ANALISIS SPASIAL KETERSEDIAAN DAN KETERJANGKAUAN FASILITAS PELAYANAN
KESEHATAN PADA WILAYAH RAWAN DAN TERDAMPAK BENCANA ERUPSI GUNUNG SEMERU
SKRIPSI
Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Oleh
:IQBAL RAMADHAN 11151010000070
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020 M / 1441 H
i FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, 4 Agustus 2022
Iqbal Ramadhan, NIM : 11151010000070
ANALISIS SPASIAL KETERSEDIAAN DAN KETERJANGKAUAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PADA WILAYAH RAWAN DAN TERDAMPAK BENCANA ERUPSI GUNUNG SEMERU
xvii + 122 halaman + 9 tabel + 2 bagan + 1 gambar + 7 peta + 3 lampiran ABSTRAK
Latar Belakang : Penentuan letak fasilitas pelayanan kesehatan harus diperhatikan secara khusus, agar masyarakat dapat menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan secara mudah. Tak terkecuali diwilayah lereng pegunungan berapi yang terdapat kawasan dengan risiko bencana dan terdampak erupsi. Perkembangan teknologi dalam bidang analisis keruangan dapat membantu proses untuk menganalisis rencana maupun evaluasi agar pelayanan kesehatan dapat dengan mudah dijangkau masyarakat. Metode : Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi dengan tools software sistem informasi geografis. Peneliti mencoba mengukur keterpaparan pada unit analisis yang telah ditentukan, dimana unitnya adalah populasi yaitu, 7 Kecamatan di Kabupaten Lumajang yang masuk kedalam peta kawasan rawan bencana gunung berapi Semeru. Kecamatan tersebut diantaranya Candipuro, Lumajang, Pasirian, Pronojiwo, Senduro, Tempeh, dan Tempursari. Hasil : Kawasan rawan bencana kabupaten Lumajang adalah 4,78 Km2 atau 0,26% dari total luas wilayah. Erupsi Semeru Desember 2021, berdampak pada 23,5853 Km2 atau 1,31% dengan luas pemukiman terdampak 0,33 Km2. Kecamatan rawan bencana erupsi Semeru memiliki 10 dari 25 puskesmas, dan 15 dari 51 puskesmas pembantu di kabupaten Lumajang. 1 puskesmas ada di zona KRB II, 2 puskesmas ada di zona KRB I, dan 1 puskesmas pembantu pada zona KRB II dan tidak ada puskesmas maupun puskesmas pembantu yang berada diwilayah terdampak. Persebaran fasilitas pelayanan kesehatan dilihat dari nilai nearest neighbour ratio sebesar 0,000016. Menunjukan pola persebaran fasilitas pelayanan kesehatan mengelompok (Clustered), dengan mengelompok mengikuti kepadatan pemukiman. Jangkauan fasilitas pelayanan kesehatan puskesmas dan puskesmas pembantu di wilayah rawan dan terdampak erupsi Semeru sebesar 40,54 Km2 atau 74,7%, dan 25,3% atau 13,73 Km2 belum terjangkau. 13 titik pengungsian erupsi Semeru Desember 2021, didapati 1 lokasi pengungsian terletak pada zona KRB I, dan 2 lokasi pengungsian pada zona KRB II dan sebanyak 4 titik pengungsian tidak tercover oleh jangkauan pelayanan. Saran : Penerapan sistem informasi geografis dalam mengetahui daya jangkauan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat harus terus dikembangkan, agar upaya peningkatan derajat kesehatan dapat terus terlaksana dengan baik dan efektif.
Kata Kunci : Sistem Informasi Geografis, Pelayanan Kesehatan, Puskesmas, Puskesmas Pembantu
ii FACULTY OF HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM ENVIRONMENTAL HEALTH
Thesis, August 4, 2022
Iqbal Ramadhan, NIM : 11151010000070
SPATIAL ANALYSIS OF AVAILABILITY AND AFFORDABILITY OF HEALTH SERVICE FACILITIES IN AREAS PRONE TO AND AFFECTED BY THE ERUPTION OF MOUNT SEMERU
xvii + 122 pages + 9 tables + 2 charts + 1 picture + 7 maps + 3 appendix ABSTRACT
Background : Determination of the location of health care facilities must be considered in particular, so that people can reach health care facilities easily. No exception in the area of the slopes of the volcano, which is an area with disaster risk and is affected by eruptions. Technological developments in the field of spatial analysis can assist the process of analyzing plans and evaluating so that health services can be easily accessed by the community. Methods : This research uses an ecological study design with geographic information system software tools.. Researchers here try to measure exposure to a predetermined unit of analysis, where the unit of analysis is the population, namely, 7 sub-districts in Lumajang Regency whose territory is included in the map of the Semeru volcano-prone area. These areas are Candipuro, Lumajang, Pasirian, Pronojiwo, Senduro, Tempeh, and Tempursari sub-districts. Result : Lumajang district disaster-prone area is 4.78 km2 or 0.26% of the total area. The Semeru eruption in December 2021, had an impact on 23.5853 Km2 or 1.31% with residential areas affected by the eruption of 0.33 Km2. The Semeru eruption-prone sub-district has 10 of the total 25 health centers, and 15 of the 51 auxiliary health centers in Lumajang district. 1 is located in KRB II zone, 2 is in KRB I zone, and 1 sub-health center is in KRB II zone and there are no health centers or sub-health centers included in the affected area. The distribution of health service facilities is seen from the nearest neighbor ratio or T value, which is 0.000016 which indicates that the distribution pattern of health care facilities is clustered, with the grouping pattern following the density of settlements. The coverage of health service facilities of and sub-health centers in settlements in areas prone to and affected by the Semeru eruption is 40.54 km2 or 74.7%, the remaining 25.3% or 13.73 km2 has not been reached. 13 evacuation points for the Semeru eruption in December 2021, found 1 evacuation point location located in KRB zone I, and 2 evacuation point locations in KRB II zone and as many as 4 refugee locations were not covered by the optimal range of health services from health centers and sub- health centers. Recommendation :The application of geographic information systems in knowing the reach of public health service facilities must continue to be developed, so that efforts to improve health status can continue to be carried out properly and effectively.
Keywords : Geographic Information Systems, Health Services, Community Health Centers, Supporting Health Centers
iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
iv
SURAT PERSETUJUAN PUBLIKASI
v
LEMBAR PERSETUJUAN
ANALISIS SPASIAL KETERSEDIAAN DAN
KETERJANGKAUAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PADA WILAYAH RAWAN DAN TERDAMPAK BENCANA
ERUPSI GUNUNG SEMERU
SKRIPSI
Telah disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta IQBAL RAMADHAN
11151010000070
Mengetahui,
Pembimbing Skripsi, Ketua Program Studi
Izza Hananingtyas, SKM, M.Kes Catur Rosidati, MKM NIP 19890216 201403 2 005 NIP 19750210 200801 2018
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2022
vii
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS SPASIAL KETERSEDIAAN DAN KETERJANGKAUAN FASILITAS PELAYANAN
KESEHATAN PADA WILAYAH RAWAN DAN TERDAMPAK BENCANA ERUPSI GUNUNG SEMERU
Iqbal Ramadhan 11151010000070
Jakarta, 24 Agustus 2022 Tim Penguji Sidang Skripsi
Ketua,
Dewi Iriani Utami, SKM, M.Kes, PhD NIP. 19750316200710 2 001
Anggota
Meliana Sari, SKM, MKM NIP. 198809282018012002
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Pribadi
Nama Lengkap : Iqbal Ramadhan Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal lahir : Sukabumi, 13 November 199
Agama : Islam
Alamat : Perum Metro Serpong 1, Blok H1, No.5, RT.04/RW.06, Desa Cibogo, Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang, Banten, 15344
Telepon : 08161617919
E-mail : [email protected]
B. Pendidikan Formal
(2003-2009) : SDN Petukangan Selatan 02 Pagi (2009-2012) : SMP Negeri 11 Jakarta
(2012-2015) : SMA Negeri 6 Jakarta
(2015-2022) : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif HIdayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat, Kesehatan Lingkungan
ix
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul
“Analisa Spasial Gambaran Keterjangkauan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pada Wilayah Terdampak Bencana Erupsi Gunung Berapi Semeru Desember 2021”
untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah menghantarkan kita dari masa jahiliyah ke zaman yang terang benderang akan ilmu jauh. Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan berbagai pihak dan tangan-tangan Tuhan.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua Orang tua tercinta karena atas doa dan dukungan yang tak hentinya sehingga penulis mampu memperoleh dan menjalani pendidikan hingga saat ini di jenjang universitas. Sehingga ketidak lelahan menjadi amalan berarti yang mampu mengetuk pintu langit untuk penulis mampu menyelesaikan tugas akhir.
2. Seluruh Bapak/Ibu pengajar serta pendidik di Fakultas Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang turut berkontribusi besar terhadap pendidikan dan pemberian nilai-nilai kehidupan bagi penulis.
x
Sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai meskipun penulis yakin karena keterbatasan penulis masih terdapat kekurangan.
3. Kawan-kawan penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang ikhlas dan ridho menjadi tangan-tangan Tuhan, setia menemani dan memberi pelajaran dijenjang pendidikan maupun dikehidupan penulis.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga segala ilmu-ilmu dan kebaikan yang telah diberikan dapat memberikan pelajaran yang berarti bagi kehidupan penulis berikutnya. Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih terdapat berbagai kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran agar kelak dapat menjadi lebih baik kedepannya.
Semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan serta bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb
Jakarta, 24 Agustus 2022 Penulis
xi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
SURAT PERSETUJUAN PUBLIKASI ... iv
LEMBAR PERSETUJUAN... v
LEMBAR PENGESAHAN ... vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR BAGAN ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR PETA ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Pertanyaan Penelitian ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 8
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
A. Bencana... 11
B. Fasilitas Pelayanan Kesehatan... 26
C. Sistem Informasi Geografi ... 30
D. Kerangka Teori... 46
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ... 48
A. Kerangka Pemikiran ... 48
B. Definisi Istilah ... 50
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 55
A. Desain Penelitian ... 55
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 56
xii
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 56
D. Pengumpulan Data ... 56
E. Pengolahan Data ... 57
F. Analisis Data ... 59
G. Penyajian Data... 60
H. Timeline Penelitian ... 61
BAB V HASIL PENELITIAN ... 62
A. Gambaran Umum Kabupaten Lumajang ... 62
B. Gambaran Kondisi Bencana Kabupaten Lumajang ... 64
C. Gambaran wilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru . 67 D. Gambaran spasial sebaran fasilitas pelayanan kesehatan diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru ... 71
E. Gambaran spasial pola sebaran fasilitas pelayanan kesehatan diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru ... 77
F. Jangkauan wilayah fasilitas pelayanan kesehatan terhadap pemukiman diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru ... 79
G. Jangkauan wilayah fasilitas pelayanan kesehatan terhadap pos pengungsian diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru ... 81
BAB VI PEMBAHASAN ... 82
A. Keterbatasan Penelitian ... 82
B. Gambaran wilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru . 83 C. Gambaran spasial sebaran fasilitas pelayanan kesehatan diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru ... 85
D. Gambaran spasial pola sebaran fasilitas pelayanan kesehatan diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru ... 88
E. Jangkauan wilayah fasilitas pelayanan kesehatan terhadap pemukiman diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru ... 89
F. Jangkauan wilayah fasilitas pelayanan kesehatan terhadap pos pengungsian diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru ... 91
G. Kajian Keislaman ... 92
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 96
A. Kesimpulan ... 96
B. Saran ... 97
DAFTAR PUSTAKA ... 99
LAMPIRAN 1 ... 102
Persetujuan Etik Penelitian ... 102
xiii
Lampiran 2 ... 103 Peta Jangkauan Wilayah Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Pemukiman
Diwilayah Rawan Dan Terdampak Bencana Erupsi Gunung Berapi Semeru ... 103 LAMPIRAN 3 ... 104
Peta Jangkauan Wilayah Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Pos Pengungsian Diwilayah Rawan Dan Terdampak Bencana Erupsi Gunung Semeru ... 104 LAMPIRAN 4 ... 105
Peta Lengkap Penelitian... 105
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel III.1 Definisi Istilah Penelitian ... 50
Tabel V.1 Luas Wilayah Kabupaten Lumajang ... 63
Tabel V.2 Sejarah Kejadian Bencana Kabupaten Lumajang Tahun 2009-2017... 66
Tabel V.3 Potensi Kejadian Bencana KabupatenLumajang ... 67
Tabel V.4 Potensi Bahaya Letusan Gunung Berapi Semeru ... 68
Tabel V.5 Luas Area Kawasan Rawan Bencana Kabupaten Lumajang... 68
Tabel V.6 Daftar Puskesmas Di Kabupaten Lumajang ... 72
Tabel V.7 Daftar Puskesmas Di Kecamatan Rawan Bencana Kabupaten Lumajang ... 73
Tabel V.8 Daftar Puskesmas Pembantu Di Kabupaten Lumajang... 73
Tabel V.9 Daftar Puskesmas Pembantu Di Kecamatan Rawan Bencana Kabupaten Lumajang ... 75
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan II.1 Kerangka Teori Penelitian ... 47 Bagan III.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 49
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Hasil Analisis Pola Sebaran Fasilitas Pelayanan Kesehatan Diwilayah Rawan Dan Terdampak Bencana Erupsi Gunung Berapi Semeru ... 78
xvii
DAFTAR PETA
Peta V.1 Peta Administrasi Kabupaten Lumajang ... 62 Peta V.2 Peta Administrasi Kecamatan Kabupaten Lumajang ... 64 Peta V.3 Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Semeru, Kabupaten Lumajang ... 65 Peta V.4 Peta Kawasan Rawan Bencana Semeru Pada 7 Kecamatan Rawan Bencana .... 69 Peta V.5 Peta Gambaran Wilayah Rawan Dan Terdampak Erupsi Semeru ... 70 Peta V.6 Peta Sebaran Fasilitas Pelayanan Kesehatan Di Wilayah Rawan Dan Terdampak Bencana Erupsi Gunung Semeru ... 76
1
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang berada didaerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar dunia, lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik.
Kondisi ini bisa dilihat dari kondisi geologisnya yang memiliki beberapa palung laut dalam, serta gunung-gunung berapi aktif yang berderet sepanjang semenanjung pantai selatan Sumatera, selatan Jawa, dan membentang hingga kebagian timur di kompleks pegunungan Jaya wijaya.
Deretan gunung yang dimiliki oleh Indonesia, termasuk kedalam deret gunung sirkum pasifik atau biasa dikenal dengan Ring of Fire (cincin api).
Bertemunya 3 lempeng tektonik besar dunia membuat wilayah Indonesia menjadi wilayah dengan banyak patahan aktif. Sehingga membuat Indonesia menjadi daerah rawan bencana geologis seperti gempa bumi, dan erupsi gunung berapi (BNPB, 2016). Letak Indonesia yang secara geografis terletak di wilayah beriklim tropis dan juga wilayah dengan pertemuan 2 samudera. Membuat wilayah Indonesia menjadi wilayah yang tidak hanya rawan bencana secara geologis, tetapi juga menjadi daerah yang rawan bencana hidrometereologis seperti, banjir, cuaca ekstrim, abrasi, longsor, hingga kekeringan (BNPB, 2022).
Besarnya potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dilihat dari tingginya indeks bahaya terhadap kejadian multi bencana di web resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana yaitu, InaRISK (Inarisk, 2021).
2
Hasil kajian terbaru yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana pada laporan Indeks Risiko Bencana Indonesia 2021 menunjukan hal yang serupa, bahwa indeks risiko bencana tiap provinsi yang ada di Indonesia berada pada kelas indeks bahaya sedang dan tinggi (BNPB, 2022).
Tingginya tingkat indeks bahaya yang dimiliki Indonesia, selaras dengan besarnya dampak yang kemungkinan dapat dialami Indonesia apabila terjadi kejadian bencana. Mulai dari hilangnya nyawa masyarakat, hancurnya fasilitas, hilangya mata pencaharian, gangguan pelayanan publik, gangguan produksi, hingga gangguan ekonomi dan stabilitas nasional (W Nick Carter, 1991). Besarnya kerugian yang harus diterima apabila terjadi kejadian bencana, harus diminimalisir dengan peningkatan kapasitas.
Kesadaran akan luasnya dampak sebuah bencana, harus disadari bahwa bencana bukan saja merupakan suatu kejadian luar biasa yang hanya dapat merenggut harta benda dan melukai fisik. Lebih dari itu, bencana harus dipahami sebagai sesuatu yang dapat merusak serta mengancam kehidupan maupun penghidupan manusia (Pemerintah Republik Indonesia, 2007).
Bencana harus disadari sebagai sesuatu yang telah lama ada bersama manusia, bahkan mungkin sejak manusia ada dimuka bumi. Manusia- manusia terdahulu telah menghadapi bencana, menderita, dan pulih dari bencana yang mereka hadapi. Seiring kehidupan yang terus berjalan, ada banyak faktor dan pertimbangan-pertimbangan yang menjadi perhitungan bagaimana manusia modern harus menghadapi bencana yang terus mengintai (W Nick Carter, 1991).
3
Kesadaran akan bencana yang dapat terjadi di Indonesia harus terus ditingkatkan, peningkatan kapasitas dari segi pengetahuan-pengetahuan terbaru juga harus terus dibuka, agar bencana yang dapat terjadi kapan saja tidak berdampak signifikan mengganggu kehidupan maupun penghidupan masyarakat. Perluasan riset serta kajian-kajian ilmiah mengenai bencana harus selaras dengan luasnya konsep bahwa berbicara bencana adalah berbicara tentang bagaimana manusia dahulu, kita sekarang, dan generasi mendatang menghadapi suatu peristiwa yang dinamakan bencana. Karena bencana akan selalu ada, sikap siap kita menghadapinya harus lebih besar daripada dampak yang dapat ditimbulkan.
Pentingnya peningkatan ketahanan terhadap bencana (disaster resilence) yang dimiliki masyarakat tentunya akan menekan dampak yang dapat terjadi kepada masyarakat apabila terjadi kejadian bencana (Suryani, 2017). Tingginya tingkat kerawanan terhadap bencana yang dimiliki oleh Indonesia dapat diminimalisir dengan melakukan manajemen bencana.
Manajemen bencana merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengendalikan bencana dan keadaan darurat, sekaligus memberikan kerangka kerja untuk menolong masyarakat dalam keadaan beresiko tinggi agar dapat menghindari ataupun pulih dari dampak bencana (Kurniyanti, 2012). Manajemen bencana sendiri meliputi upaya mitigasi, tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi yang dimana dari keempat tahapan tersebut memiliki urgensinya masing-masing (Purnama, 2017). Bagaimana tiap-tiap tugas dan kontribusi dari banyak instansi harus dilakukan secara efisien dan efektif. Diantara banyaknya upaya-upaya yang harus dilakukan
4
dalam keempat tahapan tersebut, kesehatan menjadi salah satu point penting bagaimana ketahanan terhadap bencana dapat dibangun untuk menekan kerentanan yang ada pada masyarakat.
Disamping itu, peneliti-peneliti terdahulu banyak berfokus pada konteks bencana, terutama dampak bencana yang segera ditimbulkan. Disisi lain banyak temuan-temuan yang menunjukan bahwa bencana memiliki dampak jangka panjang yang erat kaitannya dengan kesejahteraan manusia dimasa mendatang. Yang dimana dari aspek pendidikan, ekonomi, mental, sosial, dan budaya, aspek kesehatan menjadi hal yang tidak kalah penting dibanding aspek lainnya (Bank and Nations, 2012).
Dahsyatnya sebuah bencana yang dapat terjadi apapun itu bentuknya, akan berdampak besar terhadap kehidupan dan penghidupan manusia. Terganggunya kehidupan manusia saat bencana yang berdampak kepada kesehatan dapat dikaji melalui konsep dan teori Hendrik L Bloom tentang derajat kesehatan masyarakat. Dalam teorinya, Hendrik L Bloom menerangkan bahwa terdapat 4 faktor penentu derajat kesehatan masyarakat diantaranya, faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik (Irwan, 2017).
Kondisi bencana alam selalu menimbulkan masalah lingkungan, hancurnya ekosistem yang menjadi abnormal menyebabkan penyakit mudah berkembang serta masyarakat disekitar menjadi lebih rentan terserang penyakit. Hancurnya sarana prasarana penunjang kegiatan manusia seperti kamar mandi, tempat pemenuhan kebutuhan air, dan sarana
5
penunjang higien sanitasi lainnya, juga berpengaruh besar terhadap kesehatan masyarakat. Minimnya sarana dan prasarana ini juga menjadi faktor penekan derajat kesehatan semakin rendah, karena kurangnya kesadaran dan perilaku masyarakat terkait higien dan sanitasi (Suryani, 2017). Dilain sisi masyarakat penyintas bencana alam akan lebih mengutamakan hal-hal terkait sandang dan pangan mereka seperti tempat berteduh dan sumber air juga makanan. Sehingga fokus masyarakat untuk menjaga perilaku hidup bersih dan sehat sulit untuk menjadi prioritas.
Menurut teori Bloom, faktor ketiga terbesar penentu derajat kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan. Termasuk dalam kondisi bencana, pelayanan kesehatan menjadi faktor yang sangat berperan penting untuk menjaga derajat kesehatan masyarakat untuk tidak semakin menurun.
Pelayanan kesehatan sangat berperan penting guna menjalankan 4 pokok kegiatan pelayanan kesehatan, yaitu promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Namun, besarnya faktor pelayanan kesehatan untuk dapat menjaga kestabilan derajat kesehatan masyarakat disituasi darurat bencana juga sangat dipengaruhi oleh faktor tersedia dan terjangkaunya fasilitas pelayanan kesehatan atau tidak (Irwan, 2017).
Pentingnya ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan dalam menunjang mitigasi, tanggap darurat, rehabilitasi, rekonstruksi bencana sangatlah diperlukan. Apakah selama ini masyarakat yang tinggal didaerah rawan bencana maupun terdampak bencana, telah tercakupi kebutuhan pelayanan kesehatannya atau belum. Pentingnya mengetahui ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan
6
sangat diperlukan. Agar upaya dan proses manajemen bencana dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat berjalan beriringan dalam setiap tahap pada siklus bencana, yaitu mitigasi, tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Oleh sebab itu, disini peneliti merasa penting dan ingin mengkaji lebih dalam mengenai ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan pada wilayah rawan dan terdampak bencana, terutama bencana erupsi gunung berapi Semeru.
B. Rumusan Masalah
Kabupaten Lumajang merupakan satu dari sekian banyak kabupaten di Indonesia yang memiliki indeks kejadian risiko bencana berkategori sedang (BNPB, 2022). Hal ini didukung dengan adanya ancaman bencana dari faktor alam berupa gunung berapi. Gunung Semeru merupakan gunung berapi yang sebagian wilayahnya masuk kedalam wilayah administrasi Kabupaten Lumajang (BNPB, 2021). Jika kita melihat peta Kawasan Rawan Bencana yang direalease oleh Badan Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi, wilayah Kabupaten Lumajang merupakan wilayah yang sebagian besar wilayahnya menjadi tempat aliran baik lahar, lava, maupun awan panas dari hasil erupsi gunung Semeru. Namun, dibeberapa kawasan rawan bencana masih terdapat pemukiman yang lokasinya sangat mengkhawatirkan apabila terjadi kejadian bencana. Perlunya manajemen bencana yang meliputi tahap mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, hingga pemulihan dari segi pelayanan kesehatan sangat diperlukan. Upaya menjaga derajat kesehatan masyarakat didaerah rawan dan terdampak bencana harus dilakukan, karena kondisi lingkungan yang membentuk
7
masyarakat tidak dapat terlepas dari proses berkehidupan dan berpenghidupan masyarakat dikaki gunung berapi. Sehingga perlu diketahui ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan didaerah rawan dan terdampak bencana gunung berapi Semeru sebagai wujud menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran wilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru?
2. Bagaimana gambaran spasial sebaran fasilitas pelayanan kesehatan diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru?
3. Bagaimana gambaran spasial pola sebaran fasilitas pelayanan kesehatan diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru?
4. Bagaimana jangkauan wilayah fasilitas pelayanan kesehatan terhadap pemukiman diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru?
5. Bagaimana jangkauan wilayah fasilitas pelayanan kesehatan terhadap pos pengungsian diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan UmumTujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan gambaran spasial ketersediaan dan keterjangkauan
8
fasilitas pelayanan kesehatan diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru.
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran wilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru?
2. Mengetahui gambaran spasial sebaran fasilitas pelayanan kesehatan diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru?
3. Mengetahui gambaran spasial pola sebaran fasilitas pelayanan kesehatan diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru?
4. Mengetahui jangkauan wilayah fasilitas pelayanan kesehatan terhadap pemukiman diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru?
5. Mengetahui jangkauan wilayah fasilitas pelayanan kesehatan terhadap pos pengungsian diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru?
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi ilmu baru untuk digunakan sebagai bahan belajar mengajar agar terciptanya penelitian yang lebih baik dibidang yang sama.
9
2. Bagi Pemerintah Kabupaten Lumajang
Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan serta bahan pertimbangan untuk pemerintah daerah setempat dalam membuat sebuah sistem pelayanan kesehatan yang lebih baik lagi.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya agar lebih memperluas cakrawala ilmu pengetahuan.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Peneliatian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan gambaran spasial ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan diwilayah rawan dan terdampak bencana erupsi gunung berapi Semeru. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi dengan pendekatan spasial berbasis software sistem informasi geografi. Peneliti disini mencoba mengukur keterpaparan pada unit analisis yang telah ditentukan, dimana unit analisisnya adalah populasi (Ridwan Amiruddin, A.Arsunan Arsin and Ida Leida maria, 2011), yaitu 7 Kecamatan di Kabupaten Lumajang yang wilayahnya masuk kedalam peta kawasan rawan bencana gunung berapi Semeru. Wilayah tersebut adalah Kecamatan Candipuro, Lumajang, Pasirian, Pronojiwo, Senduro, Tempeh, dan Tempursari. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang berasal dari beberapa instansi resmi pemerintah diantaranya dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Lumajang, Badan Informasi Geospasial,
10
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi, juga memanfaatkan data dari platform partisipatif (openstreetmaps) yang sifatnya bebas untuk digunakan (open source).
Untuk waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama bulan Mei 2022.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Bencana
Dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa “Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbul nya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Saputra, Alfaritdzi and Kriswibowo, 2020). Menurut terminologi United Nations International Strategy for Disaster Reduction (2010), bencana diartikan sebagai gangguan yang bersifat serius terhadap keberlangsungan suatu masyarakat atau komunitas tertentu sehingga berdampak luas dan menimbulkan kerugian, baik berupa kerugian materi, ekonomi, maupun lingkungan. Gangguan tersebut tidak mampu ditangani oleh masyarakat atau komunitas dengan segala sumber daya yang mereka miliki sendiri (Prakoso, Widana and Subiyanto, 2021). Definisi lain dari bencana di ungkapkan oleh Asian Disaster Reduction Centre (ADRRN, 2010), bencana ialah suatu gangguan serius terhadap masyarakat yang menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan oleh masyarakah, berbagai material dan lingkungan (alam) di mana dampak yang ditimbulkan melebihi kemampuan manusia untuk mengatasinya. Sedangkan menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang disebabkan oleh alam maupun ulah manusia dan tidak biasa terjadi yang termasuk imbas dari
12
kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, individu maupun lingkungan untuk memberikan antusiasme yang bersifat luas (Adiyoso, 2018).
1. Konsep Umum Bencana
Sebuah dapat diukur tingkat risikonyadengan memperhatikan potensi dampak negatif yang di akibat suatu bencana. Potensi dampak negatif yang timbul dari suatu bencana dihitung berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas kawasan yang terdampak. Potensi dampak negatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa yang terpapar, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan (BNPB, 2022). Kajian risiko bencana dapat dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut :
𝑅𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝐵𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 = 𝐀𝐧𝐜𝐚𝐦𝐚𝐧 𝐱 𝐊𝐞𝐫𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐚𝐧 𝐊𝐚𝐩𝐚𝐬𝐢𝐭𝐚𝐬
a) Ancaman (Hazard)
Suatu kejadian gejala alam atau kegiatan manuasia yang berpotensi menimbulkan kematian, luka – luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial ekonomi atau kerusakan lingkungan.
b) Kerentanan
Suatu kondisi yang di tentukan oleh faktor – faktor atau proses fisik,sosial ekonomi dan lingkungan hidup yang meningkatkan kerawanan suatu komunitas terhadap dampak bencana alam.
13 c) Kapasitas
Penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat di suatu wilayah, yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri, mencegah, dan menanggulangi, meredam, serta dengan cepat memulihkan diri dari dampak bencana.
d) Risiko
Segala kerugian maupun potensi yang di timbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang dapat berupa hilangnya nyawa, luka, sakit, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan dalam kegiatan bermasyarakat.
2. Klasifikasi Bencana a) Bencana Alam
Bencana alam adalah bencana yang terjadi karena fenomena alam. Berikut adalah contoh bencana alam antara lain, berupa gempa bumi karena faktor alam, letusan gunung berapi, angin topan, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan atau lahan karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemi, wabah, kejadian luar biasa, dan jatuhnya meteorit atau benda asing dari luar angkasa.
b) Bencana Non Alam
Bencana nonalam adalah bencana yang terjadi di karenakan faktor manusia antara lain kebakaran hutan atau lahan yang
14
disebabkan oleh manusia, kecelakan transportasi, kegagalan konstruksi atau teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungandan kegiatan keantariksaan.
c) Bencana Sosial
Bencana yang diakibatkan oleh serangkaian peritiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan terror.
3. Manajemen Bencana
UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai
“peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”.
Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga aspek dasar yaitu, terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard); peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan fungsi dari masyarakat; ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat untuk mengatasi dengan sumber daya mereka.
a) Konsep Bencana
Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard)
15
dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Bila terjadi hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu, sementara bila kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi bencana. Suatu bencana dapat dirumuskan sebagai berikut (Arsyad, 2017):
Bencana = Bahaya x Kerentanan
Bencana (Disasters) adalah kerusakan yang serius akibat fenomena alam luar biasa dan/atau disebabkan oleh ulah manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerugian material dan kerusakan lingkungan yang dampaknya melampaui kemampuan masyarakat setempat untuk mengatasinya dan membutuhkan bantuan dari luar. Disaster terdiri dari 2(dua) komponen yaitu Hazard dan Vulnerability. Bahaya (Hazards) adalah suatu keadaan yang dapat membahayakan kondisi masyarakat; kerentanan (Vulnerability) adalah keadaan atau kondisi yang dapat mengurangi kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya atau ancaman bencana. Sedangkan, risiko (Kerentanan) adalah kemungkinan dampak yang merugikan yang diakibatkan oleh hazard dan/atau vulnerability.
4. Model Manajemen Bencana
Bencana adalah hasil dari munculnya kejadian luar biasa (hazard) pada komunitas yang rentan (vulnerable) sehingga masyarakat tidak dapat
16
mengatasi berbagai implikasi dari kejadian luar biasa tersebut. Manajemen bencana pada dasarnya berupaya untuk menghindarkan masyarakat dari bencana baik dengan mengurangi kemungkinan munculnya hazard maupun mengatasi kerentanan. Terdapat lima model manajemen bencana yaitu (Purnama, 2018):
a) Disaster management continuum model
Model ini mungkin merupakan model yang paling popular karena terdiri dari tahap-tahap yang jelas sehingga lebih mudah diimplementasikan. Tahap-tahap manajemen bencana di dalam model ini meliputi emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning. b) Pre-during-post disaster model.
Model manajemen bencana ini membagi tahap kegiatan di sekitar bencana. Terdapat kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan sebelum bencana, selama bencana terjadi, dan setelah bencana.
Model ini seringkali digabungkan dengan disaster management continuum model.
c) Contract-expand model.
Model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-tahap yang ada pada manajemen bencana (emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning) semestinya tetap dilaksanakan pada daerah yang rawan bencana.
Perbedaan pada kondisi bencana dan tidak bencana adalah pada
17
saat bencana tahap tertentu lebih dikembangkan (emergency dan relief) sementara tahap yang lain seperti rehabilitation, reconstruction, dan mitigation kurang ditekankan.
d) The crunch and release model.
Manajemen bencana ini menekankan upaya mengurangi kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat tidak rentan maka bencana akan juga kecil kemungkinannya terjadi meski hazard tetap terjadi.
e) Disaster risk reduction framework.
Model ini menekankan upaya manajemen bencana pada identifikasi risiko bencana baik dalam bentuk kerentanan maupun hazard dan mengembangkan kapasitas untuk mengurangi risiko tersebut.
5. Siklus Bencana
Terkait dengan manajemen penanggulangan bencana, maka UU No. 24 tahun 2007 menyatakan “Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi”. Rumusan penanggulangan bencana dari UU tersebut mengandung dua pengertian dasar yaitu, Penanggulangan bencana sebagai sebuah rangkaian atau siklus, dan Penanggulangan bencana dimulai dari penetapan kebijakan
18
pembangunan yang didasari risiko bencana dan diikuti tahap kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam UU No. 24 tahun 2007 secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:
a) Tanggap Darurat Bencana
Serangkaian tindakan yang diambil secara cepat menyusul terjadinya suatu peristiwa bencana, termasuk penilaian kerusakan, kebutuhan (damage and needs assessment), penyaluran bantuan darurat, upaya pertolongan, dan pembersihan lokasi bencana b) Rehabilitasi
Serangkaian kegiatan yang dapat membantu korban bencana untuk kembali pada kehidupan normal yang kemudian diintegrasikan kembali pada fungsi-fungsi yang ada di dalam masyarakat. Termasuk didalamnya adalah penanganan korban bencana yang mengalami trauma psikologis. Misalnya : renovasi atau perbaikan sarana-sarana umum, perumahan dan tempat penampungan sampai dengan penyediaan lapangan kegiatan untuk memulai hidup baru
c) Rekonstruksi
Serangkaian kegiatan untuk mengembalikan situasi seperti sebelum terjadinya bencana, termasuk pembangunan infrastruktur, menghidupkan akses sumber-sumber ekonomi, perbaikan
19
lingkungan, pemberdayaan masyarakat; Berorientasi pada pembangunan.
d) Prevensi
Serangkaian kegiatan yang direkayasa untuk menyediakan sarana yang dapat memberikan perlindungan permanen terhadap dampak peristiwa alam, yaitu rekayasa teknologi dalam pembangunan fisik;
Upaya memberlakukan ketentuan-ketentuan -Regulasi- yang memberikan jaminan perlindungan terhadap lingkungan hidup, pembebasan lokasi rawan bencana dari pemukiman penduduk; Pembangunan saluran pembuangan lahar;
Pembangunan kanal pengendali banjir; Relokasi penduduk;
Kesiapsiagaan Bencana.
Upaya-upaya yang memungkinkan masyarakat (individu, kelompok, organisasi) dapat mengatasi bahaya peristiwa alam, melalui pembentukan struktur dan mekanisme tanggap darurat yang sistematis. Tujuan : untuk meminimalkan korban jiwa dan kerusakan sarana-sarana pelayanan umum. Kesiapsiagaan Bencana meliputi : upaya mengurangi tingkat resiko, formulasi Rencana Darurat Bencana (Disasters Plan), pengelolaan sumber-sumber daya masyarakat, pelatihan warga di lokasi rawan bencana
20 e) Mitigasi
Serangkaian tindakan yang dilakukan sejak dari awal untuk menghadapi suatu peristiwa alam dengan mengurangi atau meminimalkan dampak peristiwa alam tersebut terhadap kelangsungan hidup manusia dan lingkungan hidupnya (struktural); Upaya penyadaran masyarakat terhadap potensi dan kerawanan (hazard) lingkungan dimana mereka berada, sehingga mereka dapat mengelola upaya kesiapsiagaan terhadap bencana.
f) Sistem Peringatan Dini
Informasi-informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang kapan suatu bahaya peristiwa alam dapat diidentifikasi dan penilaian tentang kemungkinan dampaknya pada suatu wilayah tertentu.
6. Kebijakan Manajemen Bencana
Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan manajemen bencana mengalami beberapa perubahan kecenderungan seperti dapat dilihat dalam tabel. Beberapa kecenderungan yang perlu diperhatikan adalah:
21
a) Konteks politik yang semakin mendorong kebijakan manajemen bencana menjadi tanggung jawab legal.
b) Penekanan yang semakin besar pada peningkatan ketahanan masyarakat atau pengurangan kerentanan.
c) Solusi manajemen bencana ditekankan pada pengorganisasian masyarakat dan proses pembangunan.
Dalam penetapan sebuah kebijakan manajemen bencana, proses yang pada umumnya terjadi terdiri dari beberapa tahap, yaitu penetapan agenda, pengambilan keputusan, formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Di dalam kasus Indonesia, Pemerintah Pusat saat ini berada pada tahap formulasi kebijakan (proses penyusunan beberapa Peraturan Pemerintah sedang berlangsung) dan implementasi kebijakan (BNPB telah dibentuk dan sedang mendorong proses pembentukan BPBD di daerah). Sementara Pemerintah Daerah sedang berada pada tahap penetapan agenda dan pengambilan keputusan.
Beberapa daerah yang mengalami bencana besar sudah melangkah lebih jauh pada tahap formulasi kebijakan dan implementasi kebijakan.
Kebijakan manajemen bencana yang ideal selain harus dikembangkan melalui proses yang benar, juga perlu secara jelas menetapkan hal-hal sebagai berikut:
22
a) Pembagian tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
b) Alokasi sumberdaya yang tepat antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta antara berbagai fungsi yang terkait.
c) Perubahan peraturan dan kelembagaan yang jelas dan tegas.
d) Mekanisme kerja dan pengaturan antara berbagai portofolio lembaga yang terkait dengan bencana.
Sistem kelembagaan penanggulangan bencana yang dikembangkan di Indonesia dan menjadi salah satu fokus studi bersifat kontekstual. Di daerah terdapat beberapa lembaga dan mekanisme yang sebelumnya sudah ada dan berjalan. Kebijakan kelembagaan yang didesain dari Pemerintah Pusat akan berinteraksi dengan lembaga dan mekanisme yang ada serta secara khusus dengan orang-orang yang selama ini terlibat di dalam kegiatan penanggulangan bencana.
7. Permasalahan Kesehatan Berkaitan dengan Bencana
Menurut Kementerian Kesehatan (2006) menajabarkan tentang Masalah kesehatan pada korban bencana dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu sebagai akibat langsung dan tidak langsung. Akibat langsung merupakan dampak primer yang dialami korban di daerah bencana pada saat bencana terjadi. Kasus – kasus yang sering terjadi antara lain :
a) Trauma
Trauma terjadi akibat terkena langusng benda-benda keras/tajam atau tumpul, diantaranya luka robek, luka tusuk, luka
23
sayat, dan fraktur. Pada umumnya kasus trauma perlu penangananbaik ringan maupun berat (lanjut). Kasus – kasus trauma banyak terjadi pada korban bencana seperti : gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, angin puyuh, kerusuhan, kecelakaan transportasi, kecelakaan industri, kerusuhan, tindakan teror bom, dan lain – lain.
b) Gangguan Pernapasan
Gangguan pernapasan terjadi akibat trauma pada jalan napas, misalnya masuknya partikel debu, cairan dan gas beracun pada saluran pernapasan. Kasus-kasus gangguan pernapasan banyak terjadi pada korban bencana seperti : tsunami, gunung meletu, kebakaran, kecelakaan, industri, dan lain - lain
c) Luka Bakar
Luka bakar terjadi akibat terkana langsung benda panas/api/bahan kimia. Kasus-kasus luka bakar banyak terjadi pada korban bencana seperti : kebakaran, gunung meletus, kecelakaan industri, kerusuhan, tindakan teror bom, dan lain-lain.
d) Keluhan psikologik dan gangguan psikiatrik (stres pasca trauma) Stres pasca trauma adalah keluhan yang berhubungan dengan pengalaman selama bencana terjadi. Kasus ini sering ditemui hampir di setiap kejadian bencana.
24 e) Korban meninggal
Disaster Victim Identification (DVI) semakin dirasakan perlu untuk mengidentifikasi korban meninggal pasca bencana baik untuk kepentingan kesehatan maupun untuk kepentingan penyelidikan. Untuk kecepatan dan ketetapan pertolongan maka setiap korban bencana perlu diklasifikan sebagai berikut :
Kasus gawat darurat
Kasus gawat tidak darurat
Kasus tidak gawat tidak darurat (non gawat darurat)
Kasus mati
8. Dampak sekunder yang berkaitan dengan bencana
Akibat tak langsung merupakan dampak sekunder yang dialami korban bencana pada saat terjadinya pengungsian. Kurangnya sarana pembuangan kotoran, kebersihan lingkungan yang buruk(sampah dan limbah cair) sehingga kepadatan vektor (lalat) menjadi tinggi, sanitasi makanan di dapur umum yang tidak higienis, kepenuhsesakan (overcrowded). Penyakit menular yang seing timbul di pengungsian akibat faktor risiko diatas antara lain: diare, thyhoid, ISPA/pneumonia, campak, malaria, DBD dan penyakit kulit.
Kasus penyakit sebagai akibat kurangnya sumber air bersih dan kesehatan lingkungan yang buruk. Kasus-kasus yang sering terjadi anatara lain : diare, ISPA, malaria, campak, penyakit kulit, tetanus, TBC, cacar, hepatitis, cacingan, typhoid dan lain-lain.
25
Masalah kesehatan reproduksi yang sering terjadi seperti gangguan selama kehamilan dan persalinan, terjadinya kehamilan yang tidak diharapkan, menyebarnya infeksi menular seksual (IMS), kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan sebaganya.
Berbagai bentuk keluhan psikologik dan gangguan psikiatrik yang berhubungan dengan pengalaman yang dialami selama bencana terjadi seperti : sters pasca trauma, depresi, anxietas dan lain-lain.
9. Masalah Pada Sumber Daya Manusia dan Fasilitas Kesehatan
Kementerian Kesehatan (2006) menjabarkan permasalah sumber daya manusia kesehatan atau petugas kesehatan yang tengah menghadapi penanggulangan krisis akibat bencana di Indonesia, antara lain :
Informasi yang terlalu minim mengenai peta kekuatan sumber daya manusia kesehatan di daerah yang terakait dengan bencana
Belum semua tenaga setampat termasuk puskesmas mampu laksana dalam penanggulangan bencana
Masih sedikitnya peraturan yang mengatur penempatan sumber daya manusia kesehatan di daerah rawan bencana
Distribusi sumber daya manusia kesehatan masih belum mengacu pada kerawanan suatu wilayah terhadap bencana
Kurangnya minat sumber daya manusia kesehatan untuk bertugas di daerah bencana atau konflik karena tidak adanya jaminan keselamatan dan keamanan
26
Belum semua daerah mempunyai Tim Reaksi Cepat penanguulangan krisis akibar bencana
Masih adanya daerah yang belum pernah menyelenggarakan pelatihan-pelatihan dalam penanggulangan krisis akibat bencana
Masih adanya daerah yang belum pernah menyelenggarakan gladi penanggulangan krisis akibat bencana
B. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
1. Pusat Kesehatan Masyarakata) Pengertian
Pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Yandrizal, 2019).
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 43 Tahun 2019 pasal 1 ayat 2 Puskesmas fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,
27
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya.
b) Kegiatan Pokok Puskesmas
Berdasarkan Rapat kerja Nasional ke-3 tahun 1970, Puskesmas mempunyai kegiatan pokok, di antaranya adalah upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan upaya pengobatan. Berkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, puskesmas juga berkembangan menjadi 18 pokok kegiatan. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari 6 kegiatan pokok ditambah dengan upaya-upaya:
kesehatan sekolah, kesehatan olah raga, perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan kerja, kesehatan gigi dan mulut, kesehatan jiwa, kesehatan mata, kesehatan usia lanjut dan upaya pembinaan pengobatan tradisional (Kamalia, 2022).
c) Kategori Puskesmas
Menurut UU No. 43 Tahun 2019, puskesmas dapat dikategorikan berdasarkan:
1. Wilayah kerja: kawasan perkotaan, kawasan pedesaan, kawasan terpencil dan kawasan sangat terpencil.
2. Kemampuan pelayanan: non rawat inap dan rawat inap
28 d) Puskesmas Pembantu
Menurut undang-undang no.43 tahun 2019 tentang pusat pelayanan Kesehatan masyarakat, Puskesmas Pembantu adalah jaringan pelayanan Puskesmas yang memberikan pelayanan Kesehatan secara permanen di suatu lokasi dalam wilayah kerja Puskesmas . Puskesmas Pembantu merupakan bagian integrasi Puskesmas , yang harus dibina secara berkala oleh Puskesmas . Tujuan Puskesmas Pembantu adalah untuk meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan Kesehatan bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas . Fungsi Puskesmas Pembantu sendiri adalah untuk menunjang dan membantu kegiatan yang dilakukan Puskesmas diwilayah kerjanya.
Puskesmas Pembantu didirikan dengan perbandingan 1 Puskesmas Pembantu untuk melayani 2 sampai 3 desa/kelurahan.
Dalam kondisi tertentu, berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk, aksesibilitas dan ketersediaan sumber daya dapat didirikan Puskesmas Pembantu pada setiap desa/kelurahan. Kondisi tertentu ditetapkan oleh dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota. Puskesmas Pembantu sendiri memiliki peran, diantaranya :
1. Meningkatkan akses dan jangkauan pelayanan dasar diwlayah kerja Puskesmas ,
2. Mendukung pelaksanaan pelayanan Kesehatan terutama UKM,
29
3. Mendukung pelaksanaan kegiatan posyandu, imunisasi, KIA-KB, penyuluhan Kesehatan, surveilans, pemberdayaan masyarakat, dan lain-lain. Dalam hal ini dibutuhkan pelayanan persalinan normal di Puskesmas Pembantu, harus terpenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan Kesehatan dan ketenagaan sesuai standar pelayanan persalinan,
4. Mendukung pelayanan rujukan,
5. Mendukung pelayanan promotive dan preventif,
6. Penanggung jawab Puskesmas Pembantu adalah seorang tenaga Kesehatan, yang ditetapkan oleh kepala dinas Kesehatan atas usulan kepala Puskesmas ,
7. Tenaga minimal di Puskesmas Pembantu terdiri dari 1 orang perawat, dan 1 bidan,
8. Pendirian Puskesmas Pembantu harus memenuhi persyaratanlokasi, bangunan, prasarana, peralatan Kesehatan, ketenagaan, dan
9. Bangunan, prasarana dan peralatan Kesehatan di Puskesmas Pembantu harus dilakukanpemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala agar tetap laik fungsi
30
C. Sistem Informasi Geografi
1. PengertianSistem Informasi Geografi (SIG) adalah sebuah sistem yang didesain untuk menangkap, menyimpan, memanipulasi, menganalisa, mengatur dan menampilkan seluruh jenis data geografis. Adapun pengertian SIG menurut beberapa ahli yaitu:
a) US Fedefal Interagency Coordinating Committee, 1988
Sebuah sistem perangkat keras komputer, perangkat lunak dan prosedur yang dirancang untuk mendukung pengambilan, manajemen, manipulasi, analisis, pemodelan dan penyajian data yang direferensikan secara spasial untuk memecahkan masalah perencanaan dan manajemen yang kompleks.
b) Aronoff, 1989
Segala jenis prosedur manual maupun berbasis komputer untuk menyimpan dan memanipulasi bereferensi geografis.
c) Rhind, 1989
Sebuah sistem komputer yang dapat menyimpan data uang mendeskripsikan tempat pada permukaan bumi.
d) Environmental System Research Institute (ESRI), 1997
Sebuah sistem yang dapat mengintegrasikan perangkat keras, perangkat lunak dan data untuk menangkap, mengelola, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang direferensikan secara geografis.
31 e) Ekadinata, dkk, 2008
Sebuah sistem atau teknologi berbasis komputer yang dibangun dengan tujuan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola dan menganalisis serta menyajikan data dan informasi dari suatu objek atau fenomena yang berkaitan dengan letak atau keberadaannya di permukaan bumi.
2. Komponen SIG
Secara umum komponen yang bekerja secara terintegrasi pada SIG yaitu perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), data dan manajemen yang dapat diuraikan sebagai berikut(Harahap, 2022):
1. Perangkat Keras (Hardware)
Perangkat keras SIG mempunyai kemampuan untuk menyajikan citra dengan resolusi dan kecepatan yang tinggi serta mendukung operasi basis data dengan volume data yang besar secara cepat, Peralatan yang diperlukan untuk menunjang pembangunan SIG seperti seperangkat komputer yang terdiri dari:
a) Central Processing Unit (CPU) merupakanpusat proses data yang terhubung dengan media penyimpanan dengan ruang yang cukup besar dengan sejumlah perangkat lainnya.
b) Disk Drive berfungsi untuk menyediakan tempat dalam membantu jalannya penginputan, membaca, proses dan penyimpanan data.
32
c) Plotter/Printer digunakan untuk mencetak hasil dari data yang telah diolah.
d) Tape Drive digunakan untuk menyimpan data/program kedalam pita magnetik atau untuk berkomunikasi dengan sistem lainnya.
e) Visual Data Unit (VDU) digunakan untuk memudahkan user untuk mengontrol komputer dan perangkat-perangkat lainnya.
2. Perangkat Lunak (Software)
Perangkat lunak digunakan untuk melakukan proses penyimpanan, menganalisa, memvisualkan data-data baik data spasial maupun non spasial. Perangkat lunak yang harus terdapat dalam kompinen SIG adalah:
a) Alat untuk memasukkan dan memanipulasi data SIG.
b) Data Base Management System (DBMS) c) Alat untuk menganalisis data-data,
d) Alat untuk menampilkan data dan hasil analisa.
3. Data
Pada prinsipnya terdapat dua jenis data untuk mendukung SIG, yaitu:
a) Data Spasial, merupakan gambaran nyata suatu wilayah yang terdapat di permukaan bumi. Umumnya direpresentasikan berupa grafik, peta, gambar dengan format digital dan
33
disimpan dalam bentuk koordinat x, y (vektor) atau dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu.
b) Data Non-Spasial (Atribut), merupakan data yang berbentuk tabel di mana tabel tersebut berisi informasi-informasi yang dimiliki oleh obyek dalam data spasial. Data tersebut berbentuk data tabular yang saling terintegrasi dengan data spasial yang ada.
4. Manajemen
Suatu proyek SIG akan berhasil jika di-manage dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkatan.
5. Manusia
Entitas sumber daya manusia yang akan mengoperasikan sistem informasi geografis.
3. Format Data SIG
Data SIG pada dasarnya dapat direpresentasikan menjadi dua format, yaitu vektor dan raster. keduanya memiliki karakteristik yang berbeda selain itu dalam pemanfaatannya tergantung dari masukan data dan hasil akhir yang dihasilkan.
a) Data Vektor
Model data vektor merupakan model data yang paling banyak digunakan. Model ini berbasiskan pada titik (point), garis (line) dan poligon.
34
1) Titik (point), merupakan fitur spasial yang tidak memiliki panjang ataupun luas karena hanya memiliki sepasang koordinat x dan y. Dapat mewakili objek di permukaan bumi seperti lokasi stasiun pemancar, lokasi masjid dan lain-lain.
2) Garis (garis), merupakan fitur spasial yang hanya memiliki satuan panjang. dapat mewakili objek di permukaan bumi seperti sungai, jalan, jalur kereta api dan lain-lain.
3) Poligon, merupakan fitur spasial yang memiliki dimensi luas. dapat mewakili objek di permukaan bumi seperti DAS, wilayah administrasi, jenis penggunaan lahan, kelas kelerengan dan lain-lain.
Data vektor memiliki kelebihan dalam hal estetika dalam pembuatan peta dan lebih mudah dalam pengeditannya. Namun kelemahannya adalah lambatnya dalam komputasi data jika melakukan analisis overlay yang membutuhkan banyak data dan bankan bisa menyebabkan sistem terganggu, seperti tidak merespon/hang jika komputernya tidak mampu. Beberapa format SIG dalam bentuk vektor adalah ArcView Shapefile (SHP), MapInfo TAB, ArcInvo Coverage (.e00) dan lain-lain.(Putra, 2021)
b) Data Raster
Data Raster atau disebut juga dengan sel grid adalah data yang dihasilkan dari sistem Pengindraan Jauh. Pada data raster
35
objek geografis di representasikan sebagai struktur sel grid yang disebut dengan pixel (picture element). Pada data rasrer, resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran pikselnya. Dengan kata
;lain, resolusi piksel menggambarkan ukuran sebenarnya di permukaan bumi yang diwakili oleh setiap piksel pada citra.
semakin kecil ukuran permukaan bumi yang direpresentasikan oleh satu sel, semakin tinggi resolusinya. (Edy Irwansyah, 2013)
Data raster yang mana diwakili oleh grid/cell/pixel adalah resolusi terkecil dari format data raster yang memiliki luasan nilai tertentu. Luasan dalam setiap unit grid/cell/picel akan menentukan besar kecilnya resolusi spasial suatu data. Sementara nilai grid/cell/pixel akan menentukan karateristik data itu sendiri karena tiap piksel memiliki nilai tertentu. (Erwin Hardika Putra, 2021)
Data raster memiliki kelebihan dalam hal kecepatan komputasi data, dapat melakukan analisis geostatistik secara mudah, dapat mewakili yang memiliki karateristik kontinu (seperti permukaan bumi, analisis curah hujan, analisis banjir dan lain- lain(. Adapun kelemahannya adalah kurang indah/estetis jika dicetak dalam peta (tidak halus) dan membutuhkan kapasitas yang besar (namun hal ini tergantung dari resolusi yang digunakan karena semakin tinggi resolusi maka akan semakin besar jumlah datanya.
36 4. Proses-proses SIG
Proses SIG dapat diuraikan sebagai berikut (Harahap, 2022):
a) Masukan Data (Input)
Fasilitas dalam SIG yang dapat disunakan untuk memasukkan data. Data masukan dalam SIG biasanya terdiri dari sua macam, yaitu data grafis (spasial) dan data atribut (tabuler).
Data tersebut saling terkait dan disimpan dalam bentuk penyimpanan digital yang berupa pita magnetik, hard disk atau disket. Kumpulan dari data tersebut disebut basis data. Pemasukan data dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1) Scanning
Merupakan cara pemasukan data dengan cara mengubah data grafis kontinu menjadi data diskret yang terdiri atas sel-sel penyusunan gambar (piksel)
2) Digitasi
Merupakan cara pemasukan data dengan melalui proses pengubahan data grafis analig menjadi data grafis digital.
3) Tabulasi
Pemasukan data dapat berupa data grafis maupun data yang bersifat atribut yang disusun dalam bentuk tabel.
37
b) Manajemen dan Pengelolaan Data
Manajemen data adalah suatu subsistem dalam SIG yang berfungsi untuk mengorganisasi data keruangan, mengambil dan memperbaiki data dasar dengan cara menambah, mengurangi atau memperbaiki.
c) Manipulasi dan Analisis Data
Dalam manipulasi dan analisis data dilakukan penyajian peran data, pengelompokkan dan pemisahan, estimasi parameter dan hambatan dan fungsi pemodelan. Dara yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk informasi agar dapat digunakan oleh pengguna.
d) Keluaran (Output)
Keluaran berfungsi untuk menayangkan informasi maupun hasil analisis data secara kuantitatif maupun kualitatif. Keluaran ini dapat berupa peta cetak warna, peta digital maupun data tabuler.
5. Tujuan dan Manfaat SIG
Tujuan pokok dari pemanfaatan SIG adalah untuk mempermudah mendapatkan informasi yang telah diolah dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau objek. Ciri utama data yang bisa dimanfaatkan dalam SIG adalah data yang telah terikat dengan lokasi dan merupakan data dasar yang belum dispesifikasikan (Dulbahri, 1993).
38
Adapun manfaat dari SIG adalah sebagai berikut (Harahap, 2022):
a) Manajemen tata guna lahan, seperti membantu dalam membuat perencanaan setiap wilayah pemanfaatan lahan di kota yang dibagi menjadi daerah pemukinan, industri, perdagangan, perkantoran, fasilitas umum dan jalur hijau dan hasilnya bisa digunakan sebagai acuan dalam pembangunan utilitas-utilitas yang dibutuhkan.
b) Inventarisasi SDA, seperti mengetahui persebaran beberapa SDA (minyak bumi, batu bara, emas, dan lain-lain, mengetahui area hutan yang masih baik dan hutan yang telah rusan, rehabilitasi dan konservasi lahan dan lain-lain.
c) Pengawasan daerah bencana alam, seperti melihat luas daerah bencana alam, memprediksi jika terjadi bencana alam di masa mendatang, menyusun rencana-rencana pembangunan ulang daerah bencana dan lain-lain.
d) Bidang perencanaan kota dan wilayah.
e) Bidang manajemen sarana dan prasarana, seperti sistem jaringan air bersih, perencanaan dan perluasan jaringan listrik.
f) Bidang pariwisata, seperti inventarisasi pariwisata dan analisis potensi pariwisata suatu daerah.
g) Bidang sosial dan budaya, seperti mengetahui luas dan persebaran penduduk suatu daerah, pendataan dan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dan pembangunan pada suatu kawasan, kawasan industri, sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
39
Manfaat SIG sesuai bidang institusi di kesehatan (Alis, 2021) a) Layanan kesehatan
1) Untuk melakukan analisis spasial clustering penyakit (penetaan distribusi penyakit, pemetaan faktor risiko lingkungan, analisis temporal dan analisis risiko penyebaran penyakit menular).
2) Analisis bahaya lingkungan.
3) Menganalisis ekologi penyakit yang disebarkan olek vektor (pemetaan dan monitoring epidemiologi).
4) Pemetaan kebutuhan pelayananan kesehatan.
5) Menganalisis akses terhadap pelayanan kesehatan (pemetaan lokasi pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan).
b) Non layanan kesehatan
1) Sebagai alat untuk menganalisis morbiditas penyakit di suatu wilayah untuk kemungkinan intervensi.
2) Menganalisis utilisasi pelayanan kesehatan berdasarkan jumlah dan asal kunjungan pasien.
3) Menganalisis distribusi dan kesenjangan pelayanan kesehatan.
c) Industri kesehatan
1) Untuk keperluan pengembangan aplikasi dengan menambahkan fitur-fitur SIG dalam tampilan visual.
40
2) Untuk menggambarkan cakupan pengguna aplikasi sistem informasi serta analisis pasar pengguna aplikasi sistem informasi kesehatan.
6. ArcGIS
ArcGIS merupakan sebuah perangkat lunak Sistem Informasi Geografis yang terintegrasi dan lengkap. ArcGIS sendiri dikembangkan oleh ESRI (Environmental System Research Institute), yakni perusahaan yang sama yang mengembangkan perangkat lunak Arc/Info, ArcView, MapObject, ArcIMS, dll. Pada tahun 1997, ESRI memulai sebuah program ambisius untuk merekayasa kembali perangkat lunak GIS yang telah dibuatnya. Akhirnya pada bulan Desember 1999, perangkat lunak ArcGIS 8 dirilis. ArcGIS memiliki kemampuan layaknya seperti ArcInfo dan memiliki kemudahan penggunaan seperti layaknya pada ArcView. Dalam penerapannya ArcGIS mampu menangani berbagai operasi analisis spasial, manajemen data dan pemetaan. Hingga saat ini ArcGIS telah mencapai versi 10.8, dengan kemampuannya secara lengkap, berikut ekstensi-ekstensinya ArcGIS 3D Analyst, ArcGIS Spatial Analys, ArcGIS Geostatistical Analyst, ArcGIS Network Analyst, ArcGIS Publisher, ArcGIS Shcematics, ArcGIS Spatial Analyst dan ArcGIS Tracking Analyst.
a) Analisis Tetangga Terdekat (Nearest Neighbour Analyst)
Nearest Neighbour Analyst merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk menjelaskan pola persebaran dari titik-titik lokasi dengan mempertimbangkan jarak, index kedekatan, z-score,
41
dan p-value. Z-score dan p-value adalah ukuran signifikansi statistik yang menunjukkan distribusi data acak.(ESRI, 2013).
Menurut Peter Haggett Nearest Neighbour Analylis atau analisis tetangga terdekat merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk menjelaskan pola persebaran dari titik - titik lokasi tempat dengan menggunakan perhitungan yang mempertimbangkan, jarak, jumlah titik lokasi, dan luas wilayah, hasil akhir berupa perhitungan indeks memiliki rentangan antara 0 – 2,15. Parameter tetangga terdekat T (nearest neughbour statistic T) tersebut dapat ditunjukan dengan rangkaian kesatuan untuk mempermudah perbandingan antar pola titik. (Bintarto, 1978)
Terdapat tiga pola macam variasi persebaran dalam analisis tetangga terdekat, yaitu (Bintarto, 1978):
1) Clustred, pola persebaran mengelompok jika jarak antara lokasi satu dengan lokasi lainnya berdekatan dan cenderung mengelompok pada tempat-tempat tertentu, dengan nilai indeks 0 (nol), Pola sebaran mengelompok, jika nilai T = 0 atau nilai T mendekati nol.
2) Random, pola persebaran acak jika jarak antara lokasi satu dengan lokasi yang lainnya tidak ter