• Tidak ada hasil yang ditemukan

analisis yuridis terhadap kedudukan ahli waris yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "analisis yuridis terhadap kedudukan ahli waris yang"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PERDATA, HUKUM ADAT BALI DAN HUKUM ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

oleh

Luh Sri Intan Ayu Panda Bena 21801021039

UNIVERSITAS ISLAM MALANG FAKULTAS HUKUM

MALANG 2022

(2)

16

BERPINDAH AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA, HUKUM ADAT BALI DAN HUKUM ISLAM

Luh Sri Intan Ayu Panda Bena Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan Kedudukan Ahli Waris Yang Berpindah Agama Menurut Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum Adat Bali Dan Hukum Islam. Pilihan tema tersebut dilatarbelakangi dari konsep kewarisan timbul karena adanya kematian. Pembagian waris karena perbedaan agama memang telah menjadi isu penting dalam dinamika yurisprudensi Indonesia di bidang waris atau hukum keluarga pada umumnya. Acapkali ditemukan dalam satu keluarga, sesama saudara kandung memeluk agama yang berbeda . Masalah yang sering muncul karena adanya salah satu ahli waris yang tidak puas dengan pembagian warisan yang diterimanya. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Berdasarkan latar belakang tersebut karya tulis ini mengangkat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perbandingan hukum sistem waris menurut KUH Perdata, Hukum Adat Bali, dan Hukum Islam? 2. Bagaimana kedudukan ahli waris yang berpindah agama menurut sistem KUH Perdata, Hukum adat bali dan Hukum Islam?

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normative dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan . Pengumpulan bahan hukum melalui metode studi literatur, dengan bahan hukum primer dan hukum sekunder. Selanjutnya bahan hukum dikaji dan dianalisis dengan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab isu hukum dalam penelitian ini.

Hasil pembahasan yang diperoleh dari permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah sistem hukum kewarisan menurut KUH Perdata, Hukum Adat Bali, Dan Hukum Islam berbeda secara prinsip maupun norma karena yang menjadi sumber hukum masing-masing ahli waris, golongan ahli waris yang berhak menerima harta waris asas-asas kewarisan, selain perbedaan. Bahwa KUH Perdata tidak dikenal pewarisan beda agama, dalam hukum adat bali tidak dapat menerima warisan karena telah berpindah agama serta ahli waris tersebut meninggalkan telah meninggalkan kewajiban agama dan meninggalkan warisan turun temurun sedangkan menurut hukum Islam tidak diperbolehkan pewaris yang beragama Islam mewarisi harta warisannya kepada ahli waris yang bukan beragama Islam tetapi dalam HKI ahli waris tersebut bisa mendapatkan warisan asalakan mendapat wasiat wajibah, dalam akibat hukum pada penyelesaian pewarisan beda agama dalam pelaksanaannya menimbulkan ketidakpastian hukum baik dalam proses pelaksanaannya maupun status hukum bagi ahli waris yang berbeda agama.

Hendaknya dibuat peraturan-peraturan yang terperinci dan jelas untuk dijadikan sebagai pedoman hakim dalam memutus perkara pewarisan beda agama sehingga tidak terjadi multitafsir.

Kata Kunci : Perbandingan Hukum, Kewarisan, Beda Agama

(3)

SUMMARY

JURIDICAL ANALYSIS OF THE POSITION OF THE HEISTS WHO CHANGE RELIGION ACCORDING TO CIVIL LAW, BALI

TRADITIONAL LAW AND ISLAMIC LAW Luh Sri Intan Ayu Panda Bena

Faculty of Law, Islamic University of Malang

In this thesis, the author raises the issue of the position of heirs who change religions according to the Civil Law, Balinese Customary Law and Islamic Law. The choice of theme is motivated by the concept of inheritance arising from death. The division of inheritance due to religious differences has indeed become an important issue in the dynamics of Indonesian jurisprudence in the field of inheritance or family law in general. Often found in the same family, siblings embrace different religions . The problem that often arises is because one of the heirs is not satisfied with the distribution of the inheritance he receives. The formulation of the problem in this study is Based on this background, this paper raises the formulation of the problem as follows: 1. What is the comparison of the inheritance system law according to the Civil Code, Balinese Customary Law, and Islamic Law? 2. What is the position of heirs who change religion according to the Civil Code, Balinese Customary Law and Islamic Law?

This research is a normative juridical law research using a statutory approach, a conceptual approach, and a comparative approach. The collection of legal materials through the literature study method, with primary and secondary legal materials.

Furthermore, the legal material is studied and analyzed with the approaches used in the research to answer the legal issues in this research.

The results of the discussion obtained from the problems that arise in this study are the inheritance law system according to the Civil Code, Balinese Customary Law, and Islamic Law which are different in principle and norms because the source of law for each heir is the group of heirs who are entitled to receive inheritance. the principles of inheritance, apart from differences. Whereas the Civil Code does not recognize inheritance of different religions, in Balinese customary law it cannot receive inheritance because it has changed religion and the heir has left his religious obligations and left a hereditary inheritance, whereas according to Islamic law it is not allowed for heirs who are Muslim to inherit their inheritance to experts. heirs who are not Muslim but in IPR the heirs can get inheritance as long as they get a mandatory will, in legal consequences on the settlement of inheritance of different religions in its implementation it creates legal uncertainty both in the process of implementation and legal status for heirs of different religions. Detailed and clear regulations should be made to serve as a guide for judges in deciding cases of inheritance of different religions so that there are no multiple interpretations.

Keywords: Comparison of Laws, Inheritance, Different Religions

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang terletak di kawasan Asia yang memiliki keistimewaan tersendiri karena Indonesia mempunyai suku-suku bangsa dan budaya nasional. Namun keragaman tersebut tidak menjadi penghalang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena Indonesia memiliki ideologi dan dasar negara Pancasila yang didasarkan pada Bhineka Tunggal Ika. Dari berbagai macam adat yang muncul dan berkembang di Indonesia, salah satunya adalah adat Bali. Mereka menganut sistem keluarga patrilineal atau kebapaan atau kepurusa (istilah dalam bahasa Bali), yaitu sistem keluarga dengan anggota masyarakat yang menarik garis keturunan melalui garis laki-laki atau ayah. Sistem sosial yang dianut masyarakat Bali sangat mempengaruhi Hukum Adat Bali itu sendiri.1

Penduduk asli Bali percaya bahwa kedudukan laki-laki di Bali lebih tinggi daripada perempuan, karena laki-laki dianggap sebagai pengganti keluarga. Dengan demikian, hanya anak-anak dan keluarga dari nenek moyang laki-laki yang memenuhi syarat untuk memperoleh warisan tersebut. Demikian pula, hanya anak-anak dan keluarga anak-anak mereka yang dapat terus memenuhi hak-hak istimewa dan komitmen mereka di dalam keluarga adat.

Berbeda dengan Common Law yang dijadikan sebagai alasan common law di Indonesia, hukum warisan tidak langsung bergantung pada orientasi ,

1 I Gde Pudja, 1977, Hukum Kewarisan Hindu Yang Diresepir Kedalam Hukum Adat di Bali Dan

Lombok, Jilid 1, Jakarta; CV. Junasco. h. 35.

(5)

karena tidak ada perbedaan gender dalam hukum dan ketertiban dalam warisan dan perubahan keyakinan atau agama tidak mempengaruhi warisan.

Common Law Indonesia selama ini sebenarnya menggunakan tiga kerangka hukum warisan yang telah ada cukup lama, yaitu: Hukum Warisan Islam, Hukum Warisan Adat, dan Hukum Perdata Barat (BW/KUH Perdata).

Masyarakat Bali masih banyak yang memegang tradisi serta adat istiadat karena masyarakat Bali masih dipengaruhi oleh hukum Hindu sebagai agama yang dianut oleh kebanyakan orang di Bali.

Hukum adat Bali menyatakan bahwa transformasi yang ketat untuk situasi perpindahan agama lain mampu memicu kontras saat perampasan warisan dan sekali lagi negara telah memberikan kesempatan kepada setiap penduduk untuk menerima agama dan keyakinan mereka sendiri seperti yang dinyatakan dalam undang-undang utama. Pancasila, secara khusus digarisbawahi dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang menjelaskan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu”. Maka dari itu agama tidak dapat dipaksakan kepada dan oleh seseorang, karena kebebasan beragama itu bersumber dari martabat manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan. Padahal negara sudah melindungi masyarakatnya dengan Pancasila serta Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 namun apabila berpindah agama hal itu terkait dengan standar hukum warisan Bali yang diperoleh yaitu harta benda substansial serta sumber daya yang sulit dipahami, khususnya sebagai komitmen yang jelas, tidak material, dan tidak signifikan yang semuanya ditanggung oleh penerima manfaat utama. Mengingat konflik ini sudah

(6)

menimbulkan banyak akibat mengganggu pada keharmonisan pihak-pihak yang ikut serta dari pendekatan resolusi konflik dari kepentingan yang sangat berarti untuk pengembangan warga2.Dari dulu akan mengacaukan sanak saudara yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama tetapi karena mereka pindah agama, penting untuk mengetahui apakah penerima manfaat utama yang pindah agama masih mungkin untuk mendapatkan hak warisan, warisan orang-orangnya seperti yang ditunjukkan oleh KUHPerdata, Hukum adat Bali, Hukum Waris Islam.

Dilihat dari 3 sistem hukum warisan di Indonesia, kerangka penyebaran hukum warisan tersebut sebagaimana ditunjukkan oleh yang ada dan menurut KUH Perdata tidak terlepas dari perbedaan tegas yang ada antara penerima pewaris dan ahli waris manfaat utama dan penerima manfaat utama adalah anak. Meskipun demikian, terdapat perbedaan dalam kerangka hukum warisan sebagaimana ditunjukkan oleh Islam, yaitu tidak memberikan warisan kepada anak yang berbeda agama atau murtad. Bagaimanapun, anak itu tetap bisa mendapatkan bagiannya sebagai ahli waris, tetapi itu harus diselesaikan melalui wasiat wajib dan juga diperbolehkan.

Berdasarkan apa yang sudah melatarbelakangi penelitian ini, penulis mengangkat judul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN AHLI WARIS YANG BERPINDAH AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA, HUKUM ADAT BALI DAN HUKUM ISLAM.”

2 Ahmad Bastomi, “The Implementation Of Transitional Justice In Contemporary Indonesia:

A Lesson From Maluku Experience”, Jurnal Yurispruden, Vol.1 No. 1, Malang: Fakultas Hukum Universitas Islam Malang.

(7)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana perbandingan hukum sistem waris menurut KUH Perdata, Hukum Adat Bali, dan Hukum Islam?

2. Bagaimana kedudukan ahli waris yang berpindah agama menurut sistem KUH Perdata, Hukum adat bali dan Hukum Islam?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam rangka penyusunan skripsi ini dapat penulis uraikan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perbandingan hukum sistem waris menurut KUH Perdata, Hukum Adat Bali, dan Hukum Islam

2. Untuk mengetahui kedudukan ahli waris yang berpindah agama menurut sistem KUH Perdata, Hukum Adat Bali dan Hukum Islam

D. Manfaat Penelitian

Mengenai manfaat penelitian ditinjau baik dari segi teoritis maupun praktisnya, adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dibidang ilmu hukum, khususnya dalam bidang Kewarisan Hukum Perdata, Hukum Adat Bali dan Hukum Waris Islam.

b. Penelitian dapat diharapkan untuk menambah referensi hukum bagi fakultas hukum Universitas Islam Malang dan sekaligus menjadi rujukan bagi penulis berikutnya.

(8)

2. Secara Praktis a. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan sebagai alat untuk menggunakan hipotesis yang diperoleh selama perkuliahan tentang ilmu pengetahuan hukum dalam bidang Hukum Waris Adat Bali, serta hak waris seorang yang disebabkan oleh berpindah agama, tidak hanya selaku pemenuhan ketentuan akademis buat menggapai gelar kesarjanaan bidang hukum pada Universitas Islam Malang.

Penelitian ini diandalkan sebagai mekanisme penggunaan spekulasi yang didapat selama perkuliahan tentang ilmu legitimasi di bidang Hukum khususnya kewarisan adat Bali, mengenai kebebasan warisan individu yang dibawa oleh perubahan yang ketat, serta memenuhi gelar sarjana untuk mencapai sertifikasi empat tahun di bidang hukum di Universitas Islam Malang.

b. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai gambaran atau informasi bagi daerah tentang keadaan perbandingan sistem waris menurut KUHPerdata, hukum adat Bali serta Hukum Islam serta kedudukan ahli waris berpindah agama ditunjukkan oleh hukum KUHPerdata, hukum adat Bali serta Hukum Islam.

E. Orisinalitas Penelitian

Mengenai penelitian ini, sebelum eksplorasi serupa yang diidentifikasi dengan eksplorasi yang diarahkan oleh penulis, dan dalam pemeriksaan ini ada

(9)

beberapa persamaan, perbedaan, dan komitmen yang jika dikontribusikan dan eksplorasi penulis, lebih spesifik:

No PROFIL JUDUL

1. GEDE AGUS ADI SUSILA SKRIPSI

UNIVERSITAS BHAYANGKARA

JAKARTA RAYA

PERBANDINGAN HUKUM PEWARISAN SERTA KEDUDUKAN AHLI WARIS YANG BERPINDAH AGAMA MENURUT HUKUM ADAT BALI DAN HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK)

PROBLEMATIKA HUKUM

1. Bagaimanakah perbandingan hukum pewarisan menurut hukum adat Bali dan Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) ?

2. Bagaimana kedudukan ahli waris yang berpindah agama menurut hukum waris adat Bali dan Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) ?

HASIL PENELITIAN

Bahwa hukum adat Bali dan Hukum perdata Bw sama-sama memiliki asas bahwa harta diwariskan setelah pewaris meninggal dunia dan asas penggantian tempat ahli waris, Bahwa kewajiban keagamaan yang dijadikan alasan Hukum Adat Bali dalam pertimbangan memberikan hak mewaris, menurut hukum perdata BW adalah bukan merupakan kewajiban hukum, melainkan merupakan kewajiban moral.

PERSAMAAN Mengkaji ahli waris yang berpindah agama PERBEDAAN Objek kajianya tentang Hukum Islam

(10)

KONTRIBUSI Memberikan kontribusi tentang perbandingan hukum pewarisan menurut hukum adat Bali dan Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) serta memberikan pengetahuan tentang kedudukan ahli waris yang berpindah agama menurut hukum waris adat Bali dan Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)

No PROFIL JUDUL

2. MERLINE EVA LYANTHI SKRIPSI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

STATUS HUKUM AHLI WARIS YANG

BERPINDAH AGAMA MENURUT

SISTEM PEWARISAN HUKUM ADAT BALI

PROBLEMATIKA HUKUM

1. Bagaimanakah status hukum ahli waris yang berpindah agama?

2. Apa akibat hukum bagi ahli waris yang berpindah agama tersebut?

HASIL PENELITIAN

1. Status hukum penerima manfaat utama yang berpindah agama adalah penerima manfaat utama yang ditinggalkan. Sehingga kebebasan dan komitmen terhadap penerima manfaat terputus, baik yang diidentikkan dengan agama, desa adat maupun budaya Bali.

(11)

2. Akibat yang sah bagi penerima manfaat utama yang berpindah agama menyebabkan berkurangnya hak istimewa sebagai penerima manfaat utama dan berakhirnya kebebasan dan komitmen terhadap keluarga dan desa konvensional yaitu tidak boleh mempergunakan fasilitas adat Bali, hal yang esensial dari akhir hayat manusia adalah menyangkut tempat kuburan sebagai tempat bersemayamnya yang terakhir. Berkaitan dengan ini juga maka ia tidak punya kewajiban melaksanakan agama, adat istiadat maupun budaya yang dianut oleh pewaris.

PERSAMAAN Mengkaji ahli waris yang berpindah agama

PERBEDAAN Objek kajianya tentang Tinjauan ahli waris yang berpindah agama menurut KUH Perdata dan Hukum Islam

KONTRIBUSI Penelitian ini memberi pengetahuan untuk mengetahui dan memahami status hukum bagi ahli waris yang berpindah agama serta akibat hukum bagi ahli waris yang berpindah agama

Sedangkan penelitian ini adalah N

o

PROFIL JUDUL

1. LUH SRI INTAN AYU PANDA BENA

ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN AHLI WARIS YANG

BERPINDAH AGAMA MENURUT

(12)

SKRIPSI

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA, HUKUM ADAT BALI

DAN HUKUM ISLAM

PROBLEMATIKA HUKUM

1. Bagaimana perbandingan hukum sistem waris menurut KUH Perdata, Hukum Adat Bali, dan Hukum Islam?

2. Bagaimana kedudukan ahli waris yang berpindah agama menurut sistem KUH Perdata, Hukum adat bali dan Hukum Islam?

NILAI KEBARUAN

1. Dari perbandingan hukum kewarisan menurut Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum Adat Bali Dan Hukum Islam

2. Dari perpindahan agama tersebut kedudukan terhadap ahli waris tersebut melalui Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum Adat Bali Dan Hukum Islam

F. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah sistem yang ditempuh dalam menyelidiki, menangani dan membicarakan bahan-bahan yang sah dalam suatu tinjauan, untuk mendapatkan jawaban atas suatu masalah. Selama waktu yang dihabiskan untuk mengumpulkan informasi dan bahan untuk meneliti masalah

(13)

dalam skripsi, penulis menggunakan berbagai pendekatan di dalam metode.

Metodologi yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Melihat persoalan yang menjadi pertimbangan, penulis memanfaatkan bahwa metodologi yang akan diteliti adalah yuridis normatif.

Sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, metodologi yuridis normatif adalah pemeriksaan yang sah untuk melihat bahan pustaka atau bahan pilihan sebagai bahan yang esensial untuk diteliti dengan3 spesifikasi Penelitian dilakukan secara deskriptif-analitis. Sedangkan menurut peter mahmud marzuki bahwa penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin- doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.4

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan mengkaji teori-teori tentang

a. Statute Approach (pendekatan perundang-undangan)

Dalam pemeriksaan yang disusun oleh penulis ini, dengan menggunakan Pendekatan (Statute Approach), diselesaikan melalui memeriksa semua peraturan perundang-undang dan pedoman kemudian diidentifikasi dengan masalah yang terkait dengan masalah saat ini.

3 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, (2001), Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan

Singkat), Cetakan Ke 11, Jakarta: Rajawali Pers. h. 13-14.

4 Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Perdana Media Group, h 35.

(14)

Ditinjau dari peraturan yang disinggung adalah peraturan hukum adat Bali dalam awig-awig.

b. Conceptual Approach (pendekatan konseptual)

Metodologi teoritis dilakukan dengan bergerak dari perspektif dan prinsip yang tercipta dalam studi hukum, dengan berkonsentrasi pada perspektif dan peraturan dalam studi hukum, analis akan menemukan pemikiran yang melahirkan standar hukum. hukum yang berlaku untuk masalah saat ini. Pemahaman tentang perspektif dan ajaran ini adalah alasan bagi para ahli dalam membangun argumen yang sah dalam menangani masalah saat ini.5

c. Comparative Approach (Pendekatan Perbandingan)

Pendekatan perbandingan merupakan salah satu cara yang digunakan dalam penelitian normatif untuk membandingkan salah satu lembaga hukum (legal institutions) dari sistem hukum yang satu dengan lembaga hukum (yang kurang lebih sama dari sistem hukum) yang lain.

Dari perbandingan tersebut dapat ditemukan unsur-unsur persamaan dan perbedaan kedua sistem hukum itu.6 Perbandingan hukum dalam penelitian ini yaitu suatu pengetahuan dan metode ilmu hukum dengan meninjau kaidah dan atau aturan hukum dan atau yurisprudensi serta pendapat para ahli yang kompeten, untuk menemukan persamaan dan

5 Peter Mahmud Marzuki., op.cit. h. 177.

6 Sunaryati Hartono, (1991), Kapita Selecta Perbandingan Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, h.1

(15)

perbedan sehingga dapat ditarik kesimpulan dan konsep pendekatan normatif.7

3. Sumber Bahan Hukum

Penulis menggunakan penelitian yuridis normatif serta menggunakan 3 bahan pustaka, yaitu :

a. Bahan Hukum Primer

Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahan hukum primer berupa perundang-undangan, yang memiliki otoritas tertinggi adalah Undang- Undang Dasar, dan peraturan perundang-undangan di bawahnya yaitu Undang-Undang, serta putusan pengadilan. Bahan hukum yang penulis gunakan berupa:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) 2) Peraturan Perundang-Undangan

3) Peraturan Hukum Adat Bali yang berada pada awig-awig 4) Kompilasi Hukum Islam

b. Bahan Hukum Sekunder

Merupakan bahan hukum yang diklarifikasi dari bahan primer.8 Penulis menggunakan bahan hukum termasuk buku-buku hukum yang disusun oleh para ahli, termasuk buku harian, karya-karya ilmiah yang seperti teori, proposisi, dan makalah-makalah sah yang terkait dengan warisan.

c. Bahan Hukum Tersier

7 Peter Mahmud Marzuki, op.cit, h.172.

8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, op.cit. h. 13.

(16)

Bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum yang sah dan bahan tambahan yang halal, misalnya referensi kata halal, web, artikel makalah, dan buku referensi yang halal sebagai referensi (KBBI).

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penulis menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum dengan memeriksa, menyusun, mengevaluasi undang-undang dan pedoman yang mengidentifikasi dengan rencana masalah serta telah diuraikan di atas, setelah itu melakukan pengumpulan bahan hukum melalui Peraturan-peraturan hukum waris serta karya-karya spesialis yang sah sebagai buku yang diidentifikasi dengan pewarisan dan yang terakhir melakukan kajian pada kamus hukum kemudian disusun secara sistematik.

5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan hukum adalah penyiapan bahan hukum primer baik yang diperoleh dari tulisan maupun penilaian para ahli. Dari bahan esensial yang sah akan dilakukan review terlebih dahulu terhadap kulminasi dan kejelasannya selanjutnya disusun secara sistematis guna mempermudah penelitian, begitu pula terkait bahan hukum sekunder. Kemudian dari hasil penelitian kepustakaan bahan hukum ini dilakukan pembahasan deskriptif analitis. Yang mampu menjelaskan status hukum pewarisan.

Penyelidikan terhadap bahan-bahan hukum yang penyusunan bahan-bahan yang baik yang diperoleh dari tulisan maupun penilaian para ahli. Bahan-bahan hukum yang penting akan dikonsentrasikan pada pertama-tama dalam hal pemenuhan dan kejelasannya untuk secara metodis diperintahkan untuk

(17)

bekerja dengan penelitian, seperti halnya bahan-bahan opsional yang terkait.

Kemudian, pada saat itu dari hasil penelitian bahan yang hukum ini, percakapan ilmiah yang menarik dilakukan.

G. Sistematika Penulisan

Penyusunan penulisan ini dilakukan dengan efisien dan berurutan dengan tujuan agar mendapat gambaran secara jelas dan terkoordinasi, sedangkan sistematika penulisannya dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam Bab I berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Orisinalitas Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Dapat dijelaskan latar belakang penulisan ini serta perlunya membahas penelitian ini. Kemudian dapat dirumuskan secara relevan untuk dikaji, serta apa yang menjadi tujuan dari disusunnya penulisan ini dan apa manfaat yang hendak dicapai.

Pada Bagian I memuat Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Orisinalitas Penelitian dan Sistematika Penyusunan. Dari bagian ini cenderung terlihat apa yang melatarbelakangi komposisi dan perlunya mengkaji eksplorasi ini. Kemudian, pada titik itu, cenderung terlihat rencana masalah-masalah yang bersangkutan untuk dipertimbangkan, seperti apa alasan penyusunan makalah ini dan apa keuntungan yang ingin dicapai.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam Bab II ini menguraikan kerangka pemikiran yang berisi konsep, norma, asas atau teori yang berkaitan dengan pokok masalah yang diteliti. Pada

(18)

bab ini diuraikan landasan teori yang akan dibahas, yaitu dasar hukum yang menjelaskan tentang ahli waris, perpindahan agama serta struktur hipotesis yang menggambarkan penilaian para ahli atau peneliti tentang isu-isu yang diidentifikasi waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Waris Adat Dan Waris Islam.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab III diuraikan tentang pembahasan yang menjawab permasalahan dalam penelitian ini, yang berisi tentang perbandingan hukum sistem waris menurut KUH Perdata, Hukum Adat Bali, dan Hukum Islam serta kedudukan ahli waris yang berpindah agama menurut sistem KUHPerdata, Hukum adat bali dan Hukum Islam.

BAB IV : PENUTUP

Di Bagian IV, ini adalah penutup yang berisi tujuan dan gagasan.

Kesimpulan adalah penggambaran analis tentang hal-hal yang dapat diselesaikan tergantung pada percakapan dan penyelidikan yang telah direncanakan pada bagian sebelumnya. Sedangkan ide-ide sebagai saran kepada perkumpulan yang bersangkutan sesuai dengan tujuan yang telah digambarkan sebelumnya. Sehingga benar-benar siap untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang substansi dan asumsi-asumsi untuk penyusunan yang akan penulis analisis.

(19)
(20)

67 BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Perbandingan hukum kewarisan menurut KUH Perdata, Hukum Adat Bali, dan Hukum Islam yaitu:

a. Subjek hukumnya sama yaitu pewaris dengan ahli waris, dalam pembiayaan pemakaman sama yaitu bahwa harta warisan yang pertama harus dimanfaatkan untuk membayar biaya pemakaman tersebut.

b. Perbedaan bahwa hukum adat bali dalam pembagian warisan menurut hukum adat bali tidak selesai dan terbuka secara otomatis setelah pewaris meninggal dunia, sebab setelah pewaris meninggal dunia, masih perlu adanya kewajiban keagamaan (pengabenan pewaris) yang sama sekali tidak boleh dipisahkan dengan harta warisan yang ditinggalkan itu, dalam artian ahli waris harus menunggu selesainya pelaksanaan pengabenan, sedangkan menurut KUH Perdata Dan Hukum Islam terbuka secara otomatis setelah pewaris meninggal dunia. Dalam hukum waris Islam, warisan adalah sesuatu yang ditinggalkan oleh seseorang baik secara perorangan maupun secara pribadi. Dalam hukum warisan adat, warisan tidak hanya sekedar harta tetapi juga mencakup harta pusaka.

c. Perbedaannya yaitu dasar pembagian warisan dalam KUH Perdata yaitu dalam pasal 830,832,852,850,853,856 sedangkan dalam hukum islam terdapat pada Al Qur’an, Al Hadist, dan KHI dalam hukum adat Pembagian warisan dalam hukum adat tidak memakai perhitungan matematika seperti dalam hukum waris Islam. Tetapi dengan cara

(21)

musyawarah keluarga dan selalu didasarkan atas pertimbangan mengingat wujud benda dan kebutuhan ahli waris bersangkutan

d. Di dalam hukum perdata dan kewarisan Islam dikenal sistem kewarisan secara individual bilateral. Sedangkan dalam hukum kewarisan adat, selain sistem pewarisan individual, juga dikenal sistem kolektif dan mayorat.

2. Kedudukan ahli waris yang berpindah agama jika dilihat dari KUHPerdata bahwa berpindah agama bagi ahli waris tidak mempengaruhi hak-haknya untuk mewaris. Hal ini dengan alasan bahwa ada beberapa perenungan, antara lain:

Ketentuan pasal 29 ayat (2) undang-undang dasar tahun 1945 yang menyatakan bahwa “ memberikan kebebasan kepada setiap warga negara untuk memeluk agama dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing” yang maksudnya kebebasan beragama di indonesia merupakan hak yang paling penting serta kewajiban keagamaan yang dijadikan alasan hukum adat bali dalam pertimbangan memberikan hak mewaris, menurut hukum perdata bukan merupakan kewajiban hukum, melainkan merupakan kewajiban moral di samping itu ada juga ahli waris yang beralih agama juga ikut melaksanakan kewajiban keagamaan yakni pengabenan pewaris sebelum ia beralih agama. Peralihan agama tersebut tidak berpengaruh di dalam pewarisan menurut hukum perdata.

Sedangkan kedudukan ahli waris yang berpindah agama dilihat dari Hukum adat Bali, maka pada saat itu penerima manfaat tidak memenuhi syarat (tidak berhak) untuk memperoleh. Hal ini ada beberapa alasan, antara lain:

(22)

Pindah agama berarti dianggap telah meninggalkan kewajiban agama dan meninggalkan warisan turun temurun, yang juga berarti orang yang pindah agama telah berpisah dengan ikatan keluarga, dengan asumsi ada kewajiban untuk melakukan upacara pengabenan, hanya ahli waris Hindu yang akan menanggung kewajiban.

Sedangkan kedudukan ahli waris yang berpindah agama bila dilihat dari Hukum Islam, maka pada saat itu penerima manfaat tidak memenuhi syarat untuk memperolehnya. Hal ini dengan alasan bahwa ada beberapa perenungan, antara lain:

Diterapkan bahwa perbedaan agama menghalangi para pihak untuk saling mewarisi. Meskipun hukum Islam hanya menegaskan bahwa ahli waris adalah Muslim pada saat kematian pewaris, dapat dipahami bahwa kompilasi hanya memberikan indikasi bahwa kesetaraan akidah merupakan persyaratan untuk saling mewarisi. Jadi perbedaan agama menjadi penyebab hilangnya hak waris sebagaimana ditegaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa umat Islam tidak menerima warisan dari non- Muslim dan non-Muslim tidak menerima warisan dari umat Islam.

Pengaturan mengenai hak waris anak yang beda agama menurut hukum Islam diatur dalam hadis dan KHI yang mana anak yang non muslim tidak berhak atas harta warisan. Namun pada prakteknya, dalam putusan pengadilan hakim tetap memberikan bagian harta warisan terhadap anak yang beda agama berdasarkan wasiat wajibah. Upaya penyelesaian mengenai pembagian hak waris anak yang berbeda agama menurut hukum Islam adalah dengan cara hibah dan wasiat. Hal ini sesuai dengan ketentuan Al Qur’an,

(23)

hadis maupun KHI yang mana dalam hal hibah dibolehkan baik terhadap muslim maupun non muslim. Sedangkan wasiat digunakan oleh hakim dalam putusan pengadilan terkait pembagian harta waris.

B. Saran

1. Penulis berharap untuk masalah waris diserahkan sepenuhnya pada sistem hukum kewarisan masing-masing, diharapkan dalam pembagian warisan ini harus adil, meskipun adil itu berbeda-beda pemahamannya.

2. Penulis berharap bahwa masalah warisan diserahkan sepenuhnya kepada hukum warisan tertentu secara keseluruhan, dipercaya bahwa penyampaian warisan harus wajar, meskipun akal memiliki pemahaman yang berbeda.

Jika terjadi sengketa tentang ahli waris berpindah agama diharapkan hakim mengambil posisi tengah dengan mempertimbangkan hukum waris adat bali dan hukum keluarga sehingga nantinya keputusan yang dihasilkan tidak mengalami permasalahan dan bisa diterima di masyarakat. Para ahli waris perlu mengadakan pertemuan dengan orang-orang yang ahli di bidang warisan seperti pejabat hukum, ahli hukum perdata, ahli hukum adat, dan pertemuan terkait bahkan pemerintah kota atau sub-daerah. Hal ini dapat mengurangi rasa tidak adil dan penyampaiannya harus dapat dilakukan secara merata atau dapat dipisahkan oleh keinginan yang telah meninggal dengan tujuan agar hubungan antar kerabat tetap terjalin baik dan serasi.

(24)

71 Peraturan Perundang-Undangan Kompilasi Hukum Islam

Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 tentang Kebebasan Beragama

Subekti, R. dan Tjitrosudibio, 1996, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Edisi Revisi, Jakarta; PT. Pradnya Paramita.

Buku

A. Pitlo. 1986, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, Alih BAHASA M.Isa Arief, SH, Jakarta; Pt.Intermasa.

A. Rachmad Budiono, SH., M.H, 1999, Pembaharuan Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, Bandung; PT. CITRA ADITYA BAKTI

Asrory zain Muhammad dan Mizan, 1981, Al-faraidh (Pembagian Pusaka dalam Islam), Surabaya; Bina Ilmu.

As-Sayyid Sabiq, 1972, Fiqh al-Sunnah, Jilid III, Semarang; Toha Putera.

Bushar Muhammad. 2000, Pokok-pokok Hukum Adat, Jakarta; Pradnya Paramita.

Effendi Perangin. 1997, Hukum Waris, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada.

Eman Suparman. 1995, Intisari Hukum Waris Indonesia, Cetakan Ke-III, Bandung;Mandar Maju.

Fatchur Rahman, 1994, Ilmu Waris, Bandung: Al-Ma'arif.

Gde Panetje. 2004. Aneka Catatan Tentang Hukum Adat Bali, Denpasar; CV.

Kayumas Agung.

Gregor van der Burght, Seri Pitlo., 1995, Hukum Waris Buku Kesatu, diterjemahkan oleh F. Tengker, Cet. Kesatu, Bandung; PT Citra Aditya Bakti.

Hilman Hadikusuma. 1993, Hukum Waris Adat, Bandung; Citra Aditya Bakti.

Habiburrahman, 2011, Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta; Kencana.

Idris Djakfar, Taufik Yahya., 1995, Kompilasi Hukum Kewarisan, Jakarta; PT.

Dunia Pustaka Jaya.

(25)

I Gde Pudja, 1977, Hukum Kewarisan Hindu Yang Diresepir Kedalam Hukum Adat di Bali Dan Lombok, Jilid 1, Jakarta; CV. Junasco.

Imam Sudiyat. 1999, Asas-asas Hukum Adat Bekal Pengantar, Yogyakarta;

Liberty.

Jogo Subagyo. 1994, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktik, Jakarta; Rineka Cipta.

M.Idris Ramulyo. 2004, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Kitab Undang-Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta;

Sinar Grafika.

Muslich Maruzi, 1981, Pokok-pokok ilmu waris, Semarang; Mujahidin

Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid. 2017, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif Di Indonesia, Jakarta; Sinar Grafika Natty Kaiway SH. 1978, Suatu tinjauan mengenai hukum adat waris di Teluk Yos

Soedarso Kabupaten Jayapura, Fakultas Hukum Universitas Cendrawasih Jayapura, 1978.

Peter Mahmud Marzuki. 2009, Penelitian Hukum, Cetakan ke-14, Jakarta;

Prenadamedia Group.

Soepomo. 1966, Bab-Bab tentang Hukum Adat, Jakarta; Universitas.

________. 1983, Bab-bab tentang Hukum Adat, Tp; Pradnya Paramita.

Soeripto, 1973, Beberapa Bab Tentang Hukum Adat Bali, Fakultas Hukum Universitas Negeri Jember.

________, 1983. Beberapa Bab Tentang Hukum Adat Waris. Fakultas Hukum Universitas Negeri Jember.

Soerjono Soekanto, Sri Mamudji., 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Cetakan Ke 11, Jakarta; Rajawali Pers.

__________, 2014, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ke 3, Jakarta;

Universitas Indonesia.

Soerojo Wignjodipoero,1990, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Jakarta; Haji Masagung.

Subchan Bashori, 2009, Al-Faraidh Cara Mudah Memahami Hukum Waris Islam, Jakarta; Nusantara Publisher

Sulchan Yasin. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, CV. Putra Karya.

(26)

Sunaryati Hartono, 1991, Kapita Selecta Perbandingan Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti

Suparman Usman. 1993, Ikhtisar Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Serang; Darul Ulum Press.

Wayan P. Windia. 2006, Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaga Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana.

______________, 2010, Bali Mawacara Kesatuan Awig-Awig, Hukum dan Pemerintahan di Bali, Denpasar: Udayana University Press

Jurnal

Kadi Sukarna dan Jevri Kurniawan Hambali, 2017, “Implementasi Hak Atas Ahli Waris Anak Kandung Non Muslim Dalam Perspektif Hukum Islam Yang Berlaku Di Indonesia”, Jurnal Ius Constituendum Vol. 2 No. 2.

Moh.muhibbin, “Wasiat Wajibah Untuk Anak Angkat, Anak yang Lahir Di Luar Perkawinan,Dan Anak yang Berbeda Agama”, Forum Kajian Hukum Dan Sosial Kemasyarakatan, Vol. 18 No.2, (halaman 139).

Ahmad Bastomi, “The Implementation Of Transitional Justice In

Contemporary Indonesia: A Lesson From Maluku Experience”, Jurnal Yurispruden, Vol. 1 No. 1, Malang: Fakultas Hukum Universitas Islam Malang.

Iin Mutmainnah, 2019, “Wasiat Wajibah Bagi Ahli Waris Beda Agama(Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 368K/AG/1995)”, Diktum Jurnal Syariah dan Hukum, Vol.17 No. 2.

Eka Apriyudi, 2018, “Pembagian Harta Waris Kepada Anak Kandung Non Muslim Melalui Wasiat Wajibah”, Jurnal Kertha Patrika, Vol. 40 No.

1.

Internet

I Ketut Merta Mupu, Pembagian Warisan yang Sama Bukan Sebuah Keadilan, Diakses pada 30 September 2021. Kompasiana. Website:

https://www.kompasiana.com/mertamupu.co.id/5517fb8d813311ae68 9de762/pembagian-warisan-yang-sama-bukan-sebuah-keadilan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami ketentuan pewarisan hak milik atas tanah Indonesia terhadap ahli waris yang telah berpindah kewarganegaraan menurut

Kesimpulan dari hasil pembahasan mengenai pengaturan dan pembagian waris anak WNI yang diadopsi oleh WNA yang berbeda agama adalah berdasarkan KUH Perdata dan

Adapun dasar hukum waris dalam KUH Perdata terdapat pada Pasal 830 sampai dengan Pasal 1002 KUH Perdata yang intinya 6 Bagian I Tentang Ketentuan Umum (diatur Pasal

Mahkamah Agung Indonesia telah membuat perubahan dalam hukum waris dari berbagai agama, memberikan harapan bagi ahli waris non-Muslim untuk menerima bagian warisan dari harta

ahli waris dan penerima wasiat ini mengharuskan para ahli waris baik ahli waris ab intestato maupun ahli waris testamenter melakukan suatu upaya hukum untuk menjamin

Ahli waris menurut undang-undang yang dinyatakan tidak patut untuk menerima warisan, dalam Pasal 838 KUH Perdata, adalah: (1) Mereka yang telah dihukum karena

Ahli waris menurut undang-undang yang dinyatakan tidak patut untuk menerima warisan, dalam Pasal 838 KUH Perdata, adalah: (1) Mereka yang telah dihukum karena

Dokumen ini membahas tentang penerapan peraturan waris berdasarkan KUH Perdata dalam kasus kematian seseorang yang meninggalkan ahli waris