• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pereskripsian Tegakan Jati (Tectona Grandis) di Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

N/A
N/A
Marshanda Nurul Azmi

Academic year: 2024

Membagikan "Analisis Pereskripsian Tegakan Jati (Tectona Grandis) di Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Praktikum Silvikultur

ANALISIS PERESKRIPSI TEGAKAN JATI (Tectona grandis) FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS HASANUDDIN

OLEH :

NAMA : MARSHANDA NURUL AZMI

NIM : M021221014

KELAS/KLP : SILVIKULTUR D/23 (DUA PULUH TIGA)

ASISTEN : WANDA HAMIDAH

LABORATORIUM SILVIKULTUR DAN FISIOLOGI POHON PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2024

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...iii

DAFTAR GAMBAR...iiii

DAFTAR TABEL...iv

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Tujuan Praktikum...2

1.3 Kegunaan Praktikum...2

II. TINJAUAN PUSTAKA...3

2.1 Klasifikasi Pohon Jati (Tectona grandis)...3

2.2 Preskripsi Silvikultur... 5

2.3 Penjarangan... 6

2.4 Kerapatan Tegakan...7

III. METODE PRAKTIKUM...9

3.1 Waktu dan Tempat...9

3.2 Alat dan Bahan...9

3.3 Prosedur Kerja... 9

3.4 Analisis Data... 10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...13

4.1 Hasil... 13

4.2 Pembahasan...20

V. PENUTUP...22

5.1 Kesimpulan...22

5.2 Saran... 22

DAFTAR PUSTAKA...23

LAMPIRAN... 26

ii

(3)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Klasifikasi Tanaman Jati………...6

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran (Tectona grandis) Plot 1………12

Tabel 4.2 Hasil olah data (Tectona grandis) Plot 1……….12

Tabel 4.3 Hasil pengukuran (Tectona grandis) Plot 2……….12

Tabel 4.4 Hasil olah data (Tectona grandis) Plot 2……….13

Tabel 4.5 Sebaran Kelas Diamater………...14

iv

(5)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara tropis memiliki hutan alam yang cukup luas, dengan tipe dan kondisi alam yang bervariasi, serta keanekaragaman jenis yang cukup besar. Pada kawasan hutan ini, hujan turun secara merata sepanjang tahun. Kondisi alam seperti ini menciptakan habitat ideal bagi tumbuhnya berbagai flora dan fauna. Namun akhir akhir ini hutan di Indonesia dieksploitasi secara besar-besaran. Dari hutan-hutan itu, jenis- jenis pohon yang mempunyai nilai ekonomi ditebang, baik untuk keperluan dalam negeri maupun untuk ekspor. Akibat ditebangnya pohon-pohon tersebut menyebabkan berkurangnya potensi keanekaragaman hayati dan fungsi dari hutan. Kelestarian hutan sebagai sumber daya yang bernilai tinggi tidak dapat terpisah dari masalah pembinaan dan pengelolaan tegakan. Hutan akan tetap dapat berperan sesuai dengan fungsi, sosial, ekonomi dan ekologinya jika hutan di kelola secara optimal, sesuai dengan fungsi dan peranannya, salah satunya adalah hutan kota (Haryanto et al., 2015).

Hutan berperan dalam upaya peningkatan penyerapan CO2 dimana dengancahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklorofil mampu menyerap CO2dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini antara lain disimpan dalambentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh menjadi makin besar atau makin tinggi.

Pertumbuhan ini akan berlangsung terus sampai vegetasi tersebutsecara fisiologis berhenti tumbuh atau dipanen. Dengan adanya hutan yang lestari maka jumlah karbon (C) yang disimpan akan semakin banyak dan semakin lama. Oleh karena itu, kegiatan penanaman vegetasi pada lahan yang kosong atau merehabilitasi hutan yang rusak akan membantu menyerap kelebihan CO2di atmosfer(Sribianti et al., 2022).

Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksibilitas tinggi karena interaksi jenis yang terjadi dalam komunitas itu sangat tinggi. Suatu komunitas dikatakan

(6)

memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas itu disusun banyak jenis. Sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang rendah jika komunitas itu disusun oleh sedikit jenis dan jika hanya ada sedikit saja yang dominan (Raden Mas Sukarna et al., 2022).

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini antara lain : 1. Mengetahui sebaran diameter diameter tegakan jati 2. Mengetahui kerapatan tegakan jati

3. Mengetahui bonita tegakan jati

4. Mengetahui derajat kekerasa penjarangan tegakan jati 1.3 Kegunaan Praktikum

Adapun kegunaan praktikum ini yaitu mahasiswa dapat menentukan sebaran diameter dalam suatu tegakan dan dapat membuat kurva kelas diameter tersebut serta mengetahui pertumbuhan dan perkembangan tanaman sebagai bahan informasi dalam penerapan praktikum selanjutnya serta sebagai bahan perbandingan antara teori dan praktikum di lapangan.

vi

(7)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Pohon Jati (Tectona grandis)

Tanaman jati merupakan salah satu tanaman yang dalam proses pertumbuhannya membutuhkan unsur hara, baik makro dan mikro. Menurut Sumarna unsur kimia pokok (macro element) yang penting dalam mendukung pertumbuhan jati yaitu : Kalsium (Ca), Fosfor (P), Kalium (K), Nitrogen (N). Sumber hara hutan jati alam juga ditentukan oleh potensi dan kapasitas bahan organik dari serasah hutan serta tingkat kecepatan proses humufikasi. Lebih lanjut disebutkan oleh Tini dan Amri bahwa salah satu unsur hara yang diserap dalam jumlah besar dan menentukan kualitas jati adalah kalsium (Ca). Unsur hara makro yang dibutuhkan seperti nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), Magnesium (Mg), dan sulfur (S). Sedangkan unsur hara mikro dibutuhkan relatif sedikit seperti boron (B), besi (Fe), Mangan (Mn) dan seng (Zn) (Mpapa, 2016).

Pohon Jati merupakan jenis pohon penghasil kayu yang bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, bisa tumbuh hingga mencapai tinggi 30-40 m. Daunya besar, tetapi akan gugur atau rontok di musim kemarau. Pohon Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa inggris). Nama ilmiah jati yaitu Tectona Grandis L.F. Pohon Jati bisa tumbuh di tempat dengan curah hujan 1.500 –2.000 mm/tahun serta suhu 27 –36 °c baik di dataran rendah ataupun dataran tinggi. Area yang sangat baik untuk perkembangan jati yaitu tanah dengan ph 4. 5 –7 serta tidak dibanjiri dengan air. Jati mempunyai daun berupa elips yang lebar serta bisa meraih 30 –60 cm waktu dewasa (Pamungkas, 2017).

Pada daerah yang memiliki kemarau yang panjang jati akan menggugurkan daunnya dan menghasilkan lingkaran tahun yang artistik.

Sementara itu, di dareah yang curah hujannya tinggi tanaman jati tidak akan menggugurkan daun dan hasil lingkaran tahunnya akan menjadi kurang menarik oleh sebab itu kualitas kayunya lebih rendah dibanding daerah yang memiliki kemarau panjang. Kayu jati yang berasal dari daerah memiliki struktur kayu yang lebih kuat dan dikelompokkan ke dalam jenis kayu

(8)

mewah (fancy wood) atau kayu kelas II soal keawetanya (Almulqu &

Renoat, 2021).

Berikut ini adalah ciri-ciri dan sifat utama dari kayu jati menurut (Molo et al., 2021) :

1. Memiliki kekuatan dan keawetan yang sangat baik 2. Berwarna coklat muda hingga coklat tua

3. Mudah dipotong – potong dan mudah diolah menjadi banyak produk 4. tidak mudah berubah bentuk akibat perubahan cuaca.

5. Memiliki bobot yang berat dan kokoh

Jati (Tectona grandis) dapat diklasifikasikan sebagai berikut menurut (Unenor et al., 2018) :

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub Kelas : Angiospermae

Ordo : Verbenaceae

Famili : Verbenaceae Genus : Tectona

Spesies : Tectona grandis

Penyebarannya di Indonesia terjadi secara alami dengan daerah pertumbuhan terutama dijawa. Hutan jati di Jawa saat ini merupakan hutan buatan bukan hutan alam sebagai akibat dari sistem pengelolaan tebang habis yang disusul dengan penanaman kembali hutan tersebut (Marjenah, 2015). Jati menyebar luas mulai dari India, Myanmar, Laos, Kamboja, Thailand, Indochina, sampai ke Jawa. Jati tumbuh di hutan-hutan gugur, yang menggugurkan daun dimusim kemarau. Penyebaran jati ke Jawa Walaupun menyebar luas di Pulau Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil, mayoritas ahli sepakat bahwa jati bukan tumbuhan asli di Indonesia (Rahmawati et al., 2019).

viii Gambar 1. Klasifikasi Tanaman Jati

(9)

2.2 Preskripsi Silvikultur

Silvikultur adalah ilmu yang berkaitan dengan semua perlakuan terhadap hutan dalam upaya permudaan, dan pemeliharaan hutan untuk memperoleh produk produk hasil hutan baik kayu maupun non-kayu serta perlindungan terhadap hutan sebagai penyangga kehidupan khususnya tanah, air, dan satwa liar. Praktek penerapan silvikultur bertujuan untuk melaksanakan permudaan, mengendalikan komposisi, struktur, pertumbuhan, dan peranan pohon-pohon dalam hutan yang dikelola. Jenis pohon yang dikehendaki dan dipelihara diperoleh melalui permudaan alam atau dengan penanaman. Praktek-praktek silvikultur memfokuskan pada pemanfaatan hasil hutan berupa kayu dan non kayu baik dari hutan alam maupun hutan tanaman yang didasarkan azas-azas konservasi untuk memperoleh manfaat yang lebih banyak dan lebih beragam dari keberadaan hutan (Melaponty et al., 2019).

Preskripsi silvikultur merupakan suatu rangkaian tindakan silvikultur yang bertujuan untuk memperoleh hasil produksi kayu yang optimal pada tegakan jati (Tectona grandis). Tindakan silvikultur meliputi berbagai kegiatan seperti pemilihan bibit yang unggul, pemangkasan cabang dan ranting, penjarangan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta pemanenan yang tepat waktu. Selain itu, tindakan silvikultur juga mencakup pengaturan tata letak tegakan dan perencanaan jangka panjang untuk mengoptimalkan penggunaan lahan (Maulana et al., 2019).

Preskripsi adalah suatu bentuk pemberian pendapat (justifikasi), perbaikan, rekomendasi, saran, atau perbaikan yang sifatnya membangun dengan argumentasi baru yang bersifat terukur agar suatu masalah/kegiatan dapat dilaksanakan dengan lebih baik dari sebelumnya.

Pengembangan preskripsi telah dilakukan dalam perencanaan pengelolaan hutan saat ini. Preskripsi tertentu yang diterapkan pada suatu tipe lahan bersamasama dengan prediksi hasil secara kuantitatif dan perkiraan hasil yang lain apabila preskripsi tersebut diimplementasikan merupakan building

(10)

block dari model perencanaan dan skedul pembangunan hutan moderen yang sebenarnya (Marjenah, 2014).

Preskripsi pengelolaan hutan adalah seperangkat kegiatan yang diimplementasikan pada suatu tegakan untuk mencapai hasil tertentu yang diinginkan membangun, menilai, dan mengaplikasikan preskripsi-preskripsi pada suatu tegakan adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh professional kehutanan dimana pada aktivitas tersebut teori-teori dan prinsip-prinsip pengelolaan hutan diaplikasikan dalam dunia nyata (Marjenah, 2014).

Preskripsi pengelolaan hutan yang baik harus berpedoman pada beberapa hal yaitu: Preskripsi pengelolaan hutan harus mepertimbagkan berbagai fungsi lingkungan maupun jasa-jasa yang diberikan oleh hutan antara lain, pemeliharaan 48 keanekaragaman hayati hutan, perlindungan daerah aliran sungai, pemeliharaan fungsi daur ulang zat hara yang penting, perlindungan iklim mikro dan iklim setempat, dan lain-lain serta Hutan dikelola dalam suatu kerangka perencanaan wilayah, pengambilan keputusan dan pengelolaan yang memperhitungkan permukiman manusia di sekitarnya, tanah-tanah pertanian, dan berbagai macam kegiatan ekonomi. Pertimbangan-pertimbangan ekologi dan sosial menentukan ukuran wilayah pengelolaan. Pemerintah, masyarakat, swasta, dan kepentingan-kepentingan lain bersama-sama merumuskan pilihan-pilihan pengelolaan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara berkelanjutan baik pada kawasan hutan maupun pada lahan-lahan masyarakat dan mengatasi masalah-masalah penggunaan lahan (Pudjiono et al., 2020).

2.3 Penjarangan

Penjarangan tanaman atau tegakan adalah tindakan pengurangan jumlah batang persatuan luas untuk mengatur kembali ruang tumbuh tanaman dalam rangka mengurangi persaingan antar tanaman dan meningkatkan pertumbuhan serta kesehatan tegakan. Tujuan dari kegiatan penjarangan adalah memelihara pohon-pohon yang terbaik pada suatu tegakan dengan memberi ruang tumbuh yang cukup bagi tanaman atau

x

(11)

tegakan tinggal sehingga pada akhir daur akan diperoleh tegakan hutan yang memiliki massa kayu yang besar dan berkualitas tinggi (Budiaman et al., 2021).

Dalam silvikultur, ada beberapa konsep dasar tentang penjarangan.

Metode penjarangan merupakan salah satu pertimbangan dalam melakukan penjarangan, selain waktu dan intensitas cahaya. Waktu pertama kali penjarangan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas tegakan hutan alam di kemudian hari, walaupun ada faktor lain yang juga mempengaruhi, seperti faktor cahaya. Adapun dasar pemilihan diadakan atau tidaknya penjarangan tergantung dari: kepentingan hasil, jenis pengelolaan dan kebutuhan pasar. Berdasarkan kepentingan hasil, melihat volume total, kualitas dan volume perpohon. Guna melihat volume total untuk hasil, tidak perlu dilakukan penjarangan, sedangkan untuk kepentingan kualitas dan volume perpohon, untuk vinir, kayu lapis (ply wood), kayu gergajian (saw mill) dilakukan penjarangan. Sementara itu, jenis pengolahan di hutan tanaman dilakukan penjarangan, sedangkan di hutan alam tidak dilakukan (Mansyur Idris & Soenarno, 2015).

2.4 Kerapatan Tegakan

Kerapatan adalah jumlah individu suatu jenis tumbuhan suatu dalam suatu luasan tertentu,misalnya 100 individu/ha. Frekuensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana ditemukannya jenis tersebut dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya frekuensi dinyatakan dalam besaran persentase. Basal area merupakan suatu areal dekat permukaan tanah yang dikuasai oleh tumbuhan. Untuk pohon, basal area diduga dengan mengukur diameter batang

Dalam pengembangan prinsip pengukuran kerapatan tegakan perlu dimengerti dua istilah yaitu stok (stocking) dan kerapatan tegakan. Stocking adalah sebagai petunjuk jumlah pohon yang diinginkan untuk mendapatkan hasil yang terbaik, sedangkan kerapatan tegakan yaitu sebagai ukuran kuantitatif stok pohon yang dinyatakan secara relatif sebagai koefesien dengan mengambil jumlah normal, luas bidang dasar atau volume unit, atau

(12)

secara mutlak dalam istilah jumah pohon, luas bidang dasar total, atau volume setiap unit areal (Sadono et al., 2020).

Pengaturan kerapatan dilakukan untuk memanfaatkan lahan secara optimal berdasarkan kebutuhan tanaman akan ruang dan sumberdaya yang meningkat sejalan dengan pertumbuhannya tahun demi tahun. Pada saat penanaman, tanaman dapat ditanam dengan jarak tanam yang rapat agar batang tanaman tumbuh lurus dan meninggi. Sejalan dengan waktu, kerapatan harus dikurangi untuk menyediakan ruang tumbuh bagi perkembangan tajuk dan daerah perakaran serta untuk memacu pertumbuhan lateral (diameter). Perkembangan tajuk dapat digunakan sebagai dasar pengaturan kerapatan tegakan karena perkembangan tajuk menggambarkan ruang yang diperlukan oleh pohon untuk dapat tumbuh secara optimal. Ruang yang diperlukan oleh tajuk dapat menjadi dasar dalam menggambarkan pertumbuhan pohon serta memberikan gambaran kompetisi antara pohon (Pamoengkas & Zamzam, 2018).

xii

(13)

III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilakukan pada hari Rabu, 15 Mei 2024 pukul 16.50- selesai di Tegakan Jati, Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, Makassar.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Roll meter, digunakan untuk mengukur jarak atau panjang lokasi yang ditentukan.

2. Tali rafia, digunakan sebagai pembatas plot.

3. Pita meter, digunakan untuk mengukur keliling dan diameter pohon 4. Abney Level, digunakan untuk menghitung tinggi total dan tinggi

bebas cabang pohon

5. Kamera digital, digunakan sebagai alat untuk mendokumentasikan kegiatan praktikum.

3.2.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Alat Tulis Menulis, digunakan untuk mencatat hasil pengukuran pada setiap pohon.

2. Tally sheet, digunakan sebagai bahan untuk mencatat data yang diperoleh dari pengukuran

3. Tegakan jati, digunakan sebagai sampel yang akan diukur.

3.3 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

(14)

1. Menentukan lokasi pengamatan

2. Membuat 2 plot segi empat dengan tali rafiah masing-masing seluas 10 x 10.

3. Untuk mengukur sudut tinggi total pohon, tentukan terlebih dahulu jarak pengamat ke pohon, kita dapat melihat sudutnya dengan menggunakan abney level dan jarak yang digunakan yaitu 10m dan tin ggi pengamat (sampai mata). Untuk mengukur sudut tinggi bebas cabang, tentukan terlebih dahulu tajuk pertamanya dan kemudian diukur sama seperti mengukur sudut tinggi total.

4. Mengukur keliling dengan cara pita meter dilingkarkan ke batang setinggi dada.

5. Mencatat hasil yang diperoleh pada tally sheet.

6. Mengolah data yang telah dikumpulkan menggunakan rumus.

7. Setiap tahap kegiatan di dokumentasikan dan dilampirkan di laporan.

3.4 Analisis Data

1. Mengukur diameter pohon dengan cara mengukur keliling pohon yang dikonversi ke diameter, dengan rumus :

Keterangan:

K : keliling pohon (cm) Π : 3,14

2. Menghitung tinggi bebas cabang dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

αtbc : sudut tinggi bebas cabang menggunakan abney level jp : jarak pengamat ke pohon, yaitu 10 meter

tp : tinggi pengamat (sampai mata)

3. Menghitung tinggi total dengan menggunakan rumus :

xiv Diameter = k/π

π k/π

Tbc= ( tan αtbc x jp) + tp

Ttot = (tan αtt x jp) + tp

(15)

Keterangan :

αtt : sudut tinggi pohon menggunakan abney level jp : jarak pengamat ke pohon, yaitu 10 meter tp : tinggi pengamat (sampai mata)

4. Menghitung luas bidang dasar pohon (LBDS) dengan menggunakan r umus sebagai berikut :

Keterangan :

LBDS : Luas bidang dasar Π :3,14

D : Diameter

5. Menghitung volume tinggi total (VTot) dan volume tinggi bebas cabang (VTBC) dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

VT.Tot : Volume tinggi total LBDS : Luas bidang dasar T.Tot : Tinggi total

f : Angka bentuk (0,8)

Keterangan :

VTBC : Volume tinggi bebas cabang LBDS : Luas bidang dasar

TBC : Tinggi bebas cabang f : Angka bentuk (0,8) 6. Kurva Kelas Diameter

J : d maksimal – d minimal K : 1 + 3,3 log (jumlah pohon)

LBDS = ¼ π d

2

VT.Tot = LBDS × T.Tot × f

VTBC = LBDS × TBC × f

(16)

P : J/K Keterangan:

D : diameter

J : Jangkauan data

K : Banyaknya interval kelas P : Panjang Kelas

7. Kerapatan

a. Kerapatan Individu

b. Kerapatan LBDs

Luas Plot Sampel = 0,1 ha 8. Bonita

Keterangan:

H : Tinggi rata-rata (peninggi) H : Peninggi masing-masing pohon N : Jumlah pohon

9. S%

Keterangan:

a =

10000x √ N √2 3

N = jumlah pohon

S% Tabel dapat dilihat pada Tabel Bonita

10. Menghitung riap tahunan rata-rata yang terdiri dari volume rata-rata, volume total dan MAI

xvi Kerapatan individu/ha = Jumlah Pohon

Luas

Kerapatan LBDs/ha = ∑ LBDs seluru h plot Luas Area

H =

h1+h2+h3++n N

S% Hitung = = a

pe x 100%

(17)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran (Tectona grandis) Plot 1.

PLOT 1

NO. JENIS POHON K (cm) TBC Ttot

Derajat (°) Derajat (°)

1 Tectona grandis 98 52 68

2 Tectona grandis 113 40 58

3 Mangifera indica 143 10 55

4 Tectona grandis 91 53 68

Tabel 4.2 Hasil olah data (Tectona grandis) Plot 1.

D TBC Ttot

m Tinggi (m) Tinggi (m) VTBC (m³) VTot (m³)

1 Tectona grandis 0.31 14.35 26.30 0.08 0.88 1.61

2 Tectona grandis 0.36 9.94 17.55 0.10 0.81 1.43

3 Mangifera indica 0.46 3.31 15.83 0.16 0.43 2.06

4 Tectona grandis 0.29 14.82 26.30 0.07 0.78 1.39

PLOT 1

NO. JENIS POHON LBDS (m²) VOLUME

Tabel 4.3 Hasil pengukuran (Tectona grandis) Plot 2.

TBC Ttot

Derajat (°) Derajat (°)

1 Tectona grandis 73 31 56

2 Tectona grandis 67 35 49

3 Tectona grandis 64 28 50

4 Tectona grandis 72 24 55

5 Tectona grandis 93 31 65

6 Tectona grandis 99 40 69

PLOT 1 NO. JENIS POHON K (cm)

(18)

Tabel 4.4 Hasil olah data (Tectona grandis) Plot 2

D TBC Ttot

m Tinggi (m) Tinggi (m) VTBC (m³) VTot (m³)

1 Tectona grandis 0.23 7.56 16.38 0.04 0.26 0.56

2 Tectona grandis 0.21 8.55 13.05 0.04 0.24 0.37

3 Tectona grandis 0.20 6.87 13.47 0.03 0.18 0.35

4 Tectona grandis 0.23 6.00 15.83 0.04 0.20 0.52

5 Tectona grandis 0.30 7.56 23.00 0.07 0.42 1.27

6 Tectona grandis 0.32 9.94 27.60 0.08 0.62 1.72

NO. JENIS POHON LBDS (m²) VOLUME

PLOT 1

4.1.1 Kelas Diameter

Jumlah pohon yang diamati (n) adalah 56 pohon. Oleh karena itu, untuk menentukan banyak kategori kelas diamteter (k) yang dapat dibuat, maka menggunakan rumus sebagai berikut :

1. Jangkauan Data J = Dmaks-Dmin J = 45,54-10,5 J = 35,5

2. Banyaknya Kelas Interval K = 1+3,3 log n

K = 1+3,3 log 56

K = 6,7 berarti ada 7 kelas kategori yang diperlukan 3. Panjang Kelas

P = J/K P = 35,04

6,7 P = 5,2

xviii

(19)

Berdasarkan hasil diatas, maka dapat diketahui bahwa rentang tiap kategori kelas adalah 5,2. Adapun tabel kelas diameternya, sebagai berikut:

Tabel 4.5 Sebaran Kelas Diamater

Kelas Interval (cm) Frekuensi Nilai Tengah

1 10,50 – 15,60 36 18,3

2 15,60 – 20,70 18 28,5

3 20,70 – 25,80 31 33,6

4 25,80 – 30,90 2 43,8

5 30,90 – 36,00 0 48,9

6 36,00 – 41,10 0 59,1

7 41,10 – 46, 20 0 64,2

Dari tabel diatas, maka diketahui kurva diameter Tegakan Jati (Tectona grandis), sebagai berikut :

Grafik 1. Kelas Diameter

4.1.2 Kerapatan Tegakan a. Kerapatan Individu

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 0.00

5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00

DIAMETER

(20)

Kerapatan individu dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kerapatan individu/ha = Jumlah Pohon Luas

Berdasarkan hasil pengukuran, terdapat 10 plot yang masing-masing plot memiliki luas sebesar 0,01 ha, sehingga luas seluruh areal plot adalah 0,1 ha. Jika terdapat 56 pohon dalam areal tersebut, maka kerapatan individu dapat dihitung, sebagai berikut :

Kerapatan individu/ha = 56 0,1

Kerapatan individu/ha = 560 pohon/ha b. Kerapatan LBDs

Kerapatan LBDs dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kerapatan LBDs/ha = ∑ LBDs seluruh plot Luas Area Diketahui LBDs masing-masing plot, sebagai berikut : Plot 1 : 0.16 m2

Plot 2 : 0.08 m2 Plot 3 : 0.045 m2 Plot 4 : 0.067 m2 Plot 5 : 0.041 m2 Plot 6 : 0.044 m2 Plot 7 : 0.072 m2 Plot 8 : 0.069 m2 Plot 9 : 0.08 m2 Plot 10 : 0.07 m2

LBDS Seluruh Plot = 0,728 m2 Jadi, Kerapatan LBDS/ha = 0,728

0,1 = 7,28 m2/ha 4.1.3 Bonita

xx

(21)

a. Peninggi

Penentuan tinggi dapat ditentukan dengan menggunakan rumus : Peninggi seluruh plot = ∑ Pohon tertinggi setiap plot

10

pohon tertinggi seluruh plot = 204,3 m Jadi, peninggi seluruh plot = 204,3

10 = 20,43 m b. Bonita

Penentuan bonita dapat ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut : Bonita = ( peninggi pada umur 35 - peninggi pada umur 30)

35 - 30 =X

B onita = peninggi pada umur 30+ X Bonita I = (17.8−16.8)

35−30 = 0.2

= 16.8 + 0.2 = 17 Bonita II = (22.4−21.2)

35−30 = 0.4

= 21.2 + 0.4 = 21.6 Bonita III = (27.2−26.0)

35−30 = 0.2

Diketahui pohon tertinggi setiap plot, sebagai berikut : Plot 1 : 26,3 m

Plot 2 : 27,6 m Plot 3 : 12,5 m Plot 4 : 12,2 m Plot 5 : 18,1 m Plot 6 : 15,8 m Plot 7 : 23,9 m Plot 8 : 21,1 m Plot 9 : 22,9 m Plot 10 : 23,9 m

(22)

= 26 + 0.2 = 26.2 Bonita IV = (32.1−30.6)

35−30 = 0.3

= 30.6 + 0.3 = 30.9 Bonita V = (36.9−35.2)

35−30 = 0.34

= 35.2 + 0.34 = 35.54

Jadi tegakan Jati (Tectona grandis) pada Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin berada pada bonita II karena jumlah peninggi yang didapatkan adalah 20,43 yang artinya kurang dari bonita II yaitu 21,6.

4.1.4 Derajat Kekerasan Penjarangan (S%) a. S% Hitung

Pada penentuan derajat kekerasan penjarangan dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

a = 100 x

N2

3

a = 100 x

56(1,4422 )

a = 100 x

80,7652

a = 100 x

0,0247

a = 100 x 0,1573 a = 15,73 m

S% = a

Pex 100%

S% Hitung = 15,73

20,43x 100%

S% Hitung = 0,769 x 100%

S% Hitung = 76,99 % b. S% Tabel

xxii

(23)

Pada penentuan S% Tabel dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

S% I = \(21.8 - 21.4\)

35 - 30 = 0.08

= 21.4 + 0.08 = 21.48%

S% II = \(23.8 - 23.4\)

35 - 30 = 0.08

= 23.8 + 0.08 = 23.48%

S% III = \(26 - 25.2\)

35 - 30 = 0.16

= 25.2 + 0.16 = 25.36%

S% IV = \(27.8 - 26.9\)

35 - 30 = 0,18

= 26.9 + 0.18 = 27.08%

S% V = \(29.3 - 29.3\) 35 - 30 = 0

= 29.3 + 0 = 29.3%

Diasumsikan bahwa jika S% tabel > S% hitung maka kesimpulannya adalah tegakan jati tersebut membutuhkan penjarangan. Berdasarkan perhitungan, didapat S% tabel < S% hitung yaitu 29.3% < 76,99% sehingga kesimpulannnya tegakan jati tidak butuh penjarangan.

4.1.5 Riap Tahunan Rata-Rata a. Volume Ttot

b. Volume rata-rata per-plot

S%=( S% pada umur 35 - S% pada umur 30)

35 - 30 = Y

S% = S% pada umur 30 + Y

(24)

Volume rata-rata = ∑ volume Ttot plot 1 + … + ∑ volume TBC plot n jumlah plot

= 2,06+1,72+0,60+0,56+0,74+0,72+1,40+1,21+3,50+3,47 10

=15,98 10

= 1,598 m3

c. Volume total/Ha

Volume total/ha = volume total ha

= 1,598 0,1

= 15,98 m3/ha d. MAI

MAI = Volume total/ha

umur \(35\) = 15,98

35 = 0,45 m3/ha/tahun 4.2 Pembahasan

Kegiatan praktikum pada Tegakan jati (Tectona grandis) di Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin bertujuan untuk menentukan potensi tegakan dan menentukan presknpsi pengelolaan tegakan mengetahui sebaran diameter tegakan jati, kerapatan tegakan jati, bonita tegakan jati dan juga derajat kekerasan penjarangan tegakan jati. Pada tegakan ini, diperoleh pula informasi bahwa pada hutan tanaman yang diamati tidak hanya terdapat satu jenis tanaman, tetapi memiliki beberapa tanaman lain.

Luas plot tegakan, yaitu 0,1 ha yang berukuran 20 × 10 m untuk masing- masing kelompok. Jumlah total pohon yang diamati pada kelompok kami, yaitu 56. Tegakan pohon jati ini (Tectona grandis) memiliki pertumbuhan primer (tinggi) dan pertumbuhan sekunder (diameter) yang cukup baik. Pohon jati (Tectona grandis) juga memiliki sedikit percabangan, hal ini disebabkan karena pola penanaman atau jarak tanam yang rapat sehingga pertumbuhan pohon lebih banyak diarahkan kepada xxiv

(25)

pertumbuhan tinggi karena adanya persaingan atau kompetisi dalam memperebutkan cahaya matahari sehingga semua pohon bersaing untuk meninggikan batangnya dalam hal untuk mendapatkan cahaya penuh.

Dari data tersebut kemudian diolah pada analisis data. Pada kelas diameter pohon yang telah didapatkan diamati memiliki sebaran kelas diameter banyak 7 dari kelas diameter 10,50 hingga 45,65 dengan satuan cm. Frekuensi pohon terbanyak terletak pada interval kelas 1 yaitu 10,50 – 15,60 cm dengan jumlah pohon sebanyak 23 pohon.

(26)

Pada kerapatan tegakan disini didapatkan dua hasil yaitu kerapatan individu dan kerapatan LBDs. Dimana pada kerapatan individunya yaitu 560 pohon/ha. Untuk kerapatan LBDs yang menggambarkan jumlah pohon, diamater pohon dan luas permukaan area dalam suatu tegakan dengan nilai kerapatan LBDs yaitu 7,28 m2/ha.

Pada bonita terdapat dua hasil yaitu peninggi dan bonita. Dimana pada bonita diperoleh pada seluruh plot 21,6 m. Peninggi ini diperlukan untuk menentukan kualitas tapak tegakan. Maka dari data peninggi tersebut dapat dilihat bahwa tegakan jati yang diamati terdapat pada kelas bonita II.

Untuk bonita I, II, III, IV dan V secara berturut-turut yaitu 0.2, 0.4, 0.2, 0.3, 0.34. Pada perhitungan derajat kekerasan penjarangan terdapat dua hasil yaitu S% hitung dan S% tabel. Dimana pada S% hitung yaitu 76.99 % dan untuk S% tabel I, II, III, IV dan V secara berturut-turut 0.08, 0.08, 0.16, 0.18, 0.

26

(27)

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang didapatkan pada praktikum di tegakan jati (Tectona grandis) di Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin maka dapat disimpulkan bahwa kelas diameter pohon yang telah didapatkan dari pengukuran untuk diameter maksimum yaitu 45,65 m dan yang berdiameter minimum 10,50 m sehingga menunjukan bahwa banyaknya pohon berada dengan jumlah 7 pohon dengan arti bahwa pertumbuhan tegakan tersebut umumnya berada pada fase tiang atau pohon. Sedangkan frekuensi pohon terbanyak dengan interval kelas 1, 10,5-15,60 m dengan jumlah 23 pohon.

Kerapatan LBDs yang menggambarkan jumlah pohon, diamater pohon dan luas permukaan area dalam suatu tegakan dengan nilai kerapatan LBDs yaitu 33,7 m2/ha. Pada bonita terdapat dua hasil yaitu peninggi dan bonita. Dimana pada bonita diperoleh pada seluruh plot 23,77 m. Untuk bonita I, II, III, IV dan V secara berturut-turut yaitu 0.2, 0.4, 0.2, 0.3, 0.34.. Kekerasan penjarangan terdapat dua hasil yaitu S% dengan 76.99 % hitung dan S% table dan S% tabel I, II, III, IV dan V secara berturut-turut 0,08, 0,08, 0,16, 0,18, 0.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Untuk Laboratorium

Dalam praktikum ini, diharapkan laboratorium dapat menyediakan alat ukur yang sesuai agar hasil yang didapatkan lebih teliti lagi serta akurat sehingga data yang kami olah benar, lebih jelas dan juga akurat. Semoga kedepannya lebih baik lagi dari praktikum ini.

5.2.2 Saran Untuk Asisten

Asisten telah menjelaskan dengan baik saat praktikum langsung di lapangan maupun diluar lapangan sehingga kami mudah memahami apa yang asisten jelaskan. Semoga praktikum selanjutnya dapat lebih baik lagi dari praktikum sebelumnya

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Almulqu, A. A., & Renoat, E. (2021). Karakteristik Tegakan Hutan Tanaman Jati di Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Kabupaten Kupang. BIO- EDU: Jurnal Pendidikan Biologi, 6(3), 311–319.

https://doi.org/10.32938/jbe.v6i3.1952

Budiaman, A., Haneda, N. F., & Lumbantobing, S. N. I. (2021). Dampak Jangka Pendek Penjarangan Hutan Campuran terhadap Keanekaragaman Serangga Terbang di KPH Banten (Short-Term Impact of Thinning of Mixed Forest on the Diversity of Flying Insects in Forest Management Unit of Banten). Jurnal Sylva Lestari, 9(1), 138.

https://doi.org/10.23960/jsl19138-150

Haryanto, D. A., Astiani, D., & Manurung, T. F. (2015). Analysis on forest inventory at The Mountain Gunung Sari in Singkawang City. Jurnal Hutan Lestari, 3(2), 217–226.

Mansyur Idris, M., & Soenarno. (2015). Penerapan Metode Tree Length Logging Skala Operasional Di Areal Teknik Silvikultur Intensif (Studi Kasus Di Pt Sarmiento Parakanca Timber Provinsi Kalimantan Timur).

Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 33(1), 19–34.

https://doi.org/10.20886/jphh.v33i1.636.19-34

Marjenah. (2014). Pertumbuhan Tanaman Jati (Tectona Grandis L.F) pada Beberapa Sistem Lahan di Kalimantan Timur. RIMBA Kalimantan Fakultas Kehutanan Unmul, 12(1), 43–50.

Maulana, A., Suryanto, P., Widiyatno, W., Faridah, E., & Suwignyo, B.

(2019). Dinamika Suksesi Vegetasi pada Areal Pasca Perladangan Berpindah di Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Kehutanan, 13(2), 181.

https://doi.org/10.22146/jik.52433

Melaponty, D. P., Fahrizal, ., & Manurung, T. F. (2019). Keanekaragaman Jenis Vegetasi Tegakan Hutan Pada Kawasan Hutan Kota Bukit Senja Kecamatan Singkawang Tengah Kota Singkawang. Jurnal Hutan Lestari, 7(2), 893–904. https://doi.org/10.26418/jhl.v7i2.34558

Molo, H., Hikmah, H., & Sulfiana, S. (2021). Preskripsi Pengelolaan Hutan Jati Rakyat Di Kecamatan Kahu Kabupaten Bone Sulawesi Selatan.

28

(29)

Gorontalo Journal of Forestry Research, 4(1), 48.

https://doi.org/10.32662/gjfr.v4i1.1378

Mpapa, B. (2016). Analisis Kesuburan Tanah Tempat Tumbuh Pohon Jati (Tectona Grandis L.) Pada Ketinggian Yang Berbeda. Jurnal Agrista Unsyiah, 20(3), 135–139.

Pamoengkas, P., & Zamzam, A. K. (2018). KOMPOSISI FUNCTIONAL SPECIES GROUP PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR DI AREA IUPHHK-HA PT. SARPATIM, KALIMANTAN TENGAH Composition of Functional Species Group at Silviculture System of Tebang Pilih Tanam Jalur in IUPHHK-HA Area. Journal of Tropical Silviculture, 8(3), 160–169. https://doi.org/10.29244/j- siltrop.8.3.160-169

Pamungkas, A. T. L. (2017). Siyakit pada Pohon Jati Menggunakastem Pakar Diagnosis Hama dan Penn Metode Certainty Factor Berbasis Android. Jurnal Mahasiswa Teknik Informatika, 1(1), 73–80.

Pudjiono, S., Adinugraha, H. A., & Fauzi, M. A. (2020). Uji produktivitas jati (Tectona grandis L.f) umur 6 bulan di Gunung Kidul Yogyakarta.

Seminar Nasional Pendidikan Biologi Dan Saintek Ke-5 Ke-V Tahun 2020, 481–485.

Raden Mas Sukarna, Nisfiatul Hidayat, & Marlina Seprida Tambunan.

(2022). Kondisi Hutan Tropis Lahan Kering Berdasarkan Struktur dan Komposisi Jenis Tegakan (Studi Kasus Pada PT. Sindo Lumber Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia). Journal of Environment and Management, 3(1), 80–88. https://doi.org/10.37304/jem.v3i1.4294 Rahmawati, Nugroho, Y., & Prihatiningtyas, E. (2019). IDENTIFIKASI

KESEHATAN TANAMAN JATI (Tectona grandis Linn. f) DI KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN. Jurnal Sylva Scienteae, 2(5), 949–956.

Sadono, R., Soeprijadi, D., & Wirabuana, P. Y. A. P. (2020). Land Suitability for Cajuput Development and its Inference on Silviculture Strategy.

Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, 10(1), 43–51.

https://doi.org/10.29244/jpsl.10.1.43-51

(30)

Sribianti, I., Daud, M., Aziz Abdullah, A., & Sardiawan, A. (2022). Estimasi Biomassa, Cadangan Karbon, Produksi O2 dan Nilai Jasa Lingkungan Serapan CO2 Tegakan Hutan di Taman Hutan Raya Abdul Latief.

Jurnal Hutan Dan Masyarakat, 14(1), 12–26.

https://doi.org/10.24259/jhm.v14i1.18022

Unenor, E., Tanjung, R. H. R., & Keiluhu, H. J. (2018). Implementasi Sistem Silvikultur TPTI dan TPTJ Teknik Silvikultur Intensif (SILIN) dalam Pengelolaan Hutan di Papua (Studi Kasus PT. Tunas Timber Lestari di Kabupaten Boven Digoel). Jurnal Biologi Papua, 7(2), 53–60.

https://doi.org/10.31957/jbp.435

30

(31)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Praktikum

(32)

Lampiran 2. Sampul Buku dan Jurnal

32

(33)
(34)

34

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan keanekaragaman FMA dari bawah tegakan jati Ambon pada lokasi yang berbeda, mendapatkan jenis FMA yang efektif dan

Pengaruh Dosis Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Dan Biomassa 11 Klon Unggul Stek Pucuk Jati (Tectona grandis L.F.) Di Persemaian.. Fakultas Kehutanan, Universitas

Pertumbuhan tegakan jati di Kalimantan Timur secara umum menunjukkan terjadinya penurunan pertumbuhan seiring dengan bertambahnya umur tegakan; pertumbuhan diameter

Air lolos diukur dengan menempatkan tiga buah alat penakar yang dihubungkan ke jerigen penampungan air dibawah tajuk berturut dari tajuk terluar, tajuk bagian

Pertumbuhan tegakan jati di Kalimantan Timur secara umum menunjukkan terjadinya penurunan pertumbuhan seiring dengan bertambahnya umur tegakan; pertumbuhan diameter

Pertumbuhan tegakan jati di Kalimantan Timur secara umum menunjukkan terjadinya penurunan pertumbuhan seiring dengan bertambahnya umur tegakan; pertumbuhan diameter

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Nilai Tegakan dan Analisis Nilai Tambah Jati (Tectona grandis L.f.) di KPH Pemalang Perum Perhutani Unit 1

Tabel 2.Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Kemerataan e Tumbuhan Bawah di KPH Banyumas Timur Indeks Umur Tegakan Jati 16 th 20 th 22 th Indeks Keanekaragaman 2,12 2,08 1,98 Indeks