Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Dwina Agustin 1110013000011
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
i
dalam Novel Pulang Karya Leila S. Chudori dan Implikasinya pada Pembelajaran
Sastra di SMA.” Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Doesn Pembimbing: Ahmad Bachtiar, M. Hum.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kondisi sosial dan politik eksil di Prancis dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori dan implikasi pada pembelajaran sastra di SMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan disipliin ilmu sastra dan sosiologi. Analisis novel Pulang dapat memenuhi standar kopetensi dan kopetensi dasar pada pembelajaran sastra melalui memahami pembacaan penggalan novel dengan menjelaskan unsur intrinsik dan ekstrinsik. Melalui pembelajaran ini, siswa diharapkan dapat saling toleransi, mengahargai, dan bertangung jawab serta kepekaan terhadap lingkungan sosial. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, hasil penelitian ini menunjukan bahwa kondisi sosial dan politik eksil politik mempengaruhi interaksi mereka kepada individu dan kelompok lain di luar kelompok eksil. Kondisi sosial yang tergambarkan adalah perekonomian, disorganisasi keluarga, dan nilai-nilai sosial, sedangkan kondisi politik yang digambarkan adalah kekuasaan dan nasionalisme.
ii
Novel Pulang by Leila S. Chudori and its Implications on Learning Literature in
Hight School” Majors Language Education and Indonesian Literature, Science
Faculty Tarbiyah and Teacher Training, Jakarta Islamic State University. Advisor Ahmad Bahtiar, M.Hum.
This study aims to describe the social dan polilitical exile in France in the novel Pulang by Leila S. Chudori and its implications in the lessons literature in high school. The method used in this research is descriptive qualitative approach between disciplines, which is Literature and Sociology. Analysis of novel Pulang this can meet standard competence and basic competence in learning literature that is to reding a piece novel with a describe intrinsic dan extrinsic substance. Through this learning students are expected to tolerance, appreciative, responsibility, and sensitivnes to social in environment. Based on analysis has been done, these result showed the social dan polilitical exile can influence they interaction to individual and groups. Social condition witch is show economic, family disorganization, and sosial values. In the another, political conditionas witch is showen is power and nasionalism.
iii
Alhamdulillahi robbil ‘alamin segala puji bagi Allah atas segala yang ada di
semesta jagad raya dan telah memberi limpahan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah
limpahkan untuk Nabi besar Muhammad saw, keluarga, para sahabat, dan umatnya.
Penulis menyusun penelitian ini guna memenuhi salah satu syarat
mendapatkan gelar sarjana pendidikan program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penulisan penelitian ini
penulis banyak mendapat masukan, bimbingan, saran, dorongan, dan semangat dari
berbagai pihak. Semua itu tak lain untuk menjadikan penulis menjadi pribadi yang
lebih baik dan kaya informasi, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Nurlena Rifa’i, M.A.,Ph.D., dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah.
2. Hindun, M.Pd., ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN
Syarif Hidayatullah.
3. Dona Aji Karunia, MA., sekertaris jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia UIN Syarif Hidayatullah.
4. Ahmad Bahtiar, M.Hum., dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar
membimbing dan membantu penulis untuk segera merampungkan penelitian
ini.
5. Dosen-dosen jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
membagi ilmunya selama masa perkuliahan.
6. H. Setiawan dan Hj. Sulasmi, kedua orang tua yang sangat luar biasa karena
selalu memberikan kebebasan kepada penulis untuk melakukan apapun.
iv
penulis, untuk memberikan informasi sebagai data penunjang penelitian ini.
8. Nurul Fatihah, S.Pd., (saudara, sahabat, serta pesaing) yang dari jauh selalu
menemani penulis merampungkan masa studi dengan nyaman dan damai.
9. Teman-teman PBSI angkatan 2010, khususnya kelas B yang senantiasa
menemani tidak hanya selama perkuliahan tapi diwaktu-waktu senggang
lainnya.
10.Anak-anak PKK (Penggiat Kumpul Kosan), Ade Fauziah, Tazka Adiati,
Nurul Inayah, Mawaddah, Humairoh, Aulia Herdiana P, Fitri Khoiriani, Ade
Ruafaida, Yunia Ria Rahayu, Mabruroh, Aisyatul Fitriah, dan anggota lain
yang ikut meramaikan. Kalian semua hebat.
11.Guru-guru TK Tunas Karya, SD Purwawinaya, MTs. AI Mertapada, MAAI
Mertapada, serta guru-guru kehidupan. Tanpa kalian, penulis tidak akan
pernah sampai di tahap ini.
Terima kasih pula untuk seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam
proses penyelesaian penelitian ini. Semoga Allah membalas kalian semua.
Penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk
menjadikan penelitian ini lebih baik lagi. Besar harapan penulis agar penelitian
ini dapat bermanfaat, baik untuk penulis pribadi maupun pembaca.
Jakarta, Desember 2014
v
KATA PENGATAR .. ………..………...iii
DAFTAR ISI………v
BAB I PENDAHULUAN……….………...1
A. Latar Belakang Masalah………1
B. Identifikasi Masalah……….. .... 5
C. Batasan Masalah………... 6
D. Rumusan Masalah……….. ... 6
E. Tujuan Penelitian……….. ... 6
F. Manfaat Penelitian……….. ... 7
G. Metode Penelitian………... 7
1. Teknik Penelitian……….. .. 8
2. Teknik Pengumpulan Data……….. 9
BAB II KAJIAN TEORI……….. .... 10
A. Sosiologi Sastra……….. ... 10
B. Sosial dan Politik……….. ... 11
1. Kondisi Sosial……….. ... 11
2. Kondisi Politik……….. .... 14
C. Eksil……….. ... 15
D. Pengertian Novel……….. ... 16
E. Jenis-jenis Novel……….. ... 17
F. Unsur Pembangun Karya Sastra………..19
1. Intrinsik……….. ... 19
vi
e. Sudut Pandang……….25
f. Gaya Bahasa……….. .. 26
2. Ekstrinsik……….. ... 27
G. Pembelajaran Sastra di Sekolah………...28
H. Penelitian Relevan……….. ... 30
BAB III PROFIL LEILA S. CHUDORI……….…33
A. Biografi Leila S. Chudori………..…….. 33
B. Karya-karya Leila S. Chudori……… . 34
C. Pemikiran Leila S. Chudori……….. ... 38
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN NOVEL PULANG KARYA LEILA S. CHUDORI………......……42
A. Deskripsi Data……….. ... 42
1. Tema……….. ... 42
2. Tokoh……….. ... 42
3. Latar……….. ... 51
4. Sudut Pandang……….. .... 57
5. Gaya Bahasa……….. ... 59
6. Alur………... 61
B. Kondisi Sosial Eksil……….. .. 64
1. Perekonomian……….. ... 65
2. Disorganisasi Keluarga………..68
3. Nilai-nilai Sosial………..….. 73
C. Kondisi Politik Eksil……… 78
vii
BAB V PENUTUP……….……89
A. Simpulan………..89
B. Saran………90
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Novel merupakan hasil karya sastra yang mewakili gagasan-gagasan
penulis tentang sesuatu yang ingin diwakili oleh karya yang diciptakan. Di
Indonesia, novel dari masa ke masa memliki karakteristik masing-masing.
Bila diamati lebih jeli, perkembangan novel melikupi banyak hal. Tidak hanya
dari segi bahasa dan ide, namun kebutuhan dan keadaan kondisi pada
zamannya banyak mempengaruhi setiap novel yang diciptakan. Novel dapat
dilatarbelakangi oleh gagasanan yang ingin ditanamkan pengarang pada
pembaca.
Sesuai dengan ungkapan Plato yang menganggap sastra sebagai tiruan
dari kenyataan. Karya sastra tidak akan terlepas dari konsep yang sudah ada
dalam kehidupan, pijakan gambaran yang terdapat dalam karya tersebut sudah
memiliki konsep yang telah dipahami oleh manusia termasuk penggunaan
latar, tokoh, ataupun ide yang disampaikan. Pengarang membaurkan
kenyataan dan realitas kehidupan dengan imajinasi. Terjadilah pengembangan
cerita dan sisipan-sisipan yang menarik untuk pembaca dalam memahami
karya sastra, walupun karya tersebut sedang memaparkan sebuah teori,
ideologi, atau bukti sejarah.
Peristiwa yang terjadi pada sebuah negara dapat memberkan inspirasi
pengarang dalam mengangkat cerita dari sudut pandangnya. Keruntuhan Orde
Lama dan tibanya Orde Baru di Indonesia adalah salah satu peristiwa yang
diceritakan dalam beberapa karya sastra. Runtuhnya Orde Lama menimbulkan
lahirnya beberapa peristiwa yang cukup sering dibahas, baik dari segi
keamaanan, politik, bahkan dunia sastra. Kejadian runtuhnya Orde Lama
salah satunya dipicu oleh terjadinya pembunuhan enam orang jenderal dan
perwira dituduhkan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI). Tuduhan itu
menimbulkan kekerasan sepanjang tahun 1965-1966. 1 Buku Dalih
Pembunuhan Massal yang ditulis oleh John Roosa memaparkan bahwa
pembantaian dan pengasingan terhadap PKI tidak hanya berlaku untuk
anggota partai tersebut. Tapi merambat pula kepada anggota-anggota sealiran,
seperti Lekra.
Penangkapan terhadap anggota PKI dan orang-orang yang dianggap
melindungi, mendukung, atau ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang
menyangkut PKI dilakukan secara besar-besaran. Namun, ada pula
orang-orang yang sedang berada di luar negeri, karena sedang menempuh
pendidikan, menjalani tugas sebagai diplomat, atau yang sedang menjadi
wakil di organisasi regional/internasional, ada juga rombongan yang diundang
oleh pemerintahan Tiongkok untuk menghadiri perayaan ulang tahun mereka
pada akhir 1965. Mereka umumnya diutus oleh pemerintahan Sukarno dan
sedang berada di negara-negara sosialis-komunis.2 Mereka tertahan di luar
negeri karena beberapa alasan, salah satunya takut ditanggap saat kembali ke
Indonesia karena tuduhan anggota atau simpatisan PKI, atau mereka yang
menolak pulang karena tidak mau mengakui kesetian kepada kepemimpinan
Orde Baru. Mereka terlunta-lunta tanpa ada kepastian, paspor dicabut, para
pelajar pun dicabut beasiswanya. Bertahan hidup dengan melakukan
pekerjaan serabutan, demi bertahan hidup di luar negeri. Dalam
perkembangnanya, para eksil tersebar ke berbagai negara Eropa, termasuk
Prancis. Para eksil mendapat suaka dan kewarganegaraan di tempat mereka
tinggal. Namun, jiwa mereka masih menganggap memiliki Indonesia. Mereka
membuat komunitas, kegiatan, dan acara yang berhubungan dengan Indonesia.
1Amin Mudzakir, “Eksil Indonesia dan Nasionalisme Kita” makalah disamp
aikan dalam seminar PSDR-LIPI pada Selasa, 3 Desember 2013 di LIPI, Jakarta, h.2
2Ibid,
Bahkan eksil di Prancis membuka usaha rumah makan Indonesia yang sudah
terkenal di kalangan pejabat Prancis waktu itu.
Kisah eksil yang merantau di Prancis menjadi bahan yang diambil
Leila S. Chudori untuk mengembangkan kisah yang ia tulis dalam Pulang,
diterbitkan pada tahun 2012. Secara singkat Pulang digambarkan dalam
sampul belakangnya adalah sebuah drama keluarga, persahabatan, cinta, dan
pengkhianatan berlatar tiga peristiwa sejarah: Indonesia 30 September 1965,
Prancis Mei 1968, dan Indonesia Mei 1998. Latar Prancis yang disampaikan
mulai dari tahun 1965 melalui sudut pandang seorang perantau yang terbuang
dari negaranya dan memberikan gambaran perjuangan hidup untuk bertahan
serta berjuang.
Cerita ini bermula dengan penangkapan Hananto Prawiro oleh
“sepupu dari Jawa Tengah” atau aparat di Jakarta April 1968 yang sudah lama
menjadi buronan karena meletusnya Gerakan 30 September 1966. Kemudian
cerita meloncat ke Paris pada Mei 1968 yang mengisahkan tentang peristiwa
kerusuhan mahasiswa dan buruh Prancis melawan pemerintahan De Gaulle
yang membuat Dimas Suryo bertemu dengan Vivienne Deveraux seorang
mahasiswa Sorbonne. Cerita terus berputar antara masa lalu yang terjadi tahun
antara 1966 di Indonesia dan kisah yang berjalan pada masa waktu cerita
berjalan di Prancis dan Indonesia. Dalam cerita akan bermunculan
tokoh-tokoh yang menguatkan untuk menjadi saksi mata dalam kejadian-kejadian di
Indonesia dan Prancis. Seperti surat-surat dari Surti Anandari seorang kekasih
Dimas Suryo di masa lalu, surat dari Kenanga Prawiro, anak sulung Surti
yang ikut diboyong Surti untuk memenuhi panggilan intrograsi aparat di Jalan
Budi Kemuliaan, dan surat-surat dari Aji Suryo yaitu adik dari Dimas Suryo.
Surat-surat yang dicantumkan seperti bukti sejarah yang kuat dalam novel
Pulang. Cerita mengalir pada tahun 1998 di Indonesia oleh putri Dimas Suryo,
yaitu Lintang Utara. Lintang Utara yang mendapatkan tugas dari dosen
saksi-saksi hal itu mengharuskan Lintang berangkat ke Indonesia pada tahun
1998, saat itu terjadi pergolakan politik di Indonesia. Kunjungan Lintang ke
Indonesia membuatnya bertemu Segara Alam, anak bungsu dari Surti dan
Hananto. Di Indonesia Lintang menemukan Indonesia yang baru dikenalnya
secara dekat, sebab sebelumnya ia hanya mendengar tentang Indonesia dari
Ayah dan kawan-kawan ayahnya hanya sampai tahun 1966. Akhir cerita
ditutup dengan Dimas Suryo yang meninggal dan dapat dimakamkan di
tempat yang ia inginkan dan rindukan, Karet.
Leila S. Chudori bukan penulis pertama yang mengangkat cerita
berlatarkan peritiwa sejarah di Indonesia. Sebelumnya sudah banyak
pengarang Indonesia yang mengakat keterkaitan sejarah Indonesia dengan
karya sastra, seperti Ayu Utami dengan karyanya Saman dan Larung yang
membahas kejadian sebelum masa reformasi Indonesia, atau Tetralogi Pulau
Buru karya Pramoedya Anantra Toer yang mengkisahkan keadaan Hindia
(Indonesia) sebelum masa kemerdekaan. Para pengarang membuat
perlawanan dengan karya sastra, memaparkan sejarah yang tidak diceritakan
oleh buku-buku sejarah di sekolah. Pulang merupakan sebagian kecil dari
karya sastra Indonesia yang berlatarkan sebuah realita sosial pada suatu
zaman, kenyataan dalam interaksi masyarakat dan manusia tidak banyak
diungkapkan oleh pemerintah. Hal tersebut mengidentifikasikan bahwa sastra
tidak terlepas dari sosiologi sebuah bangsa, sehingga dalam perkembangan
sastra muncul kajian sastra melalui pendekatan sosiologi. Menurut Sapardi
Djoko Damono, sosiologi melakukan telaah objektif dan ilmiah tentang
manusia dan masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial, mencari
tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan
kehidupan sosial dan menunjukan cara-cara menusia menghayati masyarakat
dengan perasaannya, melakukan telaah secara subjektif dan personal.3
Pada ranah pendidikan, terutama pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di sekolah, pembelajaran sastra persentase pengajarannya masih
sangat kurang dibanding materi lainnya. Padahal, pengajaran sastra dapat
membangkitkan keindahan, kepekaan, interaksi, bahkan sampai cara pandang
hidup. Namun, ada materi yang sering dibahas dalam sekolah, yaitu kajian
terhadap unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam novel ataupun cerita pendek,
baik itu jenjang sekolah menengah pertama atau tingkat menengah atas.
Karena dengan mempelajari sastra siswa dituntut memahami realitas
kehidupan yang dapat tercermin oleh karya sastra. Sehingga penting bagi
penelitian dapat mengaitkan bahan kajian yang dibahas dengan penerapan
karya sastra di sekolah.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dijelaskan rincian dasar penilaian
sebagai berikut: Dari segi penceritaan, novel Pulang karya Leila S. Chudori
begitu pas dikaji menggunakan telaah sosiologi sastra. Novel Pulang yang
menggambarkan kehidupan eksil yang berada di Prancis. Hampir separuh
kisah menggambarkan perjuangan hidup dan kekuatan bertahan akibat
keputusan-keputusan pemerintah Indonesia pada masa Orde Baru. Serta
impikasi kajian novel Pulang karya Leila S. Chudori terhadap pembelajaran
sastra di SMA.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah yang memungkinkan setelah pemaparan latar
belakang yang melikupi:
1. Sudah banyak penjabaran peristiwa yang terjadi di Indonesia sekitar tahun
1965 sampai 1998
2. Kurangnya pembahasan seputar eksil di Prancis.
3
3. Kondisi sosial dan politik eksil di Prancis dalam novel Pulang karya Leila
S. Chudori belum adanya implikasi terhadap kajian pada pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.
C. Batasan Masalah
Penelitian sastra tidak harus mengkaji segala aspek yang terdapat pada
karya sastra. Kajian sastra bisa dibatasi dari segi struktur, diksi, atau
pendekatan ilmu indisipliner yang berkaitan dengan kajian karya sastra. Agar
permasalahan yang diteliti tidak meluas pada aspek lainnya, penelitian ini
hanya membahas kondisi sosial dan politik eksil di Prancis dalam novel
Pulang karya Leila S. Chudori dan implikasi pembelajaran sastra di SMA.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan
sebelumnya, permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi sosial dan politik eksil di Prancis pada novel Pulang
karya Leila S. Chudori?
2. Bagaimana implikasi kondisi sosial dan politikeksil di Prancis pada novel
Pulang karya Leila S. Chudori terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia di SMA?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini, diharapkan:
1. Mendeskripsikan kondisi sosial dan politik eksil di Prancis pada novel
Pulang karya Leila S. Chudori dengan tinjauan sosiologi sastra.
2. Mendeskripsikan penerapan kajian kondisi sosial dan politik eksil di
Prancis pada novel Pulang karya Leila S. Chudori terhadap implikasi
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan menganai studi Sastra Indonesia khususnya
dalam memahami sejarah dari sisi yang berbeda. Penelitian ini juga
diharapkan mampu memberikan sumbangan dalam teori sosiologi sastra
dalam mengungkapkan novel Pulang Karya Leila S. Chudori.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca
untuk memahami isi cerita novel Pulang karya Leila S. Chudori terutama
mengguraikan cara pandanng pengarang yang direpresentasikan dalam
karyanya, dengan pemanfaatan lintas disiplin ilmu sosisologi dan sastra.
G. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk penelitian kualitatif,
yaitu penelitian atau inkuiri naturalistik atau alamiah, etnogarfi, interaksionis
simbolik, prespektif ke dalam, etnometodologi, the Chicago School,
fenomenologis, studi kasus, interpretatif, ekologis, dan deskriptif.4 Menurut
Strauss dan Corbin, penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
temuan-temuannya tidak diperoleh prosedur statistik atau bentuk hitung lainnya. Para
peneliti yang menggunakan pendekatan ini harus mampu menginterpretasikan
segala fenomena dan tujuan melalui sebuah penjelasan. Pendekatan kualitatif
adalah pendekatan yang penting untuk memahami suatu fenomena sosial dan
prespektif individual yang diteliti. Tujuan pokoknya adalah menggambarkan,
mempelajari, dan menjelaskan fenomena itu. Penelitian kualitatif menjadikan
peneliti sendiri menjadi instrumen penelitian, sehingga penelitian kualitatif
diolah secara fleksibel.
4
Penelitian kualitatif yang menuntut peneliti sendiri yang terjun
mencari informasi dan menggumpulkan data secara nyata dari yang peneliti
dapatkan. Data tersebut kemudian diolah peneliti untuk memperoleh jawaban
atas masalah yang diangkat oleh penelitian. Sumber data dalam penelitian
kualitatif adalah objek dari penelitian, yaitu novel Pulang karya Leila S.
Chudori dan data-data yang menunjang penelitian seperti buku, esai, makalah
dan jurnal.
Penelitian kulitatif yang menjadikan objek berupa novel dapat
menggunakan model pendekatan sosiologi sastra.
1. Teknik Penelitian
Penelitian ini berbasis content analysis yang berarti dokumen merupakan
objek dalam penelitian ini. Dokumen yang diteliti adalah novel Pulang
karya Leila S. Chudori. Penelitian ini dijelasakan secara deskriptif ketika
penggolahan data. Sebab penjelasaan deskriptif merupakan ciri khas
penelitian berbasis data kualitatif. Penelitian ini dilakukan beberapa
tahapan, yaitu:
a. Mengumpulkan data-data prosa karya Leila S. Chudori sebagai objek
dalam penelitian ini.
b. Memilih novel Pulang sebagai objek penelitian.
c. Melakukan pembacaan secara intensif terhadap objek penelitian.
d. Mengumpulkan data-data tambahan yang menunjang dalam
penelitian, seperti buku, esai, makalah, jurnal, maupun pencarian
secara online.
e. Menganalisis data-data yang dijadikan objek penelitian dengan
menggunakan pendekatan sosiologi sastra.
f. Menentukan hasil kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
2. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini mengunakan teknik dokumentasi, yaitu teknik
pengumpulan data melalui pengumpulan dokumen untuk memperkuat
informasi. Teknik dokumentasi dapat dikatakan sebagai strategi yang
digunakan dengan mengumpulkan data dari buku, majalah, esai, jurnal,
online, dan dokumen lain yang menunjang dalam penelitian ini. Penulis
melakukan seleksi dalam pemilihan data yang menunjang dengan melihat
10 A. Sosiologi Sastra
Swingewood mendefinisikan sosiologi merupakan studi yang ilmiah
dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai
lembaga-lembaga dan proses-proses sosial.1 Dilihat dari pernyataan Swingewood
tersebut ada perbedaan mendasar sosiologi dengan dunia sastra, sebab
sosiologi bersifat objektif dan ilmiah, sedangkan sastra lebih berdasar pada
perasaan. Walau memiliki perbedaan yang mendasar, ranah kajian sosiologi
memiliki kesamaan pula dengan dunia sastra, karena karya sastra tidak
tercipta dengan sendirinya, namun ada sastrawan yang merupakan anggota
dari suatu masyarakat, juga karya sastrawan yang terpengaruh oleh
lingkungan sosial sekitar. Seperti yang diungkapkan Wolff, bahwa sosiologi
kesenian dan kesuasastraan merupakan suatu disiplin tanpa bentuk, tidak
terdefinisikan dengan baik, terdiri dari sejumlah studi empiris dan berbagai
percobaan pada teori yang lebih general, yang masing-masing hanya
mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan
hubungan antara seni/kesuasastraan dan masyarakat.2 Sosiologi dan sastra
dapat dilihat dari hubunga antar manusia dan masyarakat, baik dari segi
interaksi, hubungan, komunikasi, dan komponen-komponen sosial yang
lainnya. Sehingga sastra tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat, karena
pengaruh dari masyarakat menjadi poin penting penciptaan karya sastra.
Dilihat dari penjabaran sebelumnya, bahwa sastra dan sosiologi saling
melangkapi, walau kenyataannya selama ini cenderung untuk dipisahkan.
Maka dapat diambil simpulan bahwa sosiologi sastra merupakan pendekatan
1
Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013) h. 1
2Ibid.
sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakat. 3 Lepas dari sastra itu
cerminan dari realitas masyarakat, atau sebuah hasil yang baru dan otentik
dari buah pemikiran seorang pengarang.
Klasifikasi sosiologi sastra menurut Wellek dan Werren dibagi
menjadi tiga bagian. 4 Pertama, sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan
institusi sastra. Permasalahan sosiologi pengarang berkaitan dengan ideologi,
status sosial, dan hal lain yang berkaitan dengan pengarang dalam
menghasilkan karya sastra. Kedua, sosiologi karya sastra. Ranah sosiologi
karya sastra mencangkup isi, tujuan, serta hal-hal yang tersirat dalam karya
sastra. Ketiga, sosiologi sastra yang berhubungan dengan pembaca dan
dampak sosial karya sastra.
B. Sosial dan Politik
Masyarakat dan individu tidak bisa dilepaskan dengan
gambaran-gambaran masalah yang ada di sekitarnya, kondisi sosial yang digambarkan
akan menjelaskan permasalan yang ditemui. Keadaan sosial mempengaruhi
cara bersikap masyarakat dalam menentukan sikap, begitu juga dunia politik
ikut menyumbang gambaran kondisi sosial yang tercipta. Kondisi sosial dapat
tergambarkan dari perekonomian, hubungan dengan keluarga, hingga
nilai-nilai sosial yang muncul dalam masyarakat. Dalam ranah politik akan muncul
permasalahan kekuasaan dan nasonalisme. Kondisi sosial dan politik tersebut
akan memperjelas sebuah gambaran yang dapat menjabarkan perjalanan hidup
suatu masyarakat.
1. Kondisi Sosial
Kondisi sosial novel dapat dikaji dari beberapa aspek yang terlihat dari
cerita, baik terlihat secara langsung atau tidak langsung. Sesuai dengan
pengkategorian Mundar Soelaeman pada buku Ilmu Sosial Dasar, aspek sosial
3
Sapardi Djoko Damono, Sosiologi Sastra: Pengantar Ringkas , (Jakarta: editum, 2013) h. 2
4
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kajian perekonomian,
disorganisasi keluarga, dan nilai-nilai sosial.
a. Perekonomian
Ekonomi mencoba memahami kehidupan individu dan
masyarakat dalam usahanya memproduksi, mendistribusi dan
mengkonsumsi barang dan jasa yang terbatas dalam masyarakat.5
Kebutuhan individu dan masyarakat itu bisa dipenuhi dengan adanya
institusi yang mengelola dalam memahami kebutuhan yang
berbeda-beda. Individu dan kelompok yang memenuhi kebutuhannya dengan
barang dan jasa bisa dikatakan sebagai fenomena ekonomi.6 Ekonomi
juga dapat memperbesar jarak antar kelas sosial, rasial, dan
ketidaksamaan gender. 7 Dalam mekanisme penerimaan dan
penawaran, sosiologi dapat memberikan resep untuk mencegah konflik
sosial. Dalam memenuhi kebutuhan manusia, selain merupakan
kebutuhan ekonomi, dapat pula diklasifikasikan sebagai kebutuhan
sosial, contoh ternak, selain fungsi ekonomi, dapat diklasifikasikan
sebagai kebutuhan sosial. 8Sebab ekonomi saat ini menjadi salah satu
penilaian kehidupan masyarakat.
b. Disorganisasi Keluarga
Disorganisasi sosial dapat diakibatkan oleh laju perubahan
kondisi sosial. Perubahan kondisi sosial dapat berupa pengambilan
tempat, pembaruan norma, peraturan baru, konflik yang terjadi, dan
institusi yang mengambil bentuk dan fungsi yang baru. 9 Disorganisasi
5
Ng. Philipus dan Nuril Aini, Sosiologi dan Politik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009) h. 2
6Ibid.,
h.65
7
Kenneth J. Neubeck and Davita Silfen Glasberg, Sosiology: Diversity, Conflict, and Change, (New York: McGraw-Hill, 2005) h. 67
8
M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung: PT ERESCO, 1995) h. 186
9
keluarga merupakan salah satu bentuk dari disorganisasi sosial yang
disebabkan oleh perpecahan keluarga yang unit anggota keluarganya
tidak dapat menunaikan kewajiban yang sesuai dengan peranan sosial.
Disorganisasi kelurga menurut Soelaeman terdiri dari lima
definisi:
1) Ketidaksaahan. Merupakan unit keluarga yang tidak
lengkap. Kegagalan anggota keluarga menjalankan
kewajiban peranannya.
2) Pembatalan, perpisahan, perceraian, dan meninggal.
3) Keluarga selaput kosong. Keluarga yang tinggal bersama,
namun tiap anggota keluarga tidak ada interaksi.
4) Ketidak hadiran seseorang dari pasangan karena hal yang
tidak diinginkan, baik karena meninggal, dipenjara,
peperangan, depresi, dan malapetaka lainnya.
5) Kegagalan peranan penting yang tak diinginkan. Seperti
penyakit mental, emosional, atau badaniah.
c. Nilai-nilai Sosial
Nilai merupakan patokan perilaku sosial yang melambangkan
baik-buruk, benar-salah suatu objek hidup masyarakat. Nilai biasanya
diukur berdasarkan kesadaran terhadapa apa yang pernah dialami
seseorang, terutama pada waktu merasakan kejadian yang dianggap
baik atau buruk, benar atau salah, baik oleh dirinya sendiri maupun
anggapan masyarakat.10 Konsep keyakinan menjadi faktor utama
munculanya nilai-nilai sosial, baik merupakan sebuah fakta yang pasti
atau justru bukan, karena konsep tersebut tidak perlu dibuktikan.
Nilai-nilai sosial juga mempengaruhi individu atau kelompok untuk
berprilaku, baik secara keseluruhan ataupun hanya sebagian.
10
Nilai-nilai sosial dapat juga timbula kerena adanya prasangka,
sehingga timbullah diskriminasi. Sikap yang ditunjukan dari sebuah
prasangka mempunyai komponen-komponen, yaitu:
1) Kognitif: Memiliki pengetahuan mengenai objek sikapnya,
terlepas pengetahuan itu benar atau salah.
2) Afektif: Selalu mempunyai evaluasi emosional
(setuju-tidak setuju) mengenai objek sikapnya.
3) Konatif: Kecenderungan bertingkah laku bila bertemu
dengan objek sikapnya, mulai dari bentuk yang positif
(tindakan sosialisasi) sampai pada yang sangat aktif
(tindakan agresif).
2. Kondisi Politik
Kondisi politik yang tergambarkan dalam sebuah novel dapat bermacam
jenisnya, seperti partisipasi politik, sistem politik, kekuasaan dan wewenang,
mobilisasi politik, hingga nasionalisme atau yang berhubungan dengan
kewarganegaraan. 11 Aspek politik yang digunakan untuk penelitian ini
terdapat pada kekuasaan dan nasionalisme.
a. Kekuasaan
Pengertian Kekuasaan yang paling umum menurut Roderick
Martin mengacu pada suatu jenis pengaruh yang dimafaatkan oleh si
objek, individu, atau kelompok terhadap yang lainnya.12 Kekuasaan
bergaris besar dengan pengaruh, pemaksaan, dan otoritas. Pengaruh
yang dimiliki individu atau kelompok dalam suatu tempat dapat
digunakan untuk membujuk yang lain untuk melakukan atau
mempercayai sesuatu, bila dengan membujuk tidak bisa dilakukan,
11
M. Munandar Soelaeman, Op. cit, h. 207
12 Ibid.,
maka sifat pemaksaan yang akan dikeluarkan sebegai otoritas yang
dimiliki oleh si penguasa.
Soerjono Soekanto menyebutkan empat macam usaha untuk
mempertahankan kekuasan13, yaitu:
1) Menghilangkan segenap peraturan-peraturan lama,
terutama dalam bidang politik yang merugikan kedudukan
penguasa.
2) Mengadakan sistem-sistem kepercayaan (bilief-system)
yang akan dapat mengkokoh kedudukan penguasa atau
golongannya, sistem-sistem kepercayaan tersebut meliputi
agama, ideologi, dan seterusnya.
3) Pelaksanaan administrasi dan birokrasi yang baik.
4) Mengadakan konsolidasi secara horizontal dan vertikal.
b. Nasionalisme
Menurut Kleiden bahwa nasionalisme merupakan semangat
dari suatu kelompok bangsa tertentu dengan segala cita-cita dan
harapan ideal yang akan dikejarnya merupakan roh yang tumbuh dan
berkembang dari zaman ke zaman. Nasionalisme tidak terhalang oleh
jarak suatu bangsa dengan tempat asalnya. Nasionalisme tidak
mengenal jarak tersebut dikenal dengan nasionalisme jarak jauh.
Nasionalisme jarak jauh lebih menekankan kepada komitmen politisi
dengan melakukan aksi-aksi tertentu yang merupakan tanggapan
terhadap situasi bangsanya.14
C. Eksil
Bahasa Inggris istilah exile, yang diindonesiakan menjadi eksil,
memiliki tiga pengertian. Pertama, sebuah ketakhadiran, sebuah absensi yang
13
Abdulsyani, Op. cit., h. 141
14Amir Mudzakkir, “Eksil Indonesia dan Nasionalisme Kita”, makalah disampaikan dalam
panjang dan biasanya karena terpaksa dari tempat tinggal ataupun negeri
sendiri. Kedua, pembuangan secara resmi (oleh negara) dari negeri sendiri,
dan pengertian ketiga adalah seseorang yang dibuang ataupun hidup di luar
tempat tinggal ataupun negerinya sendiri (perantau, ekspatriat). Istilah exile
itu sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu exsilium (pembuangan) dan exsul
(seseorang yang dibuang). Dari ketiga pengertian istilah eksil di atas kita bisa
melihat bahwa faktor dislokasi geografis dari tempat kelahiran ke
sebuah tempat asing merupakan faktor utama yang menciptakan kondisi
yang disebut sebagai eksil itu. Dislokasi geografis itu sendiri bisa
terjadi karena disebabkan oleh negara secara resmi ataupun karena pilihan
pribadi. Pada kasus pertama, para pelarian politik segera muncul dalam
pikiran kita sebagai representasi dari mereka yang diusir dari negeri kelahiran
sendiri oleh pemerintahan yang sedang berkuasa, sementara pada kasus kedua
kita segera teringat pada para pengungsi, para transmigran, dan para perantau
yang mencari hidup baru di luar tempat kelahiran mereka.15 Pada peristiwa di
Indonesia tahun 1965, munculan istilah eksil untuk para warga negara
Indonesia yang tertahan karena memiliki hubungan atau sebagai tertuduh
peristiwa Gerakaan 30 September (G30S), dan dari pengertian eksil
sebelumnya, konsep eksil yang disuguhkan untuk mewakili para eksil yang
tersangkut peristiwa G30S adalah konsep geografis dari tempat kelahiran ke
tempat baru baik karena keinginan pribadi atau perintah resmi pemerintahan
atau istilah lainnya yaitu pembuangan.
D. Pengertian Novel
Menurut Abrams novel berasal dari bahasa Italia novella yang
memiliki arti “sebuah barang baru yang kecil”, kemudian diartikan
sebagai ”cerita pendek dalam bentuk prosa”. Namun, pada masa sekarang penggunaan istilah novel di Indonesia sama dengan penggunaan istilah
15
novelet yang merujuk pada sebuah karya prosa yang cukup panjang dan tidak
terlalu pendek.16 Pembauran istilah novel dan novelet masih dipertanyakan.
Namun, dilihat tidak adanya batasan pasti untuk sebuah karya disebut novel,
maka istilah tersebut novelet dan novel bisa dikatakan sama saja.
Novel dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan
seseorang dengan orang-orang di sekitarnya dengan menonjolkan watak dan
sifat setiap pelaku. Biasanya novel menceritakan peristiwa pada masa tertentu.
Bahasa yang digunakan lebih mirip bahasa sehari-hari. Penggunaan
unsur-unsur instrinsik masih lengkap, seperti tema, plot, latar, gaya bahsa, nilai,
tokoh dan penokohan. Dengan catatan, yang ditekankan aspek tertentu dari
unsur instrinsik tersebut.17 Karena unsur intrinsik merupakan unsur yang
membangun novel dari dalam karya tersebut, tidak ada perbedaan antara novel
maupun roman.
Pengertian novel dari berbagai tokoh sebelumnya menitikberatkan
bahwa novel adalah sebuah karya sastra yang memiliki unsur-unsur dalam
mendukung jalan cerita sehingga terjadi alur yang berawal dari awalan hingga
leraian atau penyelesaian dan tidak terlepas dari unsur-unsur luar yang
mendukung terciptanya karya tersebut. Seperti unsur sosial, politik, ekonomi,
dan unsur-unsur yang berkaitan dengan realita kehidupan. Istilah tersebut
dikenal dengan unsur ekstrinsik.
E. Jenis-jenis Novel
Penggolongan novel dalam dunia penerbitan buku sulit dilakukan,
karena beberapa hal yang bersifat subjektif sehingga pemisahan jenis novel
menjadi kabur, seperti kebiasaan penerbitan dalam mengelurkan buku, atau
kebiasaan seorang penulis dalam mengeluarkan karyanya. Berdasarkan teori
16
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Perss, 2013) h. 11
17
Lukas, Girard, Goldmann mendefinisikan novel sebagai cerita tentang suatu
pencarian yang terdegradasi akan nilai yang otentik yang dilakukan oleh
seorang hero yang problematika dalam sebuah dunia yang juga terdegradasi.
Goldmann membedakan jenis novel menjadi tiga jenis, yaitu: novel idealisme
abstrak, novel psikologi, dan novel pendidikan.18 Novel idealis diwakili oleh
Don Quixote yang menceritakan bahwa sang hero penuh optimisme dalam
petualangan tanpa menyadari kompleksitas. Novel psikologi diwakili oleh L.
‘Education Sentrimentale, Goethe yang menceritakan bahwa sang hero
cenderung pasif karena kekuasaan kesadarannya tidak tertampung oleh dunia
konvensi. Novel pendidikan diwakili oleh Wilhelm Meister yang
menceritakan bahawa sang hero telah melepaskan pencariannya akan
nilai-nilai yang otentik, tetapi tetap menolak dunia.
Nurgiyantoro lebih spesifik dalam mengkasifikasikan jenis novel
berdasarkan keadaan sastra di Indonesia. Jenis novel Indonesia dapat
dijeniskan menjadi dua bagian, novel serius dan novel populer. Novel serius
dikenal pula dengan novel sastra. Menurut Stanton, fiksi populer memerlukan
pembacaan dan „pembacaan kembali’. Maksud pernyatan tersebut bahwa
pembacaan novel serius tidak mudah, sehingga pembaca tidak hanya
menikmati saja, namun dituntut untuk memahami dengan cara diserap sedikit
demi sedikit. Jarang sekali ada orang yang dapat langsung memahami novel
serius hanya dengan sekali membaca.
Tujuan utama novel serius adalah memungkinkan pembaca
membayangkan sekaligus memahami satu pengalaman manusia. Untuk
menjawab pertanyaan mengapa maksud tersebut harus dicerna melalui
berbagai hal rumit dan sulit, harus diingat bahwa pengalaman manusia
bukanlah sekadar rangkaian kejadian-kejadian yang sinambung. Rangkaian
tersebut hendaknya dirasakan sedalam mungkin seolah sedang benar-benar
18
dialami.19 Bila sebuah novel hanya menjadi bahan bacaan yang menghibur
dan memuasakan kesamaan realita yang terjadi, tanpa membangkitkan
imajinasi, bisa diaktakan novel tersebut adalah novel populer.
Pembatasan novel serius dan novel populer masih memiliki kekaburan
dan pembantasan yang tipis, salah satu penyebabnya adalah steriotip pembaca
terhadap pengarang. Bila ada pengarang yang dikenal melahirkan karya yang
selalu serius, maka pembaca akan langsung menilai karya yang dilahirkan
akan serius, padahal belum tentu semua karya yang dibuat memiliki karakter
novel serius, begitu pula sebaliknya dengan novel populer. Bila pembaca atau
masyarakat mengenal suatu penerbit sering mencetak novel-novel populer,
walau novel itu memiliki karakter novel serius, pembaca akan tetap
mengkatagorikan sebagai novel populer.
F. Unsur Pembangun Karya Sastra
Karya sastra merupakan sebuah hasil karya pengarang yang diwakili
dalam bentuk kata-kata dan rangkaian cerita yang saling membangun. Unsur
pembangun karya sastra, khususnya novel terdiri dari unsur intrinsik dan
unsur ekstrinsik.
1. Intrinsik
Unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang
membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang
menyebabkan suatu teks hadir sebagai teks sastra, unsur-unsur yang
secara faktual akan dijumpai orang membaca karya sastra. Unsur yang
terkandung dalam instrinsik menjadi bahan kajian kritik sastra seperti
tema, alur, tokoh, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa.
a. Tema
Tema merupakan aspek yang sejajar dengan „makna’ dalam
pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman
19
begitu diingat. 20 Ada banyak kisah berhubungan dengan
pengalaman yang dirasakan manusia, mulai dari cinta hingga
penderitaan. Aminuddin berpendapat tema adalah ide yang
mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai pangkal tolak
pengarang saat memaparkan karya rekaan yang diciptakannya.
Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan
pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya. 21 Hartoko &
Rahmanto mengemukakan bahwa tema merupakan gagasan dasar
umum yang menopang sebuah karya sastra dan terkandung di
dalam teks sebagai struktur sistematis dan menyangkut persamaan
juga perbedaan.22 Di pihak lain, Nurgiyantoro menyimpulkan tema
sebagai gagasan (makna) dasar umum yang menompang sebuah
karya sastra sebagai struktur sematis dan bersifat abstrak secara
berulang-ulang dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya
dilakukan secara implisit.23 Dari beberapa pendapat ahli, diketahui
bahwa tema merupakan makna pokok pembicaraan sebuah cerita,
kemunculannya akan lebih sering terlihat karena masalah-masalah
yang ada pada cerita akan menuju kepada makna tersebut.
b. Alur
Stanton menjelaskan bahwa alur atau plot (istilah yang
digunakan Nurgiyantoro) merupakan cerita yang berisi urutan
kejadian, namun kejadian dihubungkan secara sebab akibat,
peristiwa satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa
yang lain.24 Pendapat Stanton sebelumnya sudah dikemukakan
oleh Forster yang mengartikan alur sebagai peristiwa-peristiwa
20
Robert Stanton, Op.cit., h. 36
21
Wahyudi Siswanto, Op.cit, h. 161
22
Burhan Nurgiyantoro, Op.cit, h.115
23Ibid. 24Ibid.,
cerita yang mempunyai pendekatan pada adanya hubungan
kausalitas. Penggambaran peristiwa berdasarkan pada urutan cerita
saja tidak dapat menggambarkan pengertian alur. Alur haruslah
menjadi sebuah jalinan cerita yang memiliki keterkaitan cerita satu
dengan yang lain. Peristiwa terjadi pasti ada penyebabnya, atau
peristiwa itu terjadi karena penyebab peristiwa lain. Hal seperti itu
merupakan jalinan cerita saling berkaitan, maka akan terjadilah
jalinan cerita tidak hanya berdasarkan urutan cerita, tapi lebih
kepada kaitan antar cerita yang memiliki ikatan satu sama lain.
Abrams mengungkapkan, bahwa alur haruslah berupa
rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa
sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku
dalam suatu cerita. 25 Sedangkan Sudjiman mengartikan alur
sebagai jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai
efek tertentu. Siswanto mengartikan alur adalah rangkaian
peristiwa rekaan dan dijalani dengan saksama, menggerakan jalan
cerita melalui rumitan ke arak klimaks dan selesaian. Menurut
pendapat Abrams dan Siswanto menggambarkan alur dengan
tahapan-tahapan tertentu sehingga cerita dapat bergerak
menghadirkan peristiwa. Bila dilihat kembali dari pendapat
beberapa ahli seputar alur atau plot, cerita fiksi pada umumnya
harus memiliki jalinan peristiwa yang memiliki keterkaitan
sehingga akan menimbulkan tahapan-tahapan pembangun cerita
yang akan mengesankan pembaca.
Tahapan alur menurut Aminuddin diawali dengan pengenalan,
konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian.
Pengenalan adalah tahapan peristiwa suatu cerita rekaan atau
25
drama yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita.
Konflik atau tikaian adalah ketegangan atau pertentangan antara
dua kepentingan atau kekuatan di dalam cerita rekaan atau drama.
Komplikasi atau rumitan adalah bagian tengah alur cerita rekaan
atau drama yang mengembangkan tikaian. Klimaks merupakan
bagian alur cerita rekaan atau drama yang melukiskan puncak
ketegangan, terutama dipandang dari segi tanggapan emosional
pembaca. Krisis atau titik balik berupa bagian alur yang
mengawali penyelesaian. Leraian adalah bagian struktur alur
sesudah tercapainya klimaks. Selesaian merupakan tahap akhir
suatu cerita rekaan atau drama. 26 Sedangkan Nurgiyantoro
membedakan alur berdasarkan kriteria urutan waktu, yaitu alur
lurus (progresif), alur sorot-balik (flash back), dan alur campuran.
Alur lurus menekankan kepada urutan kronologis yang tertata dari
awal hingga akhir cerita. Alur sorot-balik lebih kepada
pengambilan tengah cerita sebagai pembuka cerita, kemudian
barulah cerita dilanjutkan secara berurutan. Alur campuran
merupakan penggambungan antara alur lurus dan alur sorot-balik.
c. Tokoh
Aminudin mengungkapkan bahwa tokoh merupakan pelaku
yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa
itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan
tokoh disebut penokohan. Tokoh menurut Sudjiman merupakan
individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam
berbagai peristiwa dalam cerita. Di samping tokoh utama
(protagonis), ada jenis-jenis tokoh lain, yang terpenting adalah
tokoh lawan (antagonis), yakni tokoh yang diciptakan untuk
26Ibid.,
mengimbangi tokoh utama. Konflik di antara mereka itulah yang
menjadi inti dan menggerakan cerita.27 Bukan perkara tokoh
protagonis adalah tokoh baik, atau tokoh antagonis adalah tokoh
jahat. Tapi, lebih menyoroti kedudukan tokoh dalam cerita.
Boulton mengungkapkan bahwa cara sastrawan
menggambarkan atau memunculkan tokoh dapat menempuh
berbagai cara.28 Jadi, dapat dikatakan tokoh merupakan tokoh
rekaan yang menjalani peristiwa sehingga membangun cerita.
Setiap tokoh memiliki karakterisasi atau pemeranaan, pelukisan
watak. Metode karakterisasi dalam telaah karya sastra adalah
metode melukiskan watak para tokoh yang terdapat dalam suatu
karya fiksi. 29 Sehingga pengambaran tokoh ditunjukan oleh
pengarang dapat dilihat melalui metode langsung (telling) dan
metode tidak langsung (showing). Menurut Minderpop, metode
langsung dapat disimak bahwa pengarang tidak sekadar
menyampaikan watak para tokoh berdasarkan apa yang tampak
melalui lakuan tokoh tetapi ia mampu menembus pikiran, perasaan,
gejolak serta konflik batin dan bahkan motivasi yang melandasi
tingkah laku para tokoh. Sedangkan metode tidak langsung dapat
dijelaskan ketika seorang tokoh membicarakan tingkah laku tokoh
lainnya ternyata pembicaraan justru dapat menunjukan tidak
sekadar watak tokoh yang dibicarakan, bahkan watak si penutur
sendiri tampak jelas.
27
Melani Budianta dkk, Membaca Sastra: Pengentar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi, (Indonesia Tera: Magelang, 2006) h. 86
28
Wahyudi Siswanto, Op.cit, h. 104
29
d. Latar
Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang dan
susana terjadinya lakuan pada karya sastra. Deskripsi latar dapat
bersifat fisik, realistis, dokumenter, dapat pula berupa deskipsi
perasaan.30 Wellek & Warren mengemukakan bahwa latar adalah
lingkungan yang dapat berfungsi sebagai metonimia, metafora,
atau ekspresi tokohnya. Abrams mengemukakan latar cerita adalah
tempat umum (general locale), waktu kesejarahan (historical time),
dan kebiasaan masyarakat (social circumatances) pada setiap
episode atau bagian-bagian tempat.31 Latar merupakan lingkungan
yang menjelaskan segala keterangan, mencakup tempat, waktu,
dan suasana.
Leo Hamalida dan Frederick R. Karell menjelaskan bahwa
latar cerita karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu,
peristiwa, suasana serta benda-benda di lingkungan tertentu, tetapi
juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan
pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam
menanggapi suatu problem tertentu. Pendapat Leo & Frederick
sepaham dengan pendapat Abrams yang menyebutkan bahwa latar
sebagai landasan tumpu, menunjuk pada pengertian tempat,
hubungan sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa diceritakan. 32 Latar berhubungan dengan
keadaan tertentu dikenal melalui penggambaran latar suasana,
gambaran terjadi lebih membangun nuansa yang terasa oleh
pembaca.
30
Melani Budianta dkk, Op.cit., h.
31
Wahyudi Siswanto, Op.cit., h.149
32
e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang cerita,
dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa,
tempat, waktu dengan gayanya sendiri. 33 Hal itu biasanya
dikemukakan oleh narator. Berbicara tentang narator, berarti
berbicara tentang sudut pandang, yaitu suatu metode narasi yang
menentukan posisi atau sudut pandang darimana cerita
disampaikan.34 Sedangkan menurut Aminuddin, titik pandang
diartikan sebagai cara pengarang menampilkan pelaku dalam cerita
yang dipaparkannya. Titik pandang meliputi (1) narrator
omniscient, (2) narrator observer, (3) narrator observer
omniscient, dan (4) narrator the thrid person omnisceant.
Harry Shaw menyatakan titik pandang terdiri atas (1) sudut
pandang fisik, yaitu posisi dalam waktu dan ruang yang digunakan
pengarang dalam pendekatan materi cerita, (2) sudut pandang
nentral, yaitu perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah
dalam cerita, dan (3) sudut pandang pribadi, yaitu hubungan yang
dipilih pengarang dalam membawa cerita; sebagai orang pertama,
kedua, atau ketiga. Sudut pandang pribadi dibagi atas (a)
pengarang menguatkan sudut pandang tokoh, (b) pengarang
menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, dan (c) pengarang
menggunakan sudut pandang yang impersonal: ia sama sekali
berdiri di luar cerita.35 Pengarang sudah tidak punya kedudukan
ketika cerita sudah dipaparkan. Tidak ada pengarang dalam cerita,
melainkan tokoh yang diciptakan pengarang untuk memandu cerita.
33
Wahyudi Siswanto, Op.cit., h. 151
34
Albertine Minderop, Op.cit., h. 44
35
Baik tokoh yang terlibat langsung, atau tokoh di luar cerita
berlangsung.
Sudut pandang orang pertama atau “akuan” adalah tokoh yang
terdapat dalam cerita, walau kehadirannya belum tentu sebagai
tokoh utama. Sedangkan sudut pandang orang ketiga atau “diaan”
mengacu kepada kata ganti orang ketiga, dia, atau ia. Sudut
pandang “diaan” berada di luar cerita, ia bertugas menyampaikan
suatu cerita tanpa ikut terlibat di dalamnya.36 Selain itu, ada pula
sebutan sudut pandangan gabungan dapat mengamati bagaimana
pengarang menyampaikan ceritanya. Menggunakan sudut pandang
gabungan dapat melihat sebuah masalah ditinjau lebih dari satu
tokoh yang terlibat dalam peristiwa tersebut.37 Menurut Miderop,
sudut pandang berfungsi sebagai penentu tokoh mayor (utama) dan
minor (bawahan), memahami perwatakan para tokoh yang
dianalisi, memperlihatkan motivasi, menentukan alur dan latar bila
dianggap perlu untuk mendukung perwatakn atau tema, dan
menentukan tema karya sastra tersebut.
f. Gaya Bahasa
Aminuddin mengungkapkan bahwa gaya bahasa adalah cara
seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan
menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta
mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh
daya intelektual dan emosi pembaca. 38 Gorys Keraf membedakan
gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna ke dalam dua
kelompok, yaitu gaya bahasa retoris dan kisan. Gaya retoris adalah
gaya bahasa yang harus diartikan menurut nilai lahirnya atau
36
Melani Budianta, dkk, Op.cit., h. 90
37
Albertine Minderop, Op.cit., h. 91
38
memiliki unsur kelangsungan makna. Sebaliknya, gaya bahasa
kiasan adalah gaya bahasa yang maknanya tidak dapat ditafsirkan
sesuai dengan makna kata-kata yang membentuknya.39 Gaya
bahasa kiasan umumnya dikenal dengan sebutan majas.
Umumnya gaya bahasa adalah semacam bahasa yang bermula
dari bahasa biasa digunakan dalam gaya tradisional dan literal
untuk menjelaskan orang atau objek. Gaya bahasa mencangkup:
arti kata, citra, perumpamaan, serta simbol dan alegori. Arti kata
mencangkup, antara lain: arti denotatif dan konotatif, alusi, parodi,
dan sebagainya; sedangkan perumpamaan mencangkup, antara
lain: simile (merupakan perbandinngan langsung antara
benda-benda yang tidak selalu mirip secara ensesial), matafor (suatu gaya
bahasa yang membandingkan suatu benda dangan benda lain
secara langsung, dalam bahasa Inggris menggunakan to be dan
bisa digunakan secara langsung) dan personifikasi (suatu proses
penggunaan karakteristik manusia untuk benda-benda
non-manusia, termasuk abstrak dan gagasan).40 Ada beberapa macam
gaya bahas kiasan selain perumpamaan. Ada kaya bahasa yang
berupa perbandingan, sindiran, pertentangan, dan penegasan.
2. Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada di
luar teks sastra itu, tetapi tidak langsung memengaruhi bangun atau
sistem organisme teks sastra, atau secara khusus dapat dikatakan
sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangunan cerita sebagai
karya sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi bagian di dalamnya.41
39
Burhan Nurgiyantoro, Op.cit., h. 399
40
Albertine Minderop, Op. cit., h. 42
41
Faktor lingkungan dan sejarah menjadi salah satu pembentuk unsur
ekstrinsik sebuah karya.
Seperti ungkapan Wellek dan Warren yang meyakinkan bahwa
metode terbaik dalam ekstrinsik adalah mengaitkan karya sastra
dengan latar belakang keseluruhan.42 Baik dari segi biografi, psikologi,
sosiologi, maupun pemikiran pengarang. Segala aspek kehidupan yang
berada di lingkungan kehidupan pengarang dapat menjadi wahana
pembangun sebuah karya sastra secara tidak langsung, baik itu
disadari ataupun tidak oleh pengarang.
G. Pembelajaran Sastra di Sekolah
Pengajaran ranah formal atau dikenal dengan pembelajaran di sekolah
atau perguruan tinggi merupkan salah satu cara mengenalkan sastra pada
peserta didik. Pengajaran sastra dapat dikaitkan kedalam bidang disiplin ilmu
lainnya, termasuk dalam bidang pendidikan. Walaupun sastra bersifat karya
rekaan, namun keterkaitan karya sastra erat dengan kejadian-kejadian yang
terjadi di kehidupan sehari-hari. Keluwesan sastra dapat membantu pengajar
mengajarkan masalah-masalah yang akan dihadapi di dunia nyata.
Sayangnya, murid di sekolah tidak dibiasakan untuk membaca novel
secara keseluruhan. Mereka hanya terbiasa membaca ringkasannya saja.
Sedangkan ringkasan tidak dapat menggambarkan keindahan dan isi novel
secara keseluruhan, tidak mengungkapkan gaya penulisan dan diksi pengarang
yang bersangkutan dengan gaya kepenulisan pengarang lain, serta tidak dapat
mengguah rasa dan menimbulkan kesan untuk merangsang perenungan.43 Hal
seperti itu tidak dapat dibiarkan begitu saja oleh pengajar, sebab akan
menimbulkan ketidaktertarikan siswa untuk mengkaji sebuah novel. Bila
keadaan murid yang suka membaca novel secara ringkasannya saja terus
42
Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesuasastraan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993) h. 80
43
dilanjutkan, maka hanya akan lahir pengetahuan-pengetahuan sebatas teoretis
saja. Murid akan menghafal unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang
bersangkutan dengan novel yang dibahas. Mereka tidak akan terbiasa untuk
mengkaji sastra dengan memberi apresiasi, kritik, atau proses kreatif pada
sebuah novel. Hanya saja, kurikulum saat ini di sekolah hanya sebatas
membahas unsur intrinsik dan ekstrinsik, serta struktur lain yang bersifat
teoretis tanpa melibatkan kajian yang lebih dalam pada karya sastra, tidak
terkecuali novel.
Pembelajaran di sekolah, kajian terhadap novel dapat diterapkan
kepada siswa kelas XII semester satu kurikulum KTSP yang membahas
tentang kajian unsur ektrinsik dan instrinsik dari penggalan novel yang
dibacakan.
SILABUS
Sekolah : SMA/MA
Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas : XII
Semester : 1 (Satu)
Standar Kopetensi : Memahami pembacaan novel
Kopetensi Dasar : Menjelaskan unsur instrinsik dan ekstrinsik dari
H. Penelitian Relevan
Penelitian dilakukan terhadap novel Pulang karya Leila S. Chudori
pernah dilakukan oleh Bagus Takwin (2013) yang berjudul “Mencermati
Naratif Novel Pulang”. Makalah tersebut disajikan dalam musyawarah buku
Pulang karya Leila S. Chudori di Serambi Salihara pada tanggal 29 Januari
2013, membahas tentang kekuatan naratif yang terdapat pada novel Pulang
sehingga membuat kekuatan dan daya tarik yang menghasilkan daya pikat dan
daya gugah. Kekuatan yang dijabarkan Takwin tentang kekuatan narasi
Pulang terletak pada empat poin. Pertama, penetapan kejadian dalam alur
waktu membantuk jejaring. Kedua, Penetapan waktu yang piawai sehingga
menghasilkan dinamika cerita yang menggerakan. Ketiga, deskripsi lokasi
tempat kejadian berlagsung juga menghasilkan karakteristik khas. Keempat,
Penataan adegan dengan kesan visual yang kuat. Pulang dikatakan dapat
membantu pembaca memaknai kembali menjadi orang Indonesia sehingga
Pulang menjalankan fungsi dari naratif itu sendiri.
Kajian terhadap keberadaaan eksil pernah disampaikan dalam seminar dengan makalah berjudul “Eksil Indonesia dan Nasionalisme Kita” oleh Amin Mudzakkir (PSDR-LIPI) disampikan dalam seminar PSDR-LIPI “Eksil
Indonesia dan Nasionalisme Kita” pada Selasa, 3 Desember 2013 d LIPI,
Jakarta. Kajian makalah tersebut menjelaskan tentang kaum eksil yang
tertahan di luar negeri karena dicabutnya paspor serta kewarganegaraa. Walau
kaum eksil sudah tidak dianggap sebagai warga Indonesia dan telah memiliki
kewarganegaraan sesuai negara tempat mereka tertahan, dan dipisahkan oleh
ruang dan waktu dari tanah kelahairannya. Kaum eksil politik tersebut merasa
masih memiliki identitas sebagai bangsa Indonesia. Istilah yang digunakan
untuk menggambarkan keadaan tersebut adalah nasionalisme jarak jauh. Para
nasionalis jarak jauh boleh saja tinggal bahkan menjadi warga negara lain,
Makalah Amin Mudzakir menjelaskan bahwa nasionalisme kaum eksil
menggugat konsep kewarganegaraan formal yang mengacu pada aspek legal.
Mereka mematahkan nasionalisme terhadap satu negara saja, karena mereka
telah menjadi warga negara lain, namun ideologi kaum eksil tetap
mempertahankan Indonesia sebagai komitmen politik. Melalui argumen
tersebut munculah konsep “warga negara lintas-batas” oleh Schiller dan
Fouron.
Penelitian terhadap novel Pulang pernah dilakukan oleh Eko Sulistyo
dengan judul “Novel Pulang karya Leila S. Chudori: Analisis Struktur Plot
Robert Stanton” pada tahun 2014. Penelitian itu diajukan untuk tugas akhir
Strata 1 (S1) jurusan Sastra Indonesia di UGM. Penelitian tersebut
mendeskripsikan penggunaan struktur plot novel Pulang dengan hasil bahwa
novel Pulang memiliki 840 peristiwa kausal yang disusun dalam 48 episode
dan 5 bab (terbagi dalam 17 subbab). Dari keseluruhan cerita dapat dibagi
menjadi tiga tahapan, yaitu tahapan awal, tengah, dan akhir. Tahapan awal
menjelaskan pengenalan tokoh, latar, serta konflik-konnflik yang mulai
bermunculan. Tahapan tengah menampilkan konflik yang semakin meningkat
dan memunculkan konflik baru. Tahapan akhir menampilkan klimaks dan
penyelesaian dari kisah perjalanan Dimas serta keragu-raguan Lintang untuk
menetap di Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut mengemukakakn bahwa
novel Pulang memiliki sifat rekat dan plausibel atau tiap peristiwa
33 A. Biografi Leila S. Chudori
Leila Salikha Chudori lahir di Jakarta, 12 Desember 1962. Leila
tinggal di Jakarta bersama putri tunggalnya, Rain Chudori-Soerjoatmodjo. Ia
terpilih mewakili Indonesia mendapat beasiswa menempuh pendidikan di
Lester B. Pearson College of the Pacific (United World Colleges) di Victoria,
Kanada. Lulus sarjana Political Science dan Comparative Development
Studies dari Universitas Trent, Kanada.1 Pendidikan pertamanya tahun
1969-1975 SD Batahari Jakarta, dilanjutkan SMP Negeri 8 Jakarta tahun 1976-1979,
kemudian SMA 3 Jakarta tahun 1979-1984.2
Leila selalu pergi dan pasti kembali. Setelah beberapa tahun
“menghilang“, Leila yang ditulis Kompas sebagai anak emas sastra Indonesia
yang telah kembali.3 Terbukti setelah menghilang dari dunia kepengarangan
selama 20 tahun, ia muncul dengan melahirkan kumpulan cerita pendek 9 dari
Nadira.
Ia seorang gemar membaca, bila gizi manusia terpenuhi dengan empat
sehat lima sempurna, bagi Leila, nomor lima itu adalah membaca buku.
Membaca buku bukan lagi sebuah hobi, tapi sebuah kebutuhan seperti
manusia membutuhkan udara untuk bernafas. Ia pun seorang yang detail
dalam segala hal, termasuk dalam menentukan detail ilustrasi setiap
karya-karyanya. Namun, tanpa dipungkiri Leila merupakan orang yang mudah bosan.
Termasuk dalam menggarap karya-karyanya. Ia bukan pengarang yang setiap
1
Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia, Leila S. Chudori, diunduh 23 Juni 2013, (http://www.penerbitkpg.com/),
2
Taman Ismail Marzuki, Leila S. Chudori, diunduh 26 Juni 2013, (http://www.tamanismailmarzuki.com/)
3
tahun menlahirkan karya, dan tidak akan langsung melahirkan karya lanjutan
dalam waktu yang kronologis.4
Nama Leila S. Chudori pernah tercantum dalam daftar keanggotaan
Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) periode 1993-1996. Ia menegaskan bahwa
sudah sejak lama menolak untuk duduk dalam keanggotaan itu. Sebuah jurnal
sastra Asia Tenggara mencantumkan Leila S. Chudori sebagai salah satu
sastrawan Indonesia dalam kamus sastra Dictionnaire des
Creatrices diterbitkan oleh EDITIONS DES FEMMES, Prancis, disusun oleh
Jacqueline Camus. Kamus sastra ini berisi data dan profil perempuan yang
berkecimpung di dunia seni.
B. Karya-karya Leila S. Chudori
Karya-karya awal Leila dimuat saat berusia 12 tahun di majalah Si
Kuncung, Kawanku, dan Hai. Pada usia dini ia menghasilkan buku kumpulan
cerpen berjudul Sebuah Kejutan, Empat Pemuda Kecil, dan Seputih Hati
Andra. Pada usia dewasa cerita pendeknya dimuat di majalah Zaman, majalah
sastra Horison, Matra, jurnal sastra Solidarity (Filipina),
Menagerie (Indonesia), dan Tenggara (Malaysia). Cerpen Leila dibahas oleh
kritikus sastra Tinneke Hellwig “Leila S. Chudori and Women in
Contemporary Fiction Writing dalam Tenggara”.
Selain sehari-hari bekerja sebagai wartawan majalah berita Tempo,
Leila (bersama Bambang Bujono) juga menjadi editor buku Bahasa!
Kumpulan Tulisan di Majalah Tempo (Pusat Data Analisa Tempo, 2008).
Leila juga aktif menulis skenario drama televisi.
Masa kanak-kanak, Leila mengarang semenjak anak-anak hingga
dewasa. Semasa kanak-kanak, Leila memulai kariernya dengan membuat
cerpen yang berjudul “Sebatang Pohon Pisang”, dimuat di majalah Kawanku
4