• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PEMALSUAN MEREK KOSMETIK (Kajian Hukum Positif dan Hukum Islam atas Putusan Nomor : 136/Pid.B/2018/PN Bko) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PEMALSUAN MEREK KOSMETIK (Kajian Hukum Positif dan Hukum Islam atas Putusan Nomor : 136/Pid.B/2018/PN Bko) SKRIPSI"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PEMALSUAN

MEREK KOSMETIK

(Kajian Hukum Positif dan Hukum Islam atas Putusan Nomor :

136/Pid.B/2018/PN Bko)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

HALAMAN JUDUL

Disusun Oleh:

Maulidia Permata Citra 11170454000036

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

ii

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PEMALSUAN

MEREK KOSMETIK

(Kajian Hukum Positif dan Hukum Islam atas Putusan Nomor :

136/Pid.B/2018/PN Bko)

SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

MAULIDIA PERMATA CITRA 11170454000036

Di Bawah Bimbingan:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Nahrowi, M.H. Drs. Hamid Farihi, M.A.

NIP. 197302151999031002 NIP. 195811191986031001

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2021 M/ 1442 H

(3)
(4)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Maulidia Permata Citra

NIM : 11170454000036

Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 1 Juli 1999

Program Studi / Fakultas : Hukum Pidana Islam/ Syariah dan Hukum

No. Hp : 089653270650

Email : maulidiapermatacitra.0107@gmail.com

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) di Fakultas Sya-riah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Mengenai berbagai sumber yang saya cantumkan dalam skripsi ini sudah dis-esuaikan dengan ketentuan dan aturan dalam buku pedoman akademik yang ber-laku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya tulis ini merupakan hasil plagiasi dari karya orang lain, atau bukan hasil karya saya sendiri maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 6 Mei 2021

(5)

v ABSTRAK

Maulidia Permata Citra Nim 11170454000036, PERTANGGUNGJAWABAN PI-DANA PELAKU PEMALSUAN MEREK KOSMETIK (Kajian Hukum Positif dan Hukum Islam atas Putusan Nomor : 136/Pid.B/2018/PN Bko). Program Studi Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hi-dayatullah Jakarta, Tahun 2021M/1442H.

Studi ini bertujuan untuk menjelaskan dan membandingkan mengenai pen-jatuhan sanksi terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan merek kosmetik di dalam pandangan hukum positif yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Ta-hun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dan hukum islam.

Agar tercapainya tujuan tersebut maka penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, pendekatan kasus dengan analisis deskripsi dan konten, serta teknik pengumpulan data pustaka berupa jurnal, buku, peraturan perundang-undangan, al-Quran, Hadits, internet, wawancara dan sebagainya.

Hasil penelitian ini menginterpretasikan bahwa seseorang maupun badan hukum yang melakukan tindak pidana pemalsuan merek harus mempertanggungja-wabkan perbuatannya karena perbuatan tersebut merugikan berbagai pihak seperti perusahaan/ produsen merek tersebut, konsumen, bahkan negara. Namun tanggungjawaban hanya dapat dijatuhi apabila telah terpenuhinya unsur-unsur per-buatan pidana dan pelaku mempunyai kesalahan. karena itu, diharapkan agar masyarakat (konsumen), produsen/ perusahaan, dan pemerintah saling bahu-membahu memberantas kejahatan pemalsuan merek kosmetik agar terciptanya per-saingan dagang secara sehat.

Kata Kunci : Merek, Pertanggungjawaban Pidana, Tindak Pidana Pemalsuan Pembimbing : Dr. Nahrowi, M.H.

Drs. Hamid Farihi, M.A Daftar Pustaka : Tahun 1982 sampai 2020

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil „alamin puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan nikmatnya sampai saat ini. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada baginda tercinta Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat-Nya.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga penelitian ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Semoga keberkahan, kebahagiaan, dan rasa syukur selalu menyertai kita semua. Tanpa penulis pungkiri, terdapat banyak sekali halang rintangan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan penelitian ini. Namun, semangat dan dukungan dari orang terdekat serta lingkungan sekitar selalu dapat membangkitkan semangat dan ke-percayaan diri penulis hingga akhirnya penulisan karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, dengan penuh rasa syukur penulis ingin menyampaikan terima kasih secara khusus kepada:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Qosim Arsadani, M.A. Selaku Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam

(Jinayah) dan Mohamad Mujibur Rohman, M.A. selaku Sekretaris Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. M. Nurul Irfan, M.Ag. Selaku Dosen Penasihat Akademik yang telah mengantarkan penulis menuju pembuatan skripsi ini.

4. Dr. Nahrowi, M.H. dan Drs. Hamid Farihi, M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan dalam pembuatan skripsi ini.

(7)

vii

5. Dr. Burhanudin, S.H., M.Hum. dan Dr. Kamarusdiana, M.H. Selaku Dosen Penguji Proposal Skripsi yang telah memberikan arahan dan petuah dalam langkah awal penulisan skripsi ini.

6. Pimpinan Perpustakaan Pusat dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memfasilitasi penulis dalam menyediakan buku dan literatur lainnya sehingga penulis dapat memperoleh informasi sebagai bahan rujukan pembuatan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu kepada penulis. Semoga Bapak/Ibu dosen dilimpahan keberkahan dan balasan yang baik dari Allah SWT.

8. Teruntuk yang tercinta, Ibunda almh. Sri Husiyanah dan Ayahanda Moh. Kamil yang telah mendidik, mendukung dan selalu mendoakan penulis sehingga penulis bisa sampai pada tahap ini.

9. Teruntuk kedua kakak kandung penulis, Luthfi Aditya dan Imron Rosyidi terimakasih atas segala jerih payah, kasih sayang, dukungan dan do‟a yang selalu dilakukan demi menjaga dan mengantarkan penulis meraih cita-cita.

10. Teruntuk Pakde Ichwan Fahrudin dan Bude Sumiati Purwatiningsih serta mba Fika dan mas Fino, terimakasih atas segala ketulusan hati membantu dan mendoakan penulis.

11. Teruntuk Nurul Aulia dan Helmia, terimakasih telah menemani penulis menyelesaikan proses pendidikan penulis.

12. Teruntuk sahabat penulis, Indri Atika Putri dan Syifa Fauziyah Asy‟ari terimakasih atas segala ketulusan hati menemani dan menyemangati penulis selama proses pendidikan berlangsung hingga saat ini.

13. Teruntuk rekan penulis, Shidqi Naufal Musyaffa terimakasih atas segala dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

14. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2017 Program studi Hukum Pidana Islam yang telah menemani penulis selama proses belajar di kelas maupun di luar kelas, terlebih untuk Nila Aulia, Annisa Al-Aufia, Dany Ryzka, Inarotul, Ridho Ilahi,

(8)

viii

Fadhillah Osama, Fathu Rizki, Achmad Danial, dan Dion Satria yang telah menghiasi masa-masa perkuliahan penulis.

15. Terimakasih kepada keluarga IKPDN Semanggi yang telah menghadirkan kebersamaan dan canda tawa hingga menyingkirkan lelah dan penat penulis, serta pihak-pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga dukungan dan kebaikan yang telah diberikan dibalas dengan beribu kebaikan dan nikmat oleh Allah SWT.

Jakarta, April 2021 Penulis

Maulidia Permata Citra

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ... 7

1. Identifikasi Masalah ... 7

2. Pembatasan Masalah ... 7

3. Perumusan Masalah... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1. Tujuan Penelitian ... 8 2. Manfaat Penelitian ... 9 D. Metode Penelitian ... 9 1. Jenis Penelitian ... 10 2. Pendekatan Penelitian ... 10 3. Sumber Data ... 10

4. Teknik Pengumpulan Data ... 11

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 11

6. Teknik Penulisan ... Error! Bookmark not defined. E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

(10)

x

1. Karangka Teori ... 13

2. Kerangka Konseptual ... 18

B. Review Studi Terdahulu ... 31

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK MEREK ... 35

A. Pengertian dan Sejarah Undang-Undang Merek ... 35

1. Pengertian Merek ... 35

2. Sejarah Undang-Undang Merek ... 38

B. Jenis dan Klasifikasi Merek ... 40

C. Merek Gatsby sebagai Jenis Hak Kekayaan Intektual ... 42

D. Tindak Pidana Pemalsuan Merek di dalam Hukum Positif dan Hukum Islam ... 45

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PEMALSUAN MEREK KOSMETIK DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANGKO ... 57

A. Kronologi Perkara Tindak Pidana Pemalsuan Merek Gatsby ... 57

B. Dakwaan, Tuntutan dan Putusan Hakim Pengadilan Negeri Bangko ... 64

1. Dakwaan: ... 64

2. Tuntutan ... 65

3. Putusan Hakim ... 65

C. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pemalsuan Merek Kosmetik ... 66

D. Analisis Putusan Hakim di dalam Hukum Positif dan Hukum Islam ... 72

E. Upaya Meminimalisir dan Memusnahkan Tindak Pidana Pemalsuan Merek Kosmetik 78 BAB V PENUTUP ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Rekomendasi ... 84

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Seiring berjalannya waktu, perkembangan zaman semakin modern men-jadikan manusia yang pada hakikatnya memiliki rasa tidak pernah puas akan suatu pencapaian yang didapat, sehingga dalam benaknya berkeinginan untuk terus megikuti gaya hidup terkini. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini produk kosmetik sudah merupakan bagian dari gaya hidup masa kini yang terus berkembang dan sangat dibutuhkan untuk memperindah penampilan bukan han-ya pada wanita, tetapi juga pria. Kosmetik han-yaitu obat atau bahan untuk memper-cantik wajah, kulit, rambut dan sebagainya yang dalam bahasa yunani dikenal dengan istilah Kosmetikos yang artinya “keahlian dalam menghias”1 Beberapa produk kosmetik yang kerap digunakan antara lain seperti produk pembersih muka, minyak rambut, shampoo, cream pagi dan malam, mascara, blush on, be-dak, eye shadow, lipstick, body lotion, eye liner, face toner, pencil alis dan lain-lain. Karena penggunaan kosmetik sudah menjadi rutinitas setiap harinya tentu seorang konsumen akan mencari tahu secara detail informasi mengenai merek, kualitas, dan harga suatu produk kosmetik yang ingin digunakan olehnya.

Merek adalah sebuah tanda pengenal asal suatu barang yang dihasilkan.2 Bagi konsumen merek sangatlah penting sebagai bahan pertimbangan untuk membeli suatu produk karena dengan merek itulah konsumen akan mengerti ten-tang mutu dan kualitas produk yang akan dibelinya dalam transaksi perdagangan.3 Karena itu, merek merupakan bagian dari hak kekayaan

1 Elvyra Yulia & Neneng Siti Silfi Ambarwati, Dasar-dasar Kosmetika, (Jakarta: LPP Press

UNJ, 2015), h.,1

2 Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus, (Jakarta: Kencana, 2016), h.,312 3

Insan Budi Maulana, Ridwan Khairandy, Nurjihad, Kapita Selekta Hak Kekayaan

(12)

2

ektual untuk menjaga dan melindungi nama suatu produk dalam persaingan perdagangan. Namun, pada praktiknya tidak semua konsumen mempunyai pem-ahaman yang baik tentang produk-produk kosmetik yang beredar, kebanyakan dari mereka hanya mengetahui kualitas suatu produk berdasarkan merek saja, sehingga keadaan ini sering kali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak ber-tanggung jawab, ingin mendapat keuntungan sebesar-besarnya dengan memproduksi suatu produk dan mengatasnamakan merek terkenal karena dengan cara ini pemalsu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk promosi dalam membuat merek tersebut menjadi terkenal dan diketahui oleh masyarakat. Selain itu pemalsu juga juga tidak perlu mengeluarkan biaya riset, pengembangan, pa-jak dan lain-lain sehingga dengan itulah mereka bisa seenaknya menjual produk tersebut secara bebas dipasaran dengan harga yang lebih murah.4 Tentu saja da-lam hal diskon/potongan harga merupakan keadaan sangat menggiurkan dan membuat orang-orang tertarik untuk membelinya karena beranggapan produk tersebut merupakan merek yang sudah terkenal bagus dan tidak membahayakan. Di Indonesia kasus pemalsuan merek kosmetik marak terjadi, bukan hanya di Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan, melainkan di kota-kota lain pun kasus pemalsuan merek kosmetik terus terjadi. Hal ini seperti yang ter-muat dalam berita pada situs resmi www.pom.go.id tertanggal 30 Desember 2020 bahwa di Sulawesi tenggara tercatat 33 kasus pemalsuan kosmetik dengan total nilai ekonomis mencapai Rp. 153.440.600,-.5 Selain itu di Manokwari ter-catat kasus perederan kosmetik ilegal tanpa izin edar berjumlah 767 pcs dengan total nilai Rp.54.783.100,-.6 Di Ambon tercatat barang bukti berupa kosmetik yang mengandung bahan berbahaya sebanyak 4048 pcs dengan nilai Rp.

4 Dwi Agustine Kurniasih, Perlindungan Hukum Pemilik Merek Terdaftar dari Perbuatan Passing Off (Pemboncengan Reputasi), Artikel pada Media HKI Vol V Nomor 6, Desember 2008,

h.,3

5 www.pom.go.id (diakses pada tanggal 30 Desember pukul 19:45 WIB) 6 www.pom.go.id (diakses pada 30 Desember 2020 pukul 13:29 WIB)

(13)

3

66.738.000,-.7 Di Jakarta pada bulan November tercatat penemuan kosmetik ile-gal dengan total kerugian mencapai 9,8 milyar yang tersebar di dua lokasi ber-beda.8 Berdasarkan beberapa data terlampir diatas sudah sangat jelas bahwa pemalsuan merek sangat merugikan banyak pihak, dan data diataspun hanya se-bagian kecil yang terdeteksi. Lalu bagaimana dengan pemalsuan yang tak terdeteksi dan terus berlangsung sampai hari ini?.

Kejahatan pemalsuan merek kosmetik sudah merupakan masalah kronis dan perlu ditangani secara serius agar tak semakin banyak pihak yang dirugikan terutama perseroan/ produsen yang sudah bekerja keras untuk membangun dan mengembangkan merek tersebut. Tidak hanya itu praktik pemalsuan merek kosmetik juga dapat mengurangi pemasukan bagi pemilik merek terdaftar karena dapat menyebabkan volume penjualan menurun atau bilamana penjualan barang yang diproduksi tidak memadai, sehingga pada akhirnya nama baik merek itu akan tercemar.9 Selain itu kosmetik palsu juga akan membahayakan konsumen yang menggunakannya karena produk tersebut tidak hanya membahayakan secara fisik kepala BPOM Penny K. Lukito menyatakan produk yang membaha-yakan itu mengandung merkuri, dan bahan kimia berbahaya lainnya seperti Hi-droquinon, Asam Retinoat, Resorsinol, bahan pewarna K3, Dietthylene Glycol, dan timbal yang sangat berbahaya bagi kulit dan dapat berakibat diare, hiper-pigmentasi, kulit kering rasa terbakar, kecatatan janin bagi ibu hamil, kerusakan hati hingga kanker.10

Merek merupakan aset terpenting yang dimiliki perusahaan dan menjadi nilai yang terbayang terhadap suatu produk ketika seseorang mendengar nama

7 www.pom.go.id (diakses pada 7 Desember 2020 pukul 14:24 WIB) 8 www.pom.go.id (diaksess pada 7 Desember 2020 pukul 07.32 WIB)

9Alimuddin Sinurat, ”Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Merek Pasca

Berlakunya Undang-Undang Nomor 15 Tahnun 2001 Tentang Merek”, USU Law Journal, Vol.2, No.2 ,(September, 2014), h.,12

10 Nisa Mutia Sari,

(14)

4

merek tersebut. merek juga berperan sebagai petunjuk dan pembeda asal-usul barang dan jasa.11 Hal ini sangat mempengaruhi tingkat reputasi yang dibangun oleh suatu perusahaan terhadap merek miliknya agar mendapat image baik dari masyarakat. Semakin suatu perusahaan mengekspos merek miliknya kepada masyarakat akan mutu dan kualitas terjamin maka semakin tinggi tingkat ke-percayaan yang terbangun terhadap suatu produk tersebut. Namun untuk sampai pada titik itu tidaklah mudah pemilik merek/ perseroan yang menaungi merek tersebut perlu mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk kegiatan pengem-bangan, riset, dan promosi. Tak hanya itu kegiatan inipun memakan waktu yang panjang yang menguras tenaga, fikiran serta jiwa. Sehingga perlu ditelusuri dan ditindak lanjuti sampai tuntas bilamana terdeteksi adanya suatu pemalsuan merek.

Berbicara pemalsuan merek kosmetik, salah satu data yang penulis peroleh dari kasus pemalsuan merek adalah pemalsuan merek kosmetik yang dilakukan oleh saudara MY bin H kelahiran di Tebing X, usia 36 tahun, selaku pedagang yang dengan sengaja dan tanpa hak telah menggunakan merek Gatsby pada pomade yang diperdagangkan yang mana merek tersebut mempunyai per-samaan pada pokoknya dengan merek Gatsby milik PT. Mandom Indonesia Tbk yang sah dan telah terdaftar di Kantor Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intel-ektual Departemen Hukum dan Ham RI. Maka akibat dari perbuatan MY bin H tersebut PT. Mandom Indonesia Tbk mengalami kerugian.

Perbuatan MY bin H dianggap telah merugikan produsen/ perseroan aslinya dan menyimpang dengan aturan yang termuat dalam Undang-Undang

11 Dewi Rezki Sri Astarini, Penghapusan Merek Terdaftar, (Bandung: PT. Alumn, 2009),

(15)

5

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geo-grafis. Dalam Undang-undang ini makna tentang unsur-unsur pemalsuan yaitu:12 a. Pelaku mempunyai niat atau maksud dengan menggambarkan keadaan yang

tidak benar itu seolah benar mempergunakan suatu yang tidak asli sehingga orang lain percaya bahwa data tersebut adalah benar dan karenanya orang lain tertipu daya.

b. Unsur niat atau maksud dari pelaku tindak kejahatan pemalsuan merek meli-puti keinginan untuk menguntungkan diri sendiri dengan menipu orang lain. c. Perbuatan yang menimbulkan suatu bahaya umum, dengan adanya kerugian

yang dialami masyarakat sebagi konsumen atau pembeli, yang mana produk yang dibelinya palsu atau tidak sesuai dengan yang aslinya karena mereknya dipalsukan.

Berdasarkan unsur-unsur pidana pemalsuan diatas memberi pengertian bahwa pemilik merek yang merasa dirugikan karena mereknya dipalsukan dapat mengajukan gugatan ganti rugi dan/ atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan penggunaan merek tersebut terhadap pelaku pemalsuan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Dalam pasal 100 ayat (1) juga menyebutkan bahwa: “Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/ atau jasa sejenis yang diproduksi dan/ atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau dipidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), Pasal 100 ayat (2) setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/ atau jasa sejenis yang diproduksi dan/ atau diperdagangkan, maka dipidana

12 Miranda Risang Ayu, “Perlindungan Hukum Indikasi Geografis : Suatu Tantangan

(16)

6

dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda pal-ing banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), dan pada pasal 100 ayat (3) berbunyi: “setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yang sejenis barangnya mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan lingkungan hidup, dan/atau kematian manusia dipidana dengan pidana penjara paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupi-ah).13

Islam juga melarang pemalsuan merek karena merupakan perbuatan curang, membohongi/ menipu, dan merugikan orang lain. Seperti dalam kasus pemalsuan merek kosmetik yang dilakukan oleh MY bin H juga merupakan ba-gian dari perbuatan yang merugikan orang lain. Dalam kasus ini MY bin H telah menjual minyak rambut dengan menggunakan merek Gatsby yang ia peroleh dari pemilik toko Kompak yang terletak di pasar 16 hilir blok B kota Palembang dan pelaku mengetahui bahwa barang tersebut merupakan hasil pelanggaran merek dan merugikan PT. Mandom Indonesia Tbk. Dalam kasus ini Jaksa Penuntut Umum menuntut dengan pasal 100 dan 101 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dengan hukuman 3 (tiga) bulan penjara namun hakim tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum , Hakim Menjatuhkan hukuman pidana 1 (satu) bulan 15 (lima belas) hari.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisis dasar pertimbangangan hakim dalam mengadili perkara pidana pemalsuan merek menjadi sebuah skripsi dengan judul:

PER-TANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PEMALSUAN MEREK KOSMETIK (Kajian Hukum Positif dan Hukum Islam atas Putusan No-mor :136/Pid.B/2018/PN Bko).

(17)

7

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan penulis, berikut be-berapa permasalahan yang penulis identifikasi:

a. Terjadinya pemalsuan merek kosmetik Gatsby oleh pihak yang tidak berhak untuk mengambil keuntungan nilai ekonomis

b. Perlindungan hukum yang tidak dapat diterapkan tehadap hak-hak pemegang merek

c. Kerugian materil dan non materil yang ditimbulkan akibat pemalsuan merek kosmetik

d. Belum ditegakkannya upaya pemberantasan pemalsuan merek yang ban-yak terjadi di masyarakat.

e. Ketidaksesuaian sanksi bagi pelaku pemalsuan merek kosmetik dengan kerugian yang ditimbulkannya terhadap pemegang hak merek

f. Pandangan hukum islam terhadap tindak pidana pemalsuan g. Ketentuan hukum islam mengenai hak kekayaan intelektual

h. Adanya perbedaan pendapat antara Jaksa Penuntut Umum dengan Hakim mengenai hukuman bagi pelaku pemalsuan merek

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang sudah dipaparkan, penulis akan membatasi penelitian ini pada kasus pemalsuan merek dalam hukum positif (Undang-undang nomor 20 tahun 2016) dan hukum islam, pertim-bangan hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana bagi pelaku pemalsuan merek atas putusan Nomor : 136/Pid.B/2018/PN Bko, dan hasil wawancara PT. Martina Berto Tbk (Mirabella Cosmetics, P.A.C, dan Sariayu), PT. Shafco Multi Trading (Zoya Cometics) dan Levee Beauty yang akan

(18)

dijadi-8

kan pedoman dalam membahas objek penelitian sehingga dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

3. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang akan penulis ulas yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan hukum terhadap perkara tindak pidana pemalsuan merek dalam putusan nomor:136/Pid.B/2018/PN Bko?

2. Bagaimana pertimbangan hakim terhadap perkara tindak pidana pem-alsuan merek dalam putusan nomor:136/Pid.B/2018/PN Bko?

3. Bagimana pandangan hukum islam terhadap pemalsuan merek kosmetik?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari skripsi ini adalah:

a. Untuk menjelaskan tentang penerapan hukum terhadap perkara tindak pidana pemalsuan merek dalam putusan nomor:136/Pid.B/2018/PN Bko b. Untuk menjelaskan tentang pertimbangan hakim terhadap perkara tindak

pidana pemalsuan merek dalam putusan nomor:136/Pid.B/2018/PN Bko c. Untuk membandingkan pandangan hukum positif dan hukum islam

(19)

9 2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: a. Manfaat Teoritis:

1) Untuk menambah dan meningkatkan kembali pengetahuan dan wawa-san bagi penulis khususnya bidang hukum pidana dalam hal tindak pi-dana pemalsuan terhadap merek kosmetik yang saat ini semakin marak terjadi di Indonesia.

2) Semoga penulisan karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangih bagi perkembangan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan merek khu-susnya pada kasus pemalsuan merek kosmetik.

b. Manfaat praktis:

1) Agar penelitian ini dapat menjadi salah satu sumbangsih pemikiran bagi aparat penegak hukum, maupun akademisi terkait kasus tindak pidana pemalsuan merek kosmetik.

2) Agar tulisan ini dapat menjadi rujukan akademis bagi penelitian selan-jutnya terkait tema seputar pemalsuan merek kosmetik.

D. Metode Penelitian

Metodologi penelitian berasal dari kata metode yang artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; dan logos yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi metodologi penelitian adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan.14 Sedangkan maksud metodologi dalam skripsi ini yaitu Metode penelitian adalah langkah yang dil-akukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dan informasi serta investigasi terhadap data yang telah diperoleh. Metode penelitian juga berfungsi untuk mengemukakan secara sistematis cara dan teknis yang digunakan dalam sebuah penelitian sehingga memudahkan peneliti dalam proses penelitian. Berikut

14 Prof Dr. Suteki, dan Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori, dan Praktik), (Depok: Rajawali Pers, 2018), h.,148

(20)

10

lah metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah penelitian hukum yang dil-akukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.15 Normatif atau yuridis yaitu hukum diidentifikasikan sebagai norma peraturan atau undang-undang. Metode pendekatan normatif yuridis dalam penelitian ini yaitu dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan seperti buku baik buku hukum konvensional maupun hukum islam, jurnal, surat ka-bar, internet, dan bahan kepustakaan lainnya yang berhubungan dengan skripsi ini serta menganalisis kasus-kasus yang terjadi di masyarakat sebagai bahan dan data pelengkap.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bersifat deskriptif menjelaskan fenoma yang terjadi berdasarkan data-data yang diperoleh kemudian diinterpretasikan.

3. Data Penelitian

Data penelitian merupakan satuan informasi yang dibutuhkan untuk menjawab masalah penelitian. Adapun data yang digunakan adalah data pri-mer yaitu putusan nomor 136/Pid.B/2018/PN Bko.

4. Sumber Data

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah Putusan Pengadilan Negeri Bangko nomor: 136/Pid.B/2018/PN Bko, peraturan

15 Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT. Raja

(21)

11

undangan, al-Quran, Hadits, dan wawancara dengan narasumber yang berkaitan dengan judul penelitian ini. serta data sekunder sebagai tambahan bahan rujukan dalam penelitian ini berupa: situs web, berita, surat kabar, dan hasil penelitian para sarjana.

5. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini menggunakan teknik studi pustaka (Library Research). Berupa jurnal, buku, peraturan pe-rundang-undangan, al-Quran, Hadits, internet, direktorat putusan mahkamah agung, dan sumber lainnya yang berhubungan dengan judul penelitian ini.

6. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah seseorang atau sekelompok orang yang di-jadikan sebagai sumber data atau sumber informasi dalam penelitian. Ada-pun subjek penelitian dalam skripsi ini adalah bagian legal perusahaan PT. Martina Berto Tbk, PT. Shafco Multi Trading, dan Levee Beauty.

7. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik analisis yang digunakan penulis adalah analisis deskripsi dan analisis konten. Analisis deskripsi adalah teknik yang dilakukan untuk menguraikan data secara sistematis dan kemudian diambil sebuah kesepemahaman/ analisa terhadap maslah yang sedang dikaji, se-dangkan analisis konten adalah teknik yang dilakukan peneliti untuk men-dalami suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media masa kemudian di-interpretasi.

E. Sistematika Penulisan

Penulis menyusun dan membagi isi skripsi kedalam lima bab bagian di-mana dalam kelima bagian memiliki sub bab agar mempermudah pembaca

(22)

da-12

lam memahami isi skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I yang berjudul pendahuluan,bab ini meliputi latar belakang

masa-lah, identifikasi, pembatasan dan perumusan masamasa-lah, tujuan dan manfaat penu-lisan, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II yang berjudul Kajian Pustaka, dalam bab ini terdapat dua

pemba-hasan pokok yaitu kerangka teori dan konseptual serta review studi terdahulu. Yang mana penulis juga akan memaparkan secara umum teori hukum yang akan penulis pakai dan menjabarkan secara konseptual tentang pidana dan pemida-naan. Kemudian penulis juga akan memaparkan beberapa kajian terhadap penelitian berupa skripsi dan jurnal yang berhubungan dengan tindak pidana pemalsuan merek kosmetik.

Bab III yang berjudul Perlindungan Hukum terhadap Hak Merek, pada

bab ini penulis akan mengkaji tentang pengertian merek, sejarah undang-undang merek, klasifikasi Merek, Merek Gatsby sebagai jenis hak kekayaan intektual, tindak pidana pemalsuan merek di dalam hukum positif dan hukum islam.

Bab IV yang berjudul analisis putusan pengadilan negeri Bangko, berisi

tentang kronologi perkara, dakwaan, tuntutan dan putusan hakim, pertanggung-jawaban pidana pelaku pemalsuan merek kosmetik, analisis putusan hakim ber-dasarkan hukum positif dan hukum islam, serta upaya-upaya yang dapat dil-akukan untuk memberantas pemalsuan merek kosmetik.

Bab V adalah bagian penutup yang merupakan simpulan dari penelitian

ini yang dilengkapi dengan saran-saran mendukung terkait topik penelitian yang

(23)

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Karangka Teori

Kerangka teori merupakan identifikasi teori-teori yang dijadikan se-bagai landasan berfikir dalam sebuah penelitian, adapun kerangka teori yang digunakan penulis dalam penelitian ini, yaitu:

a. Teori Penegakan Hukum

1) Teori Penegakan Hukum dalam Hukum Positif

Penegakan hukum diartikan sebagai bentuk penyelenggaraan hukum oleh petugas penegak hukum dan oleh setiap orang yang mempu-nyai kepentingan sesuai dengan kewenangannya masing-masing ber-dasarkan aturan hukum yang berlaku. Menurut Soerjono Soekanto pene-gakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidan yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk men-ciptakan, memelihara, dan mempertahankan perdamaian pergaulan hidup.1

Penegakan hukum pidana merupakan satu kesatuan proses yang saling berkaitan dan tak terpisahkan dimulai dari tahap penyidikan, pe-nangkapan, penahanan, peradilan terdakwa dan diakhiri dengan proses pemasyarakatan terpidana.2 Dengan demikian adanya penegakan hukum

1

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Ra-jawali Press, 2004), h.,3

2 Harun M.Husen, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta,

(24)

14

bukan hanya sekedar pemberian hukuman terhadap terdakwa melainkan juga bertujuan untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian.

Pelaksanaan penegakan hukum sangat penting dalam kehidupan khususnya dalam kegiatan perdagangan kosmetik karena dalam hal ini sering kali terjadi pemalsuan terhadap suatu merek yang diperdagangkan di pasaran sehingga harus ditegakkannya hukum sebagai upaya pember-antas pemalsuan merek kosmetik agar tidak semakin banyak pihak yang dirugikan.

2) Teori Penegakan Hukum dalam Hukum Islam

Islam sangat menjunjung tinggi nilai keadilan begitu pula dalam penetapan dan penegakan hukum terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana. Dalam islam membahas secara eksplisit tentang teori penegakan hukum sebagaimana tertuang dalam Q.s. An-Nisa (4): 58:

ِب اوُمُكَْتَ ْنَأ ِساَّنلا َْيَْ ب ْمُتْمَكَح اَذِإَو اَهِلْىَأ َلَِإ ِتَنَاَمَْلْا اوُّدَؤُ ت ْنَأ ْمُكُرُمَْيَ ََّللَّا َّنِإ

ََّللَّا َّنِإ ََِِْْْل

اًَيَِسَ َناَك ََّللَّا َّنِإ ِوِب ْمُكُظََِي اَّمَِِن

ًيِصَب

Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di an-tara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Al-lah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, AlAl-lah Maha Mendengar, Maha Melihat”.

Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dari Anas yang artinya: dengarlah dan taatilah sekalipun andaikata yang

(25)

15

menjalankan hukum atasmu seorang budak habsyi yang kepalanya seperti ksimis selama dijalankannya hukum Allah SWT.3

b. Teori Pemidanaan

1) Teori Pemidanaan dalam Hukum Positif

Istilah pidana merupakan istilah yang lebih khusus yang menun-jukkan sanksi dalam hukum pidana .4 Secara garis besar, Teori pemida-naan terbagi dalam tiga golongan, yaitu:

a) Teori Absolut atau Teori Pembalasan

Menurut teori ini, pidana dapat dijatuhkan setelah seseorang melakukan kejahatan. Menurut Muladi, teori absolut memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan sehingga berorientasi pada perbuatan dan terletak pada ter-jadinya kejahatan itu sendiri. Teori ini mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum pidana dijatuhkan semata-mata karena seseorang telah melakukan suatu kejahatan yang merupakan akibat mutlak dan harus ada sebagai suatu pembalasan kepada seseorang orang yang melakukan kejahatan, sehingga sanksi bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan.5

b) Teori Relatif atau Teori Tujuan

Teori Relatif ini mendasari bahwa pidana merupakan alat un-tuk menegakkan tata tertib hukum dalam masyarakat dan bertujuan untuk memperbaiki sikap mental pelaku agar menjadi lebih baik lagi

3M.Rais Ahmad, ”Penegakan Hukum Atas Keadilan Dalam Pandangan Islam”,

Mi-zan:Jurnal Ilmu Syariah, Vol.1, No.2 ,(Desember, 2013), h.,147

4 Romli Atmasasmita, Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum Dalam Konteks Penegakan Hukum di Indonesia, (Bandung: Alumni, 1982), h.,23

(26)

16

dan tidak melakukan kriminal kembali sehingga hal ini dapat mencegah agar ketertibn di masyarakat tetap kondusif dan tidak ter-ganggu.6

Jika dilihat dari aspek tujuannya, teori pemidanaan relatif terbagi menjadi dua kelompok yaitu prevesi umum yang lebih menekankan tujuan dari pidana adalah mempertahankan ketertiban pada masyarakat lainnya agar tidak melakukan tindak pidana, dan prevesi khusus yang bertujuan agar pelaku pidana tidak mengulangi perbuatannya kembali sehingga berfungsi sebagai alat untuk men-didik dan memperbaiki pelaku pidana agar menjadi anggota masyarakat yang lebih baik. Teori Gabungan atau Teori Integratif

Teori ini bersifat plural karena menggabungkan antara prin-sip-prinsip relatif dan absolut sebagai satu kesatuan. Teori ini juga mengajarkan bahwa penjatuhan hukuman adalah untuk memper-tahankan tata tertib dalam masyarakat dan memperbaiki pribadi pen-jahat7 agar lebih berguna di masyarakat.

Teori gabungan terbagi menjadi tiga golongan, yaitu:8

a. Teori Gabungan yang menitikberatkan pembalasan, akan tetapi tidak boleh melampaui batas apa yang perlu dan sudah cukup un-tuk dapat mempertahankan tata tertib masyarakat.

b. Teori gabungan yang menitikberatkan pada pertahanan tata tertib masyarakat, tetapi tidak boleh lebih berat dari suatu penderitaan

6 Leden Marpaung, Asas Teori Praktek Hukum Pidana, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2009),

h.,107

7

Abdul Hakim Barkatullah, Politik Hukum Pidana (Kajian Kebijakan Kriminalisasi), (Ja-karta: Pustaka Pelajar, 2005), h.,163

8 Prakoso dan Nurwachid, Studi Tentang Pendapat-pendapat Mengenai EfektifitaS Pidana Mati di Indonesia Dewasa Ini, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1984), h.,24

(27)

17

yang beratnya sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh na-rapidana.

c. Teori gabungan yang menganggap harus ada keseimbangan anta-ra kedua hal di atas.

2) Teori Pemidanaan dalam Hukum Islam

Dalam dunia islam mengenal dua istilah sanksi dalam hukum pidana, yaitu teori pembalasan yang dikenal dengan istilah qishash. Secara etimologi artinya menyelusuri jejak.9 Sedangkan secara ter-minologi sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Jurjani yaitu mengenakan sebuah tindakan (sanksi hukum) kepada pelaku persis seperti tindakan yang dilakukan oleh pelaku tersebut (terhadap korban).10 Dan teori tujuan yang dikenal dengan istilah ta‟zir. Secara etimologis ta‟zir berarti menolak dan mencegah.11

Adapun tujuan dan syarat-syarat sanksi tazir adalah sebagai berikut:12

a) Preventif (pencegahan). Ditujukan bagi orang-orang yang belum pernah melakukan jarimah agar segan dan takut untuk melakukan sebuah tindakan jarimah.

b) Represif (membuat pelaku jera). dimaksudkan agar pelaku yang sudah pernah dan telah melakukan jarimah tidak mengulangi per-buatannya kembali di kemudian hari.

c) Kuratif (islah). Adanya penerapan tazir diharapkan dapat mem-bawa kebaikan atas perilaku terpidana di kemudian hari.

d) Edukatif (pendidikan). Penerapan tazir sangat diharapkan agar dapat perlahan mengubah pola hidup pelaku dan masyarakat agar menjadi lebih baik.

9

Dr. H. Marsaid, AL-FIQH AL-JINAYAH (Hukum Pidana Islam) Memahami Tindak Pi-dana Dalam Hukum Islam, (Palembang: CV Amanah, 2020), h.,109

10 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2016), h.,4 11 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2016), h.,136 12 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2016), h.,142

(28)

18 2. Kerangka Konseptual

Untuk memahami tema penelitian ini, penulis akan menjelaskan secara konseptual berdasarkan judul penelitian ini yaitu:

a. Pengertian Tindak Pidana

1) Tindak Pidana dalam Hukum Positif

Pembahasan tentang pengertian tindak pidana akan memperlihat-kan berbagai istilah yang dipergunamemperlihat-kan dalam hukum pidana. Pengunaan kata tindak pidana dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah straf-baar feit dan bahasa latin delictum yang mengandung makna sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman. Dalam hukum pidana Anglo Saxon penggunaan kata tindak pidana dikenal dengan istilah crim-inal act dan offence yang berkonsep pada ajaran dualis. Hal ini terbukti dengan berlakunya sebuah adagium: “An act does not make a person guilty, unless his mind is guilty”. Berdasarkan adagium ini, seseorang yang melakukan tindak pidana tidak dengan sendirinya dapat dianggap bersalah kecuali bilamana batin si pelaku juga mengandung kesalahan. Maksud dari bersalah dalam adagium ini adalah dapat dicelanya si pelaku karena perbuatan yang dilarang itu dilakukan dengan disertai kesengajaan ataupun kealpaan sementara ia juga mampu bertanggung jawab terhadap perbuatannya.13

Menurut Kansil perbuatan yang dapat dihukum (tindak pi-dana/delik) ialah perbuatan yang melanggar undang-undang dan oleh

13

Sudaryono dan Natangsa Surbakti,Hukum Pidana Dasar-dasar Hukum Pidana

(29)

19

rena itu bertentangan dengan undang-undang yang dilakukan dengan sengaja oleh orang dan dapat dipertanggungjawabkan.14

Dalam KUHP tindak pidana terdiri atas kejahatan dan pelang-garan yang mana dalam teori dijelaskan terbagi atas 4 macam yaitu: a) Delik Formil dan Materil

Delik formil adalah delik ini menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang, sedangkan delik materil adalah delik ini menitikberat-kan pada akibat yang tidak dikehendaki.15

b) Delik Dolus dan Culpa

Delik dolus adalah delik yang dilakukan dengan cara sengaja, sedangkan delik culpa adalah delik yang mengacu pada unsur keal-paan.16

c) Delik Tunggal dan Berganda

Delik tunggal adalah delik yang dilakukan sekali, sedangkan delik berganda adalah delik yang dilakukan dua kali atau lebih. d) Delik Aduan dan Delik Murni

Delik aduan adalah delik yang proses penuntutannya hanya bisa dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak korban, sedangkan delik murni adalah delik yang proses penuntutannya dapat dilakukan tanpa adanya pengaduan dari pihak korban.17

2) Tindak Pidana dalam Hukum Islam

Islam mengenal tindak pidana dengan istilah jarimah yang menurut bahasa adalah melakukan perbuatan-perbuatan atau hal yang dipandang tidak baik, dibenci oleh manusia karena bertentangan dengan

14 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2003), h.,206

15

R. Soedarto, Ilmu Hukum, (Semarang: UNDIP, 1989), h.,35

16 Wirdjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993),

cet.ke-5, h.,50

(30)

20

keadilan, kebenaran, dan tidak sesuai dengan ajaran agama. Perbuatan yang dilarang ini bisa berupa mengerjakan perbuatan yang tidak diper-bolehkan (dilarang dalam agama), atau meninggalkan perbuatan yang te-lah ditetapkan dalam hukum sebagai suatu hal yang harus dikerjakan. Dan suatu perbuatan dianggap sebagai jarimah apabila perbuatan itu dil-arang oleh syara‟ serta terdapat hukuman yang mengaturnya.

Imam Al-Mawardi dalam Ahmad Wardi Muslich mendefinisikan jarimah sebagai berikut:18

َلا

َر ِئا

ُم

َْم

ُظ

ْو َر

ُتا

َش ْر

ِع َي

ة

ُرْجَز

ُالل

ِرْيِزََْ ت ْوَأ َِِّْبِ اَهْ نَع

“Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara‟ diancam oleh Allah dengan hukuman had, qishash, diad, dan ta‟zir”.19

b. Tindak Pidana Pemalsuan

1) Pemalsuan dalam Hukum Positif

Pemalsuan berasal dari kata palsu, kata palsu sendiri dalam ka-mus besar bahasa Indonesia adalah tidak tulen, tidak sah, tiruan, dan gadungan.20 Sedangkan kata pemalsuan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan memalsukan dengan meniru secara persis dengan aslinya. Pemalsuan merupakan kejahatan memperdaya, membohongi, menipu orang lain demi memperoleh keuntungan. Adapun macam-macam pem-alsuan adalah sebagai berikut:21

a) Pemalsuan intelektual tentang isi surat/ tulisan b) Pemalsuan mata uang dan uang kertas

18 Abdul Aziz Muhammad, dan Mohammad Aulia Syifa, Spektrum Hukum Pidana Islam di

Indonesia, (Depok: Rajawali Pers, 2018), h.,7 19

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam (fiqih Jinayah), (Jakar-ta: Sinar Grafika, 2004), h.,1

20 Diakses pada 22 April pukul 11.55 Wib pada https://kbbi.web.id

(31)

21 c) Pemalsuan merek/ cap d) Pemalsuan materai

Unsur-unsur tindak pidana pemalsuan merek yang terkandung da-lam UU no. 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yaitu:22 a) Pelaku mempunyai niat atau maksud dengan menggambarkan

keadaan yang tidak benar itu seolah benar mempergunakan suatu yang tidak asli sehingga orang lain percaya bahwa data tersebut ada-lah benar dan karenanya orang lain tertipu daya.

b) Unsur niat atau maksud dari pelaku tindak kejahatan pemalsuan merek meliputi keinginan untuk menguntungkan diri sendiri dengan menipu orang lain.

c) Perbuatan yang menimbulkan suatu bahaya umum, dengan adanya kerugian yang dialami masyarakat sebagi konsumen atau pembeli, yang mana produk yang dibelinya palsu atau tidak sesuai dengan yang aslinya karena mereknya dipalsukan.

2) Pemalsuan dalam Hukum Islam

Ditinjau dari segi Islam, pemalsuan dikatagorikan sebagai se-buah jarimah karena terdapat unsur bohong dengan jenis penjatuhan hukuma berupa ta‟zir. Adapun syarat penjatuhan hukuman da;am is;am harus memenuhi 3 unsur yaitu:23

a) Al-rukn al-syar‟I (unsur formil), unsur ini sama seperti asas legalitas yang mana seseorang dapatv dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana/ jarimah jika ada undang-undang yang secara tegas melarang dan mengatur sanksinya.

22 Miranda Risang Ayu, “Perlindungan Hukum Indikasi Geografis : Suatu Tantangan

Perlin-dungan Aset Bangsa Indonesia”, Media HKI, II, No.1, h.,16

(32)

22

b) Al-rukn al-madi (unsur materil), unsur ini berkaitan erat dengan asas pembuktian yang mana seseorang dapat dinyatakan bersalah dan di-jatuhi pidana jika benar-benar telah terbukti melakukan jarimah baik secara aktif maupun pasif.

c) Al-rukn al-adabi (unsur moril), unsur ini berlaku apabila dalam diri seorang pelaku tidak terdapat kecacatan hukum seperti gila, masih dibawah umur, dan atau karena tekanan tertentu.

c. Jenis-jenis Sanksi Pidana

1) Jenis Sanksi Pidana dalam Hukum Positif

Dalam hukum pidana terdapat dua jenis sanksi yang masing-masing memiliki ide dasar, landasan filosofis yang melatarbelakangi tujuan diterapkannya yaitu sanksi pidana dan sanksi tindakan. Sanksi pi-dana merupakan jenis hukuman yang paling sering diterapkan atau di-jatuhkan pada seseorang yang dinyatakan bersalah melakukan perbuatan pidana.24

Jenis pidana yang diatur dalam KUHP terdapat dalam Pasal 10 yang terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan, yaitu sebagai beri-kut:

a) Pidana pokok meliputi: (1) Pidana Mati

Pidana mati adalah satu-satunya pidana terberat di seluruh belahan dunia yang sampai saat ini masih sering menjadi perde-batan dalam masyarakat khususnya di Indonesia. Karena ke-banyakan dari mereka berfikir bahwa pidana mati adalah merampas hak hidup seseorang secara paksa dan merupakan sesuatu yang seharusnya dilindungi oleh UUD 1945. Namun pada dasarnya hukuman mati ini dibenarkan dalam keadaan tertentu

(33)

23

yaitu apabila si pelaku telah memperlihatkan perbuatannya di hadapan umum yang tentuny hal ini sangat meresahkan dan membahayakan kepentingan umum sehingga untuk menghenti-kan kejahatannya dibutuhmenghenti-kan suatu hukum yang tegas yaitu dengan hukuman mati.25

(2) Pidana Penjara

Pidana ini adalah salah satu hukuman yang paling sering dijatuhi bagi seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana. Menurut F.A.F Lamintang pidana penjara adalah suatu bentuk pi-dana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang narapi-dana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang itu mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam lem-baga pemasyarakatan.26

(3) Pidana Kurungan

Hukuman ini lebih ringan dengan hukuman penjara yang Menurut Roeslan Saleh, pidana kurungan hanya untuk kejahatan-kejahatan culpa dengan hukuman paling sedikit satu hari dan pal-ing lama 1 tahun.27

(4) Pidana Denda

Pidana ini sering menjadi alternatif dari pidana kurungan, karena pidana ini diancap pada jenis pelanggaran-pelanggaran ringan dan kejahatan culpa. Namun walau demikian seorang na-rapidana harus menunaikan biaya denda yang telah dijatuhkan kepadanya dan manakala ia tidak membayarkannya maka ia akan

25

Sholehuddin, Sistem Sanksidalam Hukum Pidana, Ide Dasar, Double Track System dan

Implementasinya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),h.,23

26 F.A.F Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Bandung : Armico, 1984), h.,69 27 Roeslan Saleh, (Stelsel Pidana Indonesia, Jakarta: Aksara Baru, 1987), h.,10

(34)

24

dijatuhi pidana kurungan sebagaimana tertuang dalam pasal 30 ayat (2) KUHP.

b) Pidana Tambahan

(1) Pencabutan hak-hak tertentu berupa pencabutan hak yang menyangkut kelangsungan hidup pelaku baik hak ketenagaker-jaan maupun hak sipil.

(2) Perampasan barang-barang tertentu, yaitu barang-barang yang di-peroleh dari hasil kejahatan yang dilakukan pelaku serta barang bukti yang menjadi alat pelaku menggenjetkan tindakannya. (3) Pengumuman putusan hakim. Menurut Andi Hamzah jika

diper-hatikan delik-delik yang dapat dijatuhi tambahan berupa pengu-muman putusan hakim, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pidana tambahan tersebut adalah agar masyarakat waspada terhadap kejahatan-kejahatan seperti penggelapan, perbuatan curang dan lainnya.28

2) Jenis-Jenis Sanksi Pidana dalam Hukum Islam

Dunia islam pun sudah terlebih dahulu membahas tentang jenis-jenis sanksi pidana yang dikenal dengan istilah uqubah. Uqubah ditinjau dari segi pertalian antara satu hukuman dengan hukuman yang lainnya menurut Abdul Qodir Audah terbagi kepada empat bagian yaitu:29

a) Hukuman pokok („Uqubah Ashliyah), adalah hukuman murni yang telah ditetapkan pada sebuah jarimah tertentu, seperti hukuman qi-shash untuk jarimah pembunuhan, hukuman dera seratus kali untuk jarimah zina, atau hukuman potong tangan untuk jarimah pencurian. b) Hukuman pengganti („Uqubah Badaliyah), adalah penetapan

huku-man sebagai pengganti hukuhuku-man pokok bilahuku-mana hukuhuku-man pokok

28

Aruan Sakidjo & Bambang Poernomo, Hukum Pidana , Dasar Aturan Umum Hukum

Pi-dana Kodifikasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia,1990), h.,104

29 Ahmad Mawardi Muslih, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar

(35)

25

tidak dapat dilaksanakan dengan alasan yang sah, seperti hukuman diat (denda) sebagai pengganti hukuman qishash.

c) Hukuman tambahan („Uqubah Taba‟iyah), adalah hukuman yang mengiringi hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan secara tersendiri, seperti larangan menerima warisan bagi ahli waris yang membunuh pewaris.

d) Hukuman pelengkap („Uqubah Takmiliyah), adalah hukuman yang mengikuti hukuman pokok dengan syarat harus adanya keputusan tersendiri dari hakim yang merupakan ciri pembeda dengan hukuman tambahan. Misalnya: mengalungkan tangan pencuri yang telah dipotong pada leher pelaku.

Kemudian pembahasan mengenai penggolongan hukuman ditin-jau dari tempat dilakukannya hukuman, yaitu:30

a) Hukuman badan, yaitu hukuman yang dijatuhkan atas badan si pelaku, seperti hukuman mati, dera, dan penjara.

b) Hukuman jiwa, yaitu hukuman yang dikenakan atas jiwa seorang pelaku, bukan badannya, seperti ancaman, peringatan, dan teguran. c) Hukuman harta, yaitu hukuman yang dikenakan terhadap harta

seorang pelaku, seperti diyat, denda, dan perampasan harta.

d. Hal yang Menghapuskan Tindak Pidana

1) Hal yang Menghapuskan Tindak Pidana dalam Hukum Positif

Sebab memungkinkan seseorang yang melakukan tindak pidana tidak dipidana dibahas dalam KUHP pada Bab III Buku I tentang “Alasan-alasan yang menghapuskan, mengurangkan, dan memberatkan

30 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1993),

(36)

26

pidana”. Dalam Memorie Van Toelichting dari KUHP (Belanda) me-nyebutkan alasan seseorang tidak dibebani pertanggungjawaban atas perbuatannya kerena sebab:31

a) Tidak dapat di pertanggungjawabkannya seseorang yang terletak pa-da diri orang itu (inwending), maksudnya apa-dalah karena beberapa sebab seperti:

(1) pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau terganggu karena sakit (pasal 44).

(2) umur masih muda. Mengenai umur yang masih muda ini Indone-sia dan juga negeri Belanda sejak tahun 1905 tidak lagi menggunakan alasan ini sebagai penghapus pidana) namun alasan yang digunakan sebagaimmana tertuang dalam pasal 48 sampai dengan pasal 51 KUHP, yaitu daya paksan dan keadaan terpaksa (overmacht) (Pasal 48), pembelaan terpaksa (Pasal 49), melaksanakan undang-undang (Pasal 50), melaksanakan perintah atasan (Pasal 51),

b) Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan seseorang yang terletak di luar orang itu (uitweding). Alasan inilah yang membuat pelaku tindak pidana tidak dapat berbuat lain selain melakukan tindak pi-dana itu. Dalam hal ini dibedakan menjadi dua jenis alasan pengha-pusan pidana:

(1) Alasan pembenar, bersifat objektif dan melekat pada perbuatann-ya diluar batin pelaku.32 Sehingga meskipun perbuatan ini telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Namun

31 Sudaryono dan Natangsa Surbakti, Hukum Pidana Dasar-dasar Hukum Pidana

Berdasar-kan KUHP dan RUU KUHP, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017), h.,238

32 Adami Chazawi, Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan, dan Peringanan, kejahatan Aduan, Pembarengan dan Ajaran Kausalitas, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,

(37)

27

buatan tersebut tidak melawan hukum maka tidak mungkin ada pemindanaan.

(2) Alasan pemaaf, bersifat subjektif dan melekat pada diri pelaku sehingga tampak sikap batin pada diri pelaku sebelum dan pada saat berbuat tindak pidana dan diketahui bahwa orang ini tidak dapat dicela (menurut hukum) dengan perkataan lain, bahwa ia tidak bersalah atau tidak dapat dipertanggungjawabkan, meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum sehingga dapat mengha-puskan kesalahan dan tidak adanya pemidanaan.

2) Hal yang Menghapuskan Tindak Pidana dalam Hukum Islam

Dalam hukum islam penghapusan sanksi pada sebuah jari-mah tentu tidak mudah namun ada beberapa unsur yang menjadi ba-han pertimbangan antara lain:

a) Unsur Paksaan

Paksaan adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk mempengaruhi pihak lain agar mengikuti segala keinginan si pemaksa yang disertai dengan ancaman sehingga pihak yang berada dalam ancaman ini tidak mempunyai pilihan lain untuk menolak keinginan pemaksa. Dalam hal ini ulama ber-beda pendapat tentang penjatuhan hukuman terhadap pelaku jari-mah. Ulama Syafi‟iyah dan Hanafiyah menetapkan penjatuhan hukumannya adalah sama dengan yang telah ditetapkan oleh syar-iat, dan ulama Malikiyah berpendapat bahwa hukumannya adalah diyat, sedangkan imam Hanafi dan muridnya menetapkan huku-mannya adalah tazir.33

b) Unsur Memabukkan

33

(38)

28

Pertanggungjawaban orang yang mabuk menurut ulama keempat mazhab yaitu: ia tidak dijatuhi atas jarimah-jarimah yang dilakukannya apabila ia dipaksa atau terpaksa meminum khamr, atau ia meminumnya tetapi tidak mengetahui apa yang dimi-numnya, atau ia meminum sebagai bentuk pengobatan kemudian ia mabuk. Namun apabila unsur-unsur diatas dilakukan dengan sengaja dan tanpa adanya paksaan maka tetap diberlakukan hukuman atasnya.

c) Karena Gila

Syarat penjatuhan hukuman dalam islam tentu terhadap seorang mukallaf. Apabila seseorang yang melakukan jarimah da-lam keadan gila maka tidak adanya pertanggungjawaban

d) Masih Dibawah Umur

Selain harus dalam keadaan sehat lahir batin, penjatuhan pidana juga hanya berlaku bagi seseorang yang sudah baligh/ de-wasa sehingga pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur akan membuat gugurnya pertanggungjawaban.

e. Pertanggungjawaban Pidana

1) Pertanggungjawaban Pidana dalam Hukum Positif

Seseorang dapat dianggap mampu bertanggung jawab apabila ia mampu menyadari perbuatannya dan mampu menentukan kehendak atau tujuan dari perbuatannya. Kaitannya dengan hukum pidana, kemampuan menyadari perbuatan diartikan bahwa seseorang telah menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya termasuk perbuatan yang dilarang atau di-bolehkan oleh undang-undang. Sementara itu, mampu menentukan

(39)

ke-29

hendak dapat diartikan bahwa seseorang telah memahami akibat dari perbuatannya.34

Pertanggungjawaban pidana adalah suatu kemampuan pada diri seseorang untuk menerima konsekuensi atas perbuatan pidana yang dil-akukannya. Namun jika perbuatan tersebut tidak dapat dibuktikan maka akan diberlakukannya asas Gen Straf Zonder schuld yang berarti tidak ada pidana tanpa kesalahan sehingga seseorang yang dapat dijatuhi per-tanggungjawaban (dipidana) harus memenuhi unsur-unsur perbuatan pi-dana dan mempunyai kesalahan.35

2) Pertanggungjawaban Pidana dalam Hukum Islam

Pengertian pertanggungjawaban pidana dalam syariat Islam menurut Ahmad Hanafi ialah pembebanan seseorang dengan akibat per-buatan atau tidak adanya perper-buatan yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri, dimana ia mengetahui maksud-maksud dan akibat-akibat dari perbuatannya itu.36

Pertanggungjawaban pidana tersebut ditegakkan atas tiga hal, yai-tu:

a) Adanya perbuatan yang dilarang, b) Dikerjakan dengan kemauan sendiri,

c) Telah mengetahui akibat terhadap perbuatan tersebut.

Di dalam hukum Islam pertanggungjawaban pidana lebih ditekankan pada pertanggungjawaban pribadi. Prinsip ini didasarkan pa-da beberapa ayat yang terkandung pa-dalam Al-Quran antara lain:

34

Sudaryono dan Natangsa Surbakti, Hukum Pidana Dasar-dasar Hukum Pidana Berdasar-kan KUHP dan RUU KUHP, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017), h.,178

35 Sutrisna, I Gusti Bagus, “Peranan Keterangan Ahli dalam Perkara Pidana (Tinjauan ter-hadap pasal 44 KUHP),” dalam Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana,

(Jakarta: Ghalia Indonesia,1998), hal.78

36 Ahmad hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang< 1967),

(40)

30 Dalam Q.s. al-An‟am (6): 164:

ِزاَو ُرِزَت َلََو اَهْ يَلَع َّلَِإ ٍسْفَ ن ُّلُك ُبِسْكَت َلََو ٍءْيَش ِّلُك ُّبَر َوُىَو ِّبَر يِغْبَأ َِّللَّا َرْ يَغَأ ْلُق

َرْزِو ةَر

َلَِإ َُّثُ ىَرْخُأ

َنوُفِلَتَْتَ ِويِف ْمُتْ نُك اَِبِ ْمُكُئِّبَ نُ يَ ف ْمُكَُِجْرَم ْمُكِّبَر

Artinya: “Katakanlah apakah aku akan mencari tuhan selain Allah, pa-dahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seseorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan”

Demikian juga dalam Q.s al-Faatir (35): 18:

ُرِزَت َلََو

ََّنِّإ َبَْرُ ق اَذ َناَك ْوَلَو ءْيَش ُوْنِم ْلَمُْيُ َلَ اَهِلِْحِ َلَِإ ةَلَقْ ثُم ُعَْْت ْنِإَو ىَرْخُأ َرْزِو ةَرِزاَو

ا

َو ِوِسْفَ نِل ىَّكَزَ تَ ي اََّنِّإَف ىَّكَزَ ت ْنَمَو َة َلََّصلا اوُماَقَأَو ِبْيَغْلِب ْمُهَّ بَر َنْوَشَْيَ َنيِذَّلا ُرِذْنُ ت

َلَِإ

ُيِصَمْلا َِّللَّا

Artinya: “Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun mes-kipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihatNya, dan mereka mendirikan sembahyang. Dan barangsiapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allahlah kembali(mu)”.

Berdasarkan beberapa ayat diatas, dapat diketahui bahwa per-tanggungjawaban pidana menurut hukum islam bersifat pribadi, namun hukum Islam juga mengenal pertanggungjawaban kolektif dalam pemba-hasan tertentu seperti dalam tindak pidana qishash/diyat jika korban atau

(41)

31

ahli warisnya memafkan perbuatan pelaku maka pelaku atau ahli war-isnya berkewajiban membayar sejumlah diyat yang telah ditetapkan atau disepakati bersama.37

B. Review Studi Terdahulu

Sejumlah studi mengenai topik pemalsuan merek telah dilakukan sebe-lumnya, baik yang membahas secara spesifik maupun umum yang berkaitan dengan Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pemalsuan Merek Kosmetik dalam penelitian skripsi terdahulu atas nama:

No Nama Judul Temuan

1. Nur Riza Sep-tiani

-SKRIPSI-

Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Pemalsuan Merek Cardinal (Kajian Hukum Positif dan Hukum islam atas Putusan Nomor : 734/Pid.B/2013/PN/Jkt.pst)

Membahas tentang perlin-dungan hukum terhadap merek Cardinal berdasarkan

putusan nomor :

734/Pid.B/2013/PN/Jkt.pst yang mana pada kasus ini pelaku terbukti bersalah dan dijatuhkan hukuman pidana penjara selama 1 tahun serta dibebani biaya sebesar dua ribu rupiah sebagai bentuk pertanggungjawabannya atas perbuatan yang telah dil-akukannya agar kedepannya terdakwa menjadi orang yang

37 Sri Endah Wahyuningsih, Prinsip-prinsip Individualisasi Pidana Dalam Hukum Pidana Islam dan Prospek Kontribusinya Bagi Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, (Semarang: Badan

(42)

32

lebih baik sesuai dengan tujuan pemidanaan.38

2. Arti

-SKRIPSI-

Tinjauan Hukum Islam Ter-hadap Perlindungan Kon-sumen Produk Kosmetik Yang Tidak Terdaftar BPOM

Mengulas tentang perlin-dungan hukum bagi kon-sumen terhadap produk kosmetik yang tidak terdaftar BPOM berdasarkan pan-dangan Islam dan UU Nomor 8 tahun 1999 dan upaya pemerintah untuk menanggu-langinya.39

3. Sekar Ayu Amiluhur Pri-aji

-SKRIPSI-

Perlindungan Hukum Ter-hadap Peredaran Kosmetik yang Merugikan Konsumen

Mengulas tentang perlin-dungan hukum terhadap kon-sumen serta tanggung jawab pelaku usaha yang mengedarkan kosmetik yang merugikan konsumen.40 4. Syahra

Husniyyah -SKRIPSI-

Kejahatan Pemalsuan Merek dalam Perdagangan Kosmetik Ditinjau dari Hukum Positif dan Hukum Islam

Mengulas tentang macam-macam jenis tindak pidana pemalsuan dan sanksi hukumnya.41

38 Nur Riza Septiani, Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Pemalsuan Merek (Kajian Hukum Positif dan Hukum islam atas Putusan Nomor : 734/Pid.B/2013/PN/Jkt.pst), (Skripsi

S-1 Fakultas Syariah dan Hukum , Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017)

39

Arti, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perlindungan Konsumen Produk Kosmetik Yang

Tidak Terdaftar BPOM, (Sripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Alauddin

Makasar, 2018)

40 Sekar Ayu Amiluhur Priaji, Perlindungan Hukum Terhadap Peredaran Kosmetik yang Merugikan Konsumen, ( Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2018) 41 Syahra Husniyyah, Kejahatan Pemalsuan Merek dalam Perdagangan Kosmetik Ditinjau dari Hukum Positif dan Hukum Islam, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

(43)

33 5. Anisa Savitri

Aditomo -JURNAL-

Penegakan Hukum Terhadap Perdagangan Barang-barang Bermerek Palsu Ditinjau Dari Perspektif Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Ten-tang Merek dan Indikasi Gografis

Penegakan hukum terhadap pelanggaran merek serta peran Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dalam pengawasan terhadap barang-barang yang memiliki muatan kekayaan intel-ektual.42

6. Moh. Nafri -JURNAL-

Perlindungan Hukum Ter-hadap Pemalsuan Merek Da-gang Terkenal Asing Di In-donesia

Pentingnya menghadirkan Hak Kekayaan Intelektual pada saat barang atau jasa yang bersangkutan dipasarkan. Serta pentingnya peran pemilik merek, masyarakat dan aparat penegak hukum untuk membberantas kejahatan pemalsuan merek dagang asing terkenal di Indonesia.43 7. Elina Lestari

-JURNAL-

Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Usaha Yang Menjual Kosmetik Pemutih Wajah Yang Mengandung

Pentingnya mencantumkan informasi dalam sebuah kemasan atau label produk sebagai salah satu bahan

42 Anisa Safitri Aditomo, “Penegakan Hukum Terhadap Perdagangan Barang-Barang

Ber-merek Palsu Ditinjau dari Perspektif Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indi-kasi Geografis”, Lex Et Societatis, VII, 10, Oktober, 2019).

43Moh. Nafri, Perlindungan Hukum Terhadap Pemalsuan Merek Dagang Terkenal Asing Di

(44)

34

Bahan Kimia Berbahaya. tolak ukur konsumen untuk membeli sebuah produk.44

Empat skripsi dan tiga jurnal yang telah dipaparkan di atas, meskipun memiliki tema yang serupa dengan skripsi yang sedang dibuat ini, namun sebenarnya berbeda pada pembahasannya. Skripsi ini akan membahas tentang bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku pemalsuan merek kosmetik da-lam Undang-Undang merek serta dampak-dampak yang terjadi terhadap

perseroan dan konsumen yang menjadi korban.

44

Elina Lestari, Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Usaha Yang Menjual Kosmetik

(45)

35 BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK MEREK A. Pengertian dan Sejarah Undang-Undang Merek

1. Pengertian Merek

Setiap orang maupun badan usaha yang akan memulai bisnisnya tentu akan sangat memperhatikan sebuah nama dan simbol yang akan digunakan un-tuk memasarkan produknya. Nama dan simbol ini yang nantinya akan memban-tu masyarakat unmemban-tuk menunjukkan asal barang atau jasa yang akan digunakann-ya. Dengan sebuah nama dan simbol, masyarakat lebih memahami tentang se-buah produk maupun jasa yang akan ditemui dipasaran, sehingga tidak akan timbul kekeliruan ketika akan memilih sebuah produk mapun jasa. Nama dan simbol inilah yang dikenal dengan istilah merk.

Merek digunakan sebagai tanda atas suatu barang/ jasa untuk mem-bedakan antara suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh seseorang atau suatu badan hukum dengan produk yang dihasilkan pihak lain. Fungsi utama dari se-buah merek adalah agar konsumen dapat mencirikan suatu produk baik barang maupun jasa yang dimiliki oleh perusahaan sehingga dapat dibedakan dari produk perusahaan lain yang serupa atau mirip yang dimiliki oleh pesaingnya.1 Merek merupakan ujung tombak perdagangan barang dan jasa karena melalui merek pengusaha dapat menjaga dan memberikan jaminan akan kualitas barang atau jasa yang dihasilkan dan merupakan salah satu upaya untuk mencegah tin-dakan persaingan tidak jujur dari pengusaha lain yang beritikad buruk dengan maksud membonceng reputasinya.2

1

Tommy Hendra Purwaka, Perlindungan Merek, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2017), h.,13

2 Rahmi Jened, Hukum Merek (Trandemark Law), (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016),

Referensi

Dokumen terkait

Siti Rahayu Hassan, Mohammad Syuhaimi Ab-Rahman, Aswir Premadi and Kasmiran Jumari. The Development of Heart Rate Variability Analysis Software for Detection of Individual

Telah banyak riset yang membuktikan bahwa rokok sangat menyebabkan ketergantungan, di samping menyebabkan banyak tipe kanker, penyakit jantung, penyakit pernapasan,

kebutuhan petani yang sangat mendesak, karena dengan menjual produksi karet kepada pedagang pengumpul, petani akan menerima uang secara langsung, sedangkan apabila

nilai Set Shoot sebesar 20,38 sedangkan Jump Shoot sebesar 18,63 dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai hasil latihan shooting dengan awalan dan nilai hasil

Untuk mengatasi hal ini, EXCL melakukan inisiatif seperti pembayaran lebih awal hutang dengan denominasi USD dan melakukan lindung nilai tukar (hedging) terhadap

Bank Syariah Mandiri Cabang Malang ”, dari prosedur pengajuan hingga pelunasan serta untuk mengetahui apa saja yang menjadi hambatan dalam pemberian pembiayaan dan

Etnisitas tidak merujuk pada ciri-ciri fisik atau biologis, tetapi berdasar pada karakteristik yang berhubungan dengan tradisi dan latar belakang kultural...

Berangkat dari sebuah polemik dan pro dan kontra terkait penerbitan buku serial yang berjudul Lebih Dekat dengan SBY, muncul sebuah keingintahuan dari peneliti untuk menganalisa