ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH
BERBASIS KEPASTIAN HUKUM)
TESIS
Oleh :
SUMIARTI DWIPAYANTI
NIM : 20302100200 Konsentrasi : Hukum Pidana
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2023
ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH
BERBASIS KEPASTIAN HUKUM)
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum
Oleh :
SUMIARTI DWIPAYANTI
NIM : 20302100200 Konsentrasi : Hukum Pidana
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2023
MOTTO
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang- orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”
(Al-Mujadalah : 11)
PERSEMBAHAN Kami persembahkan hasil karya ini berupa Tesis kepada : 1. Kedua Orang Tuaku
Bapa (Alm) Jaja Tateng Jaelani, S.H. dan Ibu Suangsih, S.Pd. Terima kasih atas segala bimbingan, motivasi, dukungan serta do’anya sehingga saya bisa menyelesaikan Program Magister (S2) Ilmu Hukum di Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
2. Saudara-saudara ku Tersayang
Andi Romansyah, S.H., Tri Aji Awaludin, Yeni Ilega Romena, S.Tr.keb dan keponakan ku tersayang Kania Indah Lestari. Terima kasih atas do’a dan dukungan yang tak pernah terhenti.
3. Almamater Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Terima kasih kepada semua pihak sehingga bisa belajar menimba ilmu di kampus ini.
ABSTRAK
Tujuan penelitian Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik Dalam Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang, Kelemahan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik Dalam Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang, Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik Dalam Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang Berbasis Kepastian Hukum.
Metode pendekatan yuridis normatif, pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep- konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini dengan menggunakan Teori Pertanggungjawaban Pidana dan Kepastian Hukum.
Hasil penelitian dan pembahasan bahwa 1) Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik Dalam Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang terdakwa selama pemeriksaan dipersidangan tidak ditemukan alasan pembenar atau alasan pemaaf atas perbuatan yang dilakukannya. Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan seseorang telah melakukan perbuatan bertentangan dengan peraturan hukum pidana berlaku.
Penerapan pertanggungjawaban pidana mutlak ada dalam hukum pidana, sebagai dasar untuk menjatuhkan pidana. 2) Kelemahan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik disebabkan salah satu faktor penegakan hukum, faktor masyarakat, faktor kebudayaan. Selain itu juga Pola perilaku sosial seseorang dimasyarakat, Pemahaman Agama Yang Kurang. 3) Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam persidangan terdakwa terbukti melanggar Pasal 266 ayat (2) KUHP. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan dengan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan supaya Terdakwa tetap ditahan.
Kata Kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Pemalsuan Dokumen, Tindak Pidana
ABSTRAK
The objectives of this study are criminal liability for perpetrators of the crime of forging authentic deed documents in the Tamiang Layang District Court Decision, Weaknesses of criminal liability for perpetrators of the crime of forgery of authentic deed documents in the Tamiang Layang District Court Decision, Juridical Analysis of Criminal Liability Against Perpetrators of the Crime of Forgery of Deed Documents Authentic in Tamiang Layang District Court Decisions Based on Legal Certainty.
Normative juridical approach method, an approach carried out based on the main legal material by examining theories, concepts, legal principles and statutory regulations related to this research using the Theory of Criminal Responsibility and Legal Certainty.
The results of the research and discussion show that 1) Criminal Liability Against the Perpetrators of the Criminal Act of Forging Authentic Deed Documents In the Decision of the Tamiang Layang District Court, the defendant during the examination at the trial did not find any justification or excuse for his actions. The Principle of No Criminal Without Fault a person has committed an act contrary to applicable criminal law regulations. The application of absolute criminal responsibility exists in criminal law, as a basis for imposing a sentence. 2) The Weaknesses of Criminal Liability Against the Offenders of the Crime of Authentic Deed Documents is due to one of the factors of law enforcement, community factors, cultural factors. Besides that, the pattern of social behavior of a person in society, lack of understanding of religion. 3) Juridical Analysis of Criminal Liability Against the Perpetrators of the Falsification of Documents of Authentic Deed Documents in the trial the defendant was proven to have violated Article 266 paragraph (2) of the Criminal Code. Imposing a sentence on the Defendant with imprisonment for 7 (seven) months with the period of arrest and detention that the Defendant has served is deducted in its entirety from the sentence imposed so that the Defendant remains in custody.
Keywords: Criminal Liability, Falsification of Documents, Criminal Act
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun, sehingga proses penyusunan Tesis yang berjudul “Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah Berbasis Kepastian Hukum”.
Adapun tujuan dari penulisan Tesis untuk memenuhi persyaratan guna mendapatkan gelar Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.
Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang sudah memberikan kontribusi baik dukungan, bimbingan serta saran dan masukan, sehingga tesis dapat terselesaikan. Rasa terima kasih penulis kami ucapkan kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. Gunarto, S.H., S.E., Akt, M.Hum Rektor Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.
2. Dr. Bambang Tri Bawono, S.H., M.H Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.
3. Dr. Denny Suwondo, S.H., M.H Ketua Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang sekaligus dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta petunjuk dalam penyusunan tesis, sehingga bisa terselesaikan secara baik.
4. Sivitas Akademika Program Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.
5. Rekan-rekan mahasiswa/i Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan
Kami menyadari dalam penulisan tesis masih jauh dari kesempurnaan. Kami memohon saran dan kritik sifatnya membangun demi kesempurnaan dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Semarang, 25 Agustus 2023
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL... i
HALAMAN JUDUL... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...………... iii
HALAMAN PENGESAHAN………. vi
HALAMAN MOTTO……….. v
HALAMAN PERSEMBAHAN……….. vi
ABSTRAK………... vii
ABSTRAK…………. viii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………... ix
KATA PENGANTAR………. x
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS.………. xii
DAFTAR ISI... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 10
C. Tujuan Penelitian... 10
D. Manfaat Penelitian………... 11
E. Kerangka Konseptual... 11
F. Kerangka Teoritis…... 16
G. Metode Penelitian... 19
1. Jenis Penelitian ………... 19
2. Metode Pendekatan…... 20
3. Spesifikasi Penelitian ……….. 20
4. Jenis dan Sumber Data hukum ………... 21
5. Metode Pengumpulan Data... 22
6. Metode Analisis Data... 23
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik ……….. 27
1. Pengertian Tindak Pidana ………. 27
2. Unsur-unsur Tindak Pidana ……….. 28
3. Jenis-jenis Tindak Pidana ……….. 31
B. Pengaturan Tindak Pidana terhadap Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)……… 34
1. Pengertian Pemalsuan Surat ……….………. 34
2. Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen ……….……… 37
3. Bentuk-bentuk Pemalsuan Surat ……… 38
4. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen dalam Akta Autentik ……….………... 39
C. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik ……… 45
1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ……….……….. 45
2. Syarat Pertanggungjawaban Pidana ……….…………. 47
3. Unsur-unsur Pertanggung Jawaban Pidana ……….….. 49
D. Kepastian Hukum Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik ………. 53
1. Pengertian Kepastian Hukum ………...….. 53
2. Pengaturan Kepastian Hukum ………. 58
3. Bentuk-Bentuk Kepastian Hukum ……….. 60
E. Tindak Pidana Terhadap Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam Hukum Islam ………... 61
1. Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen dalam Hukum Islam…..…….. 61
2. Dasar Hukum dan Sanksi Pidana ……….. 63
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang ………... 67
B. Kelemahan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang ……….… 80 C. Analisis yuridis pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak
pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam Putusan
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 98 B. Saran ... 99
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia sebagai Negara Hukum, ditegaskan dalam undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 Ayat (3) yaitu "Negara Indonesia adalah Negara hukum". Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan hidup setiap warga Negara Indonesia, serta Pancasila merupakan sumber dari semua hukum yang berlaku di Negara Indonesia. Fungsi hukum merupakan salah satu sarana perubahan sosial yang ada di dalam masyarakat.1 Terdapat suatu hubungan interaksi antara sektor hukum dan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Adanya perubahan hukum akan mempengaruhi perubahan sosial yang ada di masyarakat begitupun sebaliknya perubahan sosial dalam masyarakat juga akan mempengaruhi perubahan hukum. Perubahan kekuasaan juga berpengaruh terhadap perubahan hukum.2 Hal lain dengan negara hukum, negara yang menjalankan sistem pemerintahannya berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan (machstaat). Negara tidak maha kuasa, negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang.2
Kekuasaan tanpa hukum tidak memiliki kewibawaan, sedangkan hukum tanpa sanksi, sulit untuk ditegakkan. Dalam hubungan tersebut, hukum
1Yusril Ilza Amri, Bambang Tri Bawono and Ira Alia Maerani, Criminal Investigation of Motorcycle Stealing Goods, Law Development Journal Volume 3 Issue 1, March, 2021, hlm.25 2 Shidarta, 2013, Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta, hlm. 44.
2 Krisna Harahap, 2009, Konstitusi Republik Indonesia Menuju Perubahan ke-5, Grafiti Budi Utami, Bandung, 2009, hlm. 16
melegitimasi negara, sedangkan negara mempositifkan, menciptakan, menegaskan, dan memberlakukan dalam penegakan hukum. Jadi, yang menjadi ciri khas negara hukum adalah hubungan antara negara dan hukum.3 Keduanya saling terkait dan saling mengisi.
Salah satu kejahatan yang cukup banyak terjadi di lingkungan masyarakat adalah kejahatan pemalsuan. Pemalsuan berasal dari kata palsu yang berarti perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan orang lain baik diri sendiri maupun orang lain untuk mencari keuntungan. Suatu perbuatan belum dianggap sebagai tindak pidana jika perbuatan tersebut tidak secara tegas tercantum di dalam Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau ketentuan pidana lainnya. Prinsip tersebut hingga sekarang dijadikan pijakan demi terjaminnya kepastian hukum.4
Ketentuan mengenai pemalsuan surat (valschheid in geschriften) diatur dalam Bab XII Buku II Kitab UndangUndang Hukum Pidana, Pasal 263 s/d 276, yang bentuk-bentuknya :
1) Pemalsuan surat dalam bentuk standar atau bentuk pokok (eenvoudige valschheid in geschriften), yang juga disebut sebagai pemalsuan surat pada umumnya (Pasal 263).
2) Pemalsuan surat yang diperberat (gequalificeerde valschheid in geschriften) (Pasal 264).
3) Menyuruh memasukkan keterangan palsu kedalam akta autentik (Pasal 266).
4) Pemalsuan surat keterangan dokter (Pasal 267 dan 268).
5) Pemalsuan surat-surat tertentu (Pasal 269, 270 dan 271).
6) Pemalsuan surat keterangan pejabat tentang hak milik (Pasal 274).
7) Menyimpan bahan atau benda untuk
3 Widya Hari Sutanto and Umar Ma'ruf. The Role of State Attorney Prosecutors to Restore State Financial Losses in Criminal Actions of Corruption to Make Justice, Law Development Journal Volume 3 Issue 1, March, 2021, hlm.12
4 Musdalifa R, 2013, Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penggunaan Ijazah Palsu Sarjana, Fak.Hukum, Unhas, hlm.1
pemalsuan surat (Pasal 275).
Pasal 272 dan Pasal 273 telah dicabut melalui Stb. 1926 No. 359 jo 429.
Sementara Pasal 276 tidak memuat rumusan tindak pidana, melainkan tentang ketentuan dapatnya dijatuhkan pidana tambahan terhadap pembuat yang melakukan pemalsuan surat dalam pasal 263 s/d 268, berupa pencabutan hak- hak tertentu berdasarkan pasal 35 No. 1-4.5
Pasal 263 dan 264 KUHP mengancam pidana terhadap barang siapa yang melakukan pemalsuan surat. Pasal 263 KUHP terkandung maksud untuk memberikan perlindungan atau kepercayaan umum terhadap surat atau akta yang bersangkutan. Sedangkan kejahatan pemalsuan surat diatur dalam Pasal 263 sampai dengan Pasal 276 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 266 KUHP yang menyatakan :
1) Barangsiapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.6
Kententuan KUHP pemalsuan ijazah ini masuk kedalam pemalsuan surat yaitu Pasal 263 KUHP yang mengatur/menentukan :
1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi
5Adami Chazawi, 2002, Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.13
6Moeljatno, 2009, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Cet. Ke 28, Bumi Aksara, Jakarta, hlm.97
sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat,dengan hukuman penjara selama- lamanya enam tahun.
2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian.
Pasal 263 KUHP ini, diketahui bahwa pada ayat satu khusus ditujukan kepada para pembuat surat palsu, sedangkan pada ayat dua khusus ditujukan kepada pemakainya. Unsur-unsur pemalsuan surat berdasarkan pasal 263 ayat (1) diatas adalah:
1) Membuat surat palsu atau memalsukan surat, artinya membuat yang isinya bukan semestinya (tidak benar), atau memalsukan surat dengan cara mengubahnya sehingga isinya menjadi lain seperti aslinya yaitu itu dengan cara :
a) Mengurangkan atau menambah isi akta.
b) Mengubah isi akta.
c) Mengubah tandatangan pada isi akta.
Unsur pertama ini adalah unsur obyektif yang artinya perbuatan dalam membuat surat palsu dan memalsukan surat.
2) Dalam penjelasan pada pasal tersebut disebutkan, yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah orang yang membuat surat palsu atau memalsukan surat yakni :
a) Yang dapat menerbitkan sesuatu hak.
b) Yang dapat menerbitkan sesuatu perutangan.
c) Yang dapat membebaskan daripada hutang.
d) Yang dapat menjadi bukti dalam sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, jikalau pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian.
Unsur kedua ini tergolong kepada unsur objektf.
3) Dengan sengaja memakai surat palsu atau surat yang di palsukan, seolaholah surat itu asli dan tidak dipalsukan. Artinya perbuatan memalsukan surat seolah-olah surat asli harus dengan niat menggunakannya atau menyuruh orang lain, menggunakannya. Unsur ketiga ini tergolong pada unsur subjektif.
4) Merugikan orang lain yang mempergunakan surat tersebut.
Sedangkan unsur-unsur dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah :
1) Unsur obyektif yaitu :
a) Perbuatan yaitu memakai.
b) Obyeknya yaitu surat palsu dan surat yang dipalsukan.
c) Pemakaian surat tersebut dapat merugikan.
2) Unsur subyektif dengan sengaja
Ketentuan Pasal 264 ayat (1) dan Ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana menyebutkan :
1) Yang bersalah karena memalsukan surat dipidana dengan pidana penjara selamalamanya 8 (delapan ) tahun, kalau perbuatan itu dilakukan terhadap:
a) Surat pembuktian resmi (akta autentik ).
b) Surat utang atau tanda utang dari suatu negara atau sebagiannya atau dari lembaga hukum.
c) Sero atau surat utang atau surat tanda sero atau surat tanda utang dari suatu perhimpunan yayasan, perseroan atau maskapai.
d) Talon atau surat untung sero (deviden) atau surat bunga uang dari salah satu surat yang diterangkan pada huruf b dan c atau tentang surat bukti yang dikeluarkan sebagai surat pengganti surat itu.
e) Surat kredit atau surat dagang yang disediakan untuk diedarkan.
2) Di pidana dengan pidana itu juga barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan tersebut dalam ayat (1), seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan. Jika hal memakai surat itu dapat mendatangkan kerugian.
Unsur-unsur kejahatan pada ayat (1) adalah : 1) Unsur-unsur obyektif yaitu:
a) Perbuatan itu membuat surat palsu dan memalsukan.
b) Obyeknya yaitu surat sebagaimana tercantum dalam ayat (1) huruf “a”
sampai dengan “e”.
c) Dapat menimbulkan akibat kerugian dari pemakaian surat tersebut.
2) Unsur subyektif yaitu: dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain seolah-olah isinya benar dan tidak palsu. Unsur-unsur kejahatan pada ayat (2) diatas adalah :
a) Unsur-unsur obyektif yaitu : (1) Perbuatan yaitu memakai.
(2) Obyeknya adalah surat-surat sebagaimana tersebut dalam ayat (1).
(3) Pemakaian itu seolah-olah isinya benar dan tidak palsu.
b) Unsur subyektif yaitu dengan sengaja.
Perbuatan pemalsuan Ijazah merupakan delik materil yaitu apabila suatu delik tersebut menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang dan dapat
menimbulkan kerugian atas pemakaiannya serta dapat di ancam pidana.7 Ijazah merupakan salah satu bentuk akta autentik. Berdasarkan ketentuan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, akta autentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Sehingga yang perlu dipahami bahwa perumusan delik yang terkandung dalam Pasal 263 dan Pasal 264 KUHP serta telah memenuhi formulasi yang ada dalam pasal tersebut, penerapan Pasal 263 dan Pasal 264 KUHP bagi pelaku pemalsuan sudahlah tepat. Dengan demikian dasar adanya tindak pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat tindak pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak pidana tersebut.8
Perbuatan pemalsuan dapat dikategorikan dalam kelompok kejahatan penipuan, tetapi tidak semua perbuatan penipuan adalah pemalsuan. Perbuatan pemalsuan tergolong kelompok kejahatan penipuan apabila seseorang memberikan gambaran tentang suatu keadaan atas sesuatu barang (surat) seakanakan itu asli atau kebenaran tersebut dimilikinya. Karena gambaran ini orang lain menjadi terpedaya dan mempercayai bahwan keadaan yang digambarkan atas barang (surat) tersebut adalah benar atau asli.9
7Eddy O.S. Hiariej, 2012, Teori dan Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta, hlm.7.
8Mujahid and Sri Kusriyah, Implementation Restorative Justice in Criminal Cases at Investigation Level, Law Development Journal Volume 2 No 2, June, 2020, hlm.21.
9Moch Anwar, 1980, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), Alumni, Bandung, hlm.23.
Kejadian pemalsuan dokumen akta autentik yaitu ijazah yang terjadi di Pengadilan Negeri Tamiang Layang dengan Putusan Pengadilan Nomor : 43/Pid.B/2022/Pn Tml dengan kronologis berawal sekitar tahun 2017 Kabupaten Barito Timur melaksanakan kegiatan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Dayu periode tahun 2017-2023, adapun tahapan yang dilaksanakan pada saat pelaksanaan Pilkades Desa Dayu periode Tahun 2017-2023 meliputi sosialisasi kepada masyarakat, membuka pendaftaran bakal calon, menerima berkas, penjaringan berkas, penyaringan berkas, seleksi tambahan untuk bakal calon, penetapan bakal calon, pemungutan suara yang dilaksanakan di tiga TPS, perhitungan suara, penetapan calon terpilih dan menyerahkan hasil penetapan kepada ketua BPD Desa Dayu, dengan adanya sosialisasi tersebut Terdakwa berniat untuk maju dan mendaftarkan dirinya sebagai calon Pilkades Desa Dayu periode tahun 2017-2023.
Salah satu syarat untuk maju menjadi kandidat pilkades adalah melampirkan fotocopy ijazah/surat tanda tamat belajar sekolah dasar, sekolah menengah pertama atau sederajat dan ijazah/surat tanda tamat belajar terakhir yang dilegalisasir oleh pejabat yang berwenang, serta memperlihatkan ijazah/surat tanda tamat belajar asli, untuk dapat memenuhi persyaratan tersebut kemudian Terdakwa mendatangi Saksi H dengan maksud membuat surat keterangan pengganti ijazah (SKPI)/STTB, atas permintaan Terdakwa tersebut Saksi H menerbitkan surat keterangan pengganti ijazah (SKPI)/STTB Nomor : 422.02 / 70 / 2016 di Ugang Sayu tanggal 6 Juni 2017. Karena masih belum memenuhi syarat pendaftaran Kades Dayu tersebut Terdakwa mendatangi Saksi Y selaku kepala sekolah SMP Negeri 2 Gunung Bintang Awai untuk meminta dibuatkan
surat keterangan pengganti ijazah/STTB SMP dengan alasan ijazah SMP nya hilang, Saksi Y sebenarnya tidak tahu apakah Terdakwa benar pernah bersekolah di SMP Swasta Bintang Harapan (sekarang berubah nama menjadi SMP Negeri 2 Gunung Bintang Awai). Namun karena alasan kemanusiaan Saksi Y mengeluarkan surat keterangan pengganti ijazah (SKPI)/STTB SMP Nomor : 241.2/801/2016 tanggal 08 Juni 2017 atas nama Terdakwa, setelah surat SKPI tersebut keluar Saksi Y menyarankan Terdakwa agar membuat surat laporan kehilangan ke pihak Kepolisian, selanjutnya dengan menggunakan/melampirkan surat keterangan pengganti ijazah/STTB SD serta surat keterangan pengganti ijazah/STTB SMP dan ijazah paket C Terdakwa mendaftar sebagai calon pemilihan Kepala Desa Dayu periode tahun 2017-2023.
Setelah dilakukan verifikasi oleh panitia yaitu Sdra. H untuk Terdakwa tidak perlu memakai ijazah paket C, jadi Terdakwa tidak jadi menggunakan ijazah paket C. Selain Terdakwa yang mendaftar sebagai calon Pilkades Dayu periode 2017-2023 ada Saksi F, Saksi O, Sdra. E Saksi T, Sdra. A, Sdra. M dan Uni.
Peserta Pilkades Desa Dayu yang lolos setelah melalui tahapan verifikasi berkas sebanyak 5 (lima) orang yaitu Terdakwa, Saksi T, Sdra. E, Saksi F dan Saksi OB, setelah melalui berbagai tahapan Terdakwa terpilih dan ditetapkan sebagai pemenang Kepala Desa Dayu Periode tahun 2017-2023 dan Terdakwa dilantik oleh Bupati Barito Timur sekitar bulan Oktober/November 2017 bertempat di Kantor Bupati Barito Timur.
Setelah pelantikan dan penetapan calon pemenang Kades Desa Dayu periode 2017-2023 salah satu pihak peserta Pilkades Desa Dayu yaitu Saksi F merasa keberatan dan melakukan gugatan ke PTUN, gugatan dari Saksi F telah diputus
oleh hakim PTUN Palangka Raya dengan Nomor Putusan : 31 /G/2017/PTUN.PLK yang pada pokoknya antara lain : Bahwa atas perbuatan E telah diketahui data data pencalonanya menggunakan ijazah SLTA/ Paket C, maka, EMILIA memperbaiki dan menggantikan persyaratan pendidikan Lulus Sekolah Lanjutan Pertama (SMP) berdasarkan Surat Keterangan Pengganti Ijazah/ STTB tanggal, 08 Juni 2017 (Nomor dan tahun surat berbeda) dan Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Gunung Bintang Awai bernama Y, yang berdasarkan permintaan membenarkan pernah sekolah bersangkutan bukan data autentik sekolah yang ternyata terdapat kejanggalan dalam Surat Keterangan tersebut tidak disebutkan atau tanpa mempunyai Nomor induk Siswa dan Nomor Ijazah dalam Surat Keterangan Penggganti Ijazah.
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 266 Ayat (1) KUHP, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 266 ayat (1) KUHP, adapun yang menjadi unsur-unsurnya yaitu:
1) Barang siapa
2) Menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik 3) dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu
seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran.
Kemudian memperhatikan bunyi Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, menetapkan bahwa sebagai pelaku tindak pidana yaitu:
1) Mereka yang melakukan.
2) Mereka yang menyuruh melakukan, dan
3) Mereka yang turut serta dalam melakukan perbuatan, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur hukumnya, yaitu:
a) Barang siapa
b) Menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik . c) Dengan maksud memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu
seolah-olah keterangan sesuai dengan kebenaran.
d) Pelakunya:
1) Mereka yang melakukan
2) Mereka yang menyuruh melakukan 3) Mereka yang turut melakukan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti dalam bentuk tesis dengan Judul “Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah Berbasis Kepastian Hukum”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan diatas, rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang ?
2. Apa kelemahan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang ?
3. Bagaimana analisis yuridis pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang Berbasis Kepastian Hukum ?
C. Tujuan Penelitian
Penulisan Tesis ini memiliki tujuan yang dicapai yakni :
1. Mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang.
2. Mengetahui dan menganalisis kelemahan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang.
3. Mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang Berbasis Kepastian Hukum.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan memberikan manfaat bagi :
1. Secara teoritis penelitian bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran untuk pembaharuan hukum dalam pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang Berbasis Kepastian Hukum.
2. Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Aparat Penegak Hukum, Polisi, Jaksa, Hakim sebagai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang Berbasis Kepastian Hukum.
E. Kerangka Konseptual 1. Analisis Yuridis
Menurut Kamus Hukum, kata yuridis berasal dari kata Yuridisch yang berarti menurut hukum atau dari segi hukum disimpulkan analisis yuridis berarti mempelajari dengan cermat, memeriksa (untuk memahami), suatu pandangan atau pendapat dari segi hukum.10 Analisis adalah kegiatan
10 M. Marwan dan Jimmy P, 2009, Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya, hlm. 651.
merangkum sejumlah data besar yang masih mentah kemudian mengelompokan atau memisahkan komponen-komponen serta bagianbagian yang relevan untuk kemudian mengkaitkan data yang dihimpun untuk menjawab permasalahan. Analisis merupakan usaha untuk menggambarkan pola-pola secara konsisten dalam data sehingga hasil analisis dapat dipelajari dan diterjemahkan dan memiliki arti.11 Sehingga yuridis semua hal yang mempunyai arti hukum yang diakui sah oleh pemerintah. Aturan ini bersifat baku dan mengikat semua orang di wilayah dimana hukum tersebut berlaku, sehingga jika ada orang yang melanggar hukum tersebut bisa dikenai hukuman. Yuridis merupakan suatu kaidah yang dianggap hukum atau dimata hukum dibenarkan keberlakuannya, baik yang berupa peraturan-peraturan, kebiasaan, etika bahkan moral yang menjadi dasar penilaiannya.12
2. Pertanggungjawaban Pidana
Pendapat S.R. Sianturi mengatakan bahwa: “dalam bahasa asing pertanggungjawaban pidana disebut sebagai toerekenbaarheid, criminal responsibility, criminal liability. Diutarakan bahwa pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangka / terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana (crime) yang terjadi atau tidak”.13
11Surayin, 2005, Analisis Kamus Umum Bahasa Indonesia, Yrama Widya, Bandung, hlm.10.
12Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, hlm.88.
13S.R. Sianturi, Op.Cit, hlm. 250.
Pengertian kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa tanggung jawab sendiri adalah kewajiban menanggung segalanya (bila terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan dan sebagainya). Sedangkan menurut kamus hukum, tanggung jawab adalah keharusan untuk setiap orang dalam melakukan sesuatu yang merupakan hal yang telah diwajibkan kepadanya. Menurut Simons, dasar dari pertanggungjawaban pidana adalah setiap kesalahan yang ada pada diri pelaku yang dapat dihubungkan dengan hal-hal yang dapat dipidana dan berdasarkan kesalahan tersebut maka pelaku dapat menerima sanksi sosial berupa celaan.14
3. Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen
Perbuatan pemalsuan dapat digolongkan dalam kelompok kejahatan penipuan sehingga adalah tidak semua perbuatan adalah pemalsuan.
Perbuatan pemalsuan tergolong kelompok kejahatan penipuan apabila seseorang memberikan gambaran tentang suatu gambaran atas barang seakan-akan asli atau benar, sedangkan sesungguhnya kebenaran tersebut tidak dimilikinya, karena gambaran data ini orang lain terperdaya dan mempercayai bahwa keadaan yang digambarkan atas barang/ surat/ data tersebut adalah benar atau asli.15 Kejahatan Pemalsuan adalah kejahatan yang didalamnya mengandung sistem ketidakbenaran atau palsu atas suatu hal atau objek yang sesuatunya itu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.
14 Oemar Seno Adji, 1991, Etika Profesional dan Hukum Pertanggungjawaban Pidana Dokter, Penerbit Erlangga, Jakarta, hlm.34
15 Adami Chazawi, 2005, Pelajaran Hukum Pidana I: stelsel pidana, tindak pidana, teori-teori pemidanaan dan batas berlakunya hukum pidana, PT. Raja Grafindo, Jakarta, hlm.72
Perbuatan pemalsuan ini merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap 2 (dua) norma dasar yaitu:
a. Kebenaran atau kepercayaan yang pelanggarannya dapat tergolong dalam kelompok penipuan.
b. Ketertiban masyarakat, yang pelanggarannya tergolong dalam kelompok kejahatan terhadap negara atau ketertiban masyarakat. Dasar hukum tindak pidana pemalsuan surat atau akta terdapat dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) :
1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memeakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsukan, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugan, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
2) Diancam dengan pidana yang sma, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
R Soesilo, dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal mengatakan bahwa yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya.
4. Akta Autentik
Menurut Veegens Oppenheim Polak sebagaimana dikutip Tan Thong Kie, akta adalah suatu tulisan dibuat untuk dipergunakan sebagai bukti.
Kedua arti akta di atas maksudnya tidak jauh berbeda yaitu bahwa akta adalah tulisan/surat yang sengaja dibuat sebagai alat bukti.16 Akta dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu akta autentik dan akta di bawah tangan.
Menurut Supomo, akta autentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuatakta itu, dengan maksud untuk dijadikan sebagai surat bukti.17
Akta di bawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak sendiri tanpa adanya bantuan dari seorang pejabat umum.
Kedua akta tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan, baik dari cara pembuatan, bentuk maupun kekuatan pembuktiannya. Menurut Pasal 1868 KUH Perdata yang dimaksud akta autentik adalah akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai yang berkuasa (pegawai umum) untuk itu, di tempat di mana akta dibuatnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa akta dapat disebut sebagai akta autentik apabila memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:
a. Akta tersebut dibuat oleh atau dibuat di hadapan pejabat umum yang ditunjuk oleh undang-undang misalnya notaris.
16Veegens-Oppenheim-Polak dalam Tan Thong Kie, 1987, Serba-Serbi Praktek Notariat, Alumni, Bandung, hlm. 12.
17Supomo, 1971, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm.38
b. Bentuk dari akta tersebut ditentukan undang-undang dan cara membuat akta tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang.
c. Akta tersebut dibuat di tempat dimana pejabat umum berwenang membuat akta tersebut.
F. Kerangka Teoritis
Penelitian ini menggunakan kerangka teoritis sebagai berikut : 1. Teori Pertanggungjawaban Hukum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya.18 Menurut hukum tanggung jawab adalah suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu perbuatan.19Selanjutnya menurut Titik Triwulan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya.20
18Andi Hamzah, 2005, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 5.
19Soekidjo Notoatmojo, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 110.
20Titik Triwulan dan Shinta Febrian, 2010, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta, hlm. 48.
Teori menurut Hans Kelsen dalam teorinya pertanggungjawaban hukum menyatakan bahwa: “seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa ia memikul tanggung jawab hukum, subjek berarti bahwa ia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan sebaliknya. Lebih lanjut, Hans Kelsen menyatakan bahwa:
“Kegagalan untuk melakukan kehat i-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilafan (negligence); dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis laindari kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan”.21
Hans Kelsen selanjutnya membagi mengenai tanggungjawab terdiri : a. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab
terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri.
b. Tanggung jawab kolektif berarti bahwa seseorang bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain.
c. Tanggung jawab berdasarkan kesalahan, artinya seseorang bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukannya dengan sengaja dan dengan maksud untuk menimbulkan kerugian.
d. Tanggung jawab mutlak yang berarti bahwa seseorang bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak disengaja dan tidak terduga.22
Mengenai masalah pertanggungjawaban suatu jabatan, menurut Krenenburg dan Vegtig, ada dua teori yang mendasari, yaitu:
21Asshiddiqie, J., & Safa’at, A, 2006, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jendral dan kepaniteraan Mahkama Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, hlm. 114.
22Ibid.
1) Teori Fautes Personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian pihak ketiga ditanggung oleh pejabat yang karena perbuatannya telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab diperlihatkan kepada manusia sebagai individu.
2) Teori Fautes de Services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian pihak ketiga ditanggung oleh instansi resmi yang bersangkutan. Menurut teori ini, tanggung jawab diberikan pada posisi. Dalam penerapannya, kerugian yang ditimbulkan juga disesuaikan apakah kesalahan yang dilakukan merupakan kesalahan berat atau kesalahan kecil, dimana berat dan beratnya suatu kesalahan berimplikasi pada tanggung jawab yang harus dipikul.23
2. Teori Kepastian Hukum
Menurut Sudikno Mertukusumo, kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik.
Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.24
23Roeslan Saleh, 2015, Sistem Pertanggungjawaban pidana Perkembangan dan Penerapan, PT.
Radjawali Press, Jakarta, hlm. 21.
24Asikin zainal, 2012, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 113.
Kepastian hukum menurut Jan Michiel Otto mendefenisikan sebagai kemungkinan bahwa dalam situasi tertentu :
a. Tersedia aturan-aturan yang jelas (jernih), konsisten dan mudah diperoleh, diterbitkan oleh dan diakui karena (kekuasaan) negara.
b. Instansi-instansi penguasa (pemerintah) menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya.
c. Warga secara prinsipil menyesuaikan prilaku mereka terhadap aturan- aturan tersebut.
d. Hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpikir menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan sengketa hukum.
e. Keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.25 G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan Pendekatan Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini.
Pendekatan ini dikenal pula dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian ini.26 Spesifikasi dipergunakan bersifat
25Soeroso, 2011. Pengantar Ilmu Hukum, Pt. Sinar Grafika, Jakarta, hlm.11.
26Suharsimi Arikunto, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, hlm.126.
deskriptif analitis, memberikan paparan secara sistematis, logis, menganalisisnya dalam rangka mengkaji bahan kepustakaan, perundang- undangan, norma hukum yang berlaku dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya.27 Penelitian ini hendak menganalisis pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen akta autentik berbasis kepastian hukum.
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Pendekatan Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan ini dikenal pula dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian ini.28
3. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Deskriptif analitis yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya didalam masyarakat yang berkenaan objek penelitian. Penelitian deskriptif adalah
27Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.15.
28Zainudin Ali, 2014, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.105.
penelitian yang terdiri atas satu variabel atau lebih dari satu variabel. Namun, variabel tidak saling bersinggungan sehingga disebut penelitian bersifat deskriptif. Analisis data tidak keluar dari lingkup sampel, bersifat deduktif, berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum yang kemudian diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komperasi atau hubungan seperangkat suatu data dengan seperangkat data yang lain.29
4. Jenis dan Sumber Data Hukum
Jenis data yang digunakan yakni data sekunder sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum empiris sebagai berikut :
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan pertama), sementara data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada.30 Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Tamiang Layang yang akan diteliti, yang akan diolah dan diteliti berupa Putusan Pengadilan Nomor : 43/Pid.B/2022/Pn Tml tentang tindak pidana pemalsuan dokumen akta autentik. Selain itu sebagai data primer, dalam penelitian ini peneliti menggunakan peraturan-peraturan :
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2) Kitab undang-undang Hukum Pidana (KHUP)
29Zainuddin Ali, 2015, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.15.
30Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, UI Pres, Jakarta, hlm.10.
3) Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data-data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan oleh pihak lain. Baik bentuk maupun isi data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh peneliti terdahulu sehingga peneliti selanjutnya tidak mempunyai pengawasan terhadap pengumpulan, pengelolaan, analisa maupun konstruksi data.31
c. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan tesis ini buku- buku yang berkaitan dengan penegakan hukum, hasil penelitian ilmiah seperti jurnal ilmiah, makalah dan lain-lain yang berkaitan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen akta autentik berbasis kepastian hukum.
d. Bahan Hukum Tersier yang merupakan pendukung bahan primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia yang relevan.
5. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini, agar suatu penelitian digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian. Data harus selalu ada agar permasalahan penelitian itu dapat dipecahkan. Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data yang bersifat primer dan data yang bersifat sekunder. Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber data di lapangan (field research). Data primer ini diperoleh dari hasil
31Ibid.
putusan pengadilan yang diperlukan dalam penelitian ini, disesuaikan dengan metode pendekatan dan jenis data yang digunakan.32
6. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus (observational case studies) dengan pendekatan kuantitatif yang memadukan input data kualitatif dan kuantitatif sekaligus (mix method). Karena pada penelitian ini, penulis beranjak dari studi kasus yang menghasilkan input data kualitatif (persepsi manusia) dengan bantuan kuesioner. Namun dalam analisisnya, data kualitatif tersebut akan diolah menjadi data kuantitatif, dimana hasil analisisnya kemudian disimpulkan kembali melalui penjabaran hasil analisis yang berbentuk kualitatif yang akan memberikan gambaran menyeluruh tentang aspek hukum yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
Penelitian kuantitatif diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, dipergunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu dengan teknik pengambilan sampel umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan.33
Langkah pertama dalam pengolahan data pada penelitian ini adalah pengecekan kembali yaitu memeriksa kembali data-data yang telah diperoleh
32Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet. I, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.50.
33Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Alfabeta, Bandung, hlm.14.
terutama dari segi kelengkapan dan kejelasan makna dan data-data yang diperoleh juga harus merupakan data yang diutamakan agar data yang diperlukan lengkap dan akurat. Selanjutnya adalah klasifikasi yaitu menyusun dan mensistematisasikan data yang telah diperoleh ke dalam pola- pola tertentu guna mempermudah pembahasan yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan.34
Pengolahan dan analisis data pada penelitian hukum yuridis normatif, adalah penelitian hukum doktrinal yang disebut juga sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara yuridis kuantitatif dan kualitatif (mix method) dengan menggunakan metode berpikir deduktif (umum-khusus), yaitu dengan menjabarkan, menafsirkan dan mengkonstruksikan data yang diperoleh berdasarkan norma-norma atau kaidah- kaidah, teori-teori, pengertian-pengertian hukum dan doktrin-doktrin yang ada dalam dokumen, peraturan perundang-undangan, untuk menjawab permasalahan yang ada. Analisis data dilakukan dalam bentuk data-data tertulis baik dalam bentuk literatur, laporan, kajian ilmiah, hingga peraturan perundang-undangan. Analisis mengenai permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah kajian terhadap pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen akta autentik berbasis kepastian hukum.
34Nana Sujana dan Ahwal Kusuma, 2000, Proposal Penelitian di Perguruan Tinggi, Sinar Baru Algesindo, Bandung, hlm.84-85.
H. Sistematika Penulisan Tesis
Untuk memberikan gambaran secara umum dari penyusunan Tesis ini, berikut penyusunan Bab per Bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan menguraikan, Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Konseptual, Kerangka Teori, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan Tesis.
BAB II : Tinjauan Pustaka menguraikan, Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik, Pengaturan Tindak Pidana terhadap Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik, Kepastian Hukum Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik, Tindak Pidana Terhadap Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam Hukum Islam.
BAB III : Hasil Penelitian dan Pembahasan menguraikan Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang, Kelemahan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang, Analisis yuridis pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam Putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang Berbasis Kepastian Hukum.
BAB IV : Penutup simpulan dan saran-saran dari hasil pembahasan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik 1. Pengertian Tindak Pidana
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Selain itu, menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan dan menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidan yaitu dapat dilaksanakaan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.35
Hukum pidana adalah bagian dari hukum publik, sehingga telah menjadi tugasnya untuk melindungi kepentingan masyarakat umum. Hukum pidana ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaranpelanggaran dan kejahatan- kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman.
Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro definisi tindak pidana yang sebenarnya merupakan istilah resmi dari Kitab Undang-Undang Hukum
35Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 1.
Pidana yang sekarang berlaku di Indonesia disebut delik. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenal hukum pidana dana pelakunya ini dapat dikatakan merupakan subjek pidana.36
Menurut Pompe, yang merumuskan suatu strafboarfeit itu sebenarnya adalah tidak lain dari suatu tindakan yang menurut suatu rumusan undangundang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.37 Menurut R. Tresna, walaupun menyatakan sangat sulit untuk merumuskan atau memberi definisi yang tepat perihal peristiwa pidana, namun juga baeliau menarik suatu definisi yang menyatakan peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindak penghukuman.38
2. Unsur-unsur Tindak Pidana
Hakekatnya tiap-tiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah (fakta) oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya. Keduanya memunculkan kejadian dalam alam lahir (dunia).
a. Menurut Moeljatno
Yang merupakan unsur-unsur perbuatan pidana : 1) Kelakuan dan akibat perbuatan
36Wirjono Prodjodikoro, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, hlm.58
37Adami Chazawi, 2005, Pelajaran Hukum Pidana I: stelsel pidana, tindak pidana, teori-teori pemidanaan dan batas berlakunya hukum pidana, PT. Raja Grafindo, Jakarta, hlm.72.
38Ariman, Rasyid & Raghib, Fahmi, 2016, Hukum Pidana, Setara Press, Malang, hlm.57.
2) Hal ikhwal yang menyertai perbuatan
3) Keadaan tambahan yang memberatkan pidana 4) Unsur melawan hukum yang obyektif
5) Unsur melawan hukum yang subyektif.39 b. Menurut Yulies Tiena Masriani
Menyebutkan unsur-unsur peristiwa pidana ditinjau dari dua segi, yaitu:
1) Dari segi obyektif berkaitan dengan tindakan, peristiwa pidana adalah perbuatan yang melawan hukum yang sedang berlaku, akibat perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman.
2) Dari segi subyektif, peristiwa pidana adalah perbuatan yang dilakukan seseorang secara salah. Unsur-unsur kesalahan si pelaku itulah yang mengakibatkan terjadinya peristiwa pidana. Unsur kesalahan itu timbul dari niat atau kehendak si pelaku. Jadi, akibat dari perbuatan itu telah diketahui bahwa dilarang oleh Undangundang dan diancam dengan hukuman. Jadi, memang ada unsur kesengajaan.40
c. Menurut Wirdjono Prodjodikoro
Memberikan unsur-unsur dari perbuatan pidana sebagai berikut : 1) Subjek tindak pidana
2) Perbuatan dari tindak pidana
3) Hubungan sebab-akibat (causaal verban) 4) Sifat melanggar hukum (onrechtmatigheid) 5) Kesalahan pelaku tindak pidana
39Marpaung, Leden, 2005, Asas Teori dan Praktek Hukum Pidana, Sinar Grafindo, Jakarta, hlm.69.
40Ibid.
6) Kesengajaan (opzet).41 d. Unsur-unsur perbuatan pidana
1) Unsur Undang-undang dan yang di luar Undang-undang 2) Sifat melawan hukum atau kesalahan sebagai unsur delik
3) Unsur tertulis dari rumusan delik atau alasan pengahapus pidana.42 Umumnya delik terdiri dari dua unsur pokok, yaitu unsur pokok yang subyektif dan unsur pokok yang obyektif.
1) Unsur pokok subyektif :
Asas hukum pidana “tidak ada hukuman tanpa ada kesalahan”.
Kesalahan yang dimaksud adalah kesengajaan dan kealpaan. Pada umumnya para pakar telah menyetujui bahwa kesengajaan ada tiga bentuk, yaitu :
a) Kesengajaan sebagai maksud
b) Kesengajaan dengan keinsyafan pasti
c) Kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan
Kealpaan adalah bentuk kesalahan yang lebih ringan dari kesengajaan.
Kealpaan terdiri atas dua bentuk, yaitu : (1) Tidak berhati-hati
(2) Dapat menduga akibat perbuatan itu
2) Unsur pokok obyektif dengan unsur obyektif terdiri dari : a) Perbuatan manusia
41Wirjono Prodjodikoro, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, Refika Aditama, Bandung, hlm.59.
42Schaffmeister dkk, 2007, Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.25.
b) Akibat dari perbuatan manusia
c) Keadaan-keadaan pada umumnya keadaan ini dibedakan antara keadaan pada saat perbuatan dilaksanakan dan keadaan setelah perbuatan dilakukan
d) Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum.43
Menurut pendapat Satochid Kartanegara dalam buku “hukum pidana bagian satu” yang dikutif oleh Leden Marpaung bahwa unsur delik terdiri dari unsur subyektif dan unsur obyektif.
1) Unsur obyektif yang terdapat di luar manusia, yaitu : a) Suatu tindakan
b) Suatu akibat c) Keadaan
2) Unsur subyektif dari perbuatan a) Dapat dipertanggungjawabkan b) Kesalahan.44
3. Jenis-jenis Tindak Pidana
Perbuatan-perbuatan pidana menurut sistem KUHP dibagi atas kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Menurut M.v.T. dalam bukunya Smidt.L sebagaimana dikutip oleh Moeljatno, pembagian atas dua jenis tadi didasarkan atas perbedaan prinsipil. Dikatakan, bahwa kejahatan adalah rechtsdelicten, yaitu:
43Marpaung, Leden, 2005, Asas Teori dan Praktek Hukum Pidana, Sinar Grafindo, Jakarta, hlm.69.
44Ibid.
“Perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam Undangundang, sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagai onrecht, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum.
Pelanggaran sebaliknya adalah wetsdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada wet yang menentukan demikian”.45
Menurut Tongat dalam bukunya “dasar-dasar hukum pidana Indonesia dalam perspektif pembaharuan” sebagaimana dikutip oleh Mahrus Ali, bahwa kejahatan dan pelanggaran adalah sebagai berikut :
“Kejahatan adalah rechtdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu Undang-Undang atau tidak. Sekalipun tidak dirumuskan sebagai delik dalam Undang-Undang, perbuatan ini benarbenar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang bertentangan dengan keadilan. Jenis perbuatan pidana ini juga disebut mala in se, artinya perbuatan tersebut merupakan perbuatan jahat karena sifat perbuatan tersebut memang jahat.”46
“Pelanggaran adalah perbuatan-perbuatan yang oleh masyarakat baru disadari sebagai perbuatan pidana, karena Undang-Undang merumuskannya sebagai delik. Perbuatan-perbuatan ini dianggap sebagai tindak pidana oleh masyarakat oleh karena Undang-Undang mengancamnya dengan sanksi pidana. Perbuatan pidana jenis ini disebut juga dengan istilah mala prohibita (malum prohibitum crimes).47
Menurut Molejatno, selain dari pada sifat umum bahwa ancaman pidana bagi kejahatan adalah lebih berat dari pada pelanggaran, maka dapat dikatakan bahwa :
a. Pidana penjara hanya diancamkan pada kejahatan saja.
b. Jika menghadapi kejahatan maka bentuk kesalahan (kesengajaan atau kealpaan) yang diperlukan di situ, harus dibuktikan oleh jaksa, sedangkan
45Moeljatno, Op. Cit, hlm. 78.
46Mahrus Ali, 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.101.
47Ibid.
jika menghadapi pelanggaran hal itu tidak usah. Berhubung dengan itu kejahatan dibedakan pula dalam kejahatan yang dolus atau culpa.
c. Percobaan untuk melakukan pelanggaran tidak dapat dipidana (Pasal 54).
Juga pembantuan pada pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60).
d. Tenggang kadaluwarsa, baik untuk hak menentukan maupun hak penjalanan pidana bagi pelanggaran adalah lebih pendek dari pada kejahatan tersebut masing-masing adalah satu tahun dan dua tahun.
e. Dalam hal perbarengan (concursus) cara pemidanaan berbeda buat pelanggaran dan kejahatan. Kumulasi pidana yang enteng lebih muda dari pada pidana berat (pasal 65, 66, 70).48
Perbedaan kejahatan dan pelanggaran tidak menjadi ukuran lagi untuk menentukan pengadilan mana yang berkuasa mengadilinya,m seperti dahulunya, oleh karena sekarang semuanya diadili oleh Pengadilan Negeri.
Meskipun demikian ada perbedaan dalam acara mengadili. Perbuatan pidana, selain dari pada dibedakan dalam kejahatan dan pelanggaran, biasanya dalam teori dan praktik dibedakan pula antara lain dalam :
1) Delik formil, adalah suatu perbuatan pidana yang sudah dilakukan dan perbuatan itu benar-benar melanggar ketentuan yang dirumuskan dalam pasal Undang-Undang yang bersangkutan. Misalnya : Pencurian adalah perbuatan yang sesuai dengan rumusan pasal 362 KUHP, yaitu mengambil barang milik orang lain dengan maksud hendak memiliki barang itu dengan melawan hukum.
48Moeljatno, Op. Cit, hlm.81.
2) Delik materil, adalah suatu perbuatan pidana yang dilarang, yaitu akibat yang timbul dari perbuatan itu. Misalnya : Pembunuhan. Dalam kasus pembunuhan yang dianggap sebagai delik adalah matinya seseorang yang merupakan akibat dari perbuatan seseorang. Perbuatannya sendiri dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara.
3) Delik dolus, adalah suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja. Misalnya : Pembunuhan (pasal 338 KUHP).
4) Delik culpa, adalah perbuatan pidana yang tidak sengaja, karena kealpaannya mengakibatkan matinya seseorang. Misalnya : (Pasal 359 KUHP).
5) Delik aduan, adalah suatu perbuatan pidana yang memerlukan pengaduan orang lain. Jadi, sebelum ada pengaduan belum merupakan delik.
6) Delik politik, adalah delik atau perbuatan pidana yang ditujukan kepada keamanan Negara, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Misalnya: Pemberontakan akan menggulingkan pemerintahan yang sah.49
B. Pengaturan Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Akta Autentik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
1. Pengertian Pemalsuan Dokumen
Perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap kebenaran dan keterpercayaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain. Suatu pergaulan hidup yang teratur di dalam
49Tongat, 2003, Hukum Pidana Meteriil, UMM Press, Malang, hlm.43