifuddin Mane, SE., M.Si., SH., MH Dr. Firman Menne S.E., M.Si., Ak., CA

Tanggal Pengesahan:

(3)

PERNYATAAN KEORISINILAN SKRIPSI Saya bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Novalda Maoura NIM : 4515013009 Jurusan : Akuntansi Fakultas : Ekonomi

Judul : Analisis Pengaruh Moral Individu, Asimetri Informasi dan Pengendalian Internal

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan skripsi ini berdasarkan hasil penelitian, pemikiran, dan pemparan asli dari saya adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah skripsi ini tidak pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik disuatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipandan daftar pustaka.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dam tanpa paksaan sama sekali.

Makassar, 6 July 2019 Mahasiswa yang bersangkutan

Novalda Maoura

iii

(4)

ANALYSIS EFFECT OF INDIVIDUAL MORALITY, ASYMMETRY OF INFORMATION, AND THE INTERNAL CONTROL ON THE ACCOUNTING FRAUD TENDENCY OF SECRETARIAT DPRD

SULAWESI SELATAN PROVINCE By:

NOVALDA MAOURA

Accounting Program Faculty Of Economy University of Bosowa

ABSTRACT

NOVALDA MAOURA. 2019. Description. The Analysis Effect Individual Morality, Asymmetry of Information and The Internal Control on the Accounting Fraud Tendency of Secretriat DPRD Sulawesi Selatan Province by Dr. H. A.

Arifuddin Manne, S.E., M.Si., S.H., M.H and Thanwain, S.E., M.Si.

Accounting fraud tendency is influenced by factors such as individual morality, asymmetry of information and the internal control systems. This study aimed to examine the effect of the inclination of the accounting fraud at Secretariat of the DPRD South Sulawesi Provience. This is a quantitative and empirical study. The respondents in the present study were the employees employed at the divisions used as the variables. The respondents used as the sample totaled 35. The data were collected using questionnaire made up of 4 instruments with likert scale. All the questionnaires, totaling 34, were returned and analyzed. The data were analyzed using validity test and reliability test, classical assumption test consisting of normality test, multicolinearity test, and heteroscetasticity test, and the test of hypothesis consisting of multiple regression test, coefficient of determination, t test and F test.

The result of the study showed that (1) individual morality significantly negatively affected the tendency of accounting fraud; (2) asymmetry of information significantly positively contributed to the tendency of accounting fraud; (3) internal control significantly negatively contributed to the tendency of accounting fraud; and (4) individual morality, asymmetry of information and internal control significantly affected the tendency of accounting fraud.

Keyword: individual morality, asymmetrY of information, the internal control and accounting fraud tendency.

iv

(5)

ANALISIS PENGARUH MORAL INDIVIDU, ASIMETRI INFORMASI DAN PENGENDALIAN INTERNAL TERHADAP KECENDERUNGAN

KECURANGAN AKUNTANSI PADA SEKRETARIAT DPRD SULAWESI SELATAN

Oleh:

NOVALDA MAOURA Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Bosowa

ABSTRAK

Novalda Maoura. 2019. Analisis Pengaruh Moral Individu, Asimetri Informasi, dan Pengendalian Internal terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi pada Sekretariat DPR Provinsi Sulawesi Selatan dibimbing oleh Dr. H. A. Arifuddin Manne, S.E., M.Si., S.H., M.H dan Thanwain., S.E.,M.Si

Kecenderungan Kecurangan Akuntansi dipengaruhi oleh faktor antara lain adalah moral individu, asimetri informasi dan pengendalian internal. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tersebut terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi di Sekretaria DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan studi empiris. Kriteria responden yang digunakan dalam penelitian ini yaitu karyawan yang bekerja pada bagian yang berhubungan dengan variabel penelitian. Sampel yang digunakan sebanyak 35 responden.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang terdiri dari 4 instrumen dengan menggunakan skala likert. Dari 35 kuesioner yang telah disebar, jumlah kuesioner yang kembali sebanyak 34 kuesioner dan dapat dianalisis. Teknik analisis data yang digunakan yaitu uji kualitas data yang terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas, uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heterosketastisitas, serta pengujian hipotesis yang terdiri dari uji regresi berganda, koefisien detrminasi, uji t dan uji F.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) moral individu berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) akuntansi (2) asimetri informasi berpengaruh signifikan positif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) akuntansi, (3) pengendalian internal berpengaruh signifikan negative terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) akuntansi dan (4) moral individu, asimetri informasi dan pengendalian internal berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) akuntansi.

Kata kunci: moral individu, asimetri informasi, pengendalian internal dan kecenderungan kecurangan akuntansi.

Keyword: moral individu, asimetri informasi, pengendalian internal dan kecenderungan kecurangan akuntansi

v

(6)

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah robbil’alamin, dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, serta teriring salam dan shwalawat kepada Nabi Muhammad SAW, karena atas izin, rahmat serta hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi Universitas Bosowa, dengan mengambil judul

“Analisis Pengaruh Moral Individu, Asimetri Informasi, dan Pengendalian Internal terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi di Sekretariat DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.”

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini:

1. Pertama-tama , ucapan terima kasih penulis berikan kepada Rektor Universitas Bosowa Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Saleh Pallu,M.Eng.

2. Bapak Dr. H. A. Arifuddin Manne, S.E., M.Si., S.H., M.H selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bosowa.

3. Ibu Dr. Hj. Herminawati Abu Bakar, S.E.,M.M selalu Wakil dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bosowa.

4. Bapak Dr. Lukman Setiawan, S.Si., S.Psi., S.E., M.M selalu Wakil Dekan II Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bosowa.

vi

(7)

5. Bapak Dr. Firman Menne, SE., M.Si., Ak.,CA selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bosowa.

6. Kepada Dosen Pembimbing I Bapak Dr. H. A. Arifuddin Manne, S.E., M.Si., S.H., M.H atas waktu yang telah diluangkan untuk membimbing, memberi motivasi dan memberi bantuan literature, serta diskusi-diskusi yang dilakukan oleh penulis.

7. Kepada Dosen Pembimbing II Bapa Thanwain, S.E., M.Si atas waktu yang telah diluangkan untuk membimbing, memberi motivasi dan memberi bantuan literature, serta diskusi-diskusi yang dilakukan oleh penulis.

8. Kedua Orang Tua saya Ayahanda Donovan Ferdy H. Dan Ibunda Rahmawati serta adik kecil saya Khairan Zega, yang telah memberikan semangat dan doa untuk kelancaran selama penyusunan skripsi ini.

9. Kepada Kakak Riska teman baik saya yang sudah saya anggap sebagai saudara sendiri yang telah membantu dalam segala bentuk pertolongan dalam proses penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini.

10. Kepada teman-teman Akuntansi 2015 yang telah yang bersama-sama berbagi ilmu dan pengalaman selama masa perkuliahan sampai dengan pengerjaan skripsi.

11. Kepada teman-teman dekat saya yang selalu ada dalam membagi keluh- kesah selama masa perkuliahan, terima kasih banyak atas waktu bersama yang menyenangkan.

12. Serta segala pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu memberikan doa serta dukungannya.

vii

(8)

Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Apabila terdapat kesalahan- kesalahan dalam skripsi ini, sepenuhnya menjadi tanggungjawab penelti dan buka para pemberi bantuan. Kritik dan saran konstruksi yang membangun akan lebih menyempurnakan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak mendapatkan pahala di sisi Allah SWT, Aaamiin Yarabbal Alamin.

Makassar, 06 July 2019

Novalda Maoura

viii

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ...i

PERNYATAAN KEORISINILAN SKRIPSI ... ii

ABSTRACT... iii

ABSTRAK ...iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian... 9

1.4 Manfaat Penelitian... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Landasan Teori ... 11

2.1.1 Moral Individu ... 11

2.1.2 Asimetri Informasi ... 15

2.1.3 Pengendalian Internal ... 19

2.2.4 Kecenderungan Kecurangan Akuntansi ... 27

2.3 Kerangka Pikir ... 33

2.4 Hipotesis ... 35

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN... 36

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.2 Populasi dan Sampel ... 36

3.2.1 Populasi penelitian ... 36

3.2.2 Sampel penelitian ... 36

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 37

ix

(10)

3.4.1 Jenis Data ... 37

3.4.2 Sumber Data ... 37

3.5 Metode Analisis ... 38

3.5.1 Analisis Deskriptif ... 38

3.4.2 Analisis regresi Linear Berganda ... 42

3.5 Definisi Operasional ... 44

3.5.1 Varieabel Bebas (Independent Variabel) ... 44

3.5.2 Variabel Terikat (Dependet Variabel) ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1 Gambaran Umum Penelitian ... 46

4.1.1 Sejarah Singkat Sekertariat DPRD Provinsi Sulawesi Selatan ... 46

4.1.2 Fungsi Pokok dan Fungsi ... 47

4.1.3 Stuktur Organisasi ... 50

4.1.5 Visi dan Misi ... 54

4.1.6 Karateristik Responden ... 56

4.2 Analisis Statistik Deskriptif ... 59

4.3 Uji Kualitas Data ... 61

4.3.1 Uji Validitas ... 61

4.3.2 Uji Reabilitas ... 63

4.4 Uji Asumsi Klasik ... 64

4.4.1 Uji Normalitas ... 64

4.4.2 Uji Multikolinieritas ... 65

4.4.3 Uji Heteroskedastisitas ... 66

4.5 Uji Hipotesis ... 67

4.5.1 Uji Koefisen Determinasi (R2) ... 67

4.5.2 Uji F ... 68

4.5.2 Uji Parsial (t) ... 69

4.5.4 Analisis Regresi Linear Berganda ... 70

4.6 Pembahasan ... 72

BAB V PENUTUP... 76

5.1 Kesimpulan ... 76

5.2 Saran ... 77

x

(11)

DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN

xi

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1Hasil Pengumpulan Data ... 56

Tabel 2 Demogrofi Responden Berdasarkan Umur ... 57

Tabel 3 Demogrofi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57

Tabel 4 Demogrofi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 58

Tabel 5 Demogrofi Responden Berdasarkan Golongan/Jabatan... 58

Tabel 6 Demogrofi Responden Berdasarkan Lama Kerja ... 59

Tabel 7 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian ... 60

Tabel 8 Hasil Uji Validitas Moral Individu ... 61

Tabel 9 Hasil Uji Validitas Asimetri Informasi ... 62

Tabel 10 Hasil Uji Validitasi Pengendalian Internal ... 62

Tabel 11 Hasil Uji Validitas Kecenderungan Kecurangan Akuntansi ... 63

Tabel 12 Hasil Uji Reabilitas ... 64

Tabel 13 Hasil Uji Normalitas ... 65

Tabel 14 Hasil Uji Multikolinerritas ... 66

Tabel 15 Hasil Uji Heteredokedesitas ... 67

Tabel 16 Uji R2 (Koefisien Determinasi) ... 68

Tabel 17 Hasil Uji F ... 69

Tabel 18 Hasil Uji Parsial (t) ... 70

Tabel 19Analisis Linear Berganda ... 71

xii

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pikir... 34 Gambar 2 Stuktur Organisasi ... 52

xiii

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... 83

Lampiran 2 Jawaban Responden ... 89

Lampiran 3 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 93

Lampiran 4 Hasil Uji Validitas ... 93

Lampiran 5 Hasil Uji Realibitas ... 98

Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas ... 100

Lampiran 7 Hasil Uji Multikolinieritas ... 100

Lampiran 8 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 101

Lampiran 9 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 101

Lampiran 10 Hasil Uji F ... 101

Lampiran 11 Hasil Uji t... 102

Lampiran 12 Lampiran Anlisis Regresi Berganda ... 102

Lampiran 13 Surat Izin Penelitian ... 103

xiv

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Masalah globalisasi, terkhusus dalam bidang ekonomi kini semakin berada di depan mata. Seiring dengan berkembangnya kompleksitas bisnis dan semakin terbukanya peluang usaha dan investasi menyebabkan risiko terjadinya kecurangan pada perusahaan semakin tinggi. Dalam konteks korupsi, Indonesia masih berada pada tingkat yang tinggi. Selama tahun 2004 hingga 2010 telah terjadi kasus-kasus korupsi di Indonesia yang melibatkan 147 kepala daerah.

Berdasarkan data dari 33 provinsi di Indonesia, sebanyak 18 gubernur dan satu wakil gubernur telah ditangkap akibat kasus korupsi. Sementara itu pada tingkat kota dan daerah, sebanyak 84 bupati, 17 walikota, 86 wakil bupati serta 19 wakil walikota juga terlibat dalam kasus serupa (Irianto, dkk., 2009). Hal ini tentu sangat memprihatinkan karena para pemangku jabatan yang seharusnya dapat dipercaya oleh rakyat justru memanfaatkan jabatannya untuk perbuatan yang salah. Banyaknya kasus yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia ini, menjadi tugas tambahan bagi pemerintah untuk menanggulanginya, mengingat masih kurangnya pendidikan anti korupsi yang seharusnya ditanamkan sejak dini.

Kasus-kasus korupsi yang juga telah terjadi di berbagai negara perlu diselesaikan agar perekonomian lebih stabil dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Oleh sebab itu, Transparency Internalational (TI) membuat Corruption cukup tinggi. Perception Index (CPI) yang diperbaharui setiap tahun sebagai pembanding pengukuran tingkat korupsi di suatu negara dengan negara lain. CPI

(16)

adalah indeks gabungan yang berasal dari kumpulan tiga belas data-data korupsi dan berlaku secara global. Data-data ini diperoleh dari beberapa lembaga independen yang telah dipercaya kredibilitasnya. Rentang indeks CPI pada tahun 2014 dipersepsikan berbentuk bobot skor dari 0-100. Apabila skor 0, maka dipersepsikan bahwa negara tersebut sangat korup, sedangkan 100 sangat bersih.

Pada tahun 2014, Indonesia menduduki skor 34 dan menempati urutan peringkat 107 dari total 175 negara. Meskipun Indonesia mengalami kenaikan skor 2 poin dan 4 peringkat dari CPI tahun 2013, namun kenaikan skor masih di bawah rata- rata CPI Asia Pasifik, kawasan ASEAN, dan Komunitas G20 (Transparency International Indonesia, 2014). Selain itu, skor 34 juga menunjukkan Indonesia belum terbebas dari masalah korupsi (Dionisia, 2016).

Dunia akuntansi yang kian berkembang tidak hanya membawa pengaruh baik untuk masyarakat, namun juga membawa pengaruh buruk seperti masalah kecurangan (fraud) yang semakin merajalela di berbagai sendi kehidupan, baik dalam skala kecil maupun besar. Pada umumnya, kecurangan akuntansi berkaitan erat dengan korupsi. Dalam lingkup akuntansi, konsep kecurangan merupakan penyimpangan dari prosedur akuntansi yang seharusnya diterapkan dalam suatu entitas. Penyimpangan tersebut akan berdampak pada laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan atau organisasi pemerintahan.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2011) menjelaskan setiap tindakan akuntansi sebagai: (1) Salah saji yang timbul dalam pelaporan keuangan yaitu salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk melebihi pemakai lapioran keuangan, (2) Salah saji yang

(17)

timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Kecenderungan didefinisikan sebagai “kecondongan, kesudian, keinginan”

(Ali, 2007:61) dalam (Rista, 2016) yang menyimpulkan bahwa adanya keinginan untuk melakukan kecurangan karena adanya peluang (kesempatan) untuk melakukan kecurangan. Kecurangan dapat didefinisikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya secara langsung merugikan pihak lain (Tuannakotta, 2007:96).

Menurut Wilopo (2006) dalam (Fitri, 2016) pada umumnya kecenderungan kecurangan akuntansi berkaitan dengan korupsi. Tindakan yang lazim dilakukan dalam korupsi adalah memanipulasi pencatatan, penghilangan dokumen dan mark-up yang merugikan keuangan negara. Indikasi adanya kecurangan akuntansi dapat dilihat dari bentuk kebijakan yang disengaja dan tindakan yang bertujuan untuk melakukan penipuan atau manipulasi yang merugikan pihak lain yang bersangkutan.

Sejak beberapa tahun terakhir, kecurangan selalu menjadi suatu tindak kejahatan yang sering terjadi dalam suatu Negara, baik itu Negara berkembang maupun itu Negara maju. Salah satu contohnya seperti kasus adalah salah satu Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arif Sirajuddin divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (29/2/2016). Ilham

(18)

dijatuhi hukuman pidana penjara selama 4 tahun atas dakwaan korupsi terkait kerja sama kelola dan transfer instalansi perusahaan daerah air minum (PDAM) di Makassar tahun 2007-2013. Selain itu, Ilham juga dijatuhi hukuman membayar uang pengganti sebesar Rp 150 juta. Jika uang pengganti tersebut tidak dibayar selama 1 tahun, maka harta benda milik Ilham dapat disita dan dilelang. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menuntut Ilham Arief dengan hukuman 8 tahun penjara, denda Rp 300 juta subsidair 3 bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 5,505 miliar. Jaksa meyakini Ilham Arief melakukan korupsi Pengelolaan Instalasi Pengolahan Air (IPA) II Panaikang, Makassar.

Selain itu kasus korupsi berjamaah di tiga DPR Debanyak 41 dari 45 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang menjadi tersangka kasus suap dan gratifikasi. Ini menambah rentetan kasus korupsi berjemaah wakil rakyat di daerah. Ada 22 anggota DPRD Malang yang ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi. Sehingga, ada 41 anggota DPRD Malang yang menjadi tersangka. Ke-22 anggota DPRD Malang tersebut kini sudah ditahan, menerima Rp 12,5-Rp 50 juta dari Wali Kota Malang. Kasus korupsi berjemaah ini tidak hanya terjadi di Malang, di DPRD Sumatera Utara juga mengalami kasus serupa. Kasus suap ini menyebabkan 38 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 jadi tersangka. Ke-38 orang itu diduga menerima suap dari mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho senilai Rp 300-350 juta per orangnya. Dalam perkara ini, ada 21 orang yang sudah ditahan KPK, salah satunya Musdalifah. Selain di DPRD Malang dan DPRD Sumut, perkara korupsi

(19)

berjamaah sudah terjadi di DPRD Padang pada tahun 2004. Ada 37 anggota dewan yang diadili. Mereka diduga menyelewengkan anggaran DPRD Kota Padang tahun 2001-2002 lebih dari Rp 10,4 miliar.

Selain itu adanya kasus dugaan korupsi terhadap puluhan anggota DPRD Kota Makassar. Jaksa menduga proses reses pada tahun anggaran 2015/2016 dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan, yang mana terdapat laporan dan data fiktif, tetapi Januari 2019 kemarin Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Salahuddin mengatakan, sejauh proses penyelidikan yang dilakukan pihaknya tidak menemukan adanya dugaan penyimpangan berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Penyebab terjadinya kecurangan tidak terlepas dari konsep segitiga kecurangan, yaitu tekanan, kesempatan (peluang), dan rasionalisasi (Tuannakotta, 2016:195-207). Ada tiga bentuk kecurangan, antara lain: Pertama, penyalahgunaan atas asset adalah kecurangan yang melibatkan pencurian aktiva entitas. Kedua, pernyataan palsu atas laporan keuangan salah saji atau pengabaian jumlah atau pengungkapan yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan keuangan itu. Ketiga, korupsi penyalahgunaan jabatan di sektor pemerintahan untuk keuntungan pribadi

Menurut Radhiah (2016) faktor yang mempengaruhi adanya tindakan kecurangan akuntansi salah satunya yaitu moralitas individu. Moralitas merupakan kualitas mengenai baik buruknya perilaku seseorang. Seseorang yang tidak bermoral cenderung akan bertindak untuk melakukan kecurangan yang akan merugikan bahkan membahayakan orang lain. Suatu entitas yang memiliki

(20)

penalaran moral yang tinggi lebih cenderung menghindari perbuatan yang mengarah kepada kecurangan akuntansi.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi yaitu asimetri informasi. Asimetri informasi yaitu ketidakseimbangan antara pemilik (principal) dan pengelola (agent) (Fitri, 2016). Kusumastuti (2012) adanya asimeti informasi antara manajer sebagai (agent) dan pemilik (principal) menyebabakan kesenjangan pengetahuan keuangan intenal perusahaan, sehingga pihak manajer bisa melakukan rekayasa demi meningkatkan laba untuk mendapat kompensasi atau imbalan dan pemilik.

Menurut Yusar dan Fitri (2013:79) dalam (Rista, 2016) pengendalian internal merupakan sebuah proses, yang dipengaruhi oleh dewan entitas direksi, manajemen dan personil lainnya, yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan dalam kategori berikut: efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap berlaku hukum dan peraturan dan pengamatan aset terhadap akuisisi yang tidak sah, penggunaan atau pelepasan. Pengendalian internal meliputi lima elemen yaitu lingkungan pengendalian, penilaian resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pengawasan. Kelima elemen tersebut membantu suatu instansi untuk mencapai tujuannya (Arens, 2008:376).

Pengendalian Internal dapat tercapai apabila perusahaan terus mengevaluasi dan meninjau ulang kebijakan dan prosedur yang telah dibuat secara berkesinambungan. Sistem Pengendalian Internal perusahaan yang lemah akan menjadi salah satu faktor pemicu yang dapat mengakibatkan munculnya

(21)

Kecurangan Akuntansi di lingkungan perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan oleh manajemen dalam penerapan Pengendalian Internal agar kecurangan tersebut dapat diminimalisir.

Menurut hasil penelitian Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), Report to The Natios tahun 2016, industri-industri yang paling umum dan sering menjadi korban kecurangan adalah jasa keuangan dan parbankan, administrasi publik dan pemerintah, dan manufaktur. Sementara kecurangan di lingkungan kerja sendiri mayoritas dilakukan oleh individu-individu yang bekejra di salah satu dalam tujuh fungsi berikut: akuntansi, operasional penjualan, eksekutif atau manajemen tingkat atas, customer service, pembelian atau pengadaan, dan keuangan. Dalam hal posisi pelaku keuangan dalam lingkungan kerja, ditemukan bahwa karyawan menjadi posisi yang paling sering melakukan kecurangan, diikuti oleh manajer, dan yang paling jarang ialah owner/eksekutif, tetapi rata-rata kerugiam yang diakibatkan oleh pelaku kecurangan dalam posisi eksekutif jauh lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berada pada posisi pada posisi karyawan dan manjer.

Beberapa penelitian tentang kecurangan akuntansi yang telah dilakukan.

Ariani dan Herawati (2014) dalam penelitiannya yaitu di PDAM Kabupaten Bangli. Dalam penelitiannya, moral individu, keefetifan sistem pengendalian internal berpengaruh negatif dan asimetri informasi berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Ahmad (2017) pada SKPD Kabupaten Sinjai, dalam penelitiannya moralitas aparat, pengendalian internal, kesesuaian

(22)

kompensasi berpengaruh negatif) dan asimetri informasi berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecuranga (fraud).

Pada penelitian ini saya akan meneliti di Sekretariat bagian Keuangan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan yang berjumlah 35 orang. Sekretariat DPRD Provinsi Sulawesi Selatan ini merupakan unsur staf yang membantu Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam menyelenggarakan tugas dan kewajibannya. Sekretiat dipimpin oleh seorang ekretaris, yang bertanggung jawab langsung kepada Ketua DPRD dan teknis administrasi dibawah bimbangan Setwilda Provinsi Sulawesi Selatan. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Wilayah/daerah dan secretariat DPRD terbagi atas bagian yaitu Umum, Persidangan dan Risalah, Keuangan dan Humas Protokol dengan total keseluruhan 253 karyawan.

Dari beberapa penelitian sebelumnya dan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai ”Analisis Pengaruh Moral Individu, Asimetri Informasi dan Pengendalian Internal terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi pada Sekretariat DPRD Provinsi Sulawesi Selatan”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah moral individu berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi pada Sekertariat DPRD Provinsi Sulawesi Selatan?

2. Apakah asimetri informasi berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi Sekertariat DPRD Provinsi Sulawesi Selatan?

(23)

3. Apakah pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi Sekertariat DPRD Provinsi Sulawesi Selatan?

4. Dari ketiga variabel tersebut yang manakah paling dominan berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi Sekertariat DPRD Provinsi Sulawesi Selatan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian dari latar belakang dan rumusan masalah diatas yaitu:

1. Memberikan bukti empiris pengaruh moral individu terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi pada Sekretariat DPRD Provinsi Sulawesi Selatan 2. Memberikan bukti empiris pengaruh asimetri informasi terhadap

kecenderungan kecurangan akuntansi DPRD di Makassar

3. Memberikan bukti empiris pengaruh pengendalian internal terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi Sekretariat DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.

4. Membuktikan bukti empiris dari ketiga variabel mana yang paling berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi Sekretariat DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.

(24)

1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis dapat memperluas wawasan dan pemahaman mengenai kecurangan akuntansi dan faktor-faktor yang memengaruhi kecurangan tersebut. Teori agenci dan teori perkembangan moral yang digunakandapat dijadikan landasan dalam meningkatkan kemampuan individu dan mengevaluasi kinerja instansi.

b. Manfaat Praktis

Bagi instansi pemerintah, diharapkan dapat memberikan masukan dalam proses perlakuan akuntansi dan pengelolaan keuangan melalui faktor moralitasn pengendalian internal, kesesuaian kompensasi dan asimetri informasi. Bagi masyarakat, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap akuntabilitas laporan keuangan daerah sekaligus membantu masyarakat dalam mengawasi kinerja aparat yang berwenang mengelola keuangan. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan serta sebagai sarana untuk menerapkan dan mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan.

Bagi dunia pendidikan, diharapkan penelitian ini dapat menambah atau melengkapi khasana teori yang telah ada dan diharapkan dapat menjadi dokumen akademik yang berguna sebagai informasi tambahan bagi penelitian selanjutnya.

(25)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Moral Individu

Moral berasal dari kata Latin mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, kebiasaan, moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi. Dalam Ali (2012) moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan masayarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial.

“Moral adalah suatu tindakan seseorang untuk orang lain yang memiliki nilai positif” (Fitri, 2016). Menurut Amalia (2015)” moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang ada dalam hati manusia dan disadari sebagai kewajiban mutlak”. Pemerintahan yang baik akan terbentuk dengan adanya moralitas yang baik. Seseorang bisa dikatakan bermoral apabila perilakunya mencerminkan moralitas, yaitu bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Moralitas individu akan mempengaruhi kecenderungan seseorang melakukan kecurangan akuntansi. “Artinya, semakin tinggi moralitas individu, semakin individu memperhatikan kepentingan yang universal daripada kepentingan organisasinya maupun individunya” (Prawira, 2014).

Menurut Amalia (2015) “moral dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

(26)

1. Moral murni, yaitu moral yang terdapat pada setiap manusia. Moral murni disebut juga hati nurani.

2. Moral terapan, adalah moral yang didapat dari berbagai ajaran filosofis, agama, adat yang menguasai pemutaran manusia.

Suatu instansi melalui pimpinan menerapkan moralitas yang baik kepada para staf, dengan memberi contoh yang baik kepada para staf tentang bagaimana cara bersikap dalam menjalankan tugas dalam sebuah isntansi, menjunjung tinggi kejujuran dan mencintai pekerjaan, serta menghormati pimpinan dan saling menghargai sesame staf. “Kecurangan juga dapat dihindari dengan bersikap terbuka satu sama lain dalam batas-batas kerahasiaan instansi. Jika moralitas terjaga dengan baik, maka kecurangan dapat dihindari” (Ariani 2014).

Teori perkembangan moral yang sering dipakai dalam penelitian tingkat etika adalah model Kohlberg. Teori ini mempunyai pandangan bahwa penalaran moral merupakan landasan perilaku etis. Menurut Kohlberg (1971) “tahapan perkembangan moral merupakan ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya”. Kohlberg melakukan penelitian berdasarkan kasus dilema moral untuk mengamati perbedaan perilaku individu dalam menyikapi persoalan moral yang sama. Kemudian ia membuat klasifikasi atas respon dari setiap individu ke dalam enam tahap yang berbeda. Terdapat tiga tahapan perkembangan moral, yaitu tahapan pre-conventional, tahapan conventional dan tahapan post-conventional.

Pada tahap pertama (pre-conventional) yaitu tahapan yang paling rendah, individu akan cenderung bertindak karena tunduk dan takut pada hukum yang ada.

(27)

Selain itu individu pada level moral ini juga akan memandang kepentingan pribadinya sebagai hal yang utama dalam melakukan suatu tindakan. Pada tahap kedua (conventional), individu memiliki dasar pertimbangan moral yang berkaitan dengan pemahaman hukum, aturan sosial di masyarakat, kewajiban, dan keadilan dalam lingkungan sosialnya. Manajemen pada tahap ini mulai membentuk moralitas manajemennya dengan menaati peraturan seperti aturan akuntansi untuk menghindari kecurangan.

Sementara itu pada tahap tertinggi (post-conventional), individu telah menunjukkan kematangan moral manajemen yang lebih tinggi. Kematangan moral merupakan dasar pertimbangan manajemen saat menyikapi isu-isu etis terkait perilaku pertanggungjawaban sosial pada orang lain. Berdasarkan tanggung jawab sosial, manajemen yang mempunyai moralitas tinggi diharapkan tidak akan melakukan perilaku yang menyimpang serta potensi kecurangan dalam akuntansi karena tindakannya dilakukan dengan berkaca pada hukum universal.

Ringkasan tentang tahapan moral model Kohlberg (1971) adalah sebagai berikut :

1. Pre-conventional

Individu yang berada di tingkat ini mengenal moralitas saat melakukan suatu perbuatan baik dan buruk berdasarkan dampak yang ditimbulkan dapat berupa hal menyenangkan (reward) maupun hal menyakitkan (punishment).

Individu tersebut tidak ingin melanggar peraturan karena takut dengan ancaman hukuman dari pihak otoritas. Pre-conventional ini berada di tahap 0 – 2, yaitu:

Tahap 0. Keputusan Egosentris

(28)

Individu membuat keputusan yang dinilai baik berdasarkan hal yang disukai dan diinginkan atau hal yang membantu dirinya, sedangkan keputusan dinilai buruk berdasarkan hal yang tidak disukai atau merugikan dirinya. Individu tersebut tidak memiliki konsep tentang peraturan atau kewajiban yang harus ditaati.

Tahap 1. Orientasi Kepatuhan dan Hukuman

Pemahaman individu yang berkaitan perbuatan baik atau buruk ditentukan oleh otoritas. Sikap patuh pada peraturan semata-mata ditujukan untuk menghindari hukuman dari otoritas

Tahap 2. Orientasi Hedonistik-Instrumental

Suatu perbuatan dinilai baik jika berfungsi sebagai instrumen untuk memenuhi kepuasan atau kebutuhan diri. Relasi antar manusia dilihat seperti kegiatan dalam suatu pasar. Hanya terdapat elemen timbal-balik dan pemberian yang sepadan, namun semua hal tersebut selalu diinterpretasikan secara fisik.

Tidak terdapat loyalitas dan ungkapan terimakasih.

2. Conventional

Individu yang berada di tingkat ini akan menilai bahwa suatu perbuatan itu baik, jika telah mematuhi harapan otoritas atau kelompok sebayanya.

Conventional ini berada pada tahap 3 – 4, yaitu:

Tahap 3. Orientasi Individu yang Baik

Suatu tindakan berorientasi pada orang lain. Suatu perbuatan akan dinilai baik jika telah menyenangkan bagi orang lain.

Tahap 4. Orientasi Keteraturan dan Otoritas

(29)

Suatu perilaku dinilai baik ketika kewajiban telah dilaksanakan, menghormati otoritas, dan memelihara ketertiban social.

3. Post-conventional

Individu yang berada di tingkat ini menaati aturan sesuai dengan prinsip- prinsip etika universal. Hal ini disebabkan karena pada level ini, aturan dalam kehidupan masyarakat tidak dipandang sebagai tujuan akhir, tetapi sebagai subjek.

Post-conventional ini berada di tahap 5 – 6, yaitu:

Tahap 5. Orientasi Kontrol Sosial-Legalistik

Terdapat perjanjian antara diri sendiri dan lingkungan sosial. Suatu perbuatan dinilai baik jika telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tahap 6. Orientasi Kata Hati

Kebenaran ditentukan berdasarkan kata hati, sesuai dengan prinsip-prinsip etika universal yang bersifat abstrak dan penghormatan pada martabat manusia.

2.1.2 Asimetri Informasi

Dalam ilmu ekonomi dikenal suatu keadaan atau kondisi yang dinamakan simetri informasi atau ketidakseimbangan informasi. “Asimetri informasi adalah situasi di mana terjadi ketidakselarasan informasi antara pihak yang memiliki informasi dengan pihak yang membutuhkan informasi” (Amalia, 2015). Menurut Fitri (2016) “asimetri informasi disebabkan oleh permasalahan keagenan yang terjadi bila prinsipal merasa kesulitan untuk menelusuri apa yang sebenarnya dilakukan oleh agen”. Adanya asimetri informasi antara pengelola (agent) dan

(30)

pemilik (principal) menyebabkan kesenjangan pengetahuan keuangan internal sehingga pihak pengelola bisa melakukan rekayasa demi meningkatkan keuntungan diri sendiri.

Anthony dan Govindararanjan (2015) “menyatakan bahwa kondisi asimetri infromasi muncul dalam teori keagenan (agency theory), yakni principal (atasan) memberikan wewenang kepada agent (bawahan) untuk mengatur perusahaan yang dimiliki”. Karena pendelegasian wewenang serta pemisahan tugas dari wewenang serta pemisahan tugas dari principal (atasan) kepada agent (bawahan), maka atasan tidak selalu dari principal (atasan) kepada agent (bawahan), maka atasan tidak selalu dapat mengetahui aktivitas actual yang dilakukan oleh bawahannya serta keterbatasan informasi tentang keadaan faktual dari unit atau pusat tanggung jawab yang dikelola oleh bawahan. Kondisi tersebut yang kemudian menyebabkan suatu fenomena yang dinamakan asimetri informasi.

Asimetri informasi menurut Dunk (1983): “Informastion asummetery axists only when subordinates’information exceeds that of their superiors”.

Asimetri informasi terjadi karena adanya pihak (agent) yang mempunyai infomasi yang lebih dibandingkan dengan pihak yang lain, dalam hal ini berarti principal.

Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Pengertian asimetri menurut Scoot (2009:105) sebagai berikut:

“Frequently, one type of participant in he market (sellers, for example) will know something abaout the assets being trated the another type of participant

(31)

(buyers) does not know. When this situasion exits, the market is said to be characterized by information asymmetry”.

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa, asimetri informasi merupakan salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut memiliki keunggulan dan kelebihan mengenai asset yang diperdagangkan dibandingkan dengan pihak lain.

Menurut Jogiyanto (2010:387) pengertian asimetri informasi, yaitu:

“Asimetri informasi adalah kondisi yang menunjukan sebagai investor mempunyai informasi dan yang lainnya tidak memiliki”.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Asimetri informasi adalah ketidakseimbangan informasi yang dimiliki antara bawahan (agent) dengan informasi yang dimiliki atasan (principal) mengenai suatu unit tanggung jawab pada sebuah organisasi.

Menurut Scott (2000) dalam Randiza (2016), ada dua macam asimetri informasi:

1. Adverse Selection

Adverse selection adalah jenis asimetri informasi dimana satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha, atau transaksi usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Adverse selection terjadi karena beberapa orang seperti manajer perusahaan dan para pihak dalam (insiders) lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan suatu perusahaan daripada para investor luar. Jadi adverse selection timbul akibat adanya informasi yang tersembunyi.

2. Moral Hazard

Moral hazard adalah kegiatan yang dilakukan seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh investor, sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar sepengetahuan investor yang melanggar kontrak. Memanfaatkan ketidaktahuan pihak lain untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai denganperjanjian awal yang dapat merugikan pihak lain. Dalam hal ini manajer memanfaatkan ketidaktahuan investor untuk menyajikan suatu laporan yang tidak sesuai perjanjian awal atau standar yang berlaku sehingga terjadilah moral hazard.

(32)

Menurut Ompusunggu dan Buwana (2016), “menyatakan bahwa informasi yang tidak disampaikan sepenuhnya kepada atasan (pelaksana anggaran), dalam artian bahwa bawahan memiliki kelebihan bagi karyawan meskipun telah dilakukan proses partisipaso dalam penyususnan anggaran, namum tidak semuan informasi yang dimiliki oleh bawahan disampaikan dalam proses tersebut”.

Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, adanya asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak akurat dan mengesampingkan keadaan actual yang sebenarnya terutama jika informasi tersebut dengan pengukuran kinerja dimana manajer bisa secara fleksibel untuk melakukan manajemen laba.

Menurut Dunk (2013) asimetri informasi diukur dengan beberapa indikator yaitu:

1. Informasi yang dimiki bawahan dibandingkan dengan atasan Asimetri informasi ditandai dengan perbedaam informasi yang dimiliki manajer atas dengan manajer bawah. Manajer bawah seringkali memiliki informasi yang lebih banyak mengenai unit tanggung jawabnya daripada manajer atas. Hal tersebut karena manajer bawah terlibat langsung dalam pengoperasian unit tanggung jawab yang dibawahinya.

2. Hubungan input-output yang ada dalam operasi internal Manajer bahwa lebih mengetahui berapa jumlah pendapatan dengan pengeluaran dalam kegiatan operasi unit tanggung jawab yang mereka kelola.

3. Kinerja potensial

Karena manajer bawah terlibat langsung dalam proses pengoperasian unit tanggung jawabnya maka manajer bawah dapat memperkirakan kinerja potensial inti tanggung jawabnya lebih baik daripada manajer atas yang tidak terlibat langsung.

4. Teknis pekerjaan

Manajer bawah lebih mengetahui bagaimana cara unit tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan darpada manajer atas.

5. Mampu menilai dampak potensial

Manajer bawah terlibat langsung dalam proses pengoperasian untuk tanggung jawabnya maka manajer bawah lebih dapat menilai resiko yang mungkin terjadi pada operasional unti tanggung jawabnya.

6. Pencapaian bidang kegiatan.

Manajer bawah lebih mengetahui bagaimana unit tanggung jawabnya dapat memenuhi pencapaian atas perencanaan yang sudah ditetapkan.

(33)

Dengan terjadinya asimetri informasi, akan memicu tindakan kecurangan akuntansi dari para staf. Dalam hal ini pimpinan kembali menjadi ujung penentu apakah kecenderungan lecuranga dapat diminimalisir atau tidak. Setiap informasi yang berkaitan dengan instansi seharusnya disampaikan kepada para staf dengan merata, sesuai dengan bidangnya masing-masing. Pemberian informasi secara merata kepada para staf sesuai bidang masing-masing, akan menumbuhkan rasa tanggung jawab pada para staf. “Apabila rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan telah tumbuh, maka kecurangan akan dapat dihindari” (Ariani, 2014).

“Apabila suatu instansi memiliki asimetri informasi yang tinggi, maka kecenderungan kecurangan akuntansi yang dilakukan juga semakin meningkat.

Untuk itu pemberian informasi harus dilakukan secara seimbang agar tidak terjadi pemanfaatan pemberian informasi secara berlebihan yang dapat mengakibatkan terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi” (Amalia, 2018).

2.1.3 Pengendalian Internal

Pengendalian internal merupakan bagian dari manajemen risiko yang harus dilaksanakan oleh setiap untuk mencapai tujuan lembaga. Sistem pengendalian intenal adalah sesuatu yang memiliki bagian-bagian yang saling berkaitan dengan tujuan untuk mencapai tujuan-tujujuan yang diharapkan untuk memisahkan fungsi antara pencatatan dan pengurusan kas yang jelas, dan bertujuan untuk menghindari kecrurangn-kecurangan atau penyelewengan- penyelewengan yang kemungkinan terjadi dalam perusahaan. Dengan adanya sistemn pengendalian intenal ini maka penerimaan kas dalam perusahaan tidak dapat digelapkan.

(34)

Standar Profesi Akuntan Publik (2011) mendefinisikan:

“Pengendalian internal sebagai suatu proses yang dijalankan oleh entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan meliputi keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku“.

Tercapainya pengendalian internal dalam suatu perusahaan dapat meminimalisir kerugian atau pemborosan pengelolaan sumber daya perusahaan.

Pengendalian internal juga menyediakan informasi tentang bagaimana menilai kinerja perusahaan dan manajemen sebagai pedoman dalam perencanaan selanjutnya (Mulyadi, 2002).

Menurut Yusar dan Fitri (2013:79) dalam (Rista, 2016):

“Pengendalian internal adalah sebuah proses, dipengaruhi oleh dewan entitas direksi, manajemen dan personil lainnya, yang di rancang untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan dalam kategori berikut: efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap berlaku hukum dan peraturan dan pengamatan aset terhadap akuisisi yang tidak sah, penggunaaan atau pelepasan”.

Menurut Ni Luh (2015) dalam Rista (2016) pengendalian akuntansi merupakan “bagian dari sistem pengendalian internal meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi serta mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi”.

Boynton dan Johnson (2006) dalam (Rista, 2016) mendefinisikan “aktivitas pengendalian sebagai kebijakan organisasi dan prosedur yang membantu memastikan bahwa perintah manajemen telah dilakukan”. Aktivitas pengendalian membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan berkenaan dengan risiko yang diambil untuk pencapaian tujuan organisasi.

Menurut Arens (2009:370) dalam (Rista, 2016) menjelaskan “bahwa sistem pengendalian internal terdiri atas kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen kepastian yang layak bahwa perusahaan telah

(35)

mencapai tujuan dan sasarannya”. Kebijakan dan prosedur ini disebut pengendalian, dan secara kolektif membentuk pengendalian internal entitas tersebut.

Hery (2016:132) menjelaskan dalam bukunya yang berjudul “Auditing dan Asurans” bahwa memiliki tiga tujuan umum dalam merancang sistem pengendalian internal yang efektif, yaitu keandalan pelaporan keuangan, efesiensi dan efektivitas operasi, seerta ketaatan pada hukum dan peraturan”

Jusup (2014:356) menjelaskan lebih lanjut mengenai ketiga tujuan di atas, sebagai berikut:

1. Keandalan pelaporan keuangan entitas. Manajemen bertanggung jawab untuk meyusuk laporan keuangan bagi investor, kreditur, dan pihak-pihak lainnya.

Manajemen mempunyai tanggung jaan hokum dan professional untuk memberi kepastian bahwa informasi di dalam laporan telah disajikan dengan wajar sesuai pengendalian intern yang efektif atas pelaporan keuangan ini.

2. Efektivitas dan efesiensi operasi entitas. Pengendalian intern dalam suatu entitas akan mendorong efektivitas dan efesiensi penggunaan sumber-sumber secara optimal untuk mencapai tujuan entitas. Tujuan utama pengendalian ini adalah untuk member informasi keuangan dan non-keuangan yang akurat tentang operasi entitas untuk pengambilan keputusan.

3. Kesesuaian dengan undang-undang dan peraturan-peraturan. Entitas-entitas public, non-publik, dan organisasi nirlaba berkewajiban untuk menaati banyakundang- undang dan peraturan-peraturan. Sebagian di antaranya hanya menyangkut akuntansi secara tak langsung, namun ada juga yang langsung berkaitan dengan akuntansi, seperti misalnya undang-undang perpajakan.

Sutarbi (2004:33) menjelaskan bahwa “sistem pengendalian yang baik dalam perusahaan akan berguna untuk: 1. Menjaga keamanan harga milik suatu organisasi, 2. Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi, 3. Memajukan efesiensi dalam operasi, 4. Membantu menjaga agar tidak ada yang menyimpang dari kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan lebih dahulu”.

American Institute of Certifield Public Accountant (AICPA) 2013, mendefinisikan s”istem pengendalian internal mencakup susunan organisasi dan

(36)

semua metode beserta kebijakan peraturan yang terkoordinasi dalam perusahaan, dengan tujuan untuk melindungi: 1. Harta kekayaan perusahaan, 2. Memeriksa kecermatan dan keandalan data akuntansi, 3. Meningkatkan efisiensi operasi usaha.

Mulyadi (2002:178) menjelaskan bahwa tujuan pengendalian intern terbagi atas dua, sebagai berikut:

1. Menjaga kekayaan perusahaan. Pengguanaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otoritas yang telah ditetapkan dan pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan dengan kekayaan yang sesungguhnya.

2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Pelaksanaan tramsaksi melalui sistem otoritas yang telah ditetapkan, dan pencatatan akuntansi yang terjadi tercatat dengan benar di dlam catatan.

Menurut Suharso (2016) dalam (Rista, 2016), mengungkapkan keterbatasan pengendalian internal yang mungkin terjadi karena:

1. Penetapan tujuan sebagai prasyarat pengendalian internal tidak tepat;

2. Pengambilan keputusan oleh manusia yang salah satu bias;

3. Kegagalan/kesalahan faktor manusia sebagai pelaksana pengendalian;

4. Kemampuan manajemen mengesampingkan pengendalian;

5. Kemampuan manajemen, personil lain, atau pihak ketiga untuk berkolusi;

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal adalah keberhasilan manajemen dalam mencapai tujuan instansi yang berkaitan dengan menjaga keandalan penyajian laporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasional dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengendalian internal dapat berperan dalam mencegah dan mendeteksi suatu kecurangan akuntansi (fraud) dalam suatu instansi. Dan tujuan dari diterapkan pengendalian internal di dalam suatu entitas ialah sebagai penyedia informasi untuk tujuan perencanaan kinerja dan sebagai pedoman untuk menilai kinerja perusahaan. Selain itu, pengendalian interna; juga dapat mencegah

(37)

terjadinya suatu pemborosan dan penyalahgunaan sumber daya [erusahaan yang akan berujung pada kerugian serta ketidaktaatan terhadap kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan.

Dalam Alvin, dkk (2014:356) Internal Control-Integrated Framwork yang dikeluarkan COSO, yaitu “kerangka kerja pengendalian internal yang paling luas diterima di Amerika Serikat, menguraikan lima kompoen pengendalian internal yang dirancang dan diimplementasikan oleh manajemen untuk memberikan kepastian yang layak bahwa tujuan pengendaliannya akan tercapai’. Setiap komponen mengandung banyak pengendalian, tetapi auditor hanya berfokus pada pengendalian yang dirancang untuk mencegah atau mendeteksi salah saji yang material dalam laporan keuangan. Komponen pengendalian internal COSO dalam Alvin , dkk (2014:356) meliputi hal-hal berikut ini: “1. Lingkungan pengendalian, 2. Penilaian resiko, 3.Informasi dan Komunikasi, 4. Aktivitas pengendalian, dan 5. Pemantauan”. Dari lima komponen diatas mengais komponen pengendalian interal menurut COSO akan diuraikan secara terperinci adalahs sebagai berikut:

1. Lingkungan pengendalian

Lingkungan pengendalian (control environment) terdiri dari atas tindakan, kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan sikap manajemen puncak, para direktur, dan pemilik entitas scera keseluruhan mengenai pengendalian internal serta arti pentingnya bagi entitas itu. Untuk memahami dan menilai lingkungan pengendalian, auditor harus mempertimbangkan sub komponen pengendalian yang paling penting.

(38)

a. Integritas dan Nilai-nilai Etis b. Komitmen pada Kompetensi

c. Partisipasi Dewan Komisaris atau Komite Audite d. Filosofi dan Gaya Operasi Manajemen

e. Stuktur Organisasi

f. Kebijakan dan praktik Sumber Daya Manusia 2. Penilaian resiko

Penilaian resiko (risk assessment) atas pelaporan keuangan adalah tindakan yang dilakukan menajamen untuk mengidentifikasi dan menganalisis resiko-resiko yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan GGAP. Sebagai contoh, jika suatu perusahaan sering menjual produk dengan harga di bawah harga pokok persediaan karena pesatnya perubahan teknologi, perusahaan melebih sajakan persediaan. Demikian pula, kegagalan untuk memenuhi tujuan sebelumnya, mutu personil, penyebaran geografis operasi perusahaan, signifikansi dan komplesitas proses bisnis inti, pengenalan teknologi informasi yang baru, dapat meningkatkan risiko. Setelah mengidentifikasi suatu resiko, manajemen mengestimasi signifikansi resiko itu, menilai kemungkinan terjadinya resiko itu, dan mengembangkan tindakan harus khusus yang diperlukan untuk mengurangi resiko itu ke tingkat yang dapat diterima.

3. Informasi dan komunikasi

Tujuan sistem informasi dan komunikasi akuntansi entitas adalah untuk memulai mencatat, memproses, dan melaporkan transaksi yang dilakukan entitas itu serta mempertahankan akuntabilitas aset terkait. Sistem informasi dan

(39)

komunikasi akuntansi mempunyai beberapa subkomponen, yang biasanya terdiri atas kelas-kelas transaksi seperti penjualan, retur penjualan, penerimaan kas, akusisi, dan sebagainya. Untuk setiap kelas transaksi, sistem akuntansi penjulan harus memenuhi keenam tujuan yang berhubungan dengan transaksi, sistem akuntansi harus memenuh keenam tujuan yang berhubungan dengan transaksi yang sudah diidentifikasi sebelumnya. Sebagai contoh, sistem akuntansi penjualan harus dirancang untuk memastikan bahwa semua pengiriman barang oleh perusahaan telah dengan tepat dicatat sebagai penjualan (tujuankelengkapan dan keakuratan) dan tercermin dalam laporan keuangan pada periode yang tepat (tujuan penetapan waktu). Sistem itu juga harus menghindari pencatatan ganda penjualan dan pencatatan penjualan bila pengiriman belum dilakukan (tujuan keterjadian).

4. Aktivitas Pengendalian

Aktivitas pengendalian (control activities) adalah kebijakan dan prosedur, selain yang sudah termasuk dalam empat komponen lainnya, yang membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan telah diambil untuk mengenai resiko guna mencapai tujuan entitas. Sebenarnya ada banyak aktivitas pengendalian semacam ini dalam entitas manapun, termasuk pengendalian manual dan terotomasi. Aktivitas pengendalian umumnya dibagi menjadi lima jenis berikut ini:

a. Pemisahan tugas yang memadai

b. Otoritas yang sesuai atas transaksi dan aktivitas c. Dokumen dan catatan yang memadai

(40)

d. Pengendalian fisik atas aset dan catatan e. Pemeriksaan kinerja secara independen 5. Pemantauan

Aktivitas pemantauan berhubungan dengan penilaian mutu internal secara berkelanjutan atau periodik oleh manajemen untuk menentukan bahwa pengendalian itu telah beroperasi seperti yang diharapkan, dan telah dimodifikasi sesuai dengan perubahan kondisi. Informasi yang dinilai ini berasal dari berbagai sumber, termasuk studi atas pengendalian internal yang ada, laporan auditor internal, pelaporan pengecualian tentang aktivitas pengendalian, laporan dari pembuat peraturan seperti badan pengatur bank, umpan balik dari personil operasional, dan keluhan pelanggan tentang jumlah tagihan.

Mulyadi (2009) menyatakan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap pengendalian internal diantaranya adalah:

a. Manajemen, bertanggung jawab untuk mengembangkan dan menyelenggarakan secara efektif pengendalian internal organisasinya.

b. Direktur utama perusahaan, bertanggung jawab unutk menciptakan atmosfer pengendalian di tingkat puncak, agar kesadaran terhadap pentingnya pengendalian menjadi tumbuh di seluruh organisasi.

c. Direktur bagian keuangan dan akuntansi, menjalankan peran penting dalam perancangan, implementasi, dan pemantauan sistem pelaporan keuangan organisasi, penyusunan rencana dan anggaran perusahaan, penilaian dan analisis kinerja, serta pencegahan dan pendeteksian pelaporan keuangan yang menyesatkan.

d. Dewan komisaris dan komite audit. Dewan komisaris bertanggung jawab untuk memeriksa apakah manajemen memenuhi tanggung jawab mereka

dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pengendalan internal, sedangkan fungsi komite audit secara langsung berdampak pada auditor.

e. Auditor internal, bertanggung jawab untuk memeriksa dan mengevaluasi memadai atau tidaknya pengendalian internal entitas dan membuat rekomendasi peningkatannya.

f. Personel lain entitas. Peran dan tanggung jawab semua personel lain yang menyediakan informasi atau menggunakan informasi yang dihasilkan oleh pengendalian internal harus ditetapkan dan dikomunikasikan dengan baik.

g. Auditor independen. Sebagai bagian dari prosedur auditnya terhadap laporan keuangan, auditor dapat menemukan kelemahan pengendalaian internal kliennya, sehingga ia dapat mengkomunikasikan temuan auditnya tersebut kepada manajemen, komite audit, atau dewan komisaris.

(41)

h. Pihak luar lain. Pihak luar lain yang bertanggung jawab atas pengendalian internal entitas adalah badan pengatur (regulatory body), seperti Bank Indonesia dan Bapepam. Badan pengatur ini mengeluarkan persyaratan minimum pengendalian internal yang harus dipenuhi oleh suatu entitas dan memantau kepatuhan entitas terhadap persyaratan tersebut.

Efektifnya sistem pengendalian internal diharapkan mampu mengurangi adanya tindakan menyimpang yang dilakukan oleh manajemen. Manajemen cenderung melakukan tindakan menyimpang untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. “Salah satu peluang tindakan menyimpang yaitu kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi, sehingga dengan adanya sistem pengendalian yang baik peluang tersebut dapat dikurangi dengan sistem pengendalian internal yang baik. Pengendalian internal yang baik dapat mengurangi atau bahkan menutup peluang untuk melakuakan kecenderungan kecurangan akuntansi”

(Ariani, 2014). “Kecenderungan kecurangan akuntansi dapat dikurangi jika pengendalian internal yang tinggi diterapkan dalam suatu intansi” (Ahmad, 2017)

2.2.4 Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

1. Pengertian Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Kecenderungan didefinisikan sebagai “kecondongan, kesudian, keinginan”

(Ali, 2007:61) dalam (Rista, 2016) yang menyimpulkan bahwa

Adanya keinginan untuk melakukan kecurangan karena adanya peluang (kesempatan) untuk melakukan kecurangan. Kecurangan adalah suatu perubuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain (Tuannakotta, 2007:96).

Kecenderungan menurut Daryanto dalam (Rista 2016) diartikan sebagai

“lebih tertarik pada”. Kecurangan sering kali menyangkut (a) suatu tekanan atau suatu dorongan untuk melakukan kecurangan, (b) suatu peluang yang disarankan ada untuk melaksanakan kecurangan (Wilopo, 2006).

(42)

IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia, 2013) dalam (Rista, 2016) menjelaskan kecurangan akuntansi sebagai:

(1) Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan yaitu salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan, (2) Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia”.

Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk penggelapan tanda terima barang/uang, pencurian aktiva, atau tindakan yang menyebabkan entitas membayar barang atau jasa yang tidak diterima oleh entitas.

Menurut (Bastian,2007) dalam (Rista, 2016) kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting) terdiri dari tindakan-tindakan seperti:

a. Manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan catatan atau dokumen pendukung yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan.

b. Representasi yang salah atau penghapusan yang disengaja atas peristiwa-peristiwa, transaksi-transaksi, atau informasi signifikan lainnya yang ada dalam laporan keuangan.

c. Salah penerapan yang disengaja atas prinsip-prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa kecenderungan kecurangan akuntansi adalah lebih tertarik ingin melakukan salah saji yang timbul dari kecurangan dalam laporan keuangan karena adanya penghilangan secara jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan dan saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva yang berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pikir................................................................................................
Gambar 2 Stuktur Organisasi
Tabel 7 di atas menunjukkan jumlah responden (N) sebanyak 34 pegawai.
Tabel menunjukkan hasil uji validitas pada instrument Asimetri Informasi  dengan menggunakan  software SPSS pengolahan data, semua item memiliki nilai  korelasi product moment (r hitung) pernyataan lebih besar dari nilai r tabel sebesar  0,3494 (tarif sign
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (adjusted R 2 ) sebesar 0,102, hal ini berarti bahwa variabel independen dalam model (Konsentrasi

(2013) menyatakan bahwa sistem pengendalian internal, sistem kompensasi, dan asimetri informasi tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.

Berdasarkan tabel hasil uji koefisien determinasi diatas terlihat bahwa nilai Cox & Snell R Square sebesar 0,208 dan nilai Nagelkerke R Square adalah 0,557 yang

Predictors: Constant, Kualitas Produk, Personal Selling Sumber: Hasil Penelitian, 2017 Data diolah Pada Tabel 5 dapat terlihat bahwa hasil Uji Koefisien Determinasi diperoleh nilai

Predictors: Constant, X2, X1 Nilai R Square pada regresi tersebut adalah 0,729, hal ini menunjukkan bahwa kinerja pegawai Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya

Predictors : Constant, Kinerja Karyawan, Kepemimpinan, Kesejahteraan, Budaya Organisasi Sumber: data primer yang diolah Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi pada penelitian

Predictors: Constant, Promosi X2, Variasi Produk X1 Sumber : Data olahan SPSS, 2023 Berdasarkan pada tabel 4.21 hasil uji koefisien determinasi, dapat dilihat nilai Adjusted R

Predictors: Constant, NPM, CR Sumber: SPSS, data diolah 2023 Berdasarkan tabel 2 diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,866 yang dapat diartikan bahwa harga saham dipengaruhi