Sertipikat sebagai hasil akhir dari proses pendaftaran hak atas tanah berfungsi sebagai bukti kepemilikan sekaligus alat bukti yang kuat bagi pemilik hak jika terjadi sengketa tanah. Oleh karena itu, hak atas tanah tidak hanya memberi wewenang untuk menggunakan bagian tertentu dari permukaan tanah yang bersangkutan, yang disebut tanah, tetapi juga badan tanah di bawahnya serta air dan ruang di atasnya. Jadi yang dimiliki hak atas tanah adalah tanah dalam arti bagian tertentu dari permukaan bumi.
Selain permasalahan di atas, masih terdapat permasalahan di bidang pertanahan karena kurangnya jaminan dan kepastian hak atas tanah yang dikuasai oleh perorangan atau keluarga dan masyarakat pada umumnya, karena tidak adanya bukti tertulis. Untuk memberikan jaminan dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertipikat hak atas tanah. Dari uraian pasal tersebut dapat kita lihat bahwa akta hak atas tanah sangat bermanfaat sebagai bukti kepemilikan suatu hak atas tanah bagi pemegang tanah yang bersangkutan.
Apabila disebutkan dalam Pasal 31(1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Pendaftaran Tanah, dapat diartikan bahwa sertifikat tanah diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak atas tanah tersebut. Pembagian hak atas tanah dilakukan oleh Kantor Pertanahan, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, tergantung dari jenis dan luas tanah yang diajukan permohonan hak atas tanahnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 sampai dengan 13 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 tentang pengalihan kewenangan pemberian hak atas tanah dan kegiatan pendaftaran tanah (Keputusan Kepala BPN No. 2 Tahun 2013).
Sedangkan Kepala Kantor Pertanahan dalam hal pendaftaran tanah sporadik sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Peraturan Kepala BPN No.
Rumusan Masalah
Batasan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Bagi peneliti : dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dibidang hukum kenotariatan khususnya untuk mengetahui sejauh mana kekuatan pembuktian sertipikat hak atas tanah sebagai alat bukti di pengadilan, baik sertipikat fisik maupun sertipikat elektronik. Bagi Notaris : dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu literatur yang banyak memberikan wawasan atau pengetahuan terkait kekuatan pembuktian sertifikat hak atas tanah sebagai alat bukti di pengadilan, baik sertifikat fisik maupun sertifikat elektronik. Bagi Pemerintah: Manfaat penelitian ini bagi pemerintah adalah memberikan sumbangan pemikiran sebagai acuan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan terkait, khususnya dalam bidang ilmu kenotariatan dan hukum pembuktian.
Dalam melakukan pengaturan di bidang pembuktian dan praktek notaris, peraturan tersebut harus dapat dipakai, dinamis dan mampu mencapai tujuan pengaturan tersebut, yaitu tidak lebih dari memberikan perlindungan hukum kepada para pihak. Bagi masyarakat Melalui penelitian ini diharapkan masyarakat dapat memperoleh dorongan yang berkualitas dalam memahami atau memahami segala sesuatu tentang bukti berupa sertifikat fisik dan sertifikat elektronik. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi tulisan bagi semua pembaca dari berbagai latar belakang, misalnya masyarakat, pelajar, mahasiswa atau bahkan guru.
Penelitian Terdahulu
Apa kekuatan hukum sertifikat hak atas tanah sebagai alat bukti berdasarkan Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997. Apa dasar musyawarah hakim dalam memutus perkara sengketa tanah berdasarkan bukti sertifikat hak atas tanah. Hal ini terjadi karena kekuatan pembuktian antara Akta Jual Beli PPAT dengan Sertipikat Hak atas Tanah pada hakekatnya sama yaitu sempurna dan kuat menurut pengertiannya.
Keabsahan sertifikat elektronik sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah tercantum dalam Pasal 5 ayat 1 dan 2, yang menyatakan bahwa keterangan/. 61/Pdt.G/2007/PN.Slmn yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yaitu menjadikan sertifikat hak atas tanah tidak sah atau batal, sehingga juga mempunyai akibat tidak mempunyai kekuatan hukum terhadapnya. BPN nomor 1 Tahun 2021, bahwa kekuatan pembuktian sertifikat elektronik disamakan atau disamakan dengan alat bukti tertulis.
Penegasan mengenai kedudukan alat bukti elektronik dalam proses pembuktian perkara perdata di pengadilan dapat disepakati oleh para pihak yang terikat hubungan perdata untuk mengadakan perjanjian pembuktian. Situasi seperti ini dapat diartikan bahwa alat bukti elektronik dapat digunakan di pengadilan jika dikehendaki oleh para pihak. Nilai pembuktian alat bukti elektronik dalam perkara perdata dapat disamakan dengan nilai pembuktian alat bukti tertulis (surat).
Kekuatan pembuktian elektronik tidak berlaku untuk surat-surat yang diwajibkan oleh undang-undang untuk dibuat secara tertulis; dan surat-surat serta surat-suratnya yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk akta notaris atau akta yang dibuat oleh pejabat yang membuat akta, dapat dibuktikan. ditampilkan, terjamin keutuhannya, dan dapat dijelaskan sehingga menjelaskan suatu keadaan. Nilai pembuktian sertifikat elektronik sama dengan sertifikat analog, baik dari segi dokumen maupun pembuktian hak sebagai alat bukti di pengadilan. disebutkan dalam Pasal 10 Permen ATR/Ka. BPN Nomor 1 Tahun 2021 bahwa nilai pembuktian sertifikat elektronik disamakan atau disamakan dengan alat bukti tertulis. Bagaimana ruang lingkup alat bukti elektronik dalam proses pembuktian perkara perdata menurut hakim agama kelas 1A Makassar. keberadaan) bukti elektronik dalam sistem pembuktian perkara perdata di pengadilan.
Penggunaan dokumen elektronik dalam proses pembuktian perkara di Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar merupakan alat bukti yang sah. Keabsahan sertifikat elektronik sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah tercantum dalam Pasal 5 ayat 1 dan 2, yang. Nilai pembuktian yang terdapat pada suatu alat bukti elektronik secara yuridis-normatif disamakan dengan suatu dokumen fisik.
Nilai pembuktian sertifikat elektronik sama dengan sertifikat analog, baik dari segi dokumen maupun pembuktian hak sebagai alat bukti di pengadilan. BPN Nomor 1 Tahun 2021 bahwa nilai pembuktian sertifikat elektronik disamakan atau disamakan dengan alat bukti tertulis.
Sistematika Penelitian
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
KESIMPULAN DAN SARAN
- Kesimpulan
- Saran
- PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN
- ARTIKEL
- JURNAL
- INTERNET
Keabsahan sertifikat elektronik sebagai bukti kepemilikan tercantum dalam isi Pasal 5 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa informasi elektronik/dokumen elektronik hasil cetakannya merupakan alat bukti yang sah, sekaligus merupakan perpanjangan alat bukti yang sah menurut hukum acara yang berlaku di Indonesia. Ketentuan yang mengatur tentang keabsahan dokumen elektronik juga terdapat dalam Pasal 6 UU ITE yaitu sepanjang dapat dibuktikan bahwa sertifikat elektronik tersebut menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan undang-undang, dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya dan dapat dipertanggungjawabkan untuk menjelaskan suatu keadaan. Sertipikat elektronik dikatakan sah sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah apabila pemegang hak dapat membuktikan bahwa dirinya adalah subyek dari suatu hak dan/atau tanah.
Kemudian, dalam Pasal 10 ATR/Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 juga menyebutkan bahwa kekuatan pembuktian dokumen elektronik dalam pembuktian KUHAP disamakan atau dipersamakan dengan alat bukti tertulis. Oleh karena itu, sertipikat tanah elektronik apabila digunakan dalam persidangan di sidang perdata dapat dikatakan sebagai alat bukti yang sah. Dengan diberlakukannya peraturan mengenai informasi/dokumen elektronik, pemerintah harus meningkatkan kewaspadaan dan berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga keamanan data elektronik guna melindungi pemegang haknya.
Masih banyak pertanyaan mengenai dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah di pengadilan, salah satunya adalah bagaimana cara mengajukan dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah di pengadilan. Proses pengajuannya juga harus diperhatikan karena berkaitan dengan sah atau tidaknya hukum acara perdata memenuhi unsur “keutuhan yang terjamin” dalam Pasal 6 UU ITE. Ali Achmad Chomzah, 2002, Hukum Pertanahan Seri I. Hukum Pertanahan - Pemberian Hak Milik Negara dan Hukum Pertanahan Seri II - Sertifikat dan Pengeluaran, Jakarta: Pembaca Prestasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah. Bronto Susanto, 2014, Sertifikat Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, DIH: Jurnal Ilmu Hukum.
Situs web Justice Law, 2000, Personal Information Protection and Electronic Document Act, diambil dari: http://laws-lois.justice.gc.ca/eng/acts/p-8.6/, pada 4 Juli 2021. LeteziaTobing, “Concerning Land Title Certificates and Mortgage Certificates”, diambil dari: https://www. 2021. Santhos Wachjoe Prijambodo, 2015, Dokumen elektronik, diakses dari: https://www.kompasiana.com/santhoshakim/565416c862afbd7508a2ea 72/kodelektronik?page=all, diakses pada 5 Juli 2021.
Sovia Hasanah, SH, 2018, Pentingnya Bukti Tidak Langsung, Tersedia dari: https://www. Hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5a824ec03c369/art i-alat-evidence-indirect/, 8 Juli 2021. Michael Agustin, 2019, Prinsip Dasar Pembuktian dalam Hukum Acara Perdata, Tersedia dari: https://manplawyers.co prinsip dasar-bukti-hukum-prosedur-perdata/, 12 Juli 2021.