• Tidak ada hasil yang ditemukan

“Analisis Perlakuan atas Pembiayaan Murabahah Bermasalah”

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "“Analisis Perlakuan atas Pembiayaan Murabahah Bermasalah” "

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

“Analisis Perlakuan atas Pembiayaan Murabahah Bermasalah”

(studi kasus pada BMT PSU (Perdana Surya Utama) Malang)

Oleh:

Akhmad Alfin Yuliansyah

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan atas pembiayaan murabahah bermasalah pada Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Perdana Surya Utama (PSU) Malang sudah diterapkan sesuai aturan syariah. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki kemudian mengambil kesimpulan. Tehnik pengumpulan data penelitian ini menggunakan dokumen, rekaman, hasil observasi dan wawancara sebagai sumber bukti untuk mendapatkan data yang ditunjang dengan melakukan studi literatur yang berkaitan pada regulasi perlakuan pembiayaan murabahah bermasalah yakni Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 102 dan fatwa Dewan Standar Nasional (DSN) yang telah ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam perlakuan atas pembiayaan murabahah bermasalah di BMT PSU Malang terdapat metode penghapusan piutang murabahah dan distribusi dana qordhul hasan yang tidak sesuai dengan regulasi yang diatur dalam PSAK 102 dan fatwa DSN.

Kata Kunci: Tujuan penelitian, Pembiayaan Murabahah, PSAK No. 102, Fatwa DSN, Perlakuan atas Pembiayaan Murabahah Bermasalah BMT PSU Malang.

.

A. Pendahuluan

Perkembangan sistem syariah di Indonesia telah mengalami kemajuan yang pesat, masyarakat mulai mengenal dengan apa yang disebut Bank Syariah.

(2)

Diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, (Agung, 2009) sebagai pelopor berdirinya perbankan yang berlandaskan sistem syariah, kini bank syariah yang tadinya diragukan akan sistem operasionalnya, telah menunjukkan kemajuan yang sangat mempesona.

Agung (2009) menyatakan ditengah - tengah bank konvensional yang menjadi pilar perekonomian indonesia dengan basis sistem bunga, banyak pengamat meragukan eksistensi bank islam yang berbasis syariah. Namun, jawaban atas keraguan itu mulai menemukan titik jelas pada tahun 1997, dimana Indonesia mengalami krisis ekonomi yang cukup memprihatinkan, yang dimulai dengan krisis moneter yang berakibat sangat signifikan atas terpuruknya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kondisi terparah ditunjukkan oleh sektor perbankan, yang merupakan penyumbang dari krisis moneter di Indonesia. Banyak bank-bank konvensional yang tidak mampu membayar tingkat suku bunga, hal ini berakibat atas terjadinya kredit macet.

Salah satu usaha bank islam untuk mendapatkan profit dan membantu pertumbuhan ekonomi adalah dengan kegiatan penyaluran dana yang dilakukan tidak hanya berdasarkan prinsip bagi hasil. Produk penyaluran dana (Financing) terdiri dari prinsip jual beli yang diantaranya meliputi pembiayaan murabahah yang merupakan skim fiqih yang paling populer digunakan oleh perbankan

syariah. Transaksi ini sering dilakukan oleh Rasulullah SAW, dan para sahabatnya (Budiyoso, 2010). Secara sederhana, murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati.

Menurut Karim (2011) terdapat beberapa masalah yang sering terjadi pada pembiayaan murabahah terutama dari sisi pihak bank, diantaranya :

1. Murabahah, sekalipun menyangkut jual beli barang tetapi pada hakekatnya adalah transaksi pembiayaan. Dan fungsi bank tetap sebagai pedagang jasa yang memberikan fasilitas pembiayaan, bukan sebagai pedagang barang. Karena secara yuridis, adalah nasabah yang membeli barang dari pemasok bukan bank. Dan bank hubungannya dengan pemasok barang adalah sebagai kuasa dari dan atas nama nasabah bank.

Dengan demikian bank harus dapat menyadari risiko, manakala terjadi

(3)

penggugatan oleh pemasok barang apabila pemesanan barang dari nasabah dibatalkan. Atau terjadi pembatalan ketika barang tersebut sudah berada di tangan bank. Dan bank harus menanggung semua dari pembatalan pemesanan tersebut.

2. Apabila terjadi penundaan kewajiban membayar disebabkan karena ketidakmampuan nasabah, maka bank tidak diperbolehkan meminta nasabah membayar jumlah tambahan sebagai denda tetapi bank menunggu nasabah sampai mampu membayar cicilan. Inilah kerugian yang harus ditanggung bank ketika nasabah tidak mampu membayar sesuai dengan jatuh tempo pembayaran yang disepakati bersama.

Dalam penelitian ini peneliti memilih Baitul Maal wat Tamwil (BMT) sebagai obyek yang akan diteliti. Dimana BMT juga merupakan Lembaga Keuangan Syariah selain Bank Umum Syariah. Yang secara operasional mempunyai kemiripan dengan Bank Keuangan Syariah. Dimana kedua lembaga keuangan ini menawarkan beberapa transaksi syariah yang salah satunya adalah pembiayaan transaksi murabahah. Dari kedua LKS ini, juga terdapat kemiripan resiko yang dihadapi terutama resiko kredit macet. Saat ini BMT menjamur dimana – mana dan berkembang dengan sangat pesat terutama dikalangan masyarakat yang baru mengenal sistem syariah. Karena proses dari pembiayaan yang di pilih lebih mudah dimengerti daripada proses pembiayaan Bank Umum Syariah. Serta menurut Lubis (2009) BMT dapat membuktikan bahwa produk yang dihasilkan benar-benar lebih baik dari Bank Umum Syariah dan benar-benar untuk kemaslahatan umat.

Murabahah adalah jual beli barang pada harga pokok perolehan barang dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang. Perbedaan yang nampak pada jual beli murabahah adalah penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang dan kemudian terjadi negoisasi keuntungan yang akhirnya disepakati kedua belah pihak. Pada perjanjian murabahah , pihak penjual membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh pembeli (Nurhayati, 2009).

(4)

Di lain pihak Subekti (2012) menyatakan murabahah adalah perjanjian jual- beli antara bank dan nasabah dimana Bank Syariah membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan atau keuntungan yang disepakati antara Bank Syariah dan nasabah.

Serta menurut Ilham (2011) murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai maupun kredit.

Maka dapat saya simpulkan bahwa murabahah adalah kegiatan suatu pembelian suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba yang diperoleh penjual.

Sebagai contoh, transaksi murabahah yang dilakukan di Bank Syariah, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan nasabah dari pemasok (supplier) dan kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga yang ditambah keuntungan atau mark-up.

Transaksi murabahah mempunyai beberapa ketentuan yang diatur dalam fatwa DSN No: 04/DSN-MUI/IV/2000 yang menjelasakan beberapa ketentuan tentang murabahah. Yakni yang pertama adalah ketentuan umum murabahah dalam Bank Syariah. Dalam hal ini nasabah dan bank harus melakuakan akad murabahah yang bebas riba, barang yang diperjualbelikan halal dan bermanfaat, bank hharus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan transaksi, Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati, serta jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip, menjadi milik bank.

Kedua, berisi tentang ketentuan murabahah kepada nasabah. Dimana nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang/ aset kepada bank, bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah, dan nasabah harus menerima (membeli) sesuai dengan perjanjian yang telah

(5)

disepakatinya serta kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli, bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan, serta jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.

Ketiga, berisi tentang jaminan dalam murabahah. Jaminan ini dibolehkan, agar nasabah serius degan pesanannya dan bank dapat meminta nasabah menyediakan jaminan yang dapat dipegang.

Keempat, berisi tentang hutang dalam murabahah. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Namun, jika nasabah menjual kembali barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. Dan jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal.

Kelima, berisi tentang penundaan pembayaran dalam murabahah.

Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaian dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan.

Keenam, barisi tentang bangkrut dalam murabahah. Yskni jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.

B. Metode Penelitian

Peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif adalah teknik analisis data yang digunakan dengan cara menggambarkan tentang obyek penelitian serta menguraikan dalam bentuk kalimat atau pertanyaan-pertanyaan berdasarkan data yang dikumpulkan dengan tujuan untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari rumusan masalah (Arikunto, 2010).

(6)

Sedangkan pendekatan deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, kondisi, sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta- fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2003).

Adapun jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus (Case study), yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu. Tujuan dari studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas diatas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum (Nazir, 2003).

C. Hasil penelitian

Adapun prosedur yang dilakukan BMT PSU terkait dengan pembiayaan murabahah dalam pembelian barang yang diinginkan nasabah. Dalam proses pembelian ini, nasabah dihadapkan pada dua pilihan yaitu pembelian barang dilakukan sendiri atau pembelian barang dilakukan oleh perwakilan BMT.

Pertama, pembelian barang dilakukan oleh nasabah. Dalam proses ini nasabah cukup datang ke BMT PSU dengan membawa bukti pembayaran uang muka dan pihak BMT akan mendiskusikan dengan nasabah tentang margin yang akan disepakati bersama serta menyelesaikan proses lain terkait dengan dokumen pengajuan pembiayaan murabahah dan pelunasan pembelian pada pihak ketiga.

Kedua, pembelian barang dilakukan oleh BMT. Dalam tahap ini pihak BMT akan membelikan barang yang diinginkan nasabah dan akan memberikannya dalam proses serah terima yang dilakukan secara simbolis oleh perwakilan BMT. Setelah itu nasabah akan dipanggil ke BMT untuk mendiskusikan margin yang akan disepakati bersama serta menyelesaikan proses lain terkait dengan dokumen pengajuan pembiayaan murabahah.

Hasil penelitian yang peneliti temukan adalah sebagai berikut:

1. Analisis Pembelian Barang oleh Nasabah

(7)

Pembelian barang yang dilakukan oleh nasabah, yaitu dengan membawa bukti pembayaran uang muka pembelian ke BMT PSU dan pihak BMT akan mendiskusikan dengan nasabah tentang margin yang akan disepakati bersama serta menyelesaikan proses lain terkait dengan dokumen pengajuan pembiayaan murabahah dan pelunasan pembelian pada pihak ketiga. Hal yang dilakukan oleh BMT ini tidak sejalan dengan fatwa DSN No: 04/DSN-MUI/IV/2000 ayat satu yang menjelaskan tentang ketentuan umum murabahah dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yaitu:

’jika bank hendak mewakilkan pada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, maka akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank’

Terdapat pula dalam fatwa DSN ini dalam ayat dua mengenai ketentuan murabahah kepada nasabah yaitu:

‘bank diperbolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang dan jika nasabah membeli barang tersebut, maka ia tinggal membayar sisa harga tersebut’.

Selain itu dalam PSAK 102 tentang karakteristik transaksi murabahah menerangkan:

‘Penjual dapat meminta uang muka kepada pembeli sebagai bukti komitmen pembelian sebelum akad disepakati. Uang muka menjadi bagian pelunasan piutang murabahah jika akad murabahah disepakati. Jika akad murabahah batal, uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian, penjual dapat meminta tambahan dari pembeli’.

Praktek nyata menurut pemahaman peneliti, nasabah membeli barang dengan uang muka sendiri lalu memberikan bukti pembayaran kepada BMT yang sisa pembayaran pada pihak ketiga akan dilunasi oleh

(8)

BMT. Dan nasabah akan melunasi hutang kepada BMT secara angsuran kredit. Dengan ini peneliti berkesimpulan bahwa pembelian yang diwakilkan oleh nasabah tidak sesuai dengan fatwa DSN dan PSAK 102 karena praktek nyata yang dilakukan oleh BMT sama dengan bank konvensional pada umumnya.

2. Analisis Pembelian Barang oleh BMT

Pembelian barang oleh pihak BMT dilakukan dengan cara membelikan barang yang diinginkan nasabah dan akan memberikannya dalam proses serah terima yang dilakukan secara simbolis oleh perwakilan BMT. Setelah itu nasabah akan dipanggil ke BMT untuk mendiskusikan margin yang akan disepakati bersama serta menyelesaikan proses lain terkait dengan dokumen pengajuan pembiayaan murabahah. Hal ini telah sejalan dan sesuai dengan peraturan Fatwa DSN No: 04/DSN- MUI/IV/2000 tentang ketentuan pembiayaan murabahah dan PSAK 102 tentang karakteristik transaksi murabahah.

3. Analisis Pencatatan Pembelian Barang dengan Akad Murabahah

Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh BMT dalam pembelian barang baik oleh nasabah maupun oleh perwakilan BMT adalah proses pencatatan akuntansi mengenai utang piutang murabahah. BMT PSU mencatat harga pokok pembelian berikut dengan margin yang disepakati bersama oleh kedua belah pihak. Dalam hal pencatatan ini, BMT telah sesuai dengan aturan PSAK 102 tentang pencatatan akuntansi murabahah.

Namun, disisi lain BMT tidak mencatat barang yang telah dibeli sebagai barang persediaan, hal ini yang tidak sesuai dengan aturan PSAK 102 tentang perlakuan akuntasi transaksi murabahah yang menerangkan bahwa pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan.

4. Analisis Pelunasan Pembiayaan Akad Murabahah

Kondisi mengenai pelunasan pembiayaan akad murabahah diantaranya:

1. Kondisi Normal

(9)

Kondisi ini dapat dikatakan jika nasabah membayar angsuran kredit akad murabahah sesuai waktu yang telah disepakati sebelumnya. Hal ini sejalan dengan aturan fatwa DSN dan PSAK 102 mengenai pembayaran angsuran kredit sesuai kesepakatan kedua belah pihak.

2. Kondisi Tertentu

Kondisi ini dapat dibedakan menjadi dua kondisi yang berbeda, diantaranya:

a. Terlambat

Kondisi ini adalah suatu kondisi dimana nasabah terlambat/lalai membayar angsuran kredit akan murabahah tepat pada waktu yang telah ditentukan. Nasabah akan dikenakan denda sesuai kesepakatan perjanjian pembiayaan murabahah. Denda tersebut juga telah diakui sebagai dana kebajikan.

b. Lebih Cepat

Kondisi ini adalah dimana nasabah dapat mengangsur lebih cepat dari waktu yang telah disepakati dan biasanya BMT akan memberikan reward. Sebagai rewardnya adalah potongan/diskon dari margin yang telah disepakati sebelumnya oleh pihak manajemen BMT PSU.

Kedua kondisi tertentu diatas telah sesuai dengan fatwa DSN dan PSAK 102 mengenai denda atas kelalaian nasabah. Serta potongan atau diskon yang diberikan BMT, juga telah sesuai dengan metode yang diatur oleh PSAK 102.

5. Analisis Penyelesaian Murabahah Bermasalah

Analisis praktek nyata dalam memberikan solusi atas pembiayaan murabahah bermasalah di BMT PSU adalah sebagai berikut::

1. Penjadwalan kembali utang piutang murabahah

Proses ini adalah perpanjangan masa pembayaran kredit nasabah dengan ketentuan yang telah disepakati kembali oleh kedua belah pihak. Penyelesaian melalui penjadawalan kembali ini telah

(10)

sesuai dengan regulasi fatwa DSN no. 48/DSN-MUI/II/2005 dan PSAK 102

2. Avalis

Solusi ini adalah solusi terakhir yang ditawarkan oleh BMT.

Dimana BMT akan memberikan dua pilihan kepada nasabah.

Pertama, BMT akan mengeksekuusi barang jaminan atau surat berharga yang disertakan nasabah saat pembiayaan akad murabahah.

Kedua, jaminan orang. Yaitu jaminan pihak ketiga dimana pihak ketiga akan membayar sisa angsuran yang dimiliki nasabah dan nasabah dianggap selesai dengan urusan pembiayaan di BMT. Solusi ini juga telah sesuai dengan regulasi Fatwa DSN dan PASK 102 Sebagian besar solusi yang diberikan oleh BMT PSU telah sesuai dengan fatwa DSN dan PSAK 102, kecuali penyelesaian piutang murabahah bermasalah dengan menggunakan metode penghapusan margin sisa. Dimana peneliti menemukan dua hal yang mencakup didalam metode penghapusan margin tersebut tidak sesuai dengan regulasi Fatwa DSN dan PSAK 102, yakni:

1. Penghapusan piutang

Analisa peneliti menemukan bahwa BMT ini tidak membuat akun penyisihan penghapusan piutang. Namun, penghapusan margin langsung dibebankan sebagai penyaluran dana produktif qordhul hasan.

Hal ini tidak sesuai dengan regulasi yang seharusnya, yaitu menurut Bank Indonesia (BI) melalui surat keputusan no.

31/148/KEP/DIR tentang keputusan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP). Dimana pasal 2 mengatakan bahwa setiap bank atau lembaga keungan wajib membentuk penyisihan penghapusan aktiva produktifnya dengan presentase tertentu. Dimana piutang murabahah BMT adalah aktiva produktif sebagai cadangan atas kerugian penghapusan piutang murabahah.

(11)

Meskipun kewajiban pembentukan PPAP berlaku bagi bank atau lembaga keuangan dibawah Bank Indonesia, tidak ada salahnya apabila BMT juga menerapkan prinsip ini. Hal ini disebabkan BMT melakukan pola transaksi yang sama dengan bank syariah atau lembaga keuangan syariah dibawah naungan Bank Indonesia.

2. Distribusi Qordhul Hasan

Definisi qordhul hasan menurut PSAK merupakan fungsi sosial pada perbankan atau lembaga syariah di mana dananya diambil dari dana kebajikan. Sumber dana qardhul hasan berasal dari eksternal dan internal. Sumber dana eksternal meliputi dana qardh yang diterima dari pihak lain (misalnya dari sumbangan, infaq, shadaqah, dan sebagainya),. Sumber dana internal meliputi hasil tagihan atau denda, dana kebajikan yang disediakan, dan sebagainya. Yang penggunaanya diperuntukan sebagai dana kegiatan sosial atau disalurkan kepada yang berhak sesuai syariah.

Dengan demikian, pembebanan pada akun qordhul hasan untuk menghapus margin menjadi tidak tepat. Sebab penghapusan ini sejatinya adalah kerugian utang piutang tanpa ada aliran dana masuk atau keluar kepihak yang menerima. Selain itu qordhul hasan di BMT ini terkesan semu.

D. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. Proses pembelian barang yang dilakukan oleh nasabah adalah tidak sesuai dengan fatwa DSN No: 04/DSN-MUI/IV/2000 ayat satu yang menjelaskan tentang ketentuan umum murabahah dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan PSAK 102 tentang karakteristik murabahah. karena praktek nyata yang dilakukan sama dengan bank konvensional pada umumnya.

(12)

2. Proses pembelian barang yang dilakukan oleh Baitul Maal wat Tamwil (BMT) telah sejalan dan sesuai dengan peraturan Fatwa DSN No:

04/DSN-MUI/IV/2000 tentang ketentuan pembiayaan murabahah dan PSAK 102 tentang karakteristik transaksi murabahah.

3. Dalam hal pencatatan utang piutang murabahah, BMT telah sesuai dengan aturan PSAK 102 tentang pencatatan akuntansi murabahah.

Namun, disisi lain BMT tidak mencatat barang yang telah dibeli sebagai barang persediaan, hal ini yang tidak sesuai dengan aturan PSAK 102 tentang perlakuan akuntasi transaksi murabahah.

4. Metode pelunasan pembiayaan akad murabahah telah sesuai dengan fatwa DSN dan PSAK 102 mengenai denda atas kelalaian nasabah.

Dan potongan atau diskon yang diberikan BMT juga telah sesuai dengan metode yang diatur oleh PSAK 102.

5. praktek nyata dalam memberikan solusi atas pembiayaan murabahah bermasalah di BMT PSU sebagian besar telah sesuai dengan fatwa DSN dan PSAK 102, kecuali metode penghapusan piutang yang tidak sesuai dengan aturan Bank Indonesia (BI) dan distribusi qordhul hasan sebagai bagian dari komponen sumber dan penggunaan dana kebajikan.

Saran

Adapun saran yang peneliti ajukan untuk dapat dijadikan bahan masukan yang berguna bagi pihak yang terkait: yaitu

1. Untuk prosedur pembelian barang oleh nasabah, hendaknya BMT mengacu kepada regulasi yang telah ditetapkan oleh fatwa DSN dan PSAK 102. Dimana proses pembelian barang dilakukan sendiri oleh BMT atau dapat juga di wakalahkan ke nasabah, namun tetap barang yang dibeli atas nama BMT.

2. BMT sebaiknya mencatat barang yang telah dibeli sebagai barang persediaan sesuai dengan PSAK 102, meskipun barang tersebut akan langsung diberikan kepada nasabah.

(13)

3. Penghapusan piutang yang dilakukan sebaiknya sesuai dengan peraturan BI melalui surat keputusan no. 31/148/KEP/DIR tentang keputusan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP). Dengan membentuk akun kerugian piutang murabahah.

4. Sebaiknya tidak perlu mengkonversikan penghapusan margin pembiayaan murabahah secara langsung menjadi qordhul hasan. Akan tetapi dicatat sesuai dengan aturan BI dan PSAK yang berlaku. Yakni dengan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP), yang dimana piutang murabahah BMT adalah aktiva produktif sebagai cadangan atas kerugian penghapusan piutang murabahah.

DAFTAR PUSTAKA

Adhon. 2008. Pengertian Instrumen Penelitian. www.adhonknow.wordpress.com.

Diakses pada tanggal 11 April 2013.

Agung, Bagya. 2009. Konsep Akad Murabahah pada Perbankan Syariah: Analisa Kritis Terhadap Aplikasi Konsep Akad Murabahah di Indonesia dan Malaysia. Jurnal Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Volume 16: 106-126.

Anonim. 2012. Pengertian Murabahah Dan Akad Murabahah Dalam Ekonomi Syariah. www.blogpajak.com. Diakses pada 21 Januari 2013.

Anonim. 2010. Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia.

www.cintasyariah.wordpress.com. Diakses pada 8 Januari 2013.

Anonim. 2009. Mengenal Jual Beli Murabahah www.ekonomisyariat.com.

Diakses pada 8 Januari 2013.

Arikunto, Suharaimi. (2010) Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. PT Rineka Cipta. Jakarta

Astutik, Puji. 2009. Pengaruh Pembiayaan Murabahah terhadap Pendapatan Margin Murabahah pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Skripsi.

Bandung: Fakultas Ekonomi UNIKOM.

Dieza. 2012. Pengertian dan Sejarah BAITUL MAAL WA TAMWIL ( BMT ).

www.dieza.web.id. Diakses pada 24 Maret 2013

(14)

Dineey, Anggun. 2012. Mengenal Baitul Maal Wat Tamwiil (BMT).

www.anggundineey17.blogspot.com. Diakses pada 26 maret 2013.

Djazuli, Achmad. 2002. Pengertian BMT. http://isa7695.wordpress.com. Diakses pada 24 Maret 2013.

DPBS. 2013. Statistik Perbankan Syariah. www.bi.go.id. diakses pada 2 Februari 2013.

Ilham. 2011. Pengertian Murabahah. www.fileperbankansyariah.blogspot.com.

Diakses pada 25 Maret 2013.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2009. Akuntansi Murabahah. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.102. DSAK-IAI. Jakarta.

Karim, Adiwarman. 2010 Analisis Fiqih dan Keuangan Bank Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kina, Amilis. 2008. Mekanisme Penanganan Pembiayaan Murabahah Bermasalah (Studi pada BMT Syariah Pare). Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri.

Kusmiyati, Asmi. 2007. Resiko Akad dalam Pembiayaan MUrabahah pada BMT di Yogyakarta (dari Teori ke Terapan). www.journal.uii.ac.id. Diakses pada 28 Februari 2013.

MUI. 2005. Tata Cara Bank atau Lembaga Keuangan Syariah dalam Penyelesaian Piutang Murabahah. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.47/DSN-MUI/II/2005. DSN-MUI. Jakarta.

MUI. 2005. Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.48/DSN-MUI/II/2005. DSN-MUI. Jakarta.

MUI. 2005. Konversi Akad Murabahah. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.49/DSN-MUI/II/2005. DSN-MUI. Jakarta.

MUI. 2000. Ketentuan Tentang Akad Murabahah. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.04/DSN-MUI/IX/2000. DSN-MUI. Jakarta.

MUI. 2000. Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda Pembayaran Akad Murabahah. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.17/DSN-MUI/IX/2000.

DSN-MUI. Jakarta.

(15)

Mandasari, Fike.2008. Sistem Pengendalian Pembiayaan Murabahah pada BPRS Bhakti Haji Malang. Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri Malang.

Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2009. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta:

Salemba Empat.

Nazir, Moch. (2003). Metode Penelitian. Salemba Empat. Jakarta.

Puspita, Ananda. 2009. Analisis Akuntansi Syariah untuk Prpsuk Pembiayaan Murabahah Berdasarkan PSAK No.59 pada Bank Syariah di Malang. Skripsi.

Malang: Universitas Muhammadiyah.

Sekaran, Uma. (2009). Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Salemba Empat.

Jakarta.

Somantri, Gumilar Rusliwa. 2005. Memahami Metode Kualitatif. Makara, Sosial Humanoria Volume 9 No 2 Desember 2005:57-65. Universitas Indonesia. Jakarta.

Sodikun. 2008. Asas-asas Perjanjian Syariah dalam Akad Pembiayaan Murabahah (di Bank BRI Syariah Cabang Surabaya). Tesis. Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Airlangga.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. CV Alfabeta. Bandung.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. CV Alfabeta. Bandung.

Taruno, M, Budiyoso. 2010. Analisis Resiko Pembiayaan dengan Akad Murabahah pada Bank Syariah. Sekolah Tinggi Ekonomi Islam. Jakarata.

Wibowo. 2008. Analisis Resiko Murabahah. www.hndwibowo.blogspot.com.

Diakses pada 31 Januari 2013.

Yin, Robert.K. 2002. Studi Kasus: Desain dan Metode. Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Yuwinda, Neoratnaayu. 2009. Metodologi Penelitian.

www.neoratnayuwinda.wordpress.com. Diakses pada 17 Maret 2013

Referensi

Dokumen terkait

Ketika Bank Aceh menerapkan prinsip syariah maka menggunakan konsep murabahah maka mengikuti ketentuan syariah dimana yang menjadi pedoman Bank Aceh untuk