2165
Revolusi Sosial Theda Skocpol Suatu Kajian Metodelogi dan Historiografi Sejarah
Zulfan
Universitas Syiah Kuala Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis teori social dalam hubungan dengan metodelogi dan historiografi sejarah berdasarkan pendekatan Theda Skopel. Ada pun metode dalam penulisan ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, dengan teknik pengumpulan data kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Revolusi Prancis, Rusia dan Cina telah menghasilkan negara- negara yang lebih kuat, lebih birokrasi, lebih terpusat, dan memiliki kekuasaan yang lebih otonom didalam dan di luar negeri. Ketiga negara yang mempunyai karakteristik yang sama seperti sama-sama negara agraris, yang sama-sama menghadapi tekanan kekuatan luar negeri, dan sama-sama mengalami krisis militer, melahirkan bentuk-bentuk negara yang berbeda-beda. Rusia dan Cina melahirkan negara komunis, sedangkan Prancis menjadi negara kapitalis. Kasus-kasus yang terjadi di negara Prancis, Rusia, dan Cina tidak dapat secara umum diterapkan unruk menganalisis kasus-kasus lainnya, karena karakteristik yang ada pada masing-masing negara tidak sama persis. Faktor-faktor yang menimbulkan revolusi berbeda sesuai dengan kondisi historis dan kondisi internasional negara yang berangkutan. Di samping itu, pola-pola faktor penyebab dan produk revolusioner juga sangat dipengaruhi perubahan sejarah dunia dalam struktur fundamental dan dasar-dasar kekuasaan negara tersebut. Dalam kenyataanya, juga bentuk-bentuk revolusi selalu berubah dari waktu ke waktu karena perubahan historis dan perubahan struktur sosial, serta perubahan hubungan antar komponen- komponennya. Skocpel menggunakan konsep transformasi masyarakat dalam menerapkan konsep perubahan struktural Marxis dan membuat generalisasi tentang situasi yang menyebabkan tejadinya revolusi di tiga negara secara mengagumkan.
Menurutnya, situasi revolusioner yang muncul di Paris, Rusia dan Cina ini disebabkan oleh krisis konjunktur internasional serta oleh paksaan unsur kelas agraris dan institusi-institusi politik. Pembenaran generalisasi sebab musabab itu ditopang dengan perbandingan masyarakat agraris yang sama di Jepang pada zaman Meiji, Rusia atau Jerman pada 1806 dan 1846, dan Inggris pada abad ke-17 yang gagal melakukan revolusi.
Kata Kunci: Revolusi Sosial, Theda Skocpol Metodelogi, Historiografi, Sejarah
PENDAHULUAN
Membicarakan Theda Skocpol, orang langsung saja melayangkan pikirannya pada sosiologi aliran Marxisme, padahal dalam bukunya yang berjudul States and Social Revolution, A Comparative Analysis of France, Rusia, and China (Negara dan Revolusi
2166
Sosial, Suatu Analisis Komparatif tentang Prancis, Rusia, dan Cina) yang dibicarakan di sini, ia sendiri mengemukakan kekecewaannya dengan para teorotis Marxis yang menganggap revolusi sebagai suatu gerakan kelas yang dimotori oleh kaum barjuis atau proletar. Menurut Skocpol, teori tersebut kurang memberikan wawasan mengenai sebab dan akibat revolusi di negara-negara agraris yang didominasi oleh monarki absolut dan tatanan sosial yang berbasis agraris (Skockpol 1991: ix).
Meskipun Skocpol seorang sarjana sosiologi, namun karyanya ini diakuinya sebagai karya sejarah komparatif dengan pengkajian teori sosiologi makro sebagai pendekatan analitiknya. Buku yang merupakan karya monograf pertamanya ini adalah penjelmaan desertasinya dari Universitas Harvard di bawah bimbingan George Casper Homans. Buku ini diterbitkan pertama kali oleh Cambridge University Press pada tahun 1979, kemudian diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Erlangga pada tahun 1991 dengan judul seperti yang telah disebutkan di atas.
Skocpol mengembangkan buku ini melalui refleksi kritis atas sejumlah asumsi dan tipe penjelasan yang lazim digunakan dalam menjelaskan teori revolusi yang selama ini diterima oleh kebanyakan para ahli. Karena itu, agar tidak menimbulkan silang pengertian, pada bagian pertama tulisannya, Skocpol merasa perlu memberikan orientasi kembali pemikiran tentang karakteristik dan permasalahan revolusi yang terjadi dalam sejarah.
Buku ini terdiri atas tujuh bab, yang dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama mengkaji dasar-dasar konflik dan krisis revolusioner di Prancis, Rusia, dan Cina melalui analisis struktur negara, kelas dan situasi internasional, dengan penekanan pada bagaimana rezim lama ketiga kerajaan itu mengalami krisis dan munculnya pemberontakan- pemberontakan. Bagian kedua menelusuri munculnya revolusi mulai dari sebab-sebab pemberontakan sampai tercapainya konsolidasi yang relative stabil dan pembentukan struktur rezim baru, dengan tekanan pada upaya pembentukan negara oleh pimpinan revolusioner, dan pada struktur serta aktivitas negara baru dalam masyarakat revolusioner.
Karena bukunya itu, pada 1979 Skocpol menerima penghargaan C. Wright Mill Award untuk studi problem-problem sosial, dan pada 1980 menerima American Sociological Association Award for Distinguished Contribution to Scolarship (Skocpol, 1984: 408). Buku ini menunjukkan sejumlah teori tentang revolusi, khususnya revolusi sosial. Di samping itu buku ini dapat memberikan pemahaman tentang sejarah bandingan atau sejarah komparatif.
Unsur yang menarik bagi kita adalah bagaimana memahami pemikiran Skocpol yang mengalami pendidikan sosiologi di Universitas Harvard yang dikenal kuat dengan aliran strukturalisme fungsional Parsoniannya dapat terpengaruh oleh aliran Marxian.
Untuk menjawab pertanyaan ini, pada bagian selanjutnya kajian ini dibicarakan sedikit latar belakang pergaulan pemikiran dan suasana politik Amerika yang mempengaruhi pemikiran Skocpol.
LATAR BELAKANG THEDA SKOCPOL
Selain karya monograf yang dibicarakan ini, Skocpol pernah pula menerbitkan sebuah kumpulan tulisan yang diberi judul Vission in Histotical Sociology (Cambridge University Press 1989-cet. keempat). Karya-karya Skocpol lainnya berupa artikel-artikel
2167 yang dimuat dalam berbagai jurnal atau kumpulan karangan seperti "A Critical Review of Barrington More' Social Origins of Dictaroship and Democracy" yang dimuat dalam Politis and Society 4:1, 1973; "Explaining Revolutions: in Quest of a Social Structural Approach" yang dimuat dalam Lewis A. Coser dan Otto N. Larsen, The Uses of Controversy in Sociology, New York: Free Prestasi 1976; "France, Rusia, and China: A Structural Analysis of Social Revolution, "dalam Comparative Study in Society and History 18:2, 1976; "Old Rezim Logacies and Comunist Revolution in Rusia and China,“dalam Social Forces 55:2, 1976; Wallerstein's World Capitalist System: a Theoritical and Historical Critugue, "dalam American Journalof Sociology 82:5, 1977; dan artikel yang ditulisnya Bersama Ellen Key Trimberger "Revolution and the World- Histotical Development of Capitalism," yang dimuat dalam Barkeley Journal of Sociology 22,1997/1998; dan terakhir, artikel yang ditulisnya bersama John Ikenberry yang berjudul
"The Political Formation of the American Welfare State in Historical and Comparative"
diterbitkan dalam Comparative Social Research, 1983 (Skocpol, 1991 dan 1984)
Dari karya-karyanya itu dapat diketahui bahwa Skocpol menganut pemikiran strukturalis. Aliran struktural merupakan satu aliran dalam sosiologi yang pernah populer di Amerika dan mempengaruhi gerakan-gerakan anti kemapanan di sana pada tahun 1960 dan 1970-an. Aliran struktural juga berpengaruh dalam karya-karya historiografi. Dalam ilmu sejarah, aliran struktural secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok annals di Prancis dengan tokohnya Marc Bloch yang kemudian diikuti oleh Braudel dan le Loydury, dan Indonesia Ibrahim Alfian dan A.B. Lapian banyak mendapat pengaruh dari aliran Annals ini. Dan kedua adalah aliaran Marxisme yang kemudian berkembang dengan pesat di Inggris dengan tokohnya seperti Ericj. Hobsbawm, yang terkenal dengan bukunya, Primitive Rebels:Study in the Archaic Forms of Social Movement in the Nineteenth and Twentieth Century (New york: Norton, 1965).
Latar belakang pemikirannya yang strukturalis barangkali dapat dirunut dari tahun 1970-an. Masa itu merupakan masa pergolakan politik di Amerika Serikat yang terlibat dalam perang brutal untuk menumpas revolusi Vietnam. Sementara itu di dalam negeri gerakan keadilan sosial yang menuntut persamaan hak antara kulit hitam dan kulit putih serta gerakan yang menuntut untuk segera berakhir keterlibatan militer di luar negeri merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh Amerika.
Masa dan situasi tersebut telah mendorong Skocpol untuk memahami perubahan revolusioner yang terjadi. Pada tahun-tahun itulah komitmennya terhadap gagasan-gagasan sosial demokratik, diakuinnya menjadi matang. la kemudian berkonfrontasi secara intelektual setelah mengamati kasus Afrika Selatan. Perjalana sejarah Afrika Selatan yang tidak menyenangkan itulah yang mendorongnya untuk menentang teori strutural fungsionalisme Talcott Parsons mengenai merubahan dan tertib sosial, serta menentang prediksi-prediksi umum yang mengatakan bahwa keresahan sosial akan menyebabkan timbulnya revolusi melawan penindasan rezim apatheit Afrika Selatan.
Skocpol kemudian melihat teori Marxis yang menguraikan kecenderungan perubahan-perubahan sosial ekonomi jangka panjang lebih berguna untuk memahami masyarakat Afrika Selatan dibandingan analisis structural fungsionalisme Persons.
2168
Meskipun Skocpol menyadari penggunaan analisis kelas saja akan mengalami kesulitan dalam mengkonsepsualisasikan, apalagi menerangkan secara jelas struktur negara Afrika Selatan dan peran politik penduduknya, namun hal ini merupakan kunci untuk memahami mengapa tidak terjadi atau akan terjadi revolusi sosial di Afrika Selatan.
Dorongan lain yang menyebabkan Skocpol tertarik pada teori Marxi adalah pengalamannya yang mendalam dan lama dalam penelitian mengenai asal mula sejarah meletusnya revolusi Cina. Dalam penelitiannya itu, ia membandingkan dan berusaha menjelaskan keberhasilan dan kegagalan relatif pemberontakan Taiping, gerakan kaum nasionalis Kuomintang, dan partai Komunis Cina, serta melihat secara keseluruhan ketiga pemberontakan tersebut dalam konteks masyarakat Cina. Terkesan oleh sejarah kekaisaran Cina dan Sejarah Cina modern ia merasa Skeptis apakah kategori konsep-konsep ilmiah yang selama ini diterima seperti kata tradisional dan feodal dapat diterapkan. Ia begitu yakin bahwa penyebab revolusi hanya dapat dipahami dengan mencari interelasi khusus antara struktur kelas dan struktur masyarakat, serta keterkaitan antara perkembangan dalam negeri dan perkembangan masyarakat internasional (Skocpol, 1991.viii).
Buku Barrington Moore, Jr., Soial Origins of Dictatorshipand Democracy yang dibacanya sejak ia menjadi mahasiswa sosiologi program B.A. pada Michigan State University pada tahun 1969 telah mendorongnya untuk mempelajari sejarah bandingan.
Buku ini juga telah mengajarkannya bahwa struktur masyarakat petani dan konfliknya adalah faktor penting untuk memahami pola politik moderen.
Tertariknya pada karya Barrington Moore terus berlanjut ketika ia mengambil program doktor sosiologi di Universitas Harvard dari 1969-1975. bahkan ketika ia di Universitas ini, sempat mengikuti seminar yang diadakan oleh Barrington Moore yang diakuinya sangat menempa kemampuannya dalam bidang analisis komparatif dan mempertajam penafsirannya dalam bidang tersebut. Di sini ia juga bekerja bersama S.M.
Lipset, Danniel Bell, George Homans, dan Ezra Vogel. (Skocpol, 1991; xi).
Selama masa panjangnnya dalam mempelajari sejarah sosial, stratifikasi sosial, dan sosiologi plotik, ia gunakan tahun-tahun pendidikannya untuk mengejar pertanyaan tentang masyarakat dan politik Amerika dan tentang sejarah komparatif revolusi. Dalam mempelajari sejarah komparatif revolusi tentang Prancis, Cina, dan Rusia, tidak seperti sarjana lainnya yang bertolak dari revolusi yang terjadi di Barat, istri dokter riset ini bertolak dari Timur, dengan terlebih dahulu mempelajari revolusi Cina. Dari sana ia kemudian menemukan kesamaan dalam proses revolusioner antara Cina, Prancis, dan Rusia. Beberapa tahun terakhir Skocpol lebih memusatkan perhatiannya pada masyarakat sosial Amerika sejak abad ke-19 sampai sekarang.
REVOLUSI SOSIAL
Skocpol mendefinisikan Revolusi sosial sebagai suatu perubahan yang cepat dan mendasar dari masyarakat tejadinya pemberontakan dari bawah. Selanjutnya menurut Skocpol, untuk menjelaskan revolusi sosial seyogyanya dianalisis dari perspektif struktural dengan perhatian khusus pada konteks internasional dan perkembangan yang mempengaruhi runtuhnya rezim lama dan pembentukan organisasi revolusioner negara baru baik dalam maupun luar negeri. Ia melihat sejarah komperatif adalah cara terbaik
2169 untuk mengembangkan penjelasan revolusi yang secara historis didasari oleh dan dapat menggeneralisasikan setiap peristiwa sejarah, kecuali kasus-kasus unik.
Skocpol membedakan revolusi dengan defenisi lain mengenai revolusi. Alasannya, pertama, konsep revolusi sosial ini mengidentifikasi suatu objek penjelasan yang kompleks, disamping contoh historisnya relative sedikit. Kedua, konsep revolusi sosial mengacu kepada suatu perubahan sosial politik yang berhasil-perubahan aktual dari struktur negara dan kelas.
Selanjutnya, untuk menjelaskan analisis tentang revolusi, Skocpol mengelompokkan teori-teori revolusi kedalam empat komponen utama. Pertama teori Marxis, yang melihat revolusi muncul dari cara produksi yang terbagi-bagi menurut kelas dan mengubah satu cara produksi ke cara produksi lainya melalui konflik kelas. Menurut Marx, revolusi bukan merupakan episod tertutup dari suatu kekerasan atau konflik, tetapi sebagai suatu gerakan kelas yang muncul dari hasil kontradiksi struktural di dalam masyarakat yang secara historis berkembang dan terus dilanda konflik. Kunci bagi setiap masyarakat bagi Marx adalah cara produksi atau kombinasi khusus antara kekuatan sosial ekonomi dalam produksi serta hubungan kelas pemilikan alat produksi dan pemilikan surplus produksi.
Kedua, teori agregat psikologis yang berupaya menjelaskan revolusi melalui konsep motivasi psikologis rakyat untuk melibatkan diri ke dalam kekerasan politik.
Kelompok ini diwakili oleh Tet Gurr. Dalam bukunya why Men Ribel, Princeton:
Princeton Unversity Press, 1970, Tet Gurr mengemukakan bahwa kekerasan politik terjadi ketika banyak anggota masyarakat menjadi marah, khususnya jika kondisi praktis dan kondisi fleksibel dan terampil dalam mengatasi situasi tersebut, mereka akan melakukan reformasi untuk menyelaraskan kembali nilai-nilai dengan lingkungannya. Akan tetapi apabila penguasanya keras kepala dan tak kenal kompromi, maka revolusi akan muncul sebagai upaya untuk mengadakan perubahan dengan kekerasan.
Teori masyarakat dan perubahan nilai Johnson ini menjadikan orientasi nilai dan legitimasi politik sebagai unsur kunci untuk menjelaskan munculnya situasi revolusioner, berbagai pilihan otoritas (penguasa) yang ada, dan sifat serta keberhasilan kekuatan revolusioner.
Keempat, teori konflik politik yang menjelaskan bahwa konflik yang terjadi antara pemerintah dan berbagai kelompok yang terorganisasi yang memperebutkan kekuasaan haruslah menjadi pusat perhatian dalam setiap upaya menjelaskan kekerasan kolektif dan revolusi. Tokoh dalam teori ini adalah Charles Tilly. Dalam karyanya Form Mobilization to Revolution, Addison Weesley, 1978, Tilly mengajukan pernyataan teoritis bagi pendekatan konflik yang berbeda dengan Ted Gurr. Bagai pakar teori konflik politik, bagaimanapun besarnya ketidakpuasan rakyat, mereka tidak dapat campur tangan dalam aksi politik, kecuali jika mereka menjadi bagian dari suatu kelompok yang terorganisasi dan mempunyai beberapa sumber daya.
Tilly sendiri menolak penggunaan kekerasan sebagai objek analisisnya.
Menurutnya, insiden kekerasan kolektif sesungguhnya hanya merupakan akibat sustu proses normal dari persaingan kelompok untuk memperebutkan kekuasaan. Karena itu
2170
objek analisisnya adalah aksi kolektif yang diartikan sebagai aksi sekelompok orang secara bersama dalam mencapai kepentingan bersama. Dalam menganalisis aksi kolektif itu, Tilly menggunakan dua model umum, yaitu model masyarakat politik (pemerintah sebagai organisasi yang mengendalikan sarana-sarana kekerasan utama dalam suatu masyarakat dan kelompok-kelompok yang memperebutkan kekuasaan; dan model mobilisasi umum yang merupakan variabel yang dirancang untuk memperjelas pola aksi kolektif yang dilakukan oleh pesaing tertentu. Variabel ini mengacu kepada kepentingan kelompok, tingakat pengorganisasian, besarnya kendala yang ada di bawah kendali kolektif, serta kesempatan dan ancaman yang dipakai oleh pesaing tertentu dalam hubungannya dengan pemerintah dan kelompok pesaing lainnya.
Tilly melihat revolusi sebagai kasus khusus aksi kolektif di mana kelompok- kelompok bersaing dan berjuang untuk mendapatkan kedaulatan politik teritnggi atas masyarakat dan di mana kelompok-kelompok penentang berhasil sekurang-kurangnya dalam beberapa hal tertentu menggantikan para pemegang kekuasaan yang ada. Situasi revolusioner sendiri dapat muncul melalui: Pertama, kecenderungan jangka Panjang masyarakata untuk mengalihkan sumber daya dari beberapa kelompok dalam masyarakat kepada kelompok lain. Kedua, perkembangan ideologi revolusioner dan meningkatnya ketidakpuasan masyarakat yang menyebabkan munculnya kelompok-kelompok penentang yang mengajukan klaim untuk menguasai pemerintahan.
Keempat kelompok teori tersebut tidak semuanya diterima Skocpol. Konsepnya tentang revolusi sosial dalam buku yang dibicarakan ini jelas-jelas Skocpl banyak menggunakan konsep transformasi struktural Gurr dan Tilly, serta tidak menerima reorientasi nilai-nilai kemasyarakatan sebagai kunci untuk memahami perubahan sosial revolusioner seperti yang dilakukan Johnson. Dalam analisisnya yang menyeluruh tentang sebab dan akibat revolusi sosial, ia tidak menggunakan hipotesis eksplanatori tentang deprivasi relatif dan ketidakpuasan masyarakat. Ia juga mengesampingkan gagasan tentang sistem yang tidak seimbang, delegitimasi kewenagan, dan perubahan ideologi kearah pandangan dunia revolusioner. Dalam memahami konflik-konflik yang terjadi dalam revolusi sosial, perspektif Marxis dan konflik politik menurut Skocpol lebih tepat dijadikan sebagai alat analitiknya.
Konsepsi Marxis tentang hubungan kelas yang berakar dalam penguasaan alat-alat produksi dan pemberian surplus ekonomi dari produsen menurut Skocpol merupakan alat teoritis yang sangat diperlukan untuk mengidentifikasi suatu bentuk kontradisi yang mendasar dalam masyarakat. Hubungan kelas, menurut skocpol merupakan sumber potensial bagi munculnya konplik sosial dan politik yang terpola. Dan konflik kelas dan perubahan sosial dalam hubungan kelas sesungguhnya merupakan gambaran utama dalam transformasi sosial revolusioner yang berhasil.
Dalam kasus revolusi di Prancis, Rusia, Cina, Skocpol memberikan analisis yang begitu rinci tentang hubungan antara kelas petani dan tuan tanah. Hubungan ini merupakan faktor yang mendasari ketegangan-ketegangan yang mempengaruhi dinamika politik dan ekonomi rezim lama revolusioner. Selanjutnya, selama revolusi Prancis, Rusia dan Cina meletus, para petani secara langsung menyerang hak-hak istimewa tuan tanah, yang secara
2171 langsung atau tidak langsung ikut berperan dalam transformasi sosial politik yang dicapai melalui revolusi.
Namun demikian, menurut Skocpol analisis kelas saja belum cukup untuk menjelaskan revolusi sosial. Karena itu ia melengkapinya dengan teori konflik politik Charles Tilly. Teori ini berusaha mengidentifikasikan ketegangan potensial yang mendasari hubungan kelas dan berusaha untuk memahami kapan dan bagaimana anggota kelas menemukan dirinya mampu untuk memperjuangkan kepentingan mereka secara efektif. Bagaimana kelas bawah yang dieksploitasi dapat berhasil memerangi kelas yang mengeksploitasi. Dan bagaimana kelas dominan maupun melancarkan aksi politik secara kolektif. Karena itu, Skocpol tidak hanya mengkaji struktur kelas sosial, tetapi juga meneliti organisasi atau sumber daya yang tersedia bagi para anggota kelas untuk melancarkan revolusi.
Selain itu, Skocpol juga menawarkan tiga prinsip analisis lain yang perlu dikembangkan sebagai alternatif: (1) perspetif struktural, yang merupakan suatu pemahaman yang harus dimiliki untuk menganalisa revolusi sosial; (2) revolusi sosial tidak dapat dijelaskan tanpa mengacu secara sistematis pada struktur internasional dan perkembangan sejarah dunia; (3) untuk memahami sebab dan akibat revolusi sosial, harus memahami negara sebagai organisasi administratif dan organisasi pemaksa (Skocpol, 1991:1-14).
Analisa struktur sosial politik Prancis, Rusia dan Cina di dasarkan pada pendekatan Marxis dan Weber, meskipun Skocpol tidak menerima sepenuhnya keuda pendekatan tersebut. Dalam teori Marxis ditekankan bahwa bentuk organisasi negara ditentukan oleh cara produksi dan bentuk pembagian surplus masyarakat. Pandangannya tentang hubungan negara dan masyarakat ini banyak dipengaruhi oleh Weber, meskipun ia tidak menerima struktur politik utama yang dikaitkan dengan jenis-jenis ide dominan seperti tradisi, karisma, norma-norma legal-formal yang digunakan sebagai alat legitimasi bagi kewenagan penguasa. Konsep Skocpol tentang struktur sosial Prancis, Rusia dan Cina prarevolusioner sangat menekankan pada konsep saling ketergantungan antara struktur sosial ekonomi dan politik militer negara. Dengan konsep itu, Skocpol melihat bahwa sumber ketegangan yang kontradiktif dalam masyarakat ketiga negara tersebut adalah ketegangan interen dalam hubungan antara kelas pekerja/petani dengan kelas dominan, dan hubungan masing-masing kelas tersebut dengan negara.
Revolusi itu sendiri berkembang karena adanya situasi revolusioner. Dan situasi ini berkembang karena adanya krisis politik-militer negara dan adanya dominasi kelas. Di sini, faktor kepemimpinan revolusioner dan masa pemberontak turut berperan dalam penyempurnaan transformasi revolusioner. Baik di Prancis, Rusia dan Cina konsep tersebut sangat jelas. Revolusi terjadi di Prancis pada 1789 muncul karena adanya krisis politik monarki sebagai akibat kekalahannya dengan Inggris. Di Rusia, kekalahannya dengan Jepang pada 1905 dan dalam Perang Dunia I menyebabkan terjadinya disentigrasi militer. Demikian juga di Cina yang mengalami krisis akibat ancaman negara-negara lain terutama negara imperalis dan Jepang. Krisis tersebut kemudian menimbulkan ketidakpuasan kelompok dominan yang mempunyai jaringan kuat dikalangan angkatan
2172
bersenjata, sehingga ketika kelompok dominan ini menentang setaip perubahan ekonomi dan politik yang dianggap mereka dapat mengurangi hak-hakistimewanya, angaktan bersenjata yang ada tidak dapat menekannya.
Para pimpnan revolusi Prancis berasal dari kaum marginal. Mereka berasal dari kota-kota propinsi yang duduk dalam Majelis Nasional dan administrator kerajaan kerajaan tingkat rendah. Meskipun pada awalnya lembaga ini dipimpin oleh kalangan bangsawan tinggi dan kelas penguasa kaya, namun pada akhirnya partai Jacobin dapat mengambil alhi kekuasaan di sini. Mereka berasak dari kalangan administrasi profesional yang berasal dari kota-kota kecil dan daerah-daerah adaministrasi kecil.
Para pimpinan revolusioner Rusia dan Cina, sebagian berasal dari beberapa kelas marginal dan sebagian lagi berasal dari kelas atas yang sudah dipengaruhi oleh ajaran- ajaran politik radikal yang diterimanya selama mengikuti pelajaran di sekolah-sekolah menengah dan pendidikan tinggi modern. Kaum Bolshevik Rusia dan komunis Cina merekrut rakyat dari segala lapisan termasuk dari kelas buruh dan tani. Tapi sebagian besar pimpinan tingkat tinggi dan menengah kedua partai itu direkrut dari orang-orang yang berlatar belakang kelas dominan atau dari keluarga kelas istimewa seperti keluarga kelas menengah perkotaan Rusia dan keluarga petani kaya Cina. Tapi secara umum, para pemimpin revolusi di tiga negaraterseut berasal dari elite marginal yang berpendidikan tinggi dan berorientasi kepada tugas dan kegiatan pemerintah.
Skocpol memberikan dua alasan mengapa mereka berambisi memimpin revolusi.
Pertama, kaum Bourbon di prancis, kaum Romanov di Rusia, dan Manchu di Cina semuanya dapat digolongkan sebagai masyarakat yang statis. Jabatan-jabatan resmi dalam pemerintah dan masyarakat menjadi jalur mobilisasi sosial dan sarana untuk mengesahkan status-status tradisional. Hal ini menyebabkan munculnya ambisi untuk menduduki jabatan-jabatan dalam pemerintahan di ketiga negara tersebut, sehingga dalam keadaaan krisis, sebagian dari mereka selalu merupakan potensi untuk diajak memberontak atau melakukan kegiatan politik yang revolusioner.
Kedua, munculnya pembangunan kapitalis dunia, menyebabkan aktivitas impor negara-negara agraris meningkat karena keterpaksaan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan ekonomi dunia. Pengaruh budaya dari perkembangan di luar negeri juga akan berpengaruh terhadap mereka yang berpendidikan tinggi yang sebagian dari mereka adalah duduk di lembaga-lembaga pemerintahan sehingga jika negara agraris menghadapi masalah yang disebabkan oleh pengaruh luar negeri, merekalah yang mempunyai kesadaran bahwa negara adalah merupakan sarana untuk mengadakan perubahan (Skocpol, 1991: 183-185).
Untuk menggerakkan suasana revolusioner, Skocpol meliahat krisis revolusioner lebih merupakan faktor penggerak dari pada idelogi revolusioner. Menurut Skocpol, pemikiran yang memperlakukan ideologi revolusioner sebagai blue print bagi kegiatan dan produk-produk revolusioner tidak dapat menunjang penelitian yang cermat. Partai Jacobin di Paris lebih banyak mengejarkan tugas yang biasa-biasa saja, yaitu pembentukan negara dan mempertahankan revolusi. Partai Bolshevik di Rusia merasakan adanya urgensi bagi usaha perubahan kekuasaan negara dengan mengatasnamakan sosialisme Marxisme di negara agraris yang hancur karena kalah perang sehingga mereka terpaksa mengambil
2173 tugas yang bertentangan dengan ideologi mereka sendiri. Kemudian, stalinisme dengan jaya memutarbalikan setiap cita-cita Marxisme dan menentang keras pandangan Lenin pada 1917 tentang penghancuran birokrasi dan militer yang ada. Dan di Cina, partai komunis yang tampil dengan gaya Marxis Lininisme memperebutkan pemerintahan dengan memodifikasi gerakan yang berorientasi kaum tani yang mengakar dan tumbuh di daerah-daerah pangkalan militer dengan doktrin Maois sebagai dasar pembenaran gerakannya.
Adanya beberapa alasan mengapa krisis revolusioner dianggap lebih penting dari pada faktor ideologi. Pertama, krisis revolusioner memiliki bentuk yang khusus dan dapat menciptakan serangkaian kemungkinan dan ketidak mungkinan tertentu. Kedua, walaupun krisis revolusioner disebabkan olah adanya gangguan institusional dan konflik kelas, tetapi juga mempunyai kondisi tertentu, terutama masalah ekonomi yang diwariskan rezim lama.
Menurut Skocpol, pengaruh internal yang dimiliki petani khususnya dalam krisis krisis politik di negara-negara agraris dapat diterangkan dengan kondisi-kondisi struktural dan situasional yang mempengaruhi (1) tingkat dan jenis solidaritas petani, (2) tingkat otonomi petani terhadap pengawasan dan kontrol sehari-hari dari tuan tanah dan kaki tangannya, dan (3) pengedoran sanksi-sanksi kerja paksa dari negara terhadap pemberontak (Skocpol, 1991:187).
Solidaritas yang dimiliki dalam struktur masyarakat petani merupakan sumber daya bagi gerakan massa revolusioner. Menurut Skocpol pemberontakan petani menjadi hal yang sangat penting dalam semua revolusi sosial seperti yang terjadi di Prancis, Rusia dan Cina. Struktur masyarakat petani di tiga monarki tersebut terdiri atas kelas pemilik tanah dan kelas penyewa atau penggarapan tanah.
Skocpol dapat menunjukkan bahwa yang menjadi penggerak utama pemberontakan petani di Rusia pada 1905-1907 dan 1917 adalah petani miskin dalam obchina-obchina di propinsi-propinsi Rusia yang relatif otonom. Penyebab pemberontakan yang utama adalah krisis kesulitan ekonomi. Dan kesempatan untuk melancarkan perang Rusia Jepang dan keterlibatan Rusia dalam Perang Dunia I.
Kegagalan revolusi 1950 disebabkan karena angkatan bersenjata masih kuat sehingga dapat menekan gerakan petani di daerah-daerah. Sedangkan keberhasilan revolusi pada 1917 disebabkan karena Angkatan bersenjata yang jumlahnya makin banyak akibat mobilisasi perang, mengalami desintegrasi.
Namun demikian, faktor-faktor konjungtural sendiri tidak akan dapat menimbulkan revolusi yang efektif jika dihubungkan dengan peran struktur petani di pedesaan.
Pemberontakan petani di desa-desa Prancis yang meluas pada 1789 karena digerakan oleh anti seigneurial, ironisnya, keberhasilan para petani dalam revolusi Prancis justru merusak solidaritas masyarakat petani sendiri. Hal ini disebabkan karena revolusi itu sendiri justru memperkuat pemilikan individu sehingga kontrol komunal atas pertanian makin berkurang. Disamping itu revolusi 1789-1793 telah menyebabkan kepentingan ekonomi dalam masyarakat petani di Prancis menjadi semakin terpecah belah serta kurang mempunyai kemampuan lagi untuk melakukan aksi bersama melawan non petani. Itu
2174
barangkali mengapa di Prancis kemudian tidak melahirkan suatu kontrol partai yang kuat seperti di Rusia dan Cina
SEJARAH KOMPARATIF
Sejarah komparatif juga merupakan salah satu metode untuk menjelaskan revolusi sosial. Dalam sejarah sosiologi, analisis sejarah komparatif mempunyai kedudukan yang cukup penting. John Stuart Mill dalam tulisannya "A System os Ligic" yang dimuat oleh Ernest Nagel (ed). John Stuart Mill's Philosoply of Scientific Method (New York: Hafner, 1950) telah meletakkan dasar bagi metode sejarah komparatif. Metode ini diterapkan oleh tokoh-tokoh analis klasik seperti Alexis de Tocqueville dan Marc Bloch, dan kemudian dikembangkan oleh Barrington Moree.
Mill mengajukan dua cara poko analis dalam proses penjelasan sejarah komparatif.
Pertama, bahwa beberapa kasus yang sama-sama mempunyai fenomena tertentu yang hendak dijelaskannya juga mengandung faktor- faktor penyebab yang sama pula meskipun kasus-kasus tersebut mempunyai variasi sedemikian rupa. Pendekatan ini oleh Mill disebut metode persesuaian (Method of Agreement). Kedua, dengan membandingkan kasus-kasus yang fenomenanya akan dijelaskan dan mempunyai faktor-faktor penyebab seperti yanga ada dalam hipotesis dengan kasus-kasus lain yang tidak mempunyai fenomena dan faktor- faktor penyebab tetapi bentuknya hampir sama dengan faktor positif. Pendekatan ini oleh Mill disebut sebagai motode pembedaan (Method of Difference).
Menurut Skocpol, metode kedua lebih cangih dari pada metode pertama. Namun demikian, ia sendiri dalam buku ini mencoba memadukan keduanya dengan mengombinasikan secara serentak beberapa kasus positif bersamaan dengan beberapa kasus negatif yang sesuai sebagai kontrasnya, Prancis, Rusia dan Cina dipakai Skocpol sebagai tiga kasus positif, karena kasus-kasus tersebut menunjukkan kausalitas yang sama meskipun di sana-sini ada perbedaannya. Untuk mengabsahkan beberapa bagian tertentu dari argumen kausal, ia juga menyertakan kasus-kasus negatif. Dengan demikian ia akan selalu membuat perbandingan untuk mendekatkan persamaan kasus negatif dengan kasus positif dalam setiap hal yang dijelaskan. Penjelasan kegagalan revolusi Rusia tahun 1950 dengan membandingkan keberhasilan revolusi Rusia 1917 dimaksudkan untuk mengabsahkan argumennya tentang hancurnya negara represif dan kemenangan gerakan sosial revolusioner. Kemudian aspek-aspek sejarah Inggris, Jepang dan Jerman digunakan untuk memperkuat argumen sebab krisis revolusioner dan pemberontakan petani di Prancis, Rusia dan Cina.
Revolusi Prancis, Rusia dan Cina menurut Skocpol mempunyai satu pola, karena persamaan-persamaan baik dalam rezim lamanya maupun dalam proses munculnya gerakan revolusionernya. Ketiga revolusi tersebut terjadi di negara agraris yang kaya, dan tidak pernah mengalami penjajahan. Rezim lama ketiga negara tersebut merupakan rezim otokratis protobirokratis yang secara tiba-tiba menghadapi tekanan militer dari negara lain yang secara ekonomi lebihn maju. Prancis menghadapi Inggris, Rusia menghadapi musuh- musuh dalam perang Dunia Pertama yang lebih unggul, dan Cina menghadapi tekanan dari negara-negara Barat dan Jepang. Ketiganya sama-sama tidak mampu menghadapi tekanan dari luar. Ketiga rezim lama sepenuhnya berdasarkan negara kekaisaran yang mempunyai hirarki militer dan administrasi yang dikoordinasikan secara terpusat di bawah pengawasan
2175 monarki absolut dan tidak dapat mengawasi langsung administrasi ekonomi pertanian di daerah-daerah.
Kekaisaran Bourbon di Prancis, Romanov Rusia dan Manchu di Cina tergantung pada ekonomi pertanian, yang tanah dan klaim-klaim hasil pertaniannya dipisahkan antara keluarga petani dan kelas atas penguasa tanah. Meskipun para petani merupakan manyoritas penggarap tanah, namun prevelege-prevelege khusus diberikan kepada kelas atas pemilik tanah. Kelas-kelas atas tersebut mempunyai hak istimewa dalam birokrasi monarki. Di Prancis, mereka mempunyai jaringan khusus dengan para bangsawan dan kalangan tokoh-tokoh militer sehingga posisi mereka menjadi kuat.
Sementara itu Prusia merupakan seperti Rusia merupakan negara monarki absolut tidak menimbulkan gerakan revolusioner karena tidak mendapatkan gangguan militer maupun ekonomi dari negara lain. Jepang meskipun kominitas petani didominasi oleh petani kava seperti Perancis, tidak adanya tekanan dari negara lain juga menyebabkan revolusi agraris demikian juga negara monarki absolut di Inggris.
PENUTUP
Prancis, Rusia dan Cina masa sebelum revolusi adalah negara-negara kekaisaran yang mapan, yang mempunyai kemampuan untuk memberikan perlindungan bagi hegemoni mereka sendiri serta melindungi kelas-kelas dominan dari pemberontakan- pemberontakan kelas bawah. Sebelum revolusi pecah, kekuasaan pemerintah dan meliter negara-negara tersebut telah pecah
Ketiga revolusi itu telah menghasilkan negara-negara yang lebih kuat, lebih birokrasi, lebih terpusat, dan memiliki kekuasaan yang lebih otonom didalam dan di luar negeri. Namun bagaimana ketiga negara yang mempunyai karakteristik yang sama seperti sama-sama negara agraris, yang sama-sama menghadapi tekanan kekuatan luar negeri, dan sama-sama mengalami krisis militer, melahirkan bentuk-bentuk negara yang berbeda-beda.
Rusia dan Cina melahirkan negara komunis, sedangkan Prancis menjadi negara kapitalis.
Kemiripan-kemiripan masing-masing negara menimbulkan permasalahan tersndiri dalam generalisasi. Kasus-kasus yang terjadi di negara Prancis, Rusia, dan Cina tidak dapat secara umum diterapkan unruk menganalisis kasus-kasus lainnya, karena karakteristik yang ada pada masing-masing negara tidak sama persis. Faktor-faktor yang menimbulkan revolusi berbeda sesuai dengan kondisi historis dan kondisi internasional negara yang berangkutan. Di samping itu, pola-pola faktor penyebab dan produk revolusioner juga sangat dipengaruhi perubahan sejarah dunia dalam struktur fundamental dan dasar-dasar kekuasaan negara tersebut. Dalam kenyataanya, juga bentuk-bentuk revolusi selalu berubah dari waktu ke waktu karena perubahan historis dan perubahan struktur sosial, serta perubahan hubungan antar komponen-komponennya. Karena itu analisis Skocpol juga sangat bersifat kondisional
Namun demikian, sejarah komparatif telah menduduki tempat yang sangat penting analis sosiologi makro meskipun harus diakui adanya kesulitan-kesulitan tertentu dalam menulis sejarah komparatif Sanderson, 1988:15; Griffin. 1992:263-271. Pertama kita tidak mungkin dapat menemukan secara tetap kasus-kasus yang diperlukan untuk mencapai
2176
kecocokan. Kita juga tidak akan pernah dapat mengontrol setiap variabel vang secara potensial relevan. Karena itu harus memakai strategi menduga-duga factor mana yang sebenarnya dapat dan faktor mana yang tidak dapat mempengaruhi objek kajian. Itu juga yang dialami Skocpol.
Meskipun Skocpol menolak konsep transformasi struktural Ted Gurr dan Tilly dalam menjelaskan variable dependent, namun dalam kenyataannya ia menggunakan konsep transformasi masyarakat dalam menerapkan konsep terubahan struktural Marxis.
Skocpol telah membuat generalisasi tentang situasi yang menyebabkan tejadinya revolusi di tiga negara secara mengagumkan. Menurutnya, situasi revolusioner yang muncul di Paris, Rusia dan Cina ini disebabkan oleh krisis konjunktur internasional serta oleh paksaan unsur kelas agraris dan institusi-institusi politik. Pembenaran generalisasi sebab musabab itu ditopang dengan perbandingan masyarakat agraris yang sama di Jepang pada zaman Meiji, Rusia atau Jerman pada 1806 dan 1846, dan Inggris pada abad ke-17 yang gagal melakukan revolusi (Griffin, 1992:263).
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Charles Tilly, Form Mobilization to Revolution, Addison Weesley, 1978.
Ernest Nagel (ed). John Stuart Mill's Philosoply of Scientific Method, New York: Hafner, 1950.
Griffin, Larry, "Comparative Historical Analysis", Encyclopedia of Sosiology. New York: Mac Milan Publising, 1992
Liody, Chirstopher, Explanation in Social History, New York: Balckwell, 1988.
Sanderson, Stephen K, Marcrosology, New York: Harper dan Row, 1998.
Skocpol, Theda, Vision and Method in Historical Sociology, London: Cambrige, 1984
---, Negara dan Revolusi Sosial: Suatu Analisis Komparatif tentang Prancis, Rusia, dan Cina, Jakarta: Erlangga, 1991.
Tet Gurr, why Men Ribel, Princeton: Princeton Unversity Press, 1970.